Anda di halaman 1dari 7

PETUNJUK PELAKSANAAN

PENGUATAN SURVEILANS CAMPAK


(ENHANCED CBMS)
DI 6 KABUPATEN/KOTA, INDONESIA, 2015

I. Pendahuluan

Campak adalah penyakit sangat menular yang menyebabkan morbiditas dan


mortalitas yang cukup tinggi di dunia. Komplikasi campak menyebabkan kematian
sekitar 139.300 anak pada tahun 2010 dan 122.000 kematian pada tahun 2012,
diperkirakan sekitar 330 kematian karena campak setiap hari atau 14 kematian
setiap jam di seluruh dunia..

Secara teori, ketersediaan vaksin yang aman dan efektif memungkinkan


penyakit campak dapat dieliminasi secara global. Oleh sebab itu target global
eliminasi campak ditetapkan untuk dapat dicapai pada tahun 2020, dimana negara
harus mencapai :
 Cakupan imunisasi campak dosis pertama lebih dari 95% secara nasional dan
minimal 80% di seluruh kabupaten/kota.
 Menurunkan angka insiden campak menjadi kurang dari 1 per 1.000.000
penduduk setiap tahun dan mempertahankannya.
 Melakukan konfirmasi laboratorium campak 100% terhadap kasus campak klinis
dari seluruh kabupaten/kota.

II. Definisi

Kasus Suspek Campak


 Demam, dan
 Bercak merah berbentuk mokulopapular, dan
 Batuk/pilek atau mata merah (conjunctivitis)
Atau
Didiagnosa oleh dokter sebagai kasus campak

Definisi Operasional
a. Kasus Campak Klinis:
Kasus dengan gejala klinis: demam dan bercak merah makulopapular dan
batuk/pilek atau mata merah (conjunctivitis) yang tidak dilakukan pemeriksaan
laboratorium dan tidak mempunyai hubungan epidemiologi dengan kasus pasti
secara laboratorium

Petunjuk Pelaksanaan Penguatan Surveilans Campak (Enhanced CBMS) 2015 1


b. Kasus campak pasti secara laboratorium:
Kasus campak klinis yang telah dilakukan konfirmasi laboratorium dengan hasil
positif terinfeksi virus campak (IgM campak positif) dan tidak ada riwayat
imunisasi campak pada 4-6 minggu terakhir sebelum muncul rash

c. Kasus campak pasti secara epidemiologi:

Semua kasus klinis yang mempunyai hubungan epidemiologi dengan kasus yang
pasti secara laboratorium atau dengan kasus pasti secara epidemiologi yang
lain,

d. Bukan kasus campak (discarded):


Kasus campak klinis yang setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium hasilnya
negatif.

Kejadian Luar Biasa (KLB) Campak


a. Tersangka KLB :
Adanya 5 atau lebih kasus suspek campak dalam waktu 4 minggu berturut turut
yang terjadi mengelompok yang mempunyai hubungan epidemiologi.

b. Pasti KLB:

Apabila minimum 2 spesimen positif IgM campak dari hasil pemeriksaan kasus
pada tersangka KLB campak.

Eliminasi Campak
Adalah tidak adanya transmisi campak di wilayah endemis paling sedikit 12 bulan,
melalui pelaksanaan sistem surveilans yang berkualitas.

Endemis Campak
Disuatu wilayah selalu ditemukan kasus campak (Indigenous atau import) selama
kurun waktu 12 bulan atau lebih.

III. Indikator Surveilans Campak

Peran surveilans dalam eliminasi campak sangatlah penting, terutama dalam


hal mengidentifikasi secara dini adanya daerah yang mempunyai risiko tinggi,
menentukan arah pelaksanaan Imunisasi dan menilai kemajuan eliminasi.

Petunjuk Pelaksanaan Penguatan Surveilans Campak (Enhanced CBMS) 2015 2


Oleh sebab itu dalam mencapai eliminasi campak, diperlukan surveilans yang
berkualitas yang memenuhi indikator standard eliminasi yang telah ditetapkan WHO
di seluruh dunia yaitu :

Indikator Minimum Target (%)


A. RUTIN
Discarded Rate  2/100.000 populasi
Persentase kabupaten melaporkan Discarded Rate  80 %
campak  2/100.000 populasi
Kasus tersangka campak yang diperiksa IgM  80 %
Kelengkapan Laporan Puskesmas (C-1)  90%
Ketepatan Laporan Puskesmas (C1)  80%
Kelengkapan Laporan Surveilans Aktif Rumah Sakit  90%
Spesimen adekuat untuk pemeriksaan IgM  80%
Spesimen adekuat untuk pemeriksaan virologi  80%
B. KLB
Kelengkapan Laporan C-KLB  90%
KLB Dilakukan “Fully Investigated” 100%
KLB Campak pasti yang diperiksa virologi

Selama 3 tahun terakhir, kasus suspek campak yang dilaporkan masih sangat
rendah begitu juga jumlah kasus yang diperiksa spesimen yaitu berkisar antara 20-
50 % dan discarded rate berkisar 0,5 – 0,8/100.000 pop.

Beberapa review dan observasi dilakukan, diperkirakan penyebab rendahnya


penemuan kasus adalah banyaknya kasus suspek campak yang mencari
pengobatan ke fasilitas kesehatan (faskes) swasta maupun ke dokter praktek atau
sama sekali tidak mencari faskes, dan hal ini belum masuk ke dalam sistem
pelaporan.

Oleh sebab itu, perlu dicari suatu model surveilans untuk dapat melibatkan
faskes swata atau dokter praktek ke dalam sistem pelaporan yang sudah ada .

IV. Tujuan Penguatan Surveilans Campak

 Mendapatkan model sistem surveilans dengan melibatkan fasilitas kesehatan


swasta.
 Semua kasus suspek campak di wilayah kerja kabupaten/kota terlaporkan
dan dilakukan pemeriksaan spesimen.
 Kasus suspek campak dilaporkan secara cepat dan perbedaan data di setiap
unit pelaporan dapat tereliminir.
V. Lokasi Penguatan Surveilans Campak

Petunjuk Pelaksanaan Penguatan Surveilans Campak (Enhanced CBMS) 2015 3


Kegiatan penguatan surveilans campak ini merupakan pilot project di enam (6)
kab/kota yang memiliki kinerja surveilans yang baik di di enam (6) provinsi,
yaitu:
1. Kab. Muara Bungo, Provinsi Jambi
2. Kota Serang, Provinsi Banten
3. Kab. Cirebon, Provinsi Jawa Barat
4. Kab. Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah
5. Kab. Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur
6. Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara

VI. Pelaksanaan Penguatan Surveilans Campak

Pelaksanaan kegiatan penguatan surveilans campak ini secara umum sama


dengan pelaksanaan CBMS sesuai buku pedoman surveilans campak thn 2012.
Hanya saja perlu penguatan sehingga diperlukan strategi baru yang dapat
meningkatkan penemuan kasus dan pemeriksaan spesimen. Disamping itu juga
perlu dibangun sebuah model sistem pelaporan agar perbedaan data di setiap
tingkat dan dengan laboratorium dapat diminimalisir.

A. Apa peran pelayanan swasta dalam surveilans campak ?


 Melaporkan kasus suspek campak yang terdiri dari variable :
1. Nama kasus
2. Umur kasus
3. Jenis kelamin kasus
4. Alamat
5. Nama orang tua
6. Berapa kali diimunisasi campak
7. Tanggal imunisasi campak terakhir
8. Tanggal mulai demam
9. Tanggal mulai rash
10.No telepon yang dapat dihubungi (orang tua/keluarga/kerabat terdekat)

PENEMUAN KASUS DI MASYARAKAT


Dapat dilakukan melalui kader pada saat
pelayanan posyandu

Petunjuk Pelaksanaan Penguatan Surveilans Campak (Enhanced CBMS) 2015 4


B. Bagaimana cara melaporkan ?
1. Jika bisa menggunakan sistem pelaporan surveilans PD3I berbasis web, maka
data diinput ke dalam web
2. Jika tidak bisa menggunakan sistem pelaporan surveilans PD3I berbasis web,
maka:
 Semua kasus suspek campak dicatat dalam form C1  Form C1 difoto 
kirimkan ke kontak person puskesmas
 Atau informasikan ke kontak person puskesmas , semua informasi pada
point A di atas melalui:
 SMS, atau
 Telepon, atau
 Puskesmas dan pelayanan swasta setempat membuat group WA 
semua kasus suspek campak dapat dikirim melalui grup WA tersebut.

C. Siapa yang harus mengambil spesimen ?


Spesimen semua kasus suspek campak harus diperiksa , oleh sebab itu semua
penderita suspek campak harus diambil spesimennya melalui :
 Langsung diambil oleh dokter yang menangani penderita. Segera setelah
spesimen didapat, langsung menghubungi petugas puskesmas atau disimpan
di lemari es pada suhu 2 – 8 0C. Petugas puskesmas segera mengambil
spesimen dimaksud untuk dikirim ke laboratorium, atau
 Penderita diberi pengantar untuk datang ke puskesmas untuk dilakukan
pengambilan specimen, atau
 Spesimen diambil oleh puskesmas saat melakukan investigasi kasus
 Tata cara pengambilan spesimen dapat dilihat pada buku pedoman surveilans
campak tahun 2012 (halaman 44 – 46)

D. Bagaimana pengiriman hasil pemeriksaan spesimen?


Hasil spesimen dikirim secara berjenjang (Lab  Provinsi  Kabupaten/Kota 
Puskesmas  Pelapor kasus).

E. Bagaimana pengelolaan data di tingkat puskesmas?


Semua data yang ditemukan di puskesmas dan yang dilaporkan oleh pelayanan
swasta maupun dari masyarakat, diinput ke dalam sistem pelaporan surveilans
PD3I berbasis web. Bagi puskesmas yang mempunyai kendala terhadap
pelaksanaan sistem pelaporan surveilans PD3I berbasis web, maka dapat diinput
kedalam format C1 secara manual.
Puskesmas membuat analisa data bulanan (pemantauan wilayah
setempat - PWS) meliputi: kasus per faskes, total kasus dan kasus
positif campak/rubela per desa, termasuk identifikasi secara dini
kemungkinan adanya KLB.

Petunjuk Pelaksanaan Penguatan Surveilans Campak (Enhanced CBMS) 2015 5


F. Siapa yang melakukan investigasi kasus suspek campak?
Semua kasus suspek campak yang datang atau yang dilaporkan ke
puskesmas dilakukan investigasi oleh petugas surveilans puskesmas untuk
mencari kasus tambahan di lapangan. (Tata cara pencarian kasus tambahan di
lapangan dapat dilihat pada buku pedoman surveilans campak tahun 2012
halaman 13 – 14)

G. Kelengkapan dan ketepatan laporan


Pihak fasilitas kesehatan swasta akan menjadi unit pelapor, maka puskesmas
membuat daftar faskes swasta di wilayahnya dan memonitor kelengkapan dan
ketepatan waktu laporan faskes swasta tersebut.
Bila ada kasus suspek campak, maka faskes swasta segera melaporkan kasus
tersebut, untuk ditindaklanjuti. Bila tidak ada kasus dalam kurun waktu satu
bulan, maka pada setiap akhir bulan (atau awal bulan berikutnya) faskes swasta
diharuskan mengirimkan laporan dengan menyatakan nihil.
Puskesmas memantau kelengkapan laporan tersebut termasuk laporan nihilnya
dan menghitung kelengkapan serta ketepatan waktu pelaporannya.
Format pelaporan dapat dilihat di lampiran.

H. Hal – hal lainnya untuk pelaksanaan surveilans campak di puskesmas mengacu


pada buku pedoman surveilans campak tahun 2012. Seperti tata cara
pengambilan spesimen, pemberian nomor EPID, dll yang tidak diatur pada juklak
penguatan surveilans campak ini.

VII. Supervisi/Bimbingan Tehnis Selama Pelaksanaan Penguatan


Surveilans Campak

Bimbingan teknis dilakukan oleh petugas surveilans Pusat, Provinsi dan


Kabupaten/Kota dengan menggunakan perangkat (tool) terlampir, yang meliputi:

 Jumlah faskes sebagai unit pelapor dan jumlah faskes yang melaporkan kasus
 Jumlah total kasus yang dilaporkan oleh faskes swasta dan jumlah kasus yang
dicatat/dilaporkan oleh puskesmas
 Jumlah total kasus, kasus diambil spesimen, kasus positif campak/rubela.
 Identifikasi masalah dan hambatan dalam pengambilan spesimen kasus yang
ditemukan di faskes swasta.
 Jumlah suspek KLB dan yang dilakukan investigasi
 Kunjungan minimal 2 faskes swasta yang nihil laporan kasus untuk
mengetahui permasalahannya. Dan minimal 1 faskes swasta yang
melaporkan kasus untuk mendapat masukkan tentang pelaksaan kegiatan.
 Penilaian hasil investigasi KLB (buat skoring tentang pelaksanaan sampai
pada tindak lanjut terhadap KLB)
 Laporan hasil bimbingan tehnis dan rekomendasi dilaporkan ke Provinsi dan
Pusat.

Petunjuk Pelaksanaan Penguatan Surveilans Campak (Enhanced CBMS) 2015 6


VIII. Penilaian Kegiatan Lapangan (Field Assessment) Penguatan
Surveilans Campak

Penilaian kegiatan lapangan dilakukan untuk mengetahui:


 Adanya kasus suspek campak yang tidak datang ke faskes dan alasannya,
angka ini dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah suspek campak
yang mendekati angka riil.
 Identifikasi masalah penemuan dan pelaporan oleh faskes swasta.

Pelaksana kegiatan: petugas yang telah dilatih dan dikoordinir oleh petugas
surveilans kabupaten/kota.

Kegiatan dilakukan dengan menggunakan perangkat (tool) terlampir meliputi:


 Kunjungan dari rumah ke rumah di lokasi yang telah ditentukan,
 Suspek campak yang didata dalam kurun waktu bulan September –
Desember 2015, ditanyakan riwayat pengobatan dan alasan bila tidak
berobat.
 Kunjungan faskes di lokasi terpilih untuk mengetahui adanya masalah
identifikasi suspek campak dan pelaporan ke puskesmas.

Hasil penilaian kegiatan lapangan dilaporkan ke Provinsi dan Pusat.

IX. Penjelasan Operasional

Kegiatan yang dibiayai dalam penguatan surveilans campak ini adalah :


1. Advokasi, sosialisasi dan pelatihan
2. Bahan pengambilan dan transport pengiriman spesimen
3. Supervisi/bimbingan teknis
4. Penilaian kegiatan lapangan

Sedangkan investigasi kasus ke lapangan untuk mencari kasus tambahan atau


dalam rangka pengambilan spesimen diharapkan dapat dibiayai dari dana BOK.

Untuk kesinambungan kegiatan pada tahun selanjutnya, maka kabupaten/kota


diharapkan untuk mengalokasikan dari dana daerah. Oleh sebab itu Tim Pusat,
Tim Provinsi bersama Tim Kabupaten agar melakukan advokasi kepada
pemerintah daerah. Bagi kabupaten/kota yang sudah tidak memungkinkan
pengajuan dana kegiatan untuk tahun 2016, maka pembiayaan kegiatan akan
diupayakan melalui pendanaan pusat (WHO).

Poster SOP Campak dibagikan ke semua peserta

Petunjuk Pelaksanaan Penguatan Surveilans Campak (Enhanced CBMS) 2015 7

Anda mungkin juga menyukai