Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Salah satu hal penting untuk mencapai derajat kesehatan adalah
dengan memperlihatkan kesehatan wanita, terutama kesehatan reproduksi
karena hal tersebut berdampak luas, menyangkut berbagai aspek
kehidupan, serta merupakan parameter kemampuan negara dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Kesehatan
reproduksi wanita berpengaruh besat dan berperan penting terhadap
kelanjutan generasi penerus suatu negara (Manuaba, 2009).
Kesehatan reproduksi adalah kesehjateraan fisik, mental dan sosial
yang utuh dan bukan tidak adanya penyakit atau kelemahan dalam segala
hal yang berhubungan dengan sistem repoduksi dan fungsinya serta
proses-prosesnya. Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah
kesehjateraan fisik, mental dan sosial yang utuh bukan hanya bebas dari
penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubingan dengan
sistem reproduksi, fungsi, serta prosesnya (Nugroho, 2012).
Salah satu penyakit reproduksi adalah mioma uteri. Mioma uteri
merupakan suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yag berasal
dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibrimioma
uteri, leiomyoma uteri atau uterine fibroid. Mioma uteri ini merupakan
neoplasma jinak yang sering ditemukan pada traktus genetalia wanita,
terutama wanita sesudah produktif atau menepouse (Aspiani, 2017).
Menurut WHO kejadian mioma uteri sekitar 20% sampai 30% dari
seluruh wanita didunia dan terus mengalami peningkatan. Mioma uteri
ditemukan 30% sampai 50% pada perempuan usia subur (Robbins, 2007).
Menurut Wise penelitiannya di Amerika serikat periode 1997-2007
melaporkan 5.871 kasus mioma uteri dari 22.120 terjadi pada wanita kulit
hitam dengan prevalensi 26,5%.

Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20-35% dari seluruh


wanita di dunia (Ekine dkk, 2015). Biasanya penyakit ini ditemukan secara
tidak sengaka pada pemeriksaan rutin atau saat sedang melakukan medical
check up tahunan. Berdasarkan penelitian Word Health Organitation
(WHO) penyebab angka kematian ibu karena mioma uteri pada tahun
2013 sebanyak 22 (1,95%) kasus dan tahun 2014 sebanyak 21 (2,04%)
kasus (Depkes RI, 2014).
Di Indonesia sendiri angka keadian mioma uteri antara 20-25%
pada waita berusia di atas 35 tahun. Angka kejadian mioma uteri di
Indonesia ditemukan 11,70% pada semua penderita kasus ginekologi yang
dirawat di rumah sakit, dari data beberapa kabupaten yang tersedia, kasus
mioma uteri pada tahun 2013 sebanyak 582 kasus dengan 320 kaus rawat
jalan dan 262 rawat inap. Kasus mioma uteri meningkat pada tahun 2014
yaitu sebanyak 701 kaus dengan 529 kaus rawat jalan dan 172 kaus rawat
inap (Depkes RI, 2015).
Menurut data Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Senopati
Bantul selama dua tahun terakhir kasus mioma uteri mengalami
peningktan yaitu sebanyak 359 kaus pada tahun 2013 yng terdiri dari 25
kasus rawat inap dan 334 kaus rawat jalan. Kasus uteri bertambah menjadi
389 kasus pada tahun 2014 yang terdiri dari 24 kasus rawat inap dan 365
kasus rawat jalan.sebagian besar kasus mioma uteri adalah tanpa gejala.
Oleh sebab itu, kebanyaan penderita tidak menyadari adanya kelainan
pada uterusnya. Hanya 10-20% yang membutuhkan penanganan. Gejala
yang paling sering dilaporkan yaitu nyeri haid atau kram parah atau sangat
parah (29%), pendarahan berat atau berkepanjangan (29%), bekuan selama
mentruasi (26%), kelelahan (25%), dan perut tidak nyaman (24%).
Mioma uteri diduga merupakan penyakit multifaktorial. Mioma
mulai dari benih-benih multiple yang sangat kecil dan tersebar pada
myometrium. Benih ini tumbuh sangat lambat tetapi progesif dibawah
pengaruh hormon estogeron terhadap sel-sel yang ada di otot rahim.
Mioma menimbulkan gejala berupa perdarahan abnormal, rasa nyeri dan
rasa adanya tekanan didaerah sekitar panggul yang dapat menciptakan rasa
sakit hingga menjalar ke punggung (Manuaba, 2009). Perdarahan
abnormal merupakan gejala yang paling sering di alami oleh wanita
penderita mioma uteri. Perdarahan bida diakibatkan karena perbesaran
mioma sehingga menekan organ disekitarnya seperti tertekannya kandung
kemih, usus besar, pelebaran pembuluh darah dan gangguan ginjal karena
akibat perbesaran dan penekanan mioma uteri terhadap saluran kemih.

B. Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas maka tujuan yang dapat diperoleh yakni
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian mioma uteri
2. Untuk mengetahui etiologi mioma uteri
3. Untuk mengetahui klasifikasi mioma uteri
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis mioma uteri
5. Untuk mengetahui patofisiologi mioma uteri
6. Untuk mengetahui pathway mioma uteri
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang mioma uteri
8. Untuk mengetahui komplikasi mioma uteri
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan medik mioma uteri

BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN

A. DEFINISI
Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat yang menampungnya, sehingga dapat disebut juga
dengan leiomyoma fibriomioma atau fibroid (Sarwono, 2009).
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot
uterus dan jaringan ikat yang menampungnya, sehingga dalam
kepustakaan dikenal juga istilah fibromioma, leiomyoma, ataupun
fibroid (Winkjosastro, 2009).
Mioma uteri adalah tumor jinak pada otot rahim, disertai
jaringan ikat sehingga dapat berbentuk padat, karena jaringan ikat dan
otot rahimnya yang dominan (Manuaba, 2010).
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak
berkapsul yang berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous.
Biasanya juga disebut fibromioma uteri, leiomyoma uteri atau uterine
fibroid. Tumor jinak ini merupakan neoplasma jinak yang sering
ditemukan pada traktus genitalia wanita, terutama wanita sesudah
produktif (menepouse). Mioma uteri jarang ditemukan pada wanita
usia produktif tetapi kerusakan reproduksi dapat berdampak karena
mioma uteri pada usia produktif berupa infertilitas, abortus spontan,
persalinan oremature dan malpresentasi (Aspiani, 2017).

B. ETIOLOGI
Menurut Aspiani 2017 ada beberapa faktor yang diduga kuat
merupakan faktor predisposisi terjadinya mioma uteri.
1) Umur
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada waktu wanita usia
produktif dan sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun.
Mioma uteri jarang ditemukan sebelum menarche (sebelum
mendapat haid).
2) Hormon Endogen (endogenous hormonal)
Konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi dari
pada jaringan myometrium normal.
3) Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan
penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk
menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis
keturunan penderita mioma uteri.
4) Makanan
Makanan di laporkan bahwa daging sapi, daging stengah matang
(red meat), dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri,
namun sayuran hijau menurunkan insiden mioma uteri.
5) Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya
kadar esterogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi
ke uterus. Hal ini mempercepat pembesaran mioma uteri. Efek
esterogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan
respond dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan
produksi reseptor progesterone, dan faktor pertumbuhan epidermal.
6) Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara
dibandingkan dengan wanita yang mempunyai riwayat melahirkan
1 (satu) kali atau 2(dua) kali.

Faktor terbentunya tumor:


a. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor terjadinya reflikasi pada saat sel-sel
yng mati diganti oleh sel yang baru merupakan kesalahan genetika
yang diturunkan dari orang tua. Kesalah ini biasanya
mengakibatkan kanker pada usia dini. Jika seorang ibu mengidap
kanker payudara, tidak seta merta semua anak gadisnya akan
mengalami hal yang sama, karena sel yang mengalami kesalahan
genetic harus mejadi sel kanker. Secra internal, tidak dapat dicegah
namun faktor eksternal dapat dicegah. Menurut WHO, 10%-15%
kanker, disebakan oleh faktor internal dan 85%, disebakan oleh
faktor eksternal (Aspiani, 2017).
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat merusak sel adalah virus, polusi udara,
makan, radiasi dan berasal dari bahan kimia, baik bahan kimia yang
ditambahankan pada makanan ataupun bahan kimia yang bersala
dari polusi. Bahan kimia yang ditambahakn dalam makanan seperti
pengawet menjadi senyawa kimia yang berbahaya.
Kuman yang nidup dalam makanan juga daoat menyebabkan racun,
misalnya adlatoksin pada kacang-kacangan, sangat erat
hubungannya dengan kanker hati. Makin serung tubuh terserang
virus makin besar kemungkinan sel normal menjadi sel kanker.
Prosesnya detofikasi yang dilkukan oleh tubuh, dalam prosesnya
dseting menghasilkan senyawa yang lebih berbahya bagi tubuh,
yaitu senyawa yang bersifat radukal atau korsinogenik. Zat
korsinogenik dapat menyebabkan kerusakan pada sel.

C. Klasifikasi Mioma
Menurut Manuaba, 2010 mioma umumnya digolongkan berdasarkan
lokasi dan kearah mana mioma tumbuh.
1. Lapisan Uterus
Mioma uteri terdapat pada daerah korpus. Sesuai dengan lokasinya,
mioma ini dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Mioma Uteri Intramural Mioma uteri merupakan yang paling
banyak ditemukan. Sebagian besar tumbuh diantara lapisan
uterus yang paling tebal dan paling tengah (miometrium).
Pertumbuhan tumor dapat menekan otot disekitarnya dan
terbentuk sampai mengelilingi tumor sehingga akan
membentuk tonjolan dengan konsistensi padat. Mioma yang
terletak pada dinding depan uterus dalam pertumbuhannya akan
menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga
dapat menimbulkan keluhan miksi.
b. Mioma Uteri Subserosa
Mioma uteri ini tumbuh keluar dari lapisan uterus yang paling
luar. yaitu serosa dan tumbuh ke arah peritonium. Jenis mioma
ini bertangkai atau memiliki dasar lebar. Apa bila mioma
tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol kepermukaan
uterus diliputi oleh serosa. Mioma serosa dapat tumbuh di
antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma
intraligamenter. Mioma subserosa yang tumbuh menempel
pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum
atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus
sehingga disebut wandering parasitis fibroid.
c. Mioma Uteri Submukosa
Mioma ini terletak di dinding uterus yang paling dalam
sehingga menonjol ke dalam uterus. Jenis ini juga dapat
bertangkai atau berdasarkan lebar. Dapat tumbuh bertangkai
menjadi polip, kemudian di keluarkan melalui saluran seviks
yang disebut mioma geburt. Mioma jenis lain meskipun besar
mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma
submukosa walaupun kecil sering memberikan keluhan
gangguan perdarahan. Tumor jenis ini sering mengalami
infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata.
Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa
yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga
rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau
mioma yang dilahirkan.
D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Manuaba, 2010 sebagian penyakit ini ditemukan secara
kebutulan pada saat pemeriksaan panggul rutin. Gejala yang timbul
tergantung pada lokasi dan besarnya tumor, yang paling sering
ditemukan adalah :
a. Perdarahan abnormal
1. Hipermenorea perdarahan banyak saat mentruasi, karena
meluasnya permukaan endometrium dalam proses mentruasi
2. Gangguan kontraksi otot uterus rahim
3. Perdarahan berkepanjangan, akibat perdarahan penderita dapat
mengeluh anemis karena kekurangan darah, pusing, cepat lelah,
dan mudah terjadi infeksi
b. Penekanan rahim yang membesar
Penekanan rahim karena pembesaran mioma uteri dapat terjadi :
1. Terasa berat di abdomen bagian bawah
2. Sukar miksi atau defekasi
3. Terasa nyeri karena tertekannya urat saraf
c. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan
Kehamilan dengan d,isertai mioma uteri menimbulkan proses
salaing mempengaruhi :
1. Kelahimilan dapat mengalami keguguran
2. Persalinan prematuritas
3. Gangguan saat persalinan
4. Tertutupnya saluran indung telur menimbulkan infertilitas.

E. PATOFISIOLOGI
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam
myometrium dan lambat laun membesar karena pertumbuhan itu
myometrium medesak menyusun semacam psedokapsula atau sampai
semua mengelilingi tumor didalam uterus mungkin terdat satu mioma
akan tetapi mioma biasanya banyak. Bila ada satu mioma yang
tumbuh intramural dalam korps uteri maka korps ini tampak bulat dan
konstipasi padat. Bila terletak pada dinding depan uterus mioma dapat
menonjol kedepan sehingga menekan dan mendorong kandung kemih
jratas sehingga sering menimbulkan keluhan miksi (Aspian, 2017).
Secara maksropis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu
putih, padat, berbatas tegas dengan permukaan potongan
memperlihatakan gambaran kumparan yang khas. Tumor mungkin
hanya satu, tetapi umumnya jamak dan tersebar di dalam uterus,
dengan ukuran berkisar dari benih kecil hingga neoplasma massif
yang jauh lebih bewsar dari pada ukuran uterusnya. Sebagian terbenan
didalam myometrium, sememtara yang lain terletak tepat di bawah
endometrium (submukosa) atau tepat dibawah serosa (subserosa).
Terakhir membentuk tangkai, bahkan kemudian melekat ke organ
disekitarnya, dari mana tumor tersebut mendapat pasokan darah dan
kemudian membeskan diri dari uterus untuk menjadi leimioma
“parasitik”. Neoplasma yang berukuran besar memperlihatkan focus
nekrosis iskemik disertai daerah peradaran dan perlunakan kistik dan
setekah menopause tumor menjadi padat kolagenosa, bahkan mengalai
kalsifikasi (Robbins, 2007).

F. PATHWAY
(Aspiani, 2017)
Faktorvvpredisposisi:
vv
1. Usia penderita
2. Hormon endogen
3. Riwayat keluarga
4. Makanan, kahamilan
dan paritas

Mioma Uteri

Kolon
Mioma Intranural Mioma submukosa Mioma subserosa
Berada dibawah endometrium desenden dan
Mk: Ansietas &
Gejala/Tanda
Usus
Polimembusuk
Fungsi
uria
Tumbuh
Suplai pencernaan
darahdidinding
Kolostom Retensi
Mk:uterus
Anemia Gangguan Mk: Resiko
Urine
Gg Hematologi Gangguam
Penekanan
Eliminasi
Uretra
Terjadi Perdarahan
Menonjol kedalam
infeksi Identitas
Hifronefrosis
Kuranguterus
rongga
pada usus RektumGg
Kolon
Mk:Terjadisirkulasi
Mk:transversum
Nekrosis
obstipasi
Konstipasi
Radang Nyeri
Pembesaran
perdarahan &
KolonPenekanan
duodenum
ileum
Akut/Kronis
Kolon
Asendens
Nyerisigmoid
Uterus
pada
Kelemahan
usus
Anemia
Tumbuh keluar dinding
uterus

Mk: Resiko Syok Hipovolemik

Mk: Gg Perfusi Penurunan


jarimngan respon imun
perifer
Mk: Resiko Infeksi
Kandung
kemih
Ureter

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Sinclair, 2010 pemeriksaan penunjang mioma uteri yaitu:
a. Pemeriksaan ultrasonografi untuk mengkaji ukuran, jumlah dan
lokasi tumor secara akurat.
b.nutrisi
Mk: Ketidakseimbangan MRI (membedakan
kurang adenomioma dari mioma)
dari kebutuhan
tubuh c. CT Scan Mk: Resiko Syok Hipovolemik
d. Histerosalpingogram
e. Histerosonogram atau endoskopi
f. Jika terjadi perdarahan abnormal pada wanita yang menderita
adenomiosis, biopsy endometrium dilakukan untuk menyingkirkan
kemingkinan hyperplasia endometrium yang terjadi pada pasien
yang berusia lebih dari 35 tahun.

H. KOMPLIKASI
Menurut Kowalak, 2011 komplikasi yang dapat timbul yaitu:
a. Abortus spontan yang rekuren
b. Persalinan premature
c. Mal posisi janin
d. Anemia sekunder akibat perdarahan yang berlebihan
e. Infeksi (jika tumor menjulur keluar lewat mulut vagina).
I. PENATALASANAAN MEDIK
Menurut Aspiani, 2017 Penanganan mioma uteri dilakukan
tergantung pada umur, paritas, lokasi, dan ukuran tumor. Oleh karena
itu penanganan mioma uteri terbagi atas kelompok-kelompok berikut:
1. Penanganan konservatif dilakukan jika mioma yang kecil muncul
pada pra dan postmenopause tanpa adanya gejala. Cara penanganan
konsevatif adalah sebagai berikut:
a. Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6
bulan.
b. Jika terjadi anemia kemungkinan Hb menurun.
c. Pemberian zat besi.
d. Penggunaan agonis GnRH (gonadotropin-releasing hormone)
leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari pertama sampai ketiga
menstruasi setiap minggu, sebanyak tiga kali. Obat ini
mengakibatkan pengerutan tumor dan menghilangkan gejala.
Obat ini menekan sekresi gonodotropin dan
menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa ditemukan
pada periode postmenopause. Efek maksimum dalam
mengurangi ukuran tumor diobsevasi dalam 12 minggu.
2. Penanganan operatif, dilakukan bilah terjadi hal-hal berikut:
a. Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.
b. Pertumbuhan tumor cepat.
c. Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
d. Dapat mempersulit kehamilan berikutnya.
e. Hiperminorea pada mioma submukosa.
f. Penekanan organ pada sekitarnya.
3. Jenis operasi yang dilakukan untuk mengatasi mioma uteri dapat
berupa langkah-langkah berikut:
a. Enukleusi Mioma
Enuklesia mioma dilakukan pada penderita yang infertil yang
masih menginginkan anak, atau mempertahankan uterus demi
kelangsungan fertilitas. Enukleasi dilakukan jika ada
kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau sarkoma
uterus dan dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini
seharusnya dibatasi pada tumor dengan tangkai dan tumor yang
dengan mudah dijepit dan diikat. Bila miomektomi
menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan
dengan endometrium, maka kehamilan berikutnya harus
dilahirkan dengan seksio sesarea.
4. Menurut american college of Obstetricans gynecologists (ACOG),
kriteria preoperasi adalah sebagai berikut:
a. Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.
b. Terdapat leimioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas.
c. Alasan yang jelas dari penyebab kegagalan kehamilan dan
keguguran yang berulang tidak ditemukan.
5. Histeroktomi
Histerektomi dilakukan jika pasien tidak menginginkan anak lagi
dan pada pasien yang memiliki leimioma yang simptomatik atau
yang sudah bergejala. Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah
sebagai berikut:
a. Terdapat satu sampai tiga leimioma asimptomatik atau yang
dapat teraba dari luar dan dikelukan oleh pasien.
b. Perdarahan uterus berlebihan.
c. Perdarahan yang banyak, bergumpal-gumpal, atau berulang-
ulang selama lebih dari delapan hari.
d. Anemia akut atau kronis akibat kehilangan darah.
6. Rasa tidak nyaman pada daerah pelvis akibat mioma meliputi hal-
hal berikut:
a. Nyeri hebat dan akut.
b. Rasa tertekan yang kronis dibagian punggung bawah atau perut
bagian bawah.
c. Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-ulang
dan tidak disebabkan infeksi saluran kemih.
7. Penanganan radioterapi
Tujuan dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan.
Langkah ini dilakukan sebagai penanganan dengan kondisi sebagai
berikut:
a. Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad
risk patient).
b. Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
c. Bukan jenis submukosa.
d. Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
e. Tidak dilakukan pada wanita muda karena dapat menyebabkan
menopause.
J. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian Fokus
Dalam pengkajian fokus berdasarkan komponen kesehatan menurut
Gordon, penulis mencantumkan data-data yang mendukung diagnosa
keperawatan. Pola persepsi, Pola nutrisi, Pola tidur/istirahat, Pola
hubungan peran, pasien Pola koping, Pola kepercayaan dan nilai,
Pemeriksaan penunjang, USG, pemeriksaan darah lengkap: Hb, leukosit,
hematokrit, eritrosit, trombosit.
2. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri b.d agen NOC NIC :
cidera fisik (post Pain control Pain Management
Kriteria Hasil :  Lakukan pengkajian nyeri
op. Histerektomy)
 Mampu mengontrol nyeri secara komprehensif
(tahu penyebab nyeri, mampu termasuk lokasi, karakteristik,
menggunakan tehnik durasi, frekuensi, kualitas
nonfarmakologi untuk dan faktor presipitasi
mengurangi nyeri,  Observasi reaksi nonverbal
mencari bantuan) dari ketidaknyamanan
 Gunakan teknik komunikasi
 Melaporkan bahwa nyeri
terapeutik untuk mengetahui
berkurang dengan
Menggunakan manajemen pengalaman nyeri pasien
nyeri  Kaji kultur yang
 Mampu mengenali mempengaruhi respon nyeri
nyeri (skala intensitas,  Bantu pasien dan keluarga
frekuensi dan tanda nyeri) untuk mencari dan
 Tanda vital dalam
menemukan dukungan
rentang normal
 Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
 Kurangi faktor presipitasi
nyeri
 Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
rasa nyaman setelah nyeri
berkurang
2. Resiko infeksi b/d NOC : NIC :
 Batasi pengunjung bila
prodsedur infasif  Risk control
Kriteria Hasil : perlu Instruksikan pada
(post op
 Klien bebas dari tanda pengunjung untuk mencuci
histerektomy).
dan gejala infeksi tangan saat berkunjung dan
Menunjukkan kemam-puan
setelah berkunjung
untuk mencegah
meninggalkan pasien.
timbulnya infeksi  Gunakan sabun
 Jumlah leukosit dalam
antimikrobia untuk cuci
batas normal
tangan Cuci tangan setiap
 Menunjukkan perilaku
sebelum dan sesudah
hidup sehat
tindakan keperawatan
 Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat
pelindung.
 Pertahankan lingkungan
aseptik selama pemasangan
alat.
 Berikan terapi antibiotik
bila perlu
Infection Protection (proteksi
terhadap infeksi)
 Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
Monitor kerentanan
terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
Partahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
 Berikan perawatan kuliat
pada area epidema
 Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
 Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
 Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari
infeksi.
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Klien: meliputi nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku bangsa, status pernikahan,
pendidikan, pekerjaan, alamat.
b. Identitas Penanggung jawab: Nama, umur, jenis
kelamin, hubungan dengan keluarga, pekerjaan,
alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan yang paling utama dirasakan oleh pasien
mioma uteri,
misalnya timbul benjolan diperut bagian bawah
yang relatif lama. Kadang-kadang disertai
gangguan haid.
b. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang di rasakan oleh ibu penderita mioma
saat dilakukan pengkajian, seperti rasa nyeri
karena terjadi tarikan, manipulasi jaringan organ.
Rasa nyeri setelah bedah dan adapun yang yang
perlu dikaji pada rasa nyeri adalah lokasih nyeri,
intensitas nyeri, waktu dan durasi serta kualitas
nyeri.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah
diderita dan jenis pengobatan yang dilakukan oleh
pasien mioma uteri, tanyakan penggunaan obat-
obatan, tanyakan tentang riwayat alergi, tanyakan
riwayat kehamilan dan riwayat persalinan dahulu,
penggunaan alat kontrasepsi, pernah
dirawat/dioperasi sebelumnya.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada anggota
keluarga
mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes
melitus, hipertensi, jantung, penyakit kelainan
darah dan riwayat kelahiran kembar dan riwayat
penyakit mental.
e. Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien
mioma uteri yang perlu diketahui adalah
1) Keadaan haid
Tanyakan tentang riwayat menarhe dan haid
terakhir, sebab
mioma uteri tidak pernah ditemukan sebelum
menarhe dan
mengalami atrofi pada masa menopause.
2) Riwayat kehamilan dan persalinan
Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan
mioma uteri, dimana mioma uteri tumbuh
cepat pada masa hamil ini dihubungkan
dengan hormon estrogen, pada masa ini
dihasilkan dalam jumlah yang besar.
3. Faktor Psikososial
a. Tanyakan tentang persepsi pasien mengenai
penyakitnya, faktor-faktor budaya yang
mempengaruhi, tingkat pengetahuan yang dimiliki
pasien mioma uteri, dan tanyakan mengenai
seksualitas dan perawatan yang pernah dilakukan
oleh pasien mioma uteri.
b. Tanyakan tentang konsep diri : Body image, ideal
diri, harga diri, peran diri, personal identity,
keadaan emosi, perhatian dan
hubungan terhadap orang lain atau tetangga,
kegemaran atau jenis kegiatan yang di sukai
pasien mioma uteri, mekanisme pertahanan diri,
dan interaksi sosial pasien mioma uteri dengan
orang lain.
4. Pola Kebiasaan sehari-hari
Pola nutrisi sebelum dan sesudah mengalami mioma
uteri yang harus dikaji adalah frekuensi, jumlah,
tanyakan perubahan nafsu makan, yang terjadi.
5. Pola eliminasi
Tanyakan tentang frekuensi, waktu, konsitensi,
warna, BAB terakhir. Sedangkan pada BAK yang
harus di kaji adalah frekuensi, warna, dan bau.
6. Pola Aktivitas, Latihan, dan bermain
Tanyakan jenis kegiatan dalam pekerjaannya, jenis
olahraga dan
frekwensinya, tanyakan kegiatan perawatan seperti
mandi, berpakaian, eliminasi, makan minum,
mobilisasi.
7. Pola Istirahat dan Tidur
Tanyakan waktu dan lamanya tidur pasien mioma
uteri saat siang dan malam hari, masalah yang ada
waktu tidur.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kaji tingkat kesadaran pasien mioma uteri.
b. Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi,suhu,
pernapasan.
c. Pemeriksaan Fisik Head to toe
1) Kepala dan rambut : lihat kebersihan kepala
dan keadaan
rambut.
2) Mata : lihat konjungtiva anemis, pergerakan
bola mata simetris
3) Hidung : lihat kesimetrisan dan kebersihan,
lihat adanya
pembengkakan konka nasal/tidak.
4) Telinga : lihat kebersihan telinga.
5) Mulut : lihat mukosa mulut kering atau lembab,
lihat
kebersihan rongga mulut, lidah dan gigi, lihat
adanya
penbesaran tonsil.
6) Leher dan tenggorokan : raba leher dan
rasakan adanya
pembengkakan kelenjar getah bening/tidak.
7) Dada atau thorax : paru-paru/respirasi,
jantung/kardiovaskuler dan sirkulasi, ketiak dan
abdomen.
8) Abdomen
Infeksi: bentuk dan ukuran, adanya lesi, terlihat
menonjol.
Palpasi: terdapat nyeri tekan pada abdomen
Perkusi: timpani, pekak
Auskultasi: bagaimana bising usus
9) Ekstremitas/ muskoluskletal terjadi
pembengkakan pada
ekstremitas atas dan bawah pasien mioma
uteri.
10) Genetalia dan anus perhatikan
kebersihan,adanya lesi,
perdarahan diluar siklus menstruasi.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis Keperawatan yang dapat muncul. menurut
keliat, dkk (2016), sebagai berikut :
1. Nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau
trauma jaringan dan
refleks spasme otot sekunder akibat tumor.
2. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun
tubuh sekunder akibat gangguan hematologis
(perdarahan).
4. Retensi urine berhubungan dengan penekanan oleh
massa jaringan
neoplasma pada organ sekitarnya, gangguan
sensorik motorik.
5. Resiko Konstipasi berhubungan dengan penekanan
pada rectum
(prolaps rectum).
C. Perencanaan
Intervensi Keperawatan NIC-NOC (Bulechek, et. al, 2013)
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen Nyeri
dengan nekrosis atau 1 x 24 jam, pasien mioma uteri mampu 1) Lakukan pengkajian nyeri
trauma jaringan dan mengontrol nyeri dibuktikan dengan kriteria komprehensip yang meliputi lokasi,
refeles spasme otot hasil: karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
sekunder akibat tumor. Mengontrol Nyeri kualitas, intensitas atau beratnya nyeri
1. Mengenali kapan nyeri terjadi dan faktor pencetus
2. Menggambarkan faktor penyebab nyeri 2) Observasi adanya pentunjuk nonverbal
3. Menggunakan tindakan pencegahan nyeri mengenai ketidak nyamanan terutama
4. Menggunakan tindakan pengurangan nyeri pada mereka yang tidak dapat
(nyeri) tanpa analgesik. berkomunikasi secara efektif
5. Menggunakan analgesik yang direkomen- 3) Pastikan perawatan analgesik bagi
dasikan. pasien dilakukan dengan pemantauan
6. Melaporkan perubahan terhadap gejala nyeri yang ketat
pada profesional kesehatan. 4) Gunakan strategi komunikasi
7. Melaporkan gejala yang tidak terkontrol terapeutik untuk mengetahui
pada profesional kesehatan. pengalaman nyeri dan sampaikan
8. Menggunakan sumber daya yang tersedia penerimaan pasien terhadap nyeri
untuk menangani nyeri 5) Gali pengetahuan dan kepercayaan
9. Mengenali apa yang terkait dengan gejala pasien mengenai nyeri
nyeri 6) Pertimbangkan pengaruh budaya
10. Melaporkan nyeri yang terkontrol terhadap respon nyeri
7) Tentukan akibat dari pengalaman nyeri
terhadap kualitas hidup pasien
(misalnya, tidur, nafsu makan,
pengertian, perasaan, performa kerja
dan tanggung jawab peran)
8) Gali bersama pasien faktor-faktor yang
dapat menurunkan atau memperberat
nyeri
9) Evaluasi pengalaman nyeri dimasa lalu
yang meliputi riwayat nyeri kronik
individu atau keluarga atau nyeri yang
menyebabkan
disability/ketidakmampuan/kecatatan, dengan
tepat

10) Evaluasi bersama pasien dan tim


kesehatan lainnya, mengenai
efektifitas, pengontrolan nyeri yang
pernah digunakan sebelumnyi
11) Bantu keluarga dalam mencari dan
menyediakan dukungan
12) Gunakan metode penelitian yang sesuai
dengan tahapan perkembangan yang
memungkinkan untuk memonitor
perubahan nyeri dan akan dapat
membantu mengidentifikasi faktor
pencetus aktual dan potensial
(misalnya, catatan perkembangan,
catatan harian)
13) Tentukan kebutuhan frekuensi untuk
melakukan pengkajian ketidak
nyamanan pasien dan
mengimplementasikan rencana monitor
14) Berikan informasi mengenai nyeri,
seperti penyebab nyeri, berapa nyeri
yang dirasakan, dan antisipasi dari
ketidak nyamanan akibat prosedur
15) Kendalikan faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi respon pasien
dari ketidaknyamanan (misalnya, suhu
ruangan, pencahayaan, suara bising)
16) Ajarkan prinsip manajemen nyeri
17) Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri
ketika memilih strategi penurunannyeri
18) Kolaborasi dengan pasien, orang
terdekat dan tim kesehatan lainnya
untuk memilih dan
mengimplementasikan tindakan
penurunan nyeri nonfarmakologi,
sesuai kebutuhan
19) Gunakan tindakan pengontrolan nyeri sebel.um
nyeri bertambah berat
Pemberian analgesic
1) Tentukan lokasi, karakteris, kualitas
dan keparahan nyeri sebelum
mengobati pasien
2) Cek perintah pengobatan meliputi obat,
dosis, dan frekuesi obat analgesik yang
diresepkan
3) Cek adanya riwayat alergi obat
4) Pilih analgesik atau kombinasi
analgesik sesuai lebih dari satu kali
pemberian
5) Monitor tanda vital sebelum dan
setelah memberikan analgesik pada
pemberian dosis pertama kali atau
jikaditemukan tanda-tanda yang tidak
biasanya
6) Berikan kebutuhan kenyamanan dan
aktivitas lain yang dapat membantu
relaksasi untuk memfasilitasi penuruna
nyeri
7) Berikan analgesik sesuai waktu
paruhnya, terutama pada nyeri yang
berat
8) Dokumentasikan respon terhadap
analgesik dan adanya efek samping
9) Lakukan tindakan-tindakan yang
menurunkan efek samping analgesik
(misalnya, konstipasi dan iritasi
lambung)
10) Kolaborasikan dengan dokter apakah
obat, dosis, rute, pemberian, atau
perubahan interval dibutuhkan, buat
rekomendasi khusus bedasarkan
2. Retensi urine NOC: setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen eliminasi urin:
berhubungan dengan 1x 24 jam diharapkan eliminasi urin kembali 1) Monitor eliminasi urin termasuk
penekanan oleh massa normal dengan kriteria hasil: frekuensi, konsistensi, bau, volume dan
jaringan neoplasma 1) Pola eliminasi kembali normal warna urin sesuai kebutuhan.
pada organ sekitarnya, 2) Bau urin tidak ada 2) Monitor tanda dan gejala retensio urin.
gangguan sensorik 3) Jumlah urin dalam batas normal 3) Ajarkan pasien tanda dan gejala infeksi
motorik. 4) Warna urin normal saluran kemih.
5) Intake cairan dalam batas normal 4) Anjurkan pasien atau keluarga untuk
6) Nyeri saat kencing tidak ditemukan melaporkan urin uotput sesuai
kebutuhan.
5) Anjurkan pasien untuk banyak minum
saat makan dan waktu pagi hari.
6) Bantu pasien dalam mengembangkan
rutinitas toileting sesuai kebutuhan.
7) Anjurkan pasien untuk memonitor
tanda dan gejalah infeksi saluran
kemih.
Kateterisasi Urin
1) Jelaskan prosedur dan alasan dilakukan
kateterisasi urin.
2) Pasang kateter sesuai kebutuhan.
3) Pertahankan teknik aseptik yang ketat.
4) Posisikan pasien dengan tepat
(misalnya, perempuan terlentang
dengan kedua kaki diregangkan atau
fleksi pada bagian panggul dan lutut).
5) Pastikan bahwa kateter yang
dimasukan cukup jauh kedalamkandung kemih
untuk mencegah trauma pada jaringan uretra
dengan inflasi balon
6) Isi balon kateter untuk menetapkan
kateter, berdasarkan usia dan ukuran
tubuh sesuai rekomendasi pabrik
(misalnya, dewasa 10 cc, anak 5 cc)
7) Amankan kateter pada kulit dengan
plester yang sesuai.
8) Monitor intake dan output.
9) Dokumentasikan perawatan termasuk
ukuran kateter, jenis, dan pengisian
bola kateter
3. Resiko konstipasi NOC: setelah dilakukan perawatan selama 1 x 24 Manajemen saluran cerna
berhubungan jam pasien diharapkan konstipasi tidak ada 1) Monitor bising usus
dengan penekanan pada dengan kriteria hasil: 2) Lapor peningkatan frekuensi dan bising
rectum (prolaps rectum) 1) Tidak ada irita bilitas usus bernada tinggi
2) Mual tidak ada 3) Lapor berkurangnya bising usus
3) Tekanan darah dalam batas normal 4) Monitor adanya tanda dan gejalahdiare, konstipasi
4) Berkeringat dan impaksi
Keparahan Gejalah 5) Catat masalah BAB yang sudah ada sebelumnya,
1) Intensitas gejalah BAB rutin, dan penggunaan laksatif
2) Frekuensi gejalah 6) Masukan supositorial rektal, sesuai
3) Terkait ketidak nyamanan dengan kebutuhan
4) Gangguan mobilitas fisik 7) Intruksikan pasien mengenai makanan
5) Tidur yang kurang cukup tinggi serat, dengan cara yang tepat
6) Kehilangan nafsu makan 8) Evaluasi profil medikasi terkait dengan
efek samping gastrointestinal
Manajemen konstipasi/inpaksi
1) Monitor tanda dan gejala konstipasi
2) Monitor tanda dan gejala impaksi
3) Monitor bising usus
4) Jelaskan penyebab dari masalah dan
rasionalisasi tindakan pada pasien
5) Dukung peningkatan asupan cairan,
jika tidak ada kontraindikasi6) Evaluasi pengobatan
yang memiliki efek samping pada gastrointestinal
7) Intruksikan pada pasien dan atau keluarga untuk
mencatat warna,volume, frekuensi dan konsistensi
dari feses
8) Intruksikan pasien atau keluarga mengenai hubungan
antara diet latihan dan asupan cairan terhadap
kejadian konstipasi atau impaksi
9) Evaluasi catatan asupan untuk apa saja
nutrisi yang telah dikonsumsi
10) Berikan petunjuk kepada pasien untuk
dapat berkonsultasi dengan dokter jika
konstipasi atau impaksi masih tetap terjadi
11) Informasikan kepada pasien mengenai prosedur
untuk mengeluarkan feses secara manual jika di
perlukan
4. Resiko syok NOC: Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam Pencegahan Syok
berhubungan diharapkan tidak terjadi syok hipovolemik 1) Monitor adanya respon konpensasi terhadap syok
dengan perdarahan dengan kriteria: (misalnya, tekanan darah normal, tekanan nadi
1) Tanda vital dalam batas normal. melemah,perlambatan pengisian kapiler, pucat/dingin
2) Tugor kulit baik. pada kulit atau kulit kemerahan,takipnea ringan, mual
3) Tidak ada sianosis. dan munta,peningkatan rasa haus, dan kelemahan)
4) Suhu kulit hangat. 2) Monitor adanya tanda-tanda respon sindroma
5) Tidak ada diaporesis. inflamasi sistemik (misalnya,peningkatan suhu,
6) Membran mukosa kemerahan. takikardi, takipnea,hipokarbia, leukositosis,
leukopenia)
3) Monitor terhadap adanya tanda awal reaksi alergi
(misalnya, rinitis, mengi,stridor, dipnea, gatal-gatal
disertai kemerahan, gangguan saluran pencernaan,
nyeri abdomen, cemas dangelisa)
4) Monitor terhadap adanya tanda ketidak adekuatan
perfusi oksigen kejaringan (misalnya, peningkatan
stimulus,peningkatan kecemasan, perubahan status
mental, egitasi, oliguria dan akral teraba dingin dan
warna kulit tidak merata)
5) Monitor suhu dan status respirasi
6) Periksa urin terhadap adanya darah dan protein sesuai
kebutuhan
7) Monitor terhadap tanda/gejala asites dan nyeri
abdomen atau punggung.
8) Lakukan skin-test untuk mengetahui agen yang
menyebabkan anaphiylaxis atau reaksi alergi sesuai
kebutuhan
9) Berikan saran kepada pasien yang beresiko untuk
memakai atau membawa tanda informasi kondisi
Medis,
10) Anjurkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan
gejala syok yang mengancam jiwa
11) Anjurkan pasien dan keluarga mengenai langkah-
langkah timbulnya
5. Resiko Infeksi NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen Alat terapi per vaginam
berhubungan 1 x 24 jam, pasien mioma uteri menunjukkan 1) Kaji ulang riwayat kontraindikasih pemasangan alat
dengan penurunan imun pasien mampu melakukan pencegahan infeksi pervaginam pada pasien (misalnya, infeksi pelvis,
tubuh sekunder akibat secara mandiri,ditandai dengan kriteria hasil: laserasi, atau adanya massa sekitar vagina)
gangguan hematologis 1) Kemerahan tidak ditemukan pada tubuh 2) Diskusikan mengenai aktivitas aktivitas seksual yang
(perdarahan) 2) Vesikel yang tidak mengeras permukaannya sesuai sebelum memilih alat yang dimasukan
3) Cairan tidak berbauk busuk 3) Lakukan pemeriksaan pelvis
4) Piuria/nanah tidak ada dalam urin 4) Intruksikan pasien untuk melaporkan
5) Demam berkurang ketidaknyamanan, disuria, perubahan warna,
6) Nyeri berkurang konsistensi, dan frekuensi cairan vagina
7) Nafsu makan meningkat 5) Berikan obat-obat berdasarkan resep dokter untuk
mengurangi iritasi
6) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan perawatan
secara mandiri
7) Observasi ada tidaknya cairan vagina yang tidak
normal dan berbau
8) Infeksi adanya lubang, laserasi, ulserasi pada vagina

Kontrol Infeksi
1) Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan
untuk setiap pasien
2) Isolasi orang yang terkena penyakit menular
3) Batasi jumlah pengunjung
4) Anjurkan pasien untuk mencuci tanganyang benar
5) Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada saat
memasuki dan meninggalkan ruangan pasien
6) Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan yang
sesuai
7) Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan
pasien
8) Pakai sarung tangan sebagaimana dianjurkan oleh
kebijakan pencegahan universal
9) Pakai sarung tangan steril dengan tepat
10) Cukur dan siapkan untuk daerah persiapan prosedur
invasif atau opersai sesuai indikasi
11) Pastikan teknik perawatan luka yangtepat
12) Tingkatkan inteke nutrisi yang tepat
13) Dorong intake cairan yang sesuai
14) Dorong untuk beristirahat
15) Berikan terapi anti biotik yang sesuai
16) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan
gejalah infeksi dan kapan harus melaporkannya
kepada penyedia perawatan kesehatan
17) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai bagaimana
menghindari infeksi
(Sumber : NANDA International, (2015- NIC-NOC (2013)
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesehatan reproduksi adalah kesehjateraan fisik, mental dan
sosial yang utuh dan bukan tidak adanya penyakit atau kelemahan
dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem repoduksi dan
fungsinya serta proses-prosesnya. Kesehatan reproduksi menurut
WHO adalah kesehjateraan fisik, mental dan sosial yang utuh bukan
hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang
berhubingan dengan sistem reproduksi, fungsi, serta prosesnya
(Nugroho, 2012).
Salah satu penyakit reproduksi adalah mioma uteri. Mioma uteri
merupakan suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yag
berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut
fibrimioma uteri, leiomyoma uteri atau uterine fibroid. Mioma uteri
ini merupakan neoplasma jinak yang sering ditemukan pada traktus
genetalia wanita, terutama wanita sesudah produktif atau menepouse
(Aspiani, 2017).
Mioma uteri diklasifikasikan menjadi 3, yaitu Mioma uteri
intramural, mioma uteri subserosa, mioma uteri submucosa.

B. Saran
1. Apabila seorang wanita mengalami perdarahan diluar siklus
mentruasi dan mengalami nyeri abdomen bagian bawah, maka
sebaiknya segera memeriksakan diri ke petugas kesehatan.
Penengakan diagnose untuk mioma uteri ditunang dengan
pemeriksaan USG. Pengkajian data juga harus dilakukan lebih
dalam dimana petugas kesehatan melakukan pendekatan kepada
ibu dan keluarga agar ditemukan data yang akurat, baik itu data
subektif maupun objektif, karena dalam menentukan diagnose
sangatlah penting untuk menentukan tindakan selanjunya.
2. Sebagai petugas kesehatan khususnya seorang perawat, diharapkan
senantiasa berupaya untuk meningkatkan keterampilan dan
kemamouan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan yang lebih
professional.

DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, R.Y. 2017. Asuhan Keperawatan Maternitas Aplikasi NANDA, NIC dan
NOC. Jakarta: CV Trans Info Media.
Departemen Kesehatan RI. 2014. Peraturan Kesehatan Republik Indonesia Nomor
5. Jakarta: Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Keliat, B.A., Mediani, H.S., Tahlil, Teuku. 2018. Diagnosis Keperawatan Definisi
dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Kowalak. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Manuaba, I.B.G. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB untuk
Pendidikan Bidan. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Manuaba, I.G.B. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Edisi 2.
Jakarta: EGC.
Nugroho. 2012. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwoono
Prawirohardjo.
Sinclair, Costance. 2010. Buku Saku Kebidanan. Jakarta: EGC.
Wiknjosastro, Hanifa. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai