Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH BIODIVERSITAS

SPESIES INVASIF
Disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah biodiversitas yang diampu
oleh Dr. Nur Kusuma Dewi, M.Si

Disusun oleh:
Emiliya mega sintiya (4411419076)
Abi ikhwanurridlo (4411419037)
Maria andini oktaviana (4411419043)

PRODI BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
BAB I

Pendahuluan
A. Latar belakang

Keanekaragaman hayati yang ada di seluruh dunia saat ini mengalami berbagai ancaman. Salah
satu ancaman itu disebabkan oleh keberadaan jenis-jenis asing invasif. Pengaruh jenis-jenis asing
invasif terhadap suatu ekosistem sangat besar sehingga membahayakan. Jenis-jenis tersebut
berkompetisi dan mendesak jenisjenis asli, mengubah ekosistem alami, dan menyebabkan
terjadinya degradasi dan hilangnya suatu jenis bahkan habitat (Anonim 2000). Sejak dahulu,
Indonesia merupakan wilayah terbuka bagi banyak jenis tumbuhan. Sebagai contoh, jati (Tectona
grandis) masuk ke Indonesia sejak abad ke-15 atau bahkan lebih awal, yaitu abad ke-10
(Boomgaard 1988). Tumbuhan asing yang didatangkan ke Indonesia pada mulanya ditujukan
untuk sesuatu yang bermanfaat. Sebagian menjadi komoditas penting bagi perkebunan, seperti
karet, kelapa sawit, kopi, kakao, dan masih banyak lagi. Juga penting bagi pertanian, seperti padi,
jagung, dan sayur-sayuran. Jenis-jenis tumbuhan yang dimasukkan ke kawasan konservasi,
misalnya ke kebun raya, taman nasional, dan hutan lindung, pada awalnya bertujuan untuk
penganekaragaman jenis dan untuk keperluan penelitian.
International Union for Conservation of Nature (IUCN) mendefinisikan Jenis Asing Invasif
(JAI) sebagai suatu populasi jenis biota yang tumbuh dan berkembangbiak di habitat atau
ekosistem alami maupun bukan aslinya. Jenis invasif tersebut dapat berperan sebagai agen
perubahan ekosistem, namun akhirnya mengancam keberadaan biota pada suatu ekosistem
(Anonim 2000). The Invasive Species Advisory Committee (ISAC) mendefinisikannya sebagai
jenis introduksi ke dalam ekosistem lain dan menyebabkan kerugian ekonomi atau kerusakan
lingkungan atau membahayakan kesehatan manusia (Anonim 2006). CBD (2014) memberikan
definisi jenis-jenis asing invasif lebih sederhana, yaitu sebagai jenis introduksi yang menyebar
keluar dari habitat aslinya sehingga keberadaannya mengancam keanekaragaman hayati. Dalam
buku ini definisi JAI adalah sesuai dengan IUCN dan CBD. Beberapa jenis asing di daerah sebaran
aslinya tidak invasif, populasinya tidak bisa terus meningkat secara berlebihan karena terkontrol
oleh musuh alaminya. Meskipun demikian, ketika jenis asing ini keluar dari daerah sebaran aslinya
karena tidak terkontrol oleh musuh alami yang tidak dijumpai di habitat baru maka jenis asing ini
akan menjadi invasif ketika menemukan lingkungan yang sesuai.
Dalam tatanan ekosistem, anggota JAI berevolusi bersama sehingga berbagai jenis tumbuhan
berbagi sumber daya dan hidup berdampingan dalam relung masing-masing. Namun, ketika
keserasian ekosistem yang terganggu, baik karena peristiwa alam maupun ulah manusia maka
ketersediaan sumber daya dalam ekosistem bagi komponen biologis berubah. Jenis tumbuhan yang
sebelumnya terkendala dalam keseimbangan alam, ketika kendala itu mengecil dia akan
memanfaatkan sumber daya untuk tumbuh dan berkembang biak menjadi dominan, berkompetisi
mengalahkan jenis tumbuhan lainnya, dan ini menjadi invasif.
Pemahaman jenis asing bagi Indonesia tidak membatasi jenis yang datang dari luar negeri saja,
tetapi mencakup jenis yang datang dari satu pulau ke pulau lain dalam wilayah Indonesia.
Sehubungan dengan hal itu, pemahaman JAI untuk tumbuhan dan hewan dijelaskan dengan rinci
dan memperhatikan biogeografi yang komprehensif. Beberapa jenis asing dari luar wilayah
Indonesia yang kemudian masuk ke Indonesia, bisa menjadi invasif, non-invasif atau malah
menguntungkan.
Rumusan masalah
1. Apa saja jenis jenis asing dan invansif di Indonesia?
2. Apa dampak dan bahaya keberadaan JAI?
3. Apa saja peraturan yang terkait dengan JAI?
Tujuan
1. Untuk mengetahui jenis jenis asing dan invansif di Indonesia.
2. Untuk mengetahui dampak dan bahaya yang disebabkan oleh keberadaan JAI
3. Untuk mengetahui peraturan yang terkait dengan JAI
Manfaat
1. Sebagai bahan penambah wawasan dan pengetahuan bagi para pembaca
2. Sebagai ajang pencegahan dan penanggulangan ancaman spesies invansif di Indonesia.
BAB II

Landasan teori
Biodiversitas (keanekaragaman hayati) yang ditemukan di muka bumi adalah hasil dari
proses evolusi selama miliaran tahun. Keanekaragaman hayati seringkali digunakan sebagai
ukuran kesehatan sistem ekologis. Wilayah tropis seperti Indonesia memiliki keanekaragaman
hayati yang tinggi. Namun, keanekaragaman yang tinggi tersebut bisa terancam dengan masuknya
spesies asing invasif. Spesies invasif dapat masuk akibat aktivitas manusia yang menyebabkan
suatu makhluk hidup menyebar dengan tidak normal dan mengancam lingkungan. Spesies invasif
yang keluar dari habitat alaminya serta dapat bertahan hidup dan berkembang biak di habitat baru
akan mengancam keanekaragaman hayati, mengancam ekosistem maupun spesies tertentu.
Kasus spesies invasif telah menimbulkan permasalahan pelik di Indonesia. Beberapa
spesies asing invasif (invasive alien species) diketahui memiliki ancaman serius terhadap bio-
diversitas alami dan memiliki dampak hebat terhadap beberapa komunitas flora dan fauna.
Diketahui invasive alien species ini seringkali menekan pertumbuhan, menginfeksi, berkompetisi,
berhibridasi, dan memangsa spesies asli (native species)
Secara ekologi, invasi didefinisikan sebagai pergerakan suatu spesies dari suatu area
dengan kondisi tertentu menuju area lain dengan kondisi yang berbeda kemudian secara perlahan
spesies tersebut mengokupasi habitat barunya (Clements 1905 diacu dalam Alpert et al. 2000).
Spesies tersebut mampu menginvasi lingkungan apabila berasosiasi dengan baik di lingkungan
yang baru sehingga akan menguntungkan pertumbuhannya tetapi merugikan bagi spesies lokal
(Alpert et al. 2000).
Spesies invasif adalah spesies yang muncul sebagai akibat dari aktivitas manusia,
melampaui penyebaran normalnya yang dapat mengancam lingkungan, pertanian dan sumber daya
yang lainnya. Spesies invasif dapat berupa seluruh kelompok taksonomi meliputi virus, cendawan,
alga, lumut, paku-pakuan, tumbuhan tinggi, invertebrata, ikan, amphibi, reptil, burung dan
mamalia (Hossain 2009). Proses invasif pada suatu ekosistem dapat terjadi oleh spesies asing
sehingga spesies tersebut dikenal sebagai spesies asing invasif (invasive alien species/IAS).
Pejchar dan Mooney (2009) mendefinisikan spesies asing invasif yaitu spesies asing (non-native)
yang pada umumnya diintroduksi oleh manusia kemudian mengancam ekosistem, habitat atau
spesies lainnya dan menyebabkan perubahan global pada lingkungan.
Alpert et al. (2000) menduga spesies asing yang bersifat non invasif dapat menjadi invasif
apabila selama beberapa tahun terjadi fluktuasi hujan atau iklim, adanya spesies mutualisma dari
spesies asing tersebut atau melalui evolusi. Proses invasi suatu lingkungan tidak hanya disebabkan
oleh adanya introduksi spesies asing, tetapi spesies-spesies lokal juga dipertimbangkan dapat
menjadi invasif ketika penyebarannya dilakukan di dalam habitat buatan manusia seperti kebun
atau halaman atau ketika kelimpahannya meningkat akibat campur tangan manusia di habitat
alaminya (Randall 1997 diacu dalam Alpert et al. 2000). 5 2
BAB III

Pembahasan
A. Jenis-jenis asing dan invansif di Indonesia
Berdasarkan penggalian informasi tentang JAI (Arida et al. 2014), diketahui ada 2.809 jenis
asing dan/atau invasif, yaitu mulai dari jamur, bakteri, virus, arachnida, insekta, ikan, moluska,
burung, dan mamalia serta tumbuhan.
Berdasarkan hasil workshop Global Taxonomy Initiative di Puslit Biologi tahun 2014, data
flora dan fauna invasif dapat dilihat pada Gambar 111. Berdasarkan hasil kompilasi Kementerian
Lingkungan Hidup Republik Indonesia & SEAMEO BIOTROP (2003), dikemukakan bahwa
terdapat lebih dari 1.619 jenis tumbuhan asing dan 331 jenis tumbuhan invasif, sedangkan dari
hasil validasi sesuai dengan tata nama terbaru yang telah dilakukan oleh Arida et al. (2014) terdapat
2.085 jenis, 17 subjenis, 21 varietas, dan 1 forma. Di antara 2.085 jenis tersebut 1.731 merupakan
jenis asing, 350 jenis invasif, dan 4 jenis yang belum diketahui statusnya.
Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 93 Tahun 2011, organisme pengganggu
tumbuhan karantina dibagi menjadi 2 golongan, yaitu golongan I (merupakan organisme
pengganggu tumbuhan karantina yang tidak dapat dibebaskan dari media pembawa organisme
pengganggu tumbuhan karantina) dan golongan II (organisme pengganggu tumbuhan karantina
yang dapat dibebaskan dari media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina). Setiap
golongan tersebut dibagi lagi menjadi 2 kategori, yaitu kategori A1 (organisme pengganggu
tumbuhan karantina yang belum terdapat di Indonesia) dan kategori A2 (organisme pengganggu
tumbuhan karantina yang sudah terdapat di Indonesia namun masih terbatas dan sedang
dikendalikan). Dalam lampiran Permentan 93/2011 dikemukakan adanya organisme pengganggu
tumbuhan karantina (Gambar 112).
Berdasarkan laporan tentang JAI di Indonesia yang dikeluarkan oleh Invasive Species
Specialist Group (ISSG) tercatat sebanyak 190 JAI dari berbagai jenis binatang dan tumbuhan.
Dari jumlah tersebut 98 jenis, yakni 53 jenis tumbuhan, 43 jenis binatang, dan 2 mikrob merupakan
organisme asing, sedangkan yang tidak diketahui statusnya ada 10 jenis tumbuhan, 6 jenis
binatang, dan 4 jenis mikrob. Jenis yang asli dari Indonesia ada 42 jenis tumbuhan, 29 jenis hewan,
dan 1 jenis mikrob. Jumlah jenis asing tersebut kemungkinan akan terus bertambah karena banyak
jenis yang baru dilaporkan, misalnya kutu putih papaya (Paracoccus marginatus, Hemiptera:
Pseudococcidae) (Mani 2012); kutil dadap (Erythrina sp., Quadrastichus erythrinaee,
Hymenoptera, Eulophidae) (Anonimous 2006); pengorok daun kentang (Lyriomyza spp., Diptera:
Agromyzidae) (Braun 1997); dan kumbang jepang (Popillia japonica). Dari hasil survei peneliti
LIPI jenis tersebut sudah tercatat menyebar di Indonesia di beberapa areal pertanian dataran tinggi
dan dataran rendah, yang menurut hasil kajian laboratorium, mampu menghancurkan berbagai
macam tanaman sayuran (Erniwati et al. 2013).
Tumbuh-tumbuhan invasif yang sudah lama ada dan sudah atau berpotensi menjadi
pengganggu, misalnya Acacia nilotica di TN Baluran, Jawa Timur (Siregar & Tjitrosoedirdjo
1999); Chromolaena odorata di TN Pangandaran dan Ujung Kulon (Tjitrosemito 1999); Passiflora
foetida di TN Gede Pangrango, Jawa Barat (Cordon & Arianto 2004); sedangkan
Austroeupatorium inulifolium, Bartlettina sordida, Brugmansia suaveolens, Cestrum aurantiacum,
dan Passiflora suberosa (Gambar 113) merupakan jenis-jenis tumbuhan invasif di TN Gunung
Gede Pangrango, yang berdasarkan analisis besarnya Indeks Nilai Kepentingan perlu diwaspadai
(Uji et al. 2010). Dengan demikian, cukup dipahami apabila Waterhouse (2003) mengingatkan
pentingnya pengenalan terhadap bahaya tumbuhan gulma yang berpotensi menjadi tumbuhan
invasif di berbagai daerah, contohnya Chimonobambusa quadrangularis yang diintroduksi ke
Kebun Raya Cibodas sebagai tanaman hias tanpa disengaja sekarang sudah menjadi invasif di TN
Gede Pangrango (Widjaja kom.prib.). Namun demikian, tidak semua jenis asing bisa menjadi
invasif, misalnya mahoni (Swietenia mahagoni) atau jati (Tectona grandis) yang telah
diintroduksikan selama puluhan tahun, tetap tidak menjadi invasif.
Kajian mikrob invasif belum banyak dilakukan dibandingkan dengan invasif tumbuhan
dan hewan. Invasi mikrob oleh bakteri, jamur, dan virus terjadi di seluruh dunia, namun
pendeteksiannya lebih sulit dibandingkan organisme tingkat tinggi lainnya. Mikrob invasif
memiliki potensi penting dalam mengubah sosial ekonomi masyarakat melalui proses perubahan-
perubahan fungsi keanekaragaman ekosistem, baik ekosistem terestrial maupun perairan.
Umumnya mikrob invasif bersifat patogen terhadap organisme lainnya.
Ada sebanyak 14 jenis fungi yang memengaruhi kondisi kesehatan hewan (kucing, anjing,
domba, babi, ayam, rodensia dan kuda) dan manusia di antaranya dari marga Microsorum,
Trichophyton, Histoplasma, Coccidioides, dan Cryptococcus. Selain itu, 71 jenis bakteri meliputi
genus Richettsia, Atipia, Bartonella, Ehrlichia, Anaplasma, Cowdria, Coxiella, Chlamydophila,
Mycoplasma, Brucella, Bacillus, Escherichia, Salmonella, Mycobacterium, Clostridium,
Campylobacter, Vibrio, Burkholderia, Leptospira, Listeria, Staphylococcus, Streptococcus, dan
Francisella menyebabkan penyakit pada hewan (unggas, kalkun, babi, kuda, kambing, domba,
kerbau, sapi, dan ruminansia lainnya) termasuk manusia. Selain bakteri dan fungi, 46 jenis virus
termasuk sangat invasif terhadap hewan dan manusia. Penyakit oleh virus yang menyerang hewan
dan manusia di antaranya Japanese B encephalitis, Hog cholera, Infectious bovine rhinotracheitis,
Infectious pustulovulvo vaginitis, Pseudorebies, Marek’s disease, Infectious laryngotracheitis,
Sheep-associated Malignant catarrhal fever, AIDS, Porcine Multisystemic Wasting Syndrome,
Psittacine Beak, dan Feather Disease, penyakit mulut dan kuku, penyakit lidah biru, penyakit
Jembrana, penyakit campak, penyakit anjing gila, dan penyakit cacar domba.
B. Dampak dan bahaya keberadaan JAI
Keberadaan JAI berdampak negatif terhadap keanekaragaman hayati, yakni mendesak
eksistensi jenis asli dengan cara kompetisi, pemangsaan, atau penularan penyakit sehingga fungsi
ekosistem menjadi terganggu. Secara langsung JAI memengaruhi keanekaragaman hayati lokal
dan merupakan salah satu ancaman terbesar bagi kerusakan habitat dan ekosistem (CBD 2002).
Penyebaran jenis asing invasif ini mampu mengubah struktur dan komposisi jenis dalam
ekosistem alami. Jenis lokal kalah bersaing dan terancam kepunahannya. Pengetahuan tentang
bahaya tumbuhan asing invasif berkembang pesat yang mampu menunjukkan betapa besar dampak
jenis tumbuhan invasif pada sistem produksi, lingkungan, kesehatan, bahkan kesejahteraan
masyarakat secara umum. Sebagai contoh keberadaan hama pengorok daun Liriomyza sativae, L.
trifolii, L. huidobrensis, dan L. bryoniae (Tokumaru & Abe 2006) yang merusak tanaman sayur-
sayuran dan kacang-kacangan. Kondisi yang sama, keberadaan keong (Pomacea insularum) yang
saat ini hanya ditemukan di Danau Balikpapan dan Danau Loa Kang, namun di Malaysia
dilaporkan sudah sangat merugikan karena menghancurkan puluhan hektare sawah. Pemantauan
yang ketat keberadaan P. insularum harus dilakukan agar keong ini tidak menyebar seluas keong
emas (P. canaliculata).
Introduksi rusa timor (Rusa timorensis) ke Merauke menyebabkan tertekannya populasi
walabi saham (Macropus agilis). Rusa timor bukan hewan asli Papua, dengan alasan yang tidak
jelas pada tahun 1928 beberapa ekor rusa dibawa ke Merauke. Selain tidak adanya pemangsa serta
keberhasilan rusa tersebut berebut pakan dengan hewan asli walabi saham, menyebabkan rusa di
Papua dapat berkembang biak dengan pesat (Maryanto & Saim 1995). Jika populasi rusa timor
tidak dibatasi, dikhawatirkan walabi saham dapat punah.
Tumbuhan invasif, pertumbuhannya terbukti merusak ekosistem. Sebagai contoh
keberadaan tumbuhan invasif, seperti Acacia nilotica di Taman Nasional Baluran, menaungi
rumput dan menurunkan produksi hijauan bagi herbivora dan menstimulasi tumbuhnya vegetasi
semak berdaun lebar. Tumbuhan ini mengganggu dan menyebabkan kemerosotan keberadaan
tumbuhan dan hewan asli Indonesia seperti banteng dan kerbau liar di Taman Nasional Baluran.
Untuk pengendalian Acacia nilotica di Taman Nasional Baluran telah menghabiskan biaya cukup
besar (Baliadi &Tengkano 2010, Setyawati 2013, Kemenhut 2013).
C. Peraturan yang terkait dengan JAI
1) UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya: Pada Bab IV Pasal 19
ayat 3 telah dijelaskan bahwa yang dapat mengubah keutuhan kawasan suaka alam salah satunya adalah
menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli.

2) UU No. 16/1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan yang mengatur tugas pokok dan fungsi
karantina hewan dan tumbuhan yang diterapkan di bandar udara, pelabuhan, pos perbatasan negara, dan
pelabuhan antarpulau.

3) Peraturan Pemerintah No. 27/1999 tentang Penilaian Dampak Lingkungan yang menekankan pada
pelaksanaan AMDAL untuk setiap kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan, termasuk
introduksi tumbuhan, hewan, dan genetik.

4) Keputusan Menteri Kehutanan No. 447/2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan
Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar, bertujuan untuk mengendalikan jenis tumbuhan dan satwa liar yang
akan masuk ke wilayah Republik Indonesia (impor)

5) Indonesia Biodiversity Strategy and Action Plant (IBSAP) 2003–2020. Saat ini Indonesia memiliki Strategi
Pengelolaan Keanekaragaman Hayati yang perlu dilaksanakan secara efektif untuk meminimalkan krisis
keanekaragaman hayati.
BAB IV

Penutup
A. Kesimpulan
Spesies asing yang mampu beradaptasi dengan ekosistem baru memang secara nyata
memberikan kontribusi positif dan keuntungan ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat. Namun,
di sisi lain, invasive alien species yang mampu tumbuh dan menyebar cepat dengan mengalahkan
native species dapat mengubah struktur atau komposisi spesies dalam ekosistem alami. Spesies
lokal tidak dapat bersaing kemudian terancam punah, kondisi demikian menjadi ancaman besar
bagi penghidupan masyarakat secara umum.

B. Saran
a) mempertimbangkan masalah spesies invasif ketika mengembangkan undang-undang dan
peraturan nasional yang berkaitan dengan perdagangan hewan atau tumbuhan hidup;
b) berkonsultasi dengan Otoritas Manajemen dari negara impor yang diusulkan, bila mungkin dan
ketika berlaku, ketika mempertimbangkan ekspor spesies yang berpotensi invasif, untuk
menentukan apakah ada langkah-langkah domestik yang mengatur impor tersebut; dan
c) mempertimbangkan peluang sinergi antara CITES dan Konvensi Keanekaragaman Hayati
(CBD) dan menjajaki kerja sama dan kolaborasi yang tepat antara kedua Konvensi tentang masalah
pengenalan spesies asing yang berpotensi invasive
DAFTAR PUSTAKA
https://www.cites.org/eng/res/13/13-10R14.php

https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/54897/2/BAB%20II%20TINJAUAN%20PUSTAKA.
pdf

https://nasional.sindonews.com/read/1339386/18/spesies-invasif-dan-ancaman-biodiversitas-kita-
1537300686

Anda mungkin juga menyukai