Al QuranSumberFilsafatIslam
Al QuranSumberFilsafatIslam
Al QuranSumberFilsafatIslam
net/publication/313449879
CITATIONS READS
0 335
1 author:
Wardani Wardani
Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin
36 PUBLICATIONS 8 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Wardani Wardani on 08 February 2017.
ISSN 2088-6306
Abstract
This artide is intended to argue again$ those uho sa1 that the Islanicphilosopfui is rea@ nothingmore than the
true ancient Greekphilosopfu that has been 'hepacfud" bl Is/an, and to proue that Islanicphilonpfui, whin
being as a result of hisnrical prnce$ of its adopting of Creek philosopfut, is to large extent the own Muslim
thinkers' thoughts b1t "adapting" that philosophical tradition pith Islanic doctrine. As the result, thel haue
sought to compromise behaeen rational and reaealed truth. Therefore, it sees that Islanic philonp@ is a attempt
to interpret the pur'an in the light of reason. 81 this wa1 of argumentation, the author wishes to sa1 that the
balanced uiew of the origin of Itlanic phihsopfu, e.g. between the histoical and textual r00fi 0r between
influerurc and originali[t, must be recogniT,cd, so that we pill haue a holistic undentanding of the existence of
this philosophica/ tradition in Islam.
Pendahuluan
Ada dua perspektif untuk melihat keberadaan filsafat Islam. Pertama, perspektif sejarah.
Dengan perspektif ini, filsafat Islam dilihat sebagai mata rantajdari fi.lsafat-filsafat atau pemikiran-
pemikiran yang ada sebelumnya. Bentuk ekstrem dari perspektif sejarah ini adalah kesimpulan
yang menyatakat bahwa filsafat Islam hanya merupakan filsafat Yunani-Alexandda yang
kemudian di kalangan filosof Islam dikemas dengan "bat1u" Islam. Kita sebenamya tidak bisa
menolak bahwa filsafat Islam tidak mungkin tumbuh tanpa adanya proses transmisi ilmu-ilmu
di luarnya. I(edua, di samping akar sejanhnya tersebut, petkembangannya y^ng begitu
mengesankan dalam sejarah intelektual juga diiringi dengan kreativitas dan orisinalitas Islam.
Dalam konteks ini, setiap perkembangan ilmu Islam harus dirunut kepada kitab suci, karena
kaum muslimin, sebagaimana umat yang lain, adalah umat yarlg mengikatkan diri secata kuat
dengan kitab suci. Oleh karena itu, seperti cabang ilmu Islam lunnyz, filsafat Islam bersumber
dari al-Qur'an dan hadits di samping sumber histodsnya.
Para filosof Islam sejak al-I(ndi hingga al-'Alldmah ath-ThabdthabA'i menarik pemikiran-
pemikirannya dari al-Qur'an dan hadits sebagai sumber sentralnya. Bahkan, mereka mengkritik
pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan kedua sumber tersebut. Di samping bersikap
rasional-netralis, mereka adalah penganut setia agama (fdttD.Oleh karena itu, idak hetan iika
beberapa filosof Islam sekaligus merupakan ahli dalam hukum Islam (faqih, jusisl seperti Ibn
Rusyd yang menuhs Bid@tat al-Mry'tahid (tentang fiqh petbandingan) dan al-Ghazdli.yangmenulis
al Mustashfd min 'Iln al-Ushfrl (tentang ushfil al-frqh). Padahal Ibn Rusyd sendiri dengan aLrannya,
Auerroitm atau Rasltd!1tah, diidentikkan di Barat dengan genkan pemikiran anti-keimanan.
10 Studia Insania Vol. 1, No. 1
I(arena keterkaitan kuatnya dengan al-Qur'an dan hadits, Selyed Hossein Nasr dan Henry
Corbin menyebut filsafat Islam dengan "filsafat profetik" atatt "ftfsafat kenabian" Qtrophetit
philosopfu), meskipun keterikatan sebagian filosof Islam dengan kedua sumber tersebut masih
diperdebatkan, seperti Muhammad ibn Zakaiyyl" ar-Ptdzi yang menolak pengetahuan dari
kenabian. Tapi, bahwa kedua sumbet tersebut mengkristal kuat dalam pemikitan-pemikiran
filsafat Islam, apalagpfilsafat Islam adalah sebuah Dp^y^mengharmonisasikan kebenatan tasional
spekulatif filsafat dengan kebenatan absolut wahyr, vpay^ memberikan dasar penjelasan
^tav
rasional bagp aiarat Islam.l
"The Qur'an and Hadith as Source and Inspiration of Islamic Philosophy", dalam Seryed
rSeyyed Hossein.Nasr,
Hossein Nasr dan Oliver Leaman (eds.), Hittory of IstanicPhitonphl pondon dan NewYork: Roudedge, 1996), Part 1, h'
28.
2N{aksudnya adalah logika yang kesimpulannya ditarik dari premis-ptemis yang kebenarannya iusteru masih perlu
dibuktikan, padahal prcmis seharusnya jelas kebenarannya. Nalar keliru ini disebut juga "nalar belputa/' (sirkular). Contoh
analogi yang keliru seperti ini: Alam semesta memiliki permulaan (premis mayor). Setiap yang memiliki permulaan mesti
ada subjek yang mengaw aIi atauyang mencipt akanrya (premis minor). Jadi, alam semesta ini memiliki subiek ,vang
$TARDANI Al-Qur'an sebagai Sumber Tekstual 11
Solusi atau jalan keluar dari mustahilnya ketakterhinggaan rangkaian sebab-akibat tersebut,
akhirnya, dengan mengajukan konsep tentang adanya "penyebab ntama" (bahasa Inggis: prine
caase,Ladn: pima causa). Konsep semula dikemukakan oleh Aristoteles dalam buku kedua
Metapfutsics. Filsafat Aristoteles ini diadopsi oleh kalangan filosof Islam untuk membuktikan
adanya tuhan sebagai "penggerak vtam " yang tidak bergerak lagp (unnoued mouer, al-muharrik
al-awwal a//ad{ /6 ytaharrak). Argumen Aristoteles ini diterima oleh kalangan filosof Islam
ahran Peripatetik (naysltA'jah), seperti Ibn SinA dan diterapkan juga oleh kalangan fi,losof
skolastik Kristen, seperti St. Thomas Aquinas dan Samma mntra Gentiles.
Belakangan, argumen spekulatif untuk membuktikan secara rasional tentang adanya tuhan
tersebut dikritik oleh bebetapa filosof modern, antara lain Emmanuel Kant dan Bertrand
Russel. Kutipan berikut menunjukkan kritik Russel terhadap nalar spekulatif seperti itu:
That very simple sentence showed to me, as I still think, the fallacy in the argument of the
First Cause. If everything must have a cause, than God must have a cause. If there can be
anything without a cause, it may just as well be the world as God, so that there cannot be
any validity in that argument.3
I find among rnany people at the present day an indifference to uuth which I cannot but
think exttemely dangerous. When people argue, for example, in defence of Christianity,
they do not, like Thomas Aquinas, give reasons for supposing that there is a God ang He
has exptessed His will in the scripture.a
Kalimat yang sangat sederhana tersebut mempedihatkan kepada saya, ketika saya masih
berpikir, adanya kekeliruan dalam argumen tentang Penyebab Pettama. Jika segala sesuatu
harus memiliki suatu sebab, lalu tuhan juga harus memiliki suatu sebab. Jika mungkin ada
sesuatu tanpa sebab, makamungkin saja itu adalah dunia sebagaimana jugamungkin tuhan.
Oleh katena itu, argumen tetsebut tidak memiliki validitas apa pun.
Saya menemukan di antara banyak orang sekarang adanya suatu sikap tidak mengambil
pilihan terhadap kebenatan y^ng s^ya kira sangat berbahaya. Ketika orang menyatakan
pendapat, misalnya, untuk membela Kristen, mereka itu, seperti Thomas Aquinas, tidak
mengemukakan alasan untuk menyatakan bahwa tuhan adalah ada dan bahwa Dia
mengungkapkan kehendak-Nya dalam kitab suci.
Penulis tidak bermaksud untuk mengemukakan kdtik Russel terhadap argumen adanya
tuhan dalam teologi Aquinas. Kritik Russel relevan dikemukakan di sini karcna kdtik tersebut
rnemulai penciptaan/ tuhan ftonklusi). Analogi tersebut adalah keliru karena bertolak dad premis, statemen, atau pengandaian
yang iusteru dipersoalkan kebenarannya berdasarkan akal pikiran, bukan atas dasar keyakinan teologis agama. Lihat lebih
lanjut, misalnya: PatrickJ. Hudey, A Concis Introdaction n l-ogit (California: \Wadsworth Publishing Company, 1985), h.
720-722. Pola pikir filosof dalam menyelesaikan rangkaian sebab-akibat tersebut dengan ad infnitun sebenarnya juga
diterapkan oleh kalangan teolog Islam dengan kemustahilan adanya daw drn lauhal, misalnya, ketika menjelaskan sifat
qidan Allah swt.
3Bertrand Russel, lVhl I an Not a Chigiau (an Other Eray on Rtligion and Rtkted Sabjeat), ed. Paul Edward (I.{ew
York Simon & Schuster, Inc.,1,957),cet, Ke-41, h. 6-7.
aBertrand Russel, lhlly I an Not a Chi$ian,h. 196-797.
12 Studia Inunia Vol. 1,No. 1
sl.ihat A. Wensinck, The Muttin Creed: Its Geneth and Hi$oical Deuelopneal (l'{ew Delhi: Oriental Books Reprint
J.
Corporation, 197 9),h. 54.
WARDANI Al-Qut'an sebagai Sumber Tekstual 13
Qur'an.6
Al-Qur'an adalah sentral bagi perkembangan filsafat Islam. Yirsuf Mfrsi dalam al-Qur'dn
wa al-Falsafah,7 bahkan, memandang al-Qur'an sebagai faktor vtama, sesudah persentuhan kaum
muslimin dengan karya-karva Yunani, yang menyebabkan perkembangan yang semarak dalam
filsafat Islam. Kita bisa melihat peran al-Qur'an dalam perkembangan filsafat Islam dalam
beberapa segi.
Pertama, istilah lain filsafat Islam, yaitu al-rtikmah, drambil dad al-Qur'an (Qs. al-Baqanh/
2:269 dan A[ 'Imrdnf 3:48) dan hadits, sebagaimana dikemukakan sebelumnya. Penyebutan
al-hikmah untuk frlsafat Islam untuk menunjukkan bahwa di samping bahwa kebenaran akal
diakui per^nny^dalamlslam, juga bahwa penggunaan akal harus tetap merupakan basis penguat
kebenaran-kebenaran yang disampalkan oleh wahyu. Ide bahwa f|isafat dan agama tidak
bertentangan, seperti dikemukakan oleh Ibn Rusyd dalam Fashl a/-Maq6/ find Bay al-flikmah
wa as1-S1ari'ah min a/-Ittish6/, mempe{elas peran kitab suci dalam pencarian kebenaran melalui
spekulasi akal.
Kedua, al-Qut'an mendorong manusia untuk menggunakan pemikiran akal dengan intensif
dalam memahami agam dengan ungkapan seperti afal6 ta'qil;hn, afald tataddabadn, dan afal6
ytadabbarfrn. Tidak diragukan lagi bahwa akal merupakan sarana penting untuk memahami
Islam. Bahkan, al-Qur'an dalam menyampalkan ajaman-aiarannya, di samping, menggsnakan
metode khithdbi (retotik), yaitu menyarnparkan pesan secara retorik t^np^ disertai dengan
argumen rasional di dalamnya, juga menggunakan metode burhdni (demonstratif), yaitu
menggunakanalasan-alasan rasionalyangdapatditerima oleh semua orang. Penggunaan metode
barhdni terutama berkaitan dengan ajakan al-Qur'an kepada manusia untuk bertauhid.
Berikut dikemukakan contoh-contoh "log;ika" al-Qur'an:
1. Ketika menjelaskan tauhid, Qs. al-Anbiyd' /2L:22 menuniukkan ketidakiogisan pengandaian
banyaknya tuhan dalam ayat berikut:
/t
@oela+ fu Ofio:^i i';#-ti'"'ki'fri114t, 1t("!
Sekiranla ada di langit dan di buni tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanla itu telah rusak.
Maka Maha Suci Allah yng mempan1ai 'arcy dai apa yng mereka sifatkan.
l',.
n-A)->
e: y:- r,s:,:iS@t# 3*+ i,;y'fi ,i':fu (,i
3;Sf 1lSi
ry"*,nis"ii'fri-Gthi Gfiu&"1I3@ tut eiCbri C; JtJ
, .-, n - tz z d-
o"3i,,!Ji'SL G{it e3i 6'ot*,i 4 Ai u)3 tiv ltt\t i-ilt G 5J Jii 6;,rlt
Dan apakah manusia tidak nenperhatikan bahwa Kami telah nenciptakanrya dai setitik air (nani),
lalu tiba-tiba ia nenjadi penantanglang ryata. 171 Dan dia membuat perampamaan bagi Kani dan
dia lupa tentang kq'adianay. Ia bertanla: "Siapakahlang dapat rnenghidupkan tulang belulanglang
telah hancur /uluh?" [78J Katakanlah: 'Ia akan dihidupkan olehTuhanlangnenciptakanrlyapertarza
kali. dan Dia Maha mengetahui tentangsegala makhluk. y'91 YaituTuhanyngnenladikan untukmu
api dari kalu yng hfi'au, /a/u tiba-tiba kamu bisa menjtalakan (api) dari kalu itu". [80] Tidaklah
Tuhanlang nenciptakan langit dan buni itu kuasa menciptakanlang serupa dengan itu? Tenta sa1'a,
Dia kuasa. DialahyngMaha Pencipta lagi Maha Mengetahui.
Sebagaimana tampak pada kutipan ayat-^yat di atas, al-Qur'an tidak secara langsung
menyampaikan suatu keyakinan tentang kebangkitan manusia, kecuali setelah dikemukakan runut
berpikir logis. Pada ayat79, untuk menyatakan bahwa 'Allah swt Maha mengetahui tentang
ciptaan-Nya" (wa huwa bikulli khalqin 'a/im), dikemukakan argumen rasional tentang kekuasaan
Tuhan menciptakan manusia ketika awal kejadiany^ngpertama. Argumen ini diperkuat kembali
pada ayat berikutnya teritang kekuasaan Tuhan untuk menciptakan panas api dan pohon hijau.
Selanjutnya, pada ayat Sl untuk menyimpulkan bahwa "Allah swt adalah Maha Pencipta lagi
Maha Mengetahui" (redaksi ayat sec ra teliti mengungkapkan dengan ungkapan yang berbeda
dengan ungkapan sebelumnya, yntu: wa hupa al-khalldq a/-'alln), al-Qur'an mengemukakan
kemahakuasaan Tuhan untuk menciptakan langit dan bumi yang lebih besar daripada manusia.
Dengan runut berpikir logis tentang kemampuan Tuhan untuk menciptakan manusia darittada
ke ada, seperti pada kejadian awaI, atau pada penciptaan panas apt dan kayu basah (hijau),
hingga kemampuan Tuhan untuk menciptakan langit dan bumi, al-Qur'an betargumen:
bukankah lebih logis untuk menerjma petnyataan bahwa Tuhan Maha I{uasa membangkitkan
manusia yang telah menjadi tulang-belulang yang betserakan, sesuatu yang ada wujudnya
sebelumnya? I{arena itu hal itu lebih mudah-dalam skala logika manusia, meski dalam
kekuasaan Tuhan semuanya adalah mudah, seperti dinyatakan dalam ayat berikutnya (83)-
untuk diciptakan atau dibangkitkan kembali. "Logjka" al-Qur'an tersebut dikemukakan ag r
manusia menggunak an akalny a.
"Logika" al-Qur'an seperti ini juga bisa ditemukan pada ayat-ayat lain, seperti Qs. al-
Hajj/z2:5-7 berikut:
'Analogi" dengan model yang sama juga ditemukan pada Qs Fushshilat/41,: 39 berikut:
. -'r 6t z
Laqi-l &{l iJ
@i/i te f ;.-Y,i)"tIi ,4
Dan di antara tanda-tanda-I{1a adalah bahwa kanu lihat buni lang keing dan gersang. Apabila
Kani turunkan air di atatnJa, nirca1a ia bergerak dan subur. Sesunguhnla Tahan lang
nenghidupkannla pastilah dapat nenghidupkanyng nati. Sewnguhnla dia Maha Kuasa atas tegala
sesuatu.
Y0suf M0sA mengkategorikan analogp seperti dalam ay^t-^y^t al-Qur'an di atas "analogi
dari persoalan yang kongkret (yAhidy untuk sampai ke kesimpulan tentang tuhan sebagai yang
abstrak @hA'ib)" (.+Ut .Jo -UJt, :\3-:r*,'Jl212u r-61"!.Jl .!r +Ut ..rW), ataulebih l<husus,qfi6s
al-awl6, yaitu bentuk analogi yang bertolak dari persoalan yang lebih sulit dicerna oleh akal
pikiran ke analogi persoalan yang lebih mudah dimengerti dan lebih rasional untuk diterima.
I(etiga, al-Qur'an mengandung ay^t-ayat muhkan dan mutayhbih. Menurut Fakht ad-Din
arRini, hiknah keberadaan dua rnacam ayat tersebut, antara lain, untuk mendorong
perkembangan pemikitan dan alkan dalam Islam serta tidak ada taqlld, karcna setiap ajatan
Islam harus dituntut pengetahuan yang disertai argumennya. Fakhr ad-Din ar-Rdzimengatakan
(terjemahnya):
16 Studialnsania Vol. 1, No. 1
"Kalau semua ayat al-Qur'an itu muhkan,betatti hanyaseialan dengan satu alitan pemikiran
dan berarti statemennyayangmengandung satu pengertian itu membatalkan adanya ahran
pemikiran lainnya. Hal semacam ini akan membuat pemikir-pemikir dari berbagai' afuan
pemikiran menjauhkan diri dati al-Qulan dan dari teori yang ada di dalamnya.
Sesungguhnya,karcna suatu hal, ayat nutaslhbih memaksa orang untuk memikirkan ^yat
tersebut dengan memedukan bantuan argumentasi rasional dan dengan cara demikian ia
terlepas dan taqlid'.8
samping alasan tersebut, menurut Fakhr ad-Din al-Ftdzi, alasan terkuat adalahkarena
Di
al-Qur'an adalah kitab suci yang ditujukan kepada semua lapisan manusia dengan berbagai
level pemahaman yang berbeda. Pola pemikiran kalangan awam adalah kemampuan memahami
lahiriah teks. Oleh karena itu, kepada meteka keimanan ditanamkan melalui ayat-ayat yang
nu4kan. Sedangkan, kelompok ahli memiliki kemampuan untuk menafsitkan secara simbolik
atau metap or (nEd$ makna-makna terdalam di balik teks ayat-ayat yang nutaslhbih.
Di samping memuat nub.kam dan nataslkbih, al-Qur'an betdasarkan sebuah hadits memfiki
"makna lahiriah" (<hAhir) dan "makn abain" (bdthin), atau dengan istilah lain, hadd dan mathla',
karena sifat al-Qur'anyangmulti-aspek (wu1'frh, rnuttiface) yang disebabkan oleh beberapa faktor,
baik faktor-faktor dari dalam teks, seperti problem kebahasaan, maupun faktor-faktor dari
luar teks, seperti kondisi sosio-historis,e selama bettoiak dad kaedah, prinsip, atau metode
penafsiran yang benar dan bertanggung-jawab, adalah sesuatu yang diijinkan oleh tuhan, katena
perbedaan ahtan dan pemah aman tafsir tersebut merupakan implikasi dari dorongan al-Qur'an
untuk menggunakan akal. Ali bin Abi Thalib pernah menyatakan sebagai berikut:
tuJ
t'!, ,ai-J! ga:"*r- # : ,o-l-fr J J* to-F J;i Jt+ dpl .i!, ,JI/tt pa--abcr Y
t aa ta* \yV
dengan mengunakan al-par'an, karena al-pur'an
Janganlah kamu membantah mereka ((hawAi)
meniliki kenangkinan dipahami dengan beberapa makna, nemiliki barlyak aspek. Kamu mengatakan
dari satu sisi, tapi nerekajaga bisa nengatakan dai sisi lain. Tapi, debatlah mereka dengan mengunakan
sunnah, karena dengan cara itu mereka tidak akan menemukanja/an untuk nenghindar.
Dengan sifat al-Qur'an yang rnulti-face tersebut, selama bertolak dati pemah y^rrg
^man
ditopang oleh prinsip-prinsip penafsiran yang valid, pemahaman-pemahaman yang beragam
diakui keberadaannya, baik dari kalangan teolog (nutakalliniln), ahlt' hukum Islam (fuqah'6),
sufi, maup Dn pan filsuf Islam ffaksfah, fiukand). Ada banyak "iaIan menuiu ke keselamatan
atau kedamaian" (subul as-saldm, a,Ui-!l f a,>\-Jl 1 if,.-Jl O-b)," termasuk "ialan" (tabill
6,ob
para filsuf. Meski demikian mengakui adanya pluralitas pemahaman, al-Qur'an memberikan
rambu-rambu untuk menuju kebenaran yang bisa dirangkum dalam skema berikut yang bertolak
dari Qs. al-Mi'idah: 16 dan perbedaan kata "rubul' (bentuk jamak sabil) dan "shirdf'
^ntaLr^
pada ungkapan " shirdth mustaqin/'12:
Ii{uakallimrin .+
:.i -. il
ffiiffi
r.ffi$i-iililllffi Fuqthfirt .
J
:,n
'r
:::: V
{++(s
A
/E
iffifitliiiffi
li: i:i$I I l: l:il;i I ililll
;)riiini;?niii:i..i::tl il I i rrNi:
issulti:i:ri:;i;iix r 14\
,ft k#F$i,iil1rlr{f;.r.@.tr
k .,4
t.';.1
H i['s:iii'-]h{# ii i'i#
--1"1L
;il9lrrl...*'. s* d- ,. r'
Filisif#i , Hi7
Y?
t&isiit \tilitll@VLNbJ
}t-6
Wll i,1,ffi'ffi!,,11v,4
,t :;:.1:i:
.,=.nri: ti,l .
v
yj
trl# an !
tk?.ti*ii iiiiFiJi::t::t::i.:::iii
Ltt.
Nliillri4ffiii tli ut:I ::
lirl2.:t:.:L4\iltr itf
!.wr-l\ii I :iri:;:i:: I
tuilir !lit>t7.r:i5N, i inl
:
+ + + + +
(Elimurasr
(Kebenar- kesalahan dan
(Pluralitas pemahaman pencarian (al-Qur'an
clalam belpikir pendekatan) I{ebenaran; dan
"") ikhlash) Sunnah
supaYa ada
kesrmpulan Plus nalar)
yang ditufu)
Betdasarkan dua ayat tersebut di atas, diyakini bahwa Allah swt memiliki kuasa (qudrah),
kemampuan mendengar (san), dan kemampuafl mengetahui (i/n). I(aum muslimin
generasi awal Islam menerima pengertian adanya sifat-sifat Allah swt tanpa mempersolkan
bagaimana "cara bekerjanya" ketiga sifat tetsebut. Sejak terjadtnya polarisasi umat Islam
kepada sekte-sekte, respon tethadap persoalan ini menjadi betagam, antara lain, karena
tingkat rasionalitas pemikiran yang berbeda. I(alangan Mu'tazilah meyakini bahwa Allah
swt adalah Maha l(uasa, Maha Mendengat, dan Maha Mengetahui dengan dzdtnya.
Sedangkan, Asy'ariyah meyakini semua itu beroperasi dengan sifat-Nya, bukan dzdtnya
seperti diklaim oleh Mu'tazilah.
Harcy Austryn \Wolfson menyimpulkan bahwa petsoalan tentang sifat tuhan
sebagaimana didiskusikan sec^ta rumit oleh umat Islam belakangan berabad-abad setelah
masa Rasulullah saw adalah sesuatu yang baru dalam kal6m. Problem a.walnya adalah
problem semantik tentang bagatlorrana ai-Qur'an mendeskripsikan tuhan untuk
membedakan-Nya dari makhiuk-Nya.13 Fotmulasi tentang sifat tuhan y^ngterc tat pernah
dikemukakan oleh Sulaymin ibnJarir az-Zaydi (785) dari Syi'ah. Dalam Maqdl'At al-Isldnjin
karya al-Asy'ari dikutip formulasi az-Zyadi tersebut: "Pengetahuan (sifat ilmu) tuhan
bukanlah tuhan sendiri". Formulasi ini kemudian digunakan oleh HisyAm ibn Hakam (w
814) yang juga seorang perigarlut Syi'ah. Ibn Kullib (*.854), seorang Sunni,
memformulasikan: "Tuhan secara kekal (qadin) berkehendak melalui kehendak-Nya y^ng
tidak bisa dikatakan sebagai tuhan sendiri, tapi tidak juga sesuatu yang lain dati tuhan".la
Seabad kemudian, formulasi Ibn Kulldb diadopsi oleh Ab0 HAsyim (w. 933). Ia mengubah
istilah "slfat" dari Ibn I(ullAb menjadi "keadaan" (hd/, node). "Bukan tuhan" dalam
formulasi Ibn I(ullAb diartikan dengan penolakan pandangan Mu'tazilah bahwa istilah yang
dilekatkan pada tuhan semata-mata n ma yang menunjukkan esensi tuhan, dan "bukan
juga sesuatu yang lain dari tuhan" adalah penolakan pandangan or.ang yang menetapkan
adanya sifat tuhan bahwa istilah yang dilekatkan pada tuhan menunjukkan kebetadaan
sifat nyata pada tuhan yang sebenarnya harus dibedakan dari dzAt-Nya. Betsamaan dengan
Abri HAsyim, al-Asy'ari juga mengadopsi formulasi Ibn I(ullAb. Tentang pengetahuan ('i/m)
tuhan, misalnya, al-Asy'ari mengatakan bahwa "seseorang seharusnya tidak mengatakannya
sebagai sesuatu selain tuhan".l5 Setelah al-Asy'ari, persoalan ini tetap saja menggelayrti
diskusi kalim di tangan tokoh-tokoh, seperti al-Biqillini. Para nutakallimfin dalam
menjelaskan persoalan tersebut sering menggunakan frase linafsihi atau binafsihi (karena
diri-Nya sendiri).
r3Harry Austryn Wolfson, The Philonpfu of the Kakn (Cambridge: F{arvard University Press, 1976), h. 206.
taHatty Austryn W'olfson, The Philonplry of the Kalan,h.207-208.
rsHarry Austryn'Wolfson, The Phihnplly of the Kalan,h.211-212.
ITARDANI Al-Qur'an sebagaiSumberTekstual 19
b _ &. t <-,
L+'li-9e,63 Wii<:"t< -2); lb-r"tfiis ->3i'ili 3,j' fri *
O /ria;t-Lt+
;: ls taa 4': :K *.e y* I yp: ^h'';l t6 a iiitai" s"r; ((
'to
lubanglang tak tenbuslang di dalanrlya ada pelita besar. Pelita itu berada di dalan kaca, (dan) kaca
itu seakan-akan seperti bintang (yang bercahay) seperti mutiara, jtang dinlalakan dengan miryak dai
pohon yng diberkahi, (yoito) pohon qaitun lang tunbuh tidak di sebelah tinur (sesuatu) dan tidak
pula di sebelah baratlang ninlaknla (sEa) hampir hanpir bisa nenerangl walaupun tidak disentuh
api. Cahay di atas cahalta (bnlapis kpis). Allah nenbinbing kepada cahala-IrJa siapa saia yng
Dia kehendaki, dan Allah membuat perampamaan-perilmpamaan bagi manusia, dan Allah Maha
me nge ta h ui sega la sesu atu.
,r-;V).1 6\.z1r ,CW q+ .nr )-r.'t o;il\ CldI ,3;1 ;K-:Il Vb: \S,F' Jti' ,ro
kJ" ,-njl ,_e u 4i ar u. a+"all aiti.:tJl <J-,til J/F) J1!t ;rr;t ,ra : a+L*rl
i;riir 113;trt as:Fl ;r/l ;)rAt -* ,6t' 6 f uiif i;it ,.p'it ,;+l
"-i'il "tr "Klt
'rd+l J ;+t .,p'; EKI ,*,i;Jl :K;: i*_rr ! J 4-i ! a;xj 6y Sv-t ,y $st
*
..iJ;, ! I 6t ! JF ) f h\ ylt, *w J,4f ! r +r'J 6t,ait'g-f .-:l>;tjll
r wu,u ,K; :
"
i ;-P 3jt"'rS',-# ;: it &a; ue: SKj *; ,6
r?Muhammad'AUla rt-;alH
,Ban-jtat al-Aqlal-Arabi: DiriuhTaUi@ah Naqdfiah liNaqhan al-Ma'rifahfr
atrTuq1fat
at-Arabjah (Beirut al-Markaz ats-Tsaqifi al-l\tabi, 1993), h. 283.
WARDANI Al-Qur'an sebagai Sumber Tekstual 21
,k ,J" :dts GtJ# u-r-i t^Ii .V J.?'- I j : Glt :) >w J-$t (qlnt ,;,jl :) Wjj
f\i L;h?r"ir;;- u -ot-fr fYi ,S{6 .r;,ir u, os Ft ,t ,LIJS ,"r,
CJJ -l ,)/u. ila.^Ju,ll P\ ,JK;!r J*i ,f ,uJt c^:s eIJJ : i Ofu. j;:ti
C'bjt* -tU' Jl J"r'd rtlt ,fi gU, I (Vl :gr) (* ;f aA- J ),f d drtL) JU C*- .-,*lrl
tt".a+lq
Fi .lt ,!7:.; qt-lt s rL4t / o&Jt J
'A//ah adalah cahala langit dan buni. Perumpamaan cahala-N1a" maksudnla adalah akal uniuersal,
"seperti sebuah lubanglang tak tembus" maksudnlta adalah jiwa uniuersallang muncul dari akal
uniuersal1ang mampu menerangi dengan cahala akal uniaercal sebagainana lubanglang tak tembus
tersebut menerangi dengan cahala lanpu jtang bersinar dengan cahay A//ah. 'Di dalann1a ada pelita
besar, dan pelita besar tersebut berada dalam kaca, sedangkan kaca tersebut adalah bentuk awal (a/
hafili a/-fr/,4)yng nenberikan kasib salang dan sinar karena adanla limpahan jiwa terhadapnla
nelalui linpahan akal uniuersal terhadap jiwa uniuersal. "Seakan-akan bintang (yang bercahay)
seperti mutiara",laitu bentuk murnilang menlerupai bintang dengan berbagai sifat personaln1a. 'Yang
diryalakan dengan ninlak dari pohonyng diberkahi, (1aitu) pohon <aJtunJang tunbuh tidak sebelah
timur dan tidak pula di sebelah barat". Hanpir rya jiwa uniuercal tersebut mampu menbeikan
kehidupan dan gerak kepada semila Jang ada sepefti ryala pelita tersebut, tidak di tinur maupun di
barat, melainkan diciptakan dengan perintah Allah'^zz^ wa ialla, tidak berstruktur atau tersusan.
'Minlaknla (qa/un) hanpir mja nanpu menerangt, neskipun tidak disentuh oleh api, laksana
cahala di atas caha1a". Begitu juga, cahala akal berada di atas cahajta jiwa. Allah nenbimbing
kepada cahala-I\tr1a siapa lang Dia kehendak| dan Allah nembuat perunpanaan-perumpamaan
bagi manusia. Oleh karena itu, api adalah bentuklangpaling nulia dan perumpamaanyngpaling
a&tng)ang berhubungan dengan cahEa. Oleh karena itu, Iblis diufi ketika ia nengatakan: 'Engkau
ciptakan aku dari api, dan Engkau ciptakan dia (Adan) dai tanah" (ps. Shdd: 75). Hal itu
karena api dari rcgi sifatryta dapat bergerak ke tenpatyngtingt Sedangkan, tanah adalah benda
padat, dan tanah dari segi sfatryta bergerak kt tempatitang lebih rendah.
Sebagaimana tampak dalam kutipan di atas, ayat al-Qur'an dliadrkan sebagai sumbet
inspirasi berFrlsafat dengan melakukan ta'wil dengan memalingkan nmakna-makna lahiriahnya
ke gambaran-gambatan metafisis yang berkaitan dengan tuhan yang transenden, akal universal,
jiwa universal, dan sebagainya.l8 Dengan demikian, sebagaimana kalangan sufi, seperti yang
dilakukan oleh al-Qusyairi, kalangan filosof Islam menerapkan ta'wilterhadap ayat-ayat al-
Qur'an untuk sampai ke pemikiran-pemikran fiIsafat yang dikembangkannya. Dengan
bersumber dari al-Qur'an sebagai inspirasinya, pantas dikatakan bahwa "filsafat Islam adalah
filsafat prophetik, karena pada esensi filsafat Islam adalahhetmeneutika filosofis untuk memahami
teks kitab suci". Seyyed Hossein Nasr mengatakan sebagai berikut:
A deeper study of Islamic philosophy over its twelve-hundred-yeat history will reveal the
role of the Qur'an and hadith in the fotmulation, exposition and problematics of this
major philosophical tradition. In the same way that all of the Islamic philosophers from
al-I(ndi onwards knew the Qur'an and hadith and lived with them, Islamic philosophy
has manifested over the centuries its innet link with the revealed sources of Islam, a link
which has become even more manifest as the centuries have unfolded, for Islamic
philosophy is essentially a philosophical hermeneutics of the Sacred Text while making
use of the rich philosophical heritage of antiquity.le
Suatu studi yang lebih mendalam tentang fi.lsafat Islam dalam perjalanan sejarahnya selama
dua belas abad akan bisa menunjukkan peran al-Qur'an dan hadits, baik dalam
memformulasikan, menj elaskan, maupun dalam pengembangan persoalan-persoalan yang
muncul dalam tradisi fi.lsafat utama ini. Dengan cara yang sama, di mana semua filsuf Islam
sejak al-Kindi mengenal al-Qur'an dan hadits serta hidup dengan kedua sumber tersebut, fi.lsafat
Islam selama berabad-abad menunjukkan keterkutannyayarrger tdengan sumber-sumber Islam
yang diwahprkan, sebuah keterkaitan yang memiJiki banyak bentuk seiring dengan perjalanannya
beberapa abad, karen a frlsafatlslam pada dasarnya adalah sebuah hermeneutika filosofis tentang
teks suci ketimbang menggunakan peninggalankaya filsafat kuno.
Hubungan al-Qur'an dan hadits di satu sisi dengan filsafat Islam di sisi lain bisa
^nt^ra
dipahami dari sejarah {ilsafat Islam. I(aum muslimin mengidentifikasi Hermes yang juga dikenal
di Barat melalui sumber Islam dengan Nabi Idds atau Nffb, rasul yang disebut dalam al-Qur'an
dan hadits. Para filosof Islam mengariggap Nabi Idris sebagai sumber fi.lsafat dan menyebutnya
sebagai ahl al-hukan6'(Bapak para filosof). Seperti halnya Platq filosof Yunani yang terakhit,
dan filosof Renaissance di Eropa, filosof Islam juga menganggap kenabian sebagai sumber
filsafat. Perkataan Arab yang terkenal mengatakan: "Filsafat Islam bersumber dad sumber
kenabian" (yanba' al-hikmah nin nislkht an-nubuwwah) yang menggaung dalam sejarah Islam
menunjukkan adanya hubungan antara filsafat dan kenabian.zo
Penutup
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, ltlsafat Islam, di samping berakar secara
historis, juga memilikihubungan dengan sumber-sumber tekstual, baik al-Qur'an maupun hadits.
Upaya kompromisasi antara sumber histotis dan sumber tekstual yang dilakukan oleh pata
fi.losof Islam sangat tampak dalam contoh-contoh di atas. Fakta sejarah ketika penerjemahan
karya Yunani ke bahasa Arab yang, arTtara lain, didorong oleh motivasi keagarnaan, sepetti
kesimpulan Ira M. Lapidus di atas, memperkuat bahwa filsafat tidak bisa dipisahkan dari sumbet
kenabian.
reSe11'ed
Hossein Nasr, ""The Qur'an and Hadith", h. 37.
2oSeryed
Hossein Nasr, ""The Qur'an and Hadith", h. 30.
ITARDANI Al-Qur'an sebagai Sumber Tekstual 23
DAFTAR PUSTAKA
Al-Fanisin, Su'fid Abdu[ah, (,997M/1418H). IkhillAf al-Mafassirin:Asbdbuh waAthruh.Riyadh:
Matkaz ad-Dir6sit wa al-I'lim.
Hurley, Pattick J, (1985). A Condse Introduction to Logrc. California: \Tadswotth Publishing
Company.
Al-JAbiri, Mu[ammad 'Abid, (1993). Bun-1at a/-Aq/ al-Arabi: Dirdsah TalliQtah Naqd{tah ti
Nuqhun al-Marifah f ats Tsaqafat al-Arabfuah (Beirul al-Markaz ats-Tsaqdfi al-'Atabi.
Lapidus, Ira M, (1999). A History of Islanic Societies. Cambddge: Cambridge University Press.
Mfisi,Y0suf, (1991). al-pur'dn wa al-Falsafah, terjemah M. Thalib. Yogyakarta:Ttara\Yacana.
Russel, Bertrand, (1957). lVfu I am Not a Chistian (an OtherEsMJs 0n Religion and Re/ated Subjects),
ed. Paul Edward. New York: Simon & Schuster, Inc.
Wensinck, A.J,Q979).TheMuslin Creed: Its Genesis andHistoricalDeuelopmeal. NewDelhi: Oriental
Books Repdnt Corporation.
\7olfson, Harry Austtyn, (1976). The Philosopfut of the Kalan (Cambridge: Harvatd Univetsity
Press.