Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kucing merupakan hewan pemakan daging (karnivora) yang cukup mempunyai arti
penting dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya sebagai hewan kesayangan (hewan
peliharaan) dan sebagai pemangsa tikus. Beberapa masyarakat pada saat ini menganggap
bahwa memelihara kucing merupakan salah satu hobi yang sangat digemari (Dharmojono,
2001). Kucing dapat menularkan dan membawa berbagai agen penyakit. Salah satu solusi
yaitu melakukan tindakan pencegahan sterilisasi pada kucing. Sterilisasi adalah tindakan
pembedahan untuk mengambil atau menghilangkan ovarium atau Ovariohysterectomy (OH).
Ovariohysterectomy (OH) merupakan prosedur yang sering dilakukan untuk mencegah
siklus estrus dan kebuntingan yang tidak diinginkan. Selain itu OH juga dapat mencegah
terjadinya pyometra dan neoplasia ovarium maupun uterus bila dilakukan OH pada umur 6
bulan, 12 bulan, dan 24 bulan akan menurunkan resiko terjadinya tumor mammae sebanyak
91%, 86% dan 11%. Sebagai terapi, prosedur OH dilakukan pada kasus pyometra, distokia,
kanker ovarium atau uterus, serta hiperplasia atau prolaps uterus (Tobias, 2010).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana persiapan pelaksanaan operasi Ovariohysterectomy pada kucing?
2. Bagaimana tehnik pembedahan Ovariohysterectomy pada kucing?
3. Bagaimana terapi pasca operasi Ovariohysterectomy pada kucing?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui persiapan pelaksanaan operasi Ovariohysterectomy pada kucing
2. Mengetahui teknik pembedahan Ovariohysterectomy pada kucing
3. Mengetahui terapi pasca operasi Ovariohysterectomy pada kucing

1.4 Manfaat
Manfaat dari pelaksanaan kegiatan koasistensi ini adalah mahasiswa dapat memahami
tahapan persiapan sebelum pelaksanaan operasi Ovariohysterectomy, alat dan bahan yang
digunakan dalam operasi Ovariohysterectomy, tehik pembedahan dan penjahitan, serta
terapi yang diberikan untuk mendukung kesembuhan pasca operasi Ovariohysterectomy
pada kucing.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Ovariohysterectomy


Ovariohisterektomi merupakan salah satu tindakan bedah untuk mengatasi
kelainan pada ovarium dan saluran reproduksi hewan betina. Keputusan untuk melakukan
ovariohisterektomi dipilih ketika berbagai jenis terapi lain sudah tidak memungkinkan.
Ovariohisterektomi adalah tindakan bedah yang dilakukan untuk mengangkat dan membuang
uterus dan ovariumnya sekaligus dari tubuh hewan betina. Berbagai kasus yang
memungkinkan diambilnya tindakan bedah ini diantaranya adanya tumor atau kista pada
ovarium dan pada kasus pyometra yaitu penimbunan nanah pada uterus. Selain itu, tindakan
operasi ini juga dianjurkan dilakukan pada anjing betina yang sudah tua yang tidak ingin
dikawinkan lagi dengan tujuan untuk mencegah terjadinya tumor kelenjar mamae.
Efek yang muncul dari dilkukannya ovariohisterektomi adalah akan munculnya
kondisi ketidak seimbangan hormonal untuk sementara waktu. Hal tersebut dapat terjadi
dikarenkan ovarium merupakan kelenjar yang juga berfungsi sebagai kelenjar endokrin.
Namun, keuntungan dari dilakukannya ovariohisterektomi adalah dapat mencegah terjadinya
tumor mamae dan akan menghilangkan kemungkinan terjadinya kasus pyometra.
2.2 Persiapan dan Penggunaan anastesi
Anastesi umum dapat berjalan dengan sebaik mungkin, dengan pertimangan
utama memilih anastetika ideal. Pemilihan ini didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu
keadaan penderita, sifat anastetika,jenis operasi yang dilakukan,dan peralatan serta obat yang
tersedia. Sifat anastetika yang ideal antara lain mudh didapat, murah, tidak menimbulkan
efek samping terhadap organ vital seperti saluran pernafasan atau jantung, tidak mudah
terbakar, stabil, cepat dieliminasi, menghasilkan relaksasi otot yang cukup baik, kesadaran
cepat kemali, tanpa efek yang tidak diinginkan.
Stadium Anastesi dibagi dalam 4 yaitu :
1. Stadium I (stadium induksi atau eksitasi volunter), stadium ini dimulai dari pemberian
agen anastesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran. Pada stadium ini hewan masih
sadar dn memberontak. Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus,
dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi.
2. Stadium II (stadium eksitasi involunter), stadium ini dimulai dari hilangnya kesadaran
sampai permulaan stadium pembedahan. Pada stadium ini adanya eksitasi dan gerakan
yang tidak menurut kehendak. Pernafasan tidak teratur, inkontinentia urin, muntah,
midriasis, hipertensi dan takikardia.
3. Stadium III (pembedahan/operasi) stadium ini terbagi dalam 3 bagian yaitu :
a) Plane I, ditandai dengan pernafasan yang teratur dan terhentinya anggota gerak.
Tipe pernafasan thoraco-abdominal, refleks pedal masih ada, bola mata bergerak-
gerak, palpebra, konjuctiva dan kornea terdepres.
b) Plane II, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola mata ventro
medial semua otot mengalami relaksasi kecuali oto perut
c) Plane III, ditandai dengan respirasi reguler, abdominal, bola mata kembali ke
tengah dan otot perut relaksasi
4. Stadium IV (paralisa medulla oblongata atau overdosis) ditandai dengan paralisa oto
dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi.

2.3 Proses Kesembuhan Luka

Respon organisme terhadap kerusakan jaringan/organ serta usaha pengembalian kondisi


homeostasis sehingga dicapai kestabilan fisiologis jaringan atau organ yang pada kulit terjadi
penyusunan kembali jaringan kulit ditandai dengan terbentuknya epitel fungsional yang
menutupi luka (Nelson, 2003)

Tahap penyembuhan luka terbagi atas :

a) Fase koagulasi : setelah luka terjadi, terjadi perdarahan pada daerah luka yang
diikuti dengan aktifasi kaskade pembekuan darah sehingga terbentuk klot hematoma.
Proses ini diikuti oleh proses selanjutnya yaitu fase inflamasi.
b) Fase Inflamasi : Fase inflamasi mempunyai prioritas fungsional yaitu
menggalakkan hemostasis, menyingkirkan jaringan mati, dan mencegah infeksi oleh
bakteri patogen terutama bakteria. Pada fase ini platelet yang membentuk klot hematom
mengalami Universitas Sumatera Utara degranulasi,melepaskan faktor pertumbuhan
seperti platelet derived growth factor (PDGF) dan transforming growth faktor β (ΒTGF),
granulocyte colony stimulating factor (G-CSF), C5a, TNFα, IL-1 dan IL-8. Leukosit
bermigrasi menuju daerah luka. Terjadi deposit matriks fibrin yang mengawali proses
penutupan luka. Proses ini terjadi pada hari 2-4.
c) Fase proliferatif : Fase proliferatif terjadi dari hari ke 4-21 setelah
trauma.Keratinosit disekitar luka mengalami perubahan fenotif. Regresi hubungan
desmosomal antara keratinosit pada membran basal menyebabkan sel keratin bermigrasi
kearah lateral. Keratinosit bergerak melalui interaksi dengan matriks protein ekstraselular
(fibronectin, vitronectin dan kolagen tipe I). Faktor proangiogenik dilepaskan oleh
makrofag, vascularendothelial growth factor (VEGF) sehingga terjadi neovaskularisasi
dan pembentukan jaringan granulasi.
d) Fase remodeling : remodeling merupakan fase yang paling lama pada proses
penyembuhan luka, terjadi pada hari ke 21 hingga 1 tahun. Terjadi kontraksi luka, akibat
pembentukan akyin myofibroblas dengan aktin mikrofilamen yang memberikan kekuatan
kontraksi pada penyembuhan luka. Pada fase ini terjadi juga remodeling kolagen.
Kolagen tipe III digantikan kolagen tipe I yang dimediasi matriks metallproteinase yang
disekresi makrofag, fibriblas dan sel endotel. Pada masa 3 minggu peyembuhan, luka
telah mendapatkan kembali 20% kekuatan jaringan normal.

2.4 Faktor Keberhasilan Operasi

Keberhasilan suatu operasi atau tindakan bedah dipengaruhi oleh tiga hal yaitu anastesi,
operasi dan pengobatan pasca operasi. Jika salah satu dari ketiga prosedur ini tidak dijalankan
dengan baik maka dapat dikatakan bahwa operasi tersebut gagal dan bisa menyebabkan
kematian. Pengobatan pasca operasi menjadi penting karena lama kesembuhan dan berhasil
tidaknya operasi ditentukan dari tahap terakhir yakni pengobatan (Rubiyani dkk, 2010).

Perawatan post operasi meliputi pemberian nutrisi yang cukup, obat-obatan untuk
membantu proses persembuhan luka, dan obat-obat untuk mencegah munculnya infeksi sekunder
seperti antibiotic. Selain itu kebersihan terhadap hewan harus tetap dijaga, mengingat luka
operasi sangat mudah untuk dimasuki oleh agen infeksi. Perawatan post operasi dilakukan
selama 14 hari untuk dapat maksimal sampai proses penutupan luka secara sempurna (Rubiyani
dkk, 2010).
BAB III
PELAKSAAN KEGIATAN
3.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada pelaksanaan OH adalah meja operasi, lampu operasi,
clipper, tali kekang, underpad, sclapel handle, blade No. 22, kain drape, hemostastic
forceps (kelly forceps dan mosquito forceps), pinset anatomis,pinset chirrurgis, groove
diector, allis tissue forceps, retractor, spy hook, needle holder, needle reverse cutting,
needle tapper cutting, gunting tajam – tajam, gunting tajam – tumpul, kapas, tampon,
bandage steril, hypafix, plester, thermometer, spuit, stetoskop, gloves steril, masker steril,
tray, Elisabet collar.
Bahan yang digunakan dalam pelaksanaan OH adalah alkohol 70%, povidine
iodine, atropin sulfat, xylazine, ketamin, amoxicilin, benang cutgat chromic 3.0, cutgat
plaint 3.0 dan silk 3.0 tolfenamic acid, NS steril, bioplacenton.
3.2 Perhitungan Dosis
Berdasarkan hasil penimbangan berat badan diketahui berat badan kucing adalah
sehingga dosis obat yang dibutuhkan adalh sebagai berikut :
-Cefotaxim
Volume : Dosis obat X Berat badan = mg/kg x kg
Sediaan mg/ml
-Atropin Sulfa
Volume : Dosis obat X Berat badan = mg/kg x kg
Sediaan mg/ml
-Xylazine
Volume : Dosis obat X Berat badan = mg/kg x kg
Sediaan mg/ml
-Ketamine
Volume : Dosis obat X Berat badan = mg/kg x kg
Sediaan mg/ml
-Tolfenamic Acid
Volume : Dosis obat X Berat badan = mg/kg x kg
Sediaan mg/ml
3.3 Metode Operasi
3.3.1 Persiapan Ruang Operasi dan Sterilisasi Alat
Persiapan ruang operasi dilakukan dengan cara membersihkan kotoran dan debu
dalam ruangan. Tindakan sterilisasi ruangan menggunakan radiasi atau dengan
menggunakan desinfektan 70%. Perlakuan sterilisasi alat operasi seperti baju operasi,
masker, penutup kepala, sarung tanagn, kain drape, dan peralatan instrument bedah.
Perlengkapan ini dimasukkan ke dalam oven untuk disterilisasi dengan suhu 60% selama 15-
30 menit.
Perlakuan sterilisasi yang dilakukan pada alat bedah minor adalah dengan cara
mencuci bersih dan dikeringkan,kemudian peralatan ini dimasukkan ke dalam kotak sesuai,
yang selanjutnya perlatan tersebut dibungkus dengan muslin atau non oven lalu disterilisasi
menggunakan oven dengan suhu 121 C selama 15 menit. Keseluruhan perlatannyang sudah
steril digunakan pada saat tindakan operasi dilaksanakan.
3.3.2 Prosedur Ovariohysterectomi
Perlakuan pre ovariohysterectomy diantaranya adalah :
 Dilakukan pembersihan tubuh kucing
 Dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan kondisi hewan secara umum
 Dipuasakan 12 jam sebelum operasi, namun air minum diberikan secara ad
libitum
 Dilakukan pencukuran rambut pada daerah yang akan di iinsisi
 Lokasi yang akan diinsisi dibersihkan dengan menggunakan air sabun,
povidive iodine dan alkohol 70%
 Kateter intravena dipasang pada vena chepalica antibrachii dan disambungkan
dengan cairan infus Normal saline.
3.3.3 Prosedur Operasi Ovariohisterectomy
Perlakuan OH menggunakan metode midline terdiri dari pemberian anasthesi,
pembedahan/laparotomi, pengikatan/ligasi ovarium, dan penutupan rongga abdomen dengan
rincian sebagai berikut
a. Pemberian anasthesi
 Injeksi atropine sulfat secara subcutan (SC) sebanyak 0.41 ml sebagai
premedikasi
 Selang waktu 15 menit diberikan ansthesi kombinasi xylazine sebanyak 0.28
ml dan ketamin sebanyak 0.28 ml
 Pada saat hewan sudah tidak sadarkan diri,hewan diposisikan rebah dorsal
(dorsal recumbency)
 Keempat kaki hewan dikat dengan tali kekang meja operasi
 Pada kondisi ini dilakukan penataan posisi jalan nafas dengan cara
menjulurkan lidah kucing dan diberi pengganjal menggunakan tampon bulat
b. Persiapan operator dan asisten sebelum operasi
 Operator dan asisten I harus mencuci tangan dengan menggunakan sabun
antiseptic selama 5-7 menit dengan cara menyikat kedua tangan denan sabun
lal membilasnya dengan air mengalir.
 Penyikatan tangan dimulai dari ujung jari kemudian terus berlanjut ke arah
lengan. Setelah cuci tangan selesai,kran ditutup menggunakan siku untuk
mencegah kontaminasi lalu tangan kemudian disemprot dengan alkohol
70%oleh asisten non steril
 Setelah itu menggunakan tutup kepala dan masker, baju operasi dipakai,
sarung tangan dipakai dan operator serta asisten I siap melakukan operasi.
c. Pembedahan / laparotomy
 Daerah yang telah dicukur rambutnya dibersihkan menggunakan antiseptic
(alkohol dan povidine iodine) dengan arah sirkuler (dari dalam keluar)
 Dilakukan pemasangan kain drape dan dikuatkan dengan towelclamp. Drape
berfungsi sebagai pelindung pasien dari kontaminasi dan sebagai alas untuk
meletakkan alat – alat operasi yang digunakan selama operasi berlangsung
 Insisi dilakukan di daerah jarak dua jari dari bawh umbilical, insisi dilakukan
sepanjang 3-5 cm, setelah insisi kulit selesai, dilanjutkan insisi pada subcutan
 Preparir cutan dan subcutan menggunakan gunting tajam tumpul hingga
terlihat linea alba
 Pada saat terlihat linea alba, dilakukan insisi sepanjang 1 cm menggunakan
blade. Insisi diteruskan dengan menggunakan pinset anatomis dan gunting
tajam tumpul dengan bagian tumpul di dalam. Untuk mencegah terjadinya
kerusakan jaringan digunakan groove director.
 Setelah terbuka rongga abdomen bagian insisi dexter dan sinister
dipertahankan tetap dalam kondisi terbuka menggunakan musculus recractor.
 Selanjutnya dilakukan pencarian ovarium menggunakan spayhook atau jari
tangan. Pada umumnya ovarium terletak di dorsal vesika urinaria.
d. Ligasi Ovarium
 Apabila Ovarium sudah ditemukan dilakukan pembendungan arteri ovarica
menggunakan hemostatic forceps.
 Selanjutnya dilakukan ligasi antara dua hemostatic forceps menggunakan
bennag catgut chromic 3.0 dengan simpul 2.1.2
 Dilakukan pengecekan kebocoran arteri pada ujung hemostatic forceps.
Apabila tidak ditemukan kebocoran/pendarahan dilakukan pemotongan
jaringan pada bagian caudal forceps.
 Hal yang sama dilakukan pada ovarium yang lainnya.
 Kemudian dilakukan pencarian bifurcatio uteri, dilakukan pembendungan
arteri menggunakan hemostatic forceps.
 Dilakukan ligasi pada arteri uterine menggunakan benang catgut chromic dan
jarum ditembuskan ke bagian tengah corpus uteri. Selanjutnya ligasi bifurcatio
secara keseluruhan. Keseluruhan ligasi diakhiri dengan simpul 2.1.2
 Dipastikan tidak ada kebocoran pada arteri. Setelah itu dilakukan pemotongan
uterus di cranial simpul.
 Cek secara keseluruan untuk memastikan tidak adanya kebocoran pada arteri.
Selanjutnya dilepaskan semua hemostatic forceps yang digunakan pada
bifurcation dan kedua ovarium.
e. Penutupan Rongga Abdomen
 Dilakukan penjahitan peritoneum dan muskulus menggunakan jahitan terputus
sederhana dengan jarum reverse cutting dan benang catgut chromic 3.0
 Selanjutnya penjahitan intradermal dilakukan menggunakan jahitan menerus
sederhana dengan jarum tapper cutting dan benang catgut chromic 3.0
 Terakhir yaitu penjahitan kulit menggunakan tipe jahitan terputus sedehana
dengan jarum reverse cutting dan benang cut gut chromic 3.0
 Hasil jahitan dibersihkan menggunakan povidone iodine, dioles salep
bioplacenton kemudian ditutup dengan kasa steril dan kucing dipakaikan
gurita.
3.4 Perawatan Post Operasi
Perlakuan post operasi diantaranya :
 Apabila suhu pasca operasi mengalami penurunan / hipotermia maka
dilakukan penyinaran menggunakan infrared
 Dilakukan pengamatan berkala terhadap temperatur, pulsus dan respirasi
hingga hewan sadarkan diri.
 Hewan diposisikan rebah kanan lateral untuk mempermudah jalan nafas
 Pengamatan dilakukan pula terhadap tingkat dehidrasi, urinasi dan defekasi
 Selama menunggu keringnya jahitan, setelah sadarkan diri hewan diberi terapi
berupa tolfenamic acid secara subcutan dua hari sekali selama 6 hari dan
antibiotik. Luka jahitan dicek setiap 3 hari sekali. Perlakuan yang diberikan
adalah dibersihkan daerah sekitar jahitan selanjutnya diberikan salep dan
diganti perban.
BAB IV
PEMBAHASAN

3.5 Persiapan Hewan


3.5.1 Signalement
Nama Hewan :
Jenis Hewan :
Ras :
Jenis Kelamin :
Umur :
Berat Badan :
Warna :
3.5.2 Status Present
1. Keadaan Umum
Perawatan : Baik
Habitus/Tingkah Laku : Jinak
Gizi : Cukup
Pertumbuhan Badan : Baik
Sikap Berdiri : Berdiri tegak dengan empat kaki
Ekspresi Wajah : Tidak bereaksi
Adaptasi Lingkungan : Tidak berespon
Suhu per rectal :
Frekuensi Pulsus :
Frekuensi nafas :
Capillary refill time (CRT) :
2. Kulit dan Rambut
Aspek rambut :
Kerontokan :
Kebotakan :
DAFTAR PUSTAKA

Dharmojono. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Veteriner. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Tobias KM. 2010. Manual of Small Animal Soft Tissue Surgery. USA: Wiley and Blackwell.S
Nelson, R.W. and C.G Couto. 2003. Small Animal Internal Medicine. Ed-3 Missouri : Mosby
Rubiyani., dan Kusumawati, D., 2010. Anastesi Veteriner Jilid 1, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai