Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh:
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1. Proses Pirolisis
Pirolisis adalah proses dekomposisi termokimia dari material organik, yang
berlangsung tanpa udara atau oksigen. Menurut Basu (2010), pirolisis biomassa umumnya
berlangsung pada rentang temperatur 300oC sampai dengan 600oC. Produk dari proses
pirolisis ini tergantung dari beberapa faktor diantaranya temperatur pirolisis dan laju
pemanasan. Secara umum produk pirolisis dapat diklasifikasi menjadi tiga jenis yaitu :
• Produk padat : berupa residu padat yang kaya kandungan karbon (char)
• Produk cair : berupa (tar, hidrokarbon, dan air)
• Produk gas (CO, H2O, CO2, C2H2, C2H4, C2H6, C6H6 dll).
Pembakaran adalah suatu reaksi kimia antara bahan bakar dan pengoksidasi (udara
atau oksigen) yang menghasilkan panas dan cahaya. Proses pembakaran ini dapat
berlangsung jika terdapat bahan bakar, pengoksidasi (udara/oksigen) dan panas atau
energi aktivasi. Proses pembakaran dapat dibagi dalam beberapa proses yaitu
pengeringan, pirolisis, gasifikasi dan pembakaran. Proses pembakaran secara keseluruhan
dapat berlangsung secara kontinyu, proses pengeringan dan pirolisis/gasifikasi merupakan
tahap awal pada proses pembakaran bahan bakar padat.
Proses pembakaran ditinjau dari jumlah pengoksidasi (udara/oksigen), dapat
dibedakan menjadi pembakaran sempurna (complete combustion) dan pembakaran tidak
sempurna (in complete combustion). Proses pembakaran sempurna terjadi bila bahan
bakar berekasi dengan pengoksidasi udara/oksigen dan menghasilkan senyawa yang
disusun dari elemen-elemen bahan bakar dengan elemen pengoksidasi. Sebagai contoh
reaksi pembakaran gas metana dengan oksigen dan pembakaran gas hidrogen dengan
oksigen, sebagai berikut :
CH4 + 2 O2 → CO2 + 2 H2O + energi
2 H2 + O2 → 2 H2O(g) + panas
Sedangkan proses pembakaran tidak sempurna terjadi bila udara/oksigen yang
dibutuhkan tidak cukup untuk membakar bahan bakar secara sempurna untuk
menghasilkan CO2 dan H2O, sehingga karbon dalam bahan bakar diubah menjadi gas CO
sedangkan nitrogen yang ada dalam udara pada temperatur tinggi akan berubah menjadi
NOx.
2 CH4 + 3 O2 → 2 CO + 4 H2O
N2 + O2 → 2 NO
Produk pirolisis batubara yang berpotensi besar sebagai bahan baku industri kimia
adalah char dan tar. Char adalah produk hasil pirolisis batubara yang berbentuk padat.
Batubara bituminus merupakan jenis batubara dengan kualitas baik yang tergolong ke
dalam jenis coking coal/metallurgical coal yang apabila dipirolisis akan menghasilkan
char yang memiliki struktur kohern yang sering disebut dengan kokas metalurgi. Kokas
metalurgi digunakan sebagai bahan bakar dan agen pereduksi dalam produksi baja, besi,
fosfor, kalsium karbida, elektroda karbon dan beberapa industri lainnya. Selanjutnya
apabila kokas ini digasifikasi, akan menghasilkan syngas yang merupakan bahan baku
industri petrokimia. Tar adalah produk hasil pirolisis batubara yang berbentuk cair. Tar
dapat digunakan sebagai bahan baku industri kimia seperti karet sintesis, polimer, obat-
obatan, pelarut, grafit dan coating.
2. Proses Gasifikasi
Gasifikasi adalah teknologi konversi termokimia yang mengubah bahan bakar padat
menjadi gas mampu bakar. Proses gasifikasi dan pembakaran adalah proses termokimia
yang sangat berdekatan. Bila ditinjau dari reaksi kimia yang berlangsung, pada proses
pembakaran menggunakan udara/oksigen dalam jumlah yang berlebih sedangkan pada
proses gasifikasi menggunakan udara/oksigen yang terkontrol/terbatas. Bahan bakar padat
yang umum digunakan seperti batu bara dan biomassa, sedangkan produk utama dari
hasil gasifikasi secara umum adalah gas mampu bakar seperti CO, CH4, H2, dan produk
gas lainnya seperti CO2. Secara umum dapat dikatakan bahwa, proses konversi
termokimia gasifikasi berbeda dengan pirolisis dan pembakaran. Ketiganya dibedakan
berdasarkan kebutuhan udara yang diperlukan selama proses. Dalam proses gasifikasi
biomassa, jumlah udara pembakaran dibatasi antara 20% sampai 30% udara stoikiometri.
Untuk lebih jelasnya perbedaan pirolisis, pembakaran dan gasifikasi seperti pada gambar
berikut
Ada 4 tipe teknologi proses gasifikasi batubara untuk pembuatan gas sintetik (syngas)
yang telah komersial di dunia, yaitu Fixed-bed gasifier, Fluidized-bed gasifier, Entrained-
bed gasifier dan Molten bath gasifier. Perbedaan dari tiap macam prosesnya terletak pada
tipe gasifier-nya. Penjelasan lebih lanjut dari masing-masing tipe proses akan diuraikan di
bawah ini.
Fixed-Bed Gasifier
Fixed-bed gasifier (moving-bed gasifier) merupakan teknologi gasifikasi batubara yang
tertua. Lurgi mengembangkan teknologi ini pada tahun 1927 (atmospheric
reactor/gasifier) dan mengembangkannya lebih lanjut pada 1931 (pressurized version).
Pada tipe proses ini, reaktornya (gasifier) berbentuk vertikal. Hal ini digunakan untuk
mempertahankan aliran padatan dengan kecepatan gas rendah. Aliran bahan bakar
gasifier jenis ini adalah bolak balik (counter current), yaitu batubara diumpankan dari atas
kemudian perlahan-lahan turun ke bawah dan dipanaskan oleh gas panas dari arah bawah.
Batubara melewati zona karbonisasi kemudian zona gasifikasi, akhirnya sampai pada
zona pembakaran pada bagian bawah gasifier tempat reaktan gas diinjeksi. Aliran bolak
balik tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.
Ukuran batubara (bahan bakar) yang dapat diolah pada gasifier jenis ini adalah antara 5 –
55 mm. Batubara tersebut akan dipanaskan dan dikeringkan oleh gas produser hasil
gasifikasi yang akan keluar dari gasifier. Proses gasifikasi batubara tersebut akan
menghasilkan abu dan gas produser beserta produk samping (residu) berupa tar. Ciri khas
gasifier ini adalah perbedaan temperatur pada berbagai tempat di dalam gasifier dan
beroperasi pada tekanan tinggi. Temperatur maksimum yang dapat dicapai pada gasifier
jenis ini adalah 930 – 1430 0C. Suhu keluaran yang dihasilkan dari gasifier ini berkisar
antara 315 – 550 0C dengan residence time 1 – 2 jam. Karakteristik dari gasifier jenis ini
adalah rendahnya temperatur gasifikasi dan gas hasil gasifikasi sehingga membutuhkan
oksigen yang rendah, serta menghasilkan kandungan metan yang tinggi. Gasifier jenis ini
sangat mudah dibuat dan dioperasikan, tetapi tidak ekonomis untuk ukuran kapasitas yang
relatif kecil.
Fluidized-Bed Gasifier
Pada teknologi gasifikasi ini ukuran batubara (bahan bakar) yang digunakan lebih kecil
dibandingkan dengan pada fixedbed gasifier yaitu sekitar 8 mesh (0.5 – 5 mm). Batubara
tersebut dimasukkan pada bagian atas unggun atau langsung pada unggun kemudian
dialirkan dengan bantuan gas sehingga bergerak seperti fluida dan membentuk unggun
fluidisasi. Pencampuran bahan bakar dan cepatnya perpindahan panas pada bahan bakar
akibat fluidisasi menyebabkan temperatur di dalam gasifier seragam. Gas (campuran
steam dan oksigen atau udara) yang digunakan dialirkan dari bawah bagian bawah
unggun. Temperatur keluaran dari gasifier ini berkisar antara 700 – 900 0C. Residence
time pada gasifier jenis ini berkisar antara 5 – 50 detik dan beroperasi pada suhu konstan,
yaitu 760 – 1040 0C. Suhu tinggi tersebut dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
aglomerasi dan pembentukan kerak10) Ilustrasi mengenai fluidized-bed gasifier dapat
dilihat Gambar 2 di bawah ini.
terjadinya pencampuran padatan yang baik, temperatur relatif seragam, dan terjadi
kesetimbangan temperatur yang cepat antara padatan dan gas.
efisiensi perpindahan panas dari daerah eksotermis ke endotermis, oleh karenanya
reaksi-reaksi gasifikasi mencapai kesetimbangan dengan cepat sehingga masukan
cukup tinggi.
tidak ada hot spots yang menyertai pembentukan partikel-partikel abu yang
melebur, yang disebut klinker.
tanpa pre-treatment okdisatif pada batubara atau konfigurasi desain yang khusus,
gasifier mengalami kesulitan dalam penanganan batubara caking dan swelling,
yang beraglomerasi dan membentuk partikel-partikel yang lebih besar
kelemahan lainnya adalah terbawanya padatan pada gas produk sehingga
diperlukan peralatan khusus pembersihan padatan dalam gas produk
Entrained-Bed Gasifier
Pada entrained-bed gasifier batubara dialirkan ke dalam gasifier secara co-current
(searah) atau bersama-sama dengan medium penggasifikasi berupa uap air (steam) dan
oksigen, bereaksi pada tekanan atmosfer. Batubara ukurannya dihaluskan sampai sekitar
0,1 mm, diumpankan dengan reaktan gas ke dalam chamber dimana reaksi gasifikasi
terjadi seperti halnya sistem pembakaran bahan bakar berbentuk serbuk11) Entrained-
bed gasifier merupakan bejana horisontal yang beroperasi pada tekanan atmosfer atau
sedikit lebih tinggi dari tekanan atmosferik. Pengoperasian pada tekanan tinggi
menyebabkan kandungan tar dan minyak dalam gas hasil produksi sedikit atau tidak ada
sama sekali. Gasifier jenis ini dapat dioperasikan pada temperatur rendah untuk menjaga
abu agar tetap dalam keadaan padatan kering atau juga dapat dioperasikan pada
temperatur di atas titik lebur abu sehingga abu yang dihasilkan berbentuk lelehan cair.
Medium penggasifikasi dimasukkan dengan laju yang tinggi. Ukuran bahan yang lolos
sekitar 80% pada ukuran kurang dari 200 mesh (44 μm). Abu diambil sebagai slag. Hal
ini disebabkan oleh temperatur operasi lebih besar daripada suhu peleburan abu. Rentang
temperatur keluaran produk pada gasifier jenis ini adalah antara 900 – 14000C.
Pengendalian pada gasifier jenis ini adalah laju alir bahan bakar, oksigen, dan kukus.
Efisiensi gasifier ditentukan oleh temperatur operasi, ukuran partikel, dan laju injeksi
kukus.
keunggulan – keunggulan entrained bed-gasifier antara lain:
• Tidak terlalu memperhatikan karakteristik bahan baku, sesuai untuk bahan baku yang
berukuran kecil.
• Gas yang dihasilkan mengandung sedikit tar, abu diambil dalam bentuk slag, produk
dengan suhu tinggi memerlukan quenching untuk pembersihan, pendinginan dapat
dilakukan dengan cara pertukaran panas sehingga panas yang dihasilkan lebih efisien.
• Oksigen yang dibutuhkan lebih banyak dan bahan baku yang berukuran besar
memerlukan pengolahan awal agar dapat memenuhi spesifikasi umpan gasifier jenis
ini.
• Pengoperasian gasifier jenis ini sangat rumit
Masing-masing proses diatas memiliki kelebihan dan kekurangan. Dari Tabel 3 diatas
dapat disarikan bahwa efisiensi tertinggi terdapat pada proses entrained-bed gasifier yaitu
mencapai 95 persen, namun kelemahannya adalah temperatur operasinya sangat tinggi
yaitu 1500 – 1800 oC. Temperatur proses terendah terdapat pada proses Fluidized- bed
yaitu sekitar 800 – 900 oC, namun output (yield)-nya kurang dari 95%.
1. Metanol
Pembentukan metanol dengan proses gasifikasi batubara meliputi dua proses utama
yaitu gasifikasi batubara dan metanol sintesis. Proses gasifikasi karbon padat dari
batubara maupun biomassa terjadi proses reaksi kimia yang menghasilkan karbon dan gas
CO, CO2, H2, H2O dan N2 sebagai inert yag didapatkan dari reaksi – reaksi berikut :
Reaksi gasifikasi
Reaksi Boidouard
(Higman, 2008)
Pada water gas shift reactor (WGSR) reaksi yang terjadi adalah :
(Smith, 2010)
Kondisi Operasi Reaksi utama yang menghasilkan produk metanol adalah reaksi fase
gas, bersifat eksotermis dan kondisi reaksinya isotermal dan non-adiabatis. Reaksi
berlangsung pada suhu 200oC dengan konversi pada reaksi ke-1 adalah 92% dan reaksi
ke-2 adalah 59%.
Produk Turunan Metanol
1. Olefin
Proses Pembuatan Olefin dari Batu Bara low rank
Persiapan Bahan Baku
Batubara kelas rendah (low rank coal) harus dipersiapkan dengan menggunakan
hammer mill untuk mengubah ukuran batubara menjadi 1-6 mm. Kemudian low rank
coal dimasukkan ke dalam Screener untuk memisahkan bahan baku yang tidak sesuai
ukuran untuk kemudian diproses kembali dalam Hammer Mill. Sedangkan batubara
yang telah sesuai ukurannya dialirkan menuju Screw Conveyor Dryer untuk
dikeringkan dengan memanfaatkan arus syngas hasil gasifikasi. Batubara kemudian
masuk ke Lock Hopper untuk diubah menjadi pulverized coal dari tekanan atmosfer
(1 bar) menjadi 30 bar, sesuai dengan kondisi operasi di Gasifier.
Gasifikasi Batu Bara
Serbuk batubara diumpankan ke dalam Gasifier. Gasifier yang digunakan berjenis
fluidized bed gasifier dengan tipikal proses U-Gas yang bekerja pada kondisi
temperatur 900˚C dan tekanan 30 bar. Gasifier tipe ini memiliki sistem fluidisasi yang
membuat heat transfer dan mass transfer antara gas dan partikel batubara solid lebih
sempurna. Penggunaan temperatur yang tidak terlalu tinggi juga membuatnya lebih
mudah dikontrol dan dikendalikan. Oksidan yang digunakan berupa O2 dengan
tekanan 30 bar. Reaksi yang terjadi pada gasifier adalah :
1. Devolatilisasi
Batubara C + CH4 + CO + CO2 + H2 + H2O + H2S + COS + N2
2. Pembakaran
a) C + ½ O2 CO ΔH = -111 kJ/mol
b)CO + ½ O2 CO2 ΔH = -283 kJ/mol
c) H2 + ½ O2 H2O ΔH = -242 kJ/mol
3. Gasifikasi
a) Reaksi Boudourd
C + CO2 2CO ΔH = +172 kJ/mol
b) Reaksi Water Gas
C + H2O CO + H2 ΔH = +131 kJ/mol
c) Reaksi Shift Convertion
CO + H2O CO2 + H2 ΔH = -41 kJ/mol
d) Reaksi Metanasi
C + 2H2 CH4 ΔH = -75 kJ/mol
Batubara yang terbawa dalam syngas dipisahkan menggunakan Cyclone dan
dikembalikan ke dalam Gasifier. Karbon (char) yang tidak bereaksi pada zona
gasifikasi beserta ash turun sebagai slag di bagian bawah sedangkan syngas yang
keluar akan dialirkan ke dalam Screw Conveyor Dryer. Panas ditukarkan dengan
feed batubara untuk menurunkan suhu syngas dari 900˚C menjadi 350˚C. Syngas
kemudian didinginkan lebih lanjut hingga suhu 50˚C agar terbentuk 2 fasa pada
aliran sehingga air yang terkandung pada aliran dapat dipisahkan pada Water
Separator Tank . Syngas, yang telah berkurang jumlah airnya, kemudian dialirkan
ke dalam Desulfurizer Tank untuk menyerap kandungan H2S yang sangat korosif
dan dapat merusak katalis pada reaktor menggunakan adsorban ZnO. Syngas yang
telah bersih dari pengotor H2S kemudian dipanaskan pada Heat Exchanger
menjadi 200˚C agar sesuai dengan kondisi operasi selanjutnya.
Sintesis Metanol
Unit ini mereaksikan Syngas menjadi intermediate produk berupa metanol. Katalis
yang digunakan berbasis tembaga dengan campuran ZnO. Senyawa H2S yang masih
terdapat dalam Syngas dapat menurunkan fungsi katalis tembaga pada reaktor sintesis
metanol. Di dalamreaktor ini CO dapat bereaksi dengan hidrogen membentuk metanol
sesuai dengan reaksi: CO + 2 H2 CH3OH Reaksi ini bersifat reversibel dan
eksotermis dengan kondisi operasi pada suhu 200˚C dan tekanan 51 bar [6]. Untuk
menjaga suhu operasi reaktor, reaktor ini dilengkapi dengan jaket pedingin. Produk
berupa methanol dialirkan ke dalam Heat Exchanger untuk didinginkan hingga suhu
178,33˚C lalu dialirkan ke Methanol Cooler untuk menurunkan suhu hingga 33˚C.
Pada suhu tersebut, akan terbentuk 2 fasa yang kemudian dipisahkan pada Methanol
Separator untuk memisahkan gasgas ringan yang tidak digunakan lagi pada proses
selanjutnya dengan produk metanol. Liquid dialirkan menuju Heat Exchanger untuk
pertukaran panas dengan aliran sebelumnya hingga menjadi 180˚C.
Pemurnian Metanol
Aliran yang mengandung produk metanol kemudian dipurifikasi dari komponen
pengotor yang tidak dibutuhkan lagi. Pertama-tama digunakan Distillation Column
untuk memisahkan larutan metanol dengan gas CO2 dan gas-gas ringan lain yang
masih terkandung dalam aliran. Metanol dari bawah kolom dialirkan ke Valve untuk
menurunkan tekanan menjadi 3 bar. Kemudian dialirkan ke kolom distilasi dengan
suhu antara titik didih methanol (65˚C) dan titik didih air (100˚C) untuk memisahkan
gas metanol dari bottom liquid berupa air. Gas yang mengandung 90%-mol metanol
kemudian dialirkan ke unit sintesa Olefin.
Sintesis Olefin
Gas metanol dialirkan ke Olefin Heat Exchanger untuk mengondisikan suhunya
menjadi 489,9˚C (763 K) agar sesuai dengan kondisi operasi reaktor. Kemudian aliran
diarahkan menuju Ethylene Synthesis Reactor. Katalis yang digunakan adalah SAPO-
34 yang terdiri dari Al2O3 : P2O5 : 0.6 SiO2 : 0.5 TEAOH : 1.5 morpholine. Reaksi
yang terjadi pada reaktor ini adalah [6]: 2CH3OH C2H4 + 2 H2O 3CH3OH C3H6 + 3
H2O 4CH3OH C4H8 + 4 H2O Gas hasil reaksi berupa campuran gas etilena,
propilena, butilena, air dan komponen-komponen pengotor lainnya. Aliran produk
kemudian didinginkan hingga suhu 216,14˚C agar terbentuk 2 fasa yang kemudian
dipisahkan kandungan airnya dalam separator. Selanjutnya gas dialirkan ke Fixed Bed
Water Removal yang menggunakan adsorban berupa Molecular Sieve untuk
menyerap sisa air yang belum terpisah dari gas. Setelah itu, gas dikompresi hingga
tekanan 5 bar untuk mempermudah proses pemurnian dan dialirkan ke GasGas Heat
Exchanger untuk dipertukarkan panasnya.
Pemisahan Olefin
Produk olefin yang merupakan campuran etilena, propilena, dan 1-butena
dipisahkan untuk mendapatkan masing-masing komponennya. Pertama-tama produk
gas dimasukkan ke dalam Depropanizer untuk memisahkan bottom product berupa
komponen olefin yang lebih berat dengan overhead gas berupa campuran olefin
ringan (etilena dan propilena). 1- butena yang dihasilkan pada bottom product
kemudian ditampung pada Butylene Storage. Overhead gas dialirkan ke dalam
Deethanizer untuk memisahkan etilena dengan propilena. Produk atas etilena dalam
fasa liquid ditampung dalam Ethylene Storage dan produk bawah propilena
ditampung dalam Propylene Storage.
2. Ammonia
Tahap Pembuatan Ammonia
1. Persiapan Bahan Baku
Sebelum memasuki proses gasifikasi, batubara kelas rendah harus
dipersiapkan terlebih dahulu agar kondisinya sesuai dengan kebutuhan Gasifier
yaitu dengan menggunakan hammer mill untuk mengubah ukuran batubara
menjadi 1-6 mm. Kemudian low rank coal yang telah dihaluskan dimasukkan ke
dalam Screener untuk memisahkan bahan baku yang tidak sesuai ukuran untuk
kemudian diproses kembali dalam Hammer Mill. Sedangkan batubara yang telah
sesuai ukurannya dialirkan menuju Screw Conveyor Dryer untuk dikeringkan
dengan memanfaatkan arus syngas hasil gasifikasi. Batubara kemudian masuk ke
Lock Hopper untuk diubah menjadi pulverized coal dari tekanan atmosfer (1 bar)
menjadi 30 bar, sesuai dengan kondisi operasi di Gasifier.
2. Gasifikasi Batubara
Setelah tahap persiapan, serbuk batubara diumpankan ke dalam Gasifier.
Gasifier yang digunakan berjenis fluidized bed gasifier dengan tipikal proses U-
Gas yang bekerja pada kondisi temperatur 900˚C dan tekanan 30 bar. Gasifier tipe
ini memiliki sistem fluidisasi yang membuat heat transfer dan mass transfer antara
gas dan partikel batubara solid lebih sempurna. Penggunaan temperatur yang tidak
terlalu tinggi juga membuatnya lebih mudah dikontrol dan dikendalikan. Oksidan
yang digunakan berupa O2 dengan tekanan 30 bar. Reaksi yang terjadi pada
gasifier adalah :
1.)Zona Devolatilisasi
Batubara → C + H2 + O2 + S + N2 + H2O + Ash
2.) Zona Pembakaran
C + O2 → CO2
2C + O2 → 2CO
2H2 + O2 → 2H2O
3.) Zona Gasifikasi
Reaksi Boudourd
C + CO2 → 2CO
Steam Gasification
C + H2O → CO + H2
Water Gas Shift
CO + H2O → CO2 + H2
4) Reaksi Samping
Sulphur Combustion
S + O2 → SO2
H2S Formation
SO2 + 3H2 → H2S + 2H2O
COS Formation
CO + S → COS
NO2 Formation
N2 + 2O2 → 2NO2
COS Hidrolisis
COS + H2O → H2S + C
Batubara yang terbawa dalam syngas dipisahkan menggunakan Cyclone dan
dikembalikan ke dalam Gasifier. Karbon (char) yang tidak bereaksi pada zona
gasifikasi semua ash turun sebagai slag di bagian bottom sedangkan syngas yang
keluar dari Gasifier akan dialirkan ke dalam Screw Conveyor Dryer untuk
menurunkan suhu syngas dari 1000˚C menjadi 350˚C sekaligus mengeringkan feed
batubara sebelum masuk Gasifier. Syngas kemudian menuju COS Hydrolyzer untuk
mengkonversi COS menjadi H2S, dan Syngas akan menuju Desulphurizer tank.
Syngas yang telah tidak ada kandungan COS, kemudian dialirkan ke dalam
Desulfurizer Tank untuk menyerap kandungan impurities berupa H2S pada syngas.
Hal ini dilakukan karena H2S sangat korosif dan dapat merusak katalis pada reaktor.
Adsorban yang digunakan adalah adsorban ZnO dengan reaksi sebagai berikut:
H2S + ZnO → H2O + ZnS
Syngas yang telah bersih dari pengotor H2S kemudian diumpankan menuju water gas
shift unit.
3. Water Gas Shift Unit
Reaksi shift dilaksanakan dalam 2 tahap yaitu pada suhu tinggi dan suhu
rendah. Reaksi tersebut merupakan reaksi eksotermis reversible. Reaksi shift ini
membutuhkan temperatur tinggi agar laju reaksi tinggi dan cepat untuk mencapai
kesetimbangan tetapi membutuhkan temperatur rendah agar menghasilkan konversi
yang maksimal. Oleh karena itu reaksi shift terbagi menjadi dua bagian yaitu pada
suhu tinggi dan suhu rendah. High Temperature Shift Reactor berfungsi untuk
mengubah CO menjadi CO2 dengan bantuan katalis Fe2O3 pada suhu 560,8 oC.
Keluaran HTS Reactor kemudian didinginkan dengan menggunakan heat
exchanger sebelum memasuki Low Temperature Shift Reactor. LTS Reactor
berfungsi untuk mengubah CO menjadi CO2 yang belum terkonversi di HTS
Reactor dengan bantuan katalis tembaga Chromium alumina. Aliran keluar LTS
Reactor ini akan menuju CO2 Removal Unit, untuk proses penghilangan CO2
4. CO2 Removal Unit
Syngas akan dihilangkan kandungan CO2 dengan cara absorbsi menggunakan
solvent MDEA pada CO2 Absorber. Sebelum memasuki absorber syngas ditekan
sampai tekanan 56 bar pada Syngas Compressor, dan kemudian didinginkan
sampai suhu 32oC pada Syngas Cooler, dan akan terbentuk campuran vapor-liquid
yang akan dipisahkan menggunakan High Pressure Separator. Vapor dari separator
akan menuju ke Absorber, sedangkan bagian liquidnya akan berupa waste water,
yang akan di treatment lebih lanjut. Poduk atas pada CO2 Absorber ini akan
menuju H2 Purification Unit. Produk bawah yang banyak kandungan CO2nya akan
menuju CO2 Stripper untuk dipisahkan dengan solvent MDEA, solvent yang telah
dipisahkan dengan CO2 akan direcycle kembali ke absorber, dengan tambahan
make up MDEA untuk mengganti MDEA yang hilang. Produk atas CO2 Stripper
yang mempunyai kandungan CO2 tinggi akan menuju Urea Unit untuk digunakan
sebagai bahan baku Urea.
5. H2 Purification Unit
Produk atas dari CO2 Absorber akan menuju Pressure Swing Adsorption
untuk dimurnikan kandungan hidrogennya sehingga nantinya akan didapatkan
hydrogen dengan kemurnian 99.99%. Pressure Swing Adsorption ini menggunakan
adsorben Zeolite 5A dari UOP.
6. Ammonia Synthesis Unit
Sintesa Ammonia dilakukan terlebih dahulu dengan mencampur gas keluaran
dari PSA yang mengandung H2 dengan gas N2 dari unit pemisahan udara dengan
perbandingan 3:1 pada Ammonia Reactor. Sebelum masuk ke area sintesa
Ammonia, N2 dan H2 melalui kompresor multistage agar tekanan nya mencapai
186,3 bar. Tujuan dari menaikkan tekanan ini yaitu agar konversi pembentukan
Ammonia dapat maksimal. Selanjutnya masuk ke heat exchanger untuk dipanaskan
hingga mencapai 300oC. Setelah itu masuk ke reaktor Ammonia dengan reaksi :
N2 + 3H2 → 2NH3
Purifikasi
Proses yang terjadi adalah penguraian ammonium carbamate dan excess
amoniak yang terkandung dalam larutan urea. Peralatan yang digunakan dalam
unit ini adalah HP dekomposer, LP dekomposer, dan Flash separator. Pada unit
purifikasi larutan urea dimurnikan dalam HP dekomposer dan LP dekomposer.
Amonium carbamate diuraikan dalam dekomposer menjadi CO2 dan NH3
melalui penurunan rekanan dan pemanasan. HP dekomposer bekerja pda suhu
160oC dan tekanan 17,5 kg/cm2 sedangkan LP dekomposer bekerja pada suhu
128oC dan tekanan 2,5 kg/cm2. Berikut reaksi yang terjadi pada unit purifikasi :
NH2COONH4 2NH3 + CO2
Larutan urea dimurnikan hingga 70% berat. NH3 dan CO2 yang tersisa dikirim
ke bagian recovery.
Recovery
Pada unit recovery peralatan yang digunakan adalah HP absorber, LP absorber,
dan washing column. Gas amoniak dan karbondioksida yang tersisa dari unit
purifikasi diambil kembali dengan menggunakan HP dan LP absorber yang
kemudian dikembalikan ke unit sintesa. Dalam proses absorbsi terbentuk panas
yang direcover oleh larutan urea dan dimanfaatkan sebagai sumber panas oleh
unit konsentrasi.
Pemurnian
Proses yang terjadi pemekatan larutan urea dari 70% menjadi 99,7% dengan
penguapan dan tekanan secara vacuum. Peralatan yang digunakan pada unit ini
adalah urea solution tank, vacuum concentrator, final separator. Larutan urea
yang sudah dipisahkan pada unit purifikasi selanjutnya dipompa ke dalam
vacuum concentrator B dan divakumkan hingga mencapai 125 – 185 mmHg.
Pemvakuman dimaskudkan untuk menurunkan titik didih air sehingga
pemisahan air dan larutan menjadi lebih mudah. Setelah itu, larutan dialirkan ke
vacuum concentrator A untuk diuapkan airnya sehingga air dapat terpisah
dengan larutan urea. Pada bagian final separator, urea dipekatkan dan
dipanasakan dengan steam bertekanan 4 kg/cm2 dan temperatur 38,5 – 140oC.
Prilling
Pada unit prilling alat yang dibutuhkan adalah prilling tower, induced fan,
blower fluidizing cooler, fluidizing cooler, air heater for FD302, dan heat tank.
Larutan urea yang telah mencapai konsentrasi 99,7% dialirkan menuju prilling
tower. Pada prilling tower, urea dispray, didinginkan, dan dipadatkan agar
menjadi urea prill. Prilling tower memiliki tinggi sekitar 80 meter dengan
diameter 13,1 meter. Heat tank pada prilling tower berfungsi untuk
mengatomisasi larutan urea sebelum didinginkan. Proses ini bekerja pada suhu
139 – 140oC. Butiran urea yang dispray membentuk tetesan dan jatuh secara
perlahan dari prilling tower. Partikel yang memiliki ukuran sesuai spesifikasi
akan melayang ke bawah tower dan didinginkan. Pendinginan dilakukan dengan
menggunakan blower dengan cara menyemportkan udara pendingin dari bawah.
Partikel larutan yang telah didinginkan akan membentuk prill yang kemudian
ditampung di bagian bawah tower. Butiran urea disaring menggunakan bar
screen. Jika butiran urea memiliki diameter lebih besar dari 1,7 mm maka akan
dilarutkan dengan larutan pencuci dari dust chamber. Produk yang telah selesai
diproses, selanjutnya dialirkan dengan belt conveyor untuk ditambahkan
pewarna dan anti caking. Setalah itu, produk yang sudah jadi dialirkan ke unit
pengantongan.
Pengolahan Kondensat
Unit pengolahan proses kondensat berfungsi untuk mengolah NH3, urea, dan
CO2 yang ikut dalam uap air hasil proses pemekatan. Peralatan yang digunakan
dalam unit ini adalah process condensate stripper, urea hydrolyzer, process
condensate tank, surface condenser, dan final absorber. NH3, urea, dan CO2
yang ikut dalam uap air dipisahkan dengan cara stripping dan hidrolisis. Hasil
proses kondensat yang sudah bersih dikirimkan ke fasilitas pengolahan air
sebagai boiler feed water sedangkan gas CO2 dan NH3 yang telah terlepas
dikirim ke unit purifikasi untuk di-recovery.
BAB III
PENUTUP
Proses pirolisis dan gasifikasi batubara dapat digunakan sebagai bahan baku untuk
industri kimia. Produk pirolisis batubara yang berpotensi besar sebagai bahan baku
industry kimia adalah char dan tar. Char adalah produk hasil pirolisis batubara yang
berbentuk padat sedangkan tar adalah produk hasil pirolisis batubara yang berbentuk cair.
Tar dapat digunakan sebagai bahan baku industri kimia seperti karet sintesis, polimer,
obat-obatan, pelarut, grafit dan coating. Proses gasifikasi batubara secara umum
menghasilkan gas mampu bakar seperti CO, CH4, H2, dan produk gas lainnya seperti CO2.
Secara umum dapat dikatakan bahwa, proses konversi termokimia gasifikasi berbeda
dengan pirolisis dan pembakaran. Ketiganya dibedakan berdasarkan kebutuhan udara
yang diperlukan selama proses.
DAFTAR PUSTAKA
Asokawati, A.F.2016. Prarancangan Pabrik Metanol Dari Batubara Dengan Proses Gasifikasi
Kapasitas Produksi 100.000 Ton/Tahun. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Surakarta.
Mc Ketta, J.J. and Cunningham, W.A. 1983. Encyclopedia of Chemical Processing and
Design. New York: Marcel Dekker Inc.
Mc. Ketta, J.J. 1988. Encyclopedia of Chemical Processing and Design. New York: Marcell
Dekker Inc.
Pratiwi, Anastasia., Galih, Dwi., Kuswandi, Gede, W. 2016. “Desain Pabrik Olefin Berbahan
Baku Low Rank Coal di Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan”. Jurnal Teknik ITS. Vol.
5 no. 2. Surabaya.
Smith, J.M. 2010. Chemical Engineering Kinetic. Mc Graw Hill Book Co. New York.
Smith J.M. and Van Ness, H.J. 1975. Introduction to Chemical Engineering
Thermodynamics. 3rd ed. Mc Graw Hill Book Co. New York.