Anda di halaman 1dari 19

1

PUTUSAN
Nomor 89/PUU-XI/2013

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

[1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir,
menjatuhkan putusan dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yang diajukan oleh:

[1.2] Nama : Firman Ramang Putra


Pekerjaan : Wiraswasta (Usaha Bengkel Motor)
Kewarganegaraan : Warga Negara Indonesia
Alamat : Jalan Kampung Mangga Nomor 9, RT. 010/001,
Kelurahan Tugu Selatan, Kecamatan Koja, Jakarta
Utara
Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 047/SK-MYH&R/X/2013,
tanggal 3 Oktober 2013, memberi kuasa kepada Mohammad Yusuf Hasibuan,
S.H., Advokat pada Kantor Advokat Mohammad Yusuf Hasibuan & Rekan,
beralamat di Komplek DDN, Curug, Nomor 142, Kav. 4, Pondok Kelapa, Jakarta
Timur – 13450. Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa;

Selanjutnya disebut sebagai -------------------------------------------------------- Pemohon;

[1.3] Membaca permohonan Pemohon;


Mendengar keterangan Pemohon;
Memeriksa bukti-bukti Pemohon;

2. DUDUK PERKARA

[2.1] Menimbang bahwa Pemohon telah mengajukan permohonan dengan


surat permohonan bertanggal 11 Oktober 2013, yang diterima di Kepaniteraan
2

Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Kepaniteraan Mahkamah) pada tanggal


11 Oktober 2013 berdasarkan Akta Penerimaan Berkas Permohonan Nomor
516/PAN.MK/2013 dan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi dengan
Nomor 89/PUU-XI/2013 pada tanggal 29 Oktober 2013, yang telah diperbaiki dan
diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 22 November 2013,
menguraikan hal-hal sebagai berikut:

I. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

1. Bahwa merujuk pada ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 juncto
Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2011 selanjutnya diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Mahkamah Konstitusi
(”UU MK”), bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah
melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar
1945 (“UUD 1945”), Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menentukan:
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang
terhadap Undang-Undang Dasar...”.
2. Bahwa Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2011 selanjutnya diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Mahkamah Konstitusi,
menentukan:
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
a. menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
c. memutus pembubaran partai politik; dan
d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”.
3. Bahwa berdasarkan kewenangan Mahkamah Konstitusi di atas, maka
Pemohon mengajukan permohonan agar Mahkamah Konstitusi
3

melakukan pengujian terhadap Pasal 111 ayat (2), Pasal 112 ayat (1),
dan Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika.
4. Bahwa oleh karena objek permohonan Pemohon Pasal 111 ayat (2),
Pasal 112 ayat (2), dan Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika, maka berdasarkan hal-hal tersebut di atas
Mahkamah berwenang untuk memeriksa dan memutus permohonan
pengujian Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

II. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PARA PEMOHON DAN


KERUGIAN KONSTITUSIONAL PEMOHON

1. Bahwa Pasal 51 ayat (1) UU MK menyatakan:


“Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan
konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:
a. perorangan warga negara Indonesia;
b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;
c. badan hukum publik atau privat; atau
d. lembaga negara.
Selanjutnya penjelasan Pasal 51 ayat (1) menyatakan: yang dimaksud
dengan “hak konstitusional” adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Bahwa Pemohon merupakan warga negara Indonesia yang mempunyai
kedudukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan dan
menjunjung hukum dan pemerintahan sesuai dengan Pasal 27 ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menentukan: “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
3. Bahwa Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, menentukan: “Setiap orang berhak bebas dari
perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak
mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminatif”.
4

4. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 jelaslah
Pemohon dijamin hak konstitusional serta mendapatkan hak yang seadil-
adilnya di hadapan hukum dan terbebas dari segala bentuk diskriminatif
sebagai warga negara Indonesia.
5. Bahwa Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia
sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat (1) huruf a UU MK yang hak
dan/atau kewenangan konstitusionalnya telah dirugikan oleh berlakunya
Pasal 111 ayat (2), Pasal 112 ayat (1), dan Pasal 114 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, di antaranya
menyatakan sebagai berikut:
a. Pasal 111 ayat (2), menyatakan: ”dalam hal perbuatan menanam,
memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan
Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5
(lima) batang pohon, pelaku dipidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan dipidana denda maksimum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga)”;
b. Pasal 112 ayat (1), menyatakan: ”Setiap orang yang tanpa hak atau
melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan
narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus
juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan milyar
rupiah)”;
c. Pasal 114 ayat (2), menyatakan: “Dalam hal perbuatan menawarkan
untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi prantara dalam jual
beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman
beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang
pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram,
pelaku dipidana mati, pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
5

tahun dan dipidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga)”;
6. Bahwa Pemohon merupakan warga negara Indonesia yang memiliki hak
dan/atau kewenangan konstitusional yang dijamin konstitusi untuk
mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum
yang adil. Dalam naungan negara hukum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menentukan: “Setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum”.
7. Bahwa merujuk kepada Putusan Mahkamah Nomor 006/PUU-III/2005
tanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Mahkamah Nomor 11/PUU-V/2007
tanggal 20 September 2007 dan putusan-putusan selanjutnya,
berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi
5 (lima) syarat, yaitu:
a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang
diberikan oleh UUD 1945;
b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon
dianggap dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang
dimohonkan pengujian;
c. kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan
actual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang
wajar dapat dipastikan akan terjadi;
d. adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian
dimaksud dan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan
pengujian;
e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan,
maka kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau
tidak lagi terjadi.
8. Bahwa Pemohon adalah seorang warga negara Republik Indonesia yang
menjalankan usaha bengkel modifikasi dan perbaikan sepeda motor,
namun mempunyai kebiasaan buruk mengkonsumsi narkotika jenis sabu,
akan tetapi karena himpitan ekonomi dan pengaruh buruk dari narkotika
dimaksud, maka Pemohon menerima ajakan temannya yang bernama
6

Muhammad Yanamar Azzam untuk menjaga 15 (lima belas) karung yang


berisikan 215 (dua ratus lima belas) bungkus ganja dengan berat brutto
214.600 gram (ditimbang dengan lakban pembungkus).
9. Bahwa Pemohon pada prinsipnya menyadari perbuatan yang
dilakukannya adalah suatu perbuatan yang melanggar ketentuan hukum,
akan tetapi ancaman hukuman Pasal 111 ayat (2), Pasal 112 ayat (1),
dan Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika sangatlah menciderai rasa keadilan Pemohon, yang mana
seolah-olah Pemohon sebagai pemilik Narkotika dimaksud yang dapat
dihukum dengan sangat berat, padahal peranan Pemohon adalah sangat
rendah jika diibaratkan sebagai seorang satpam pada sebuah
Perusahaan, jadi sangatlah berbeda antara satpam dengan seorang Bos
Besar? Begitu pula pertanggungjawaban dalam hukum sesuai dengan
ajaran/teori berat ringannya ancaman pidana mencerminkan pula berat
ringannya sifat melawan hukum suatu tindak pidana.
10. Bahwa berlakunya ketentuan Pasal 111 ayat (2), Pasal 112 ayat (1), dan
Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, pada dasarnya berakibat bagi Pemohon untuk menanggung
dosa-dosa orang lain si pemilik narkotika dimaksud karena mereka tidak
dapat tertangkap oleh pihak Kepolisian hingga saat ini, serta
mengakibatkan Pemohon kehilangan keadilan dan kepastian hukum bagi
dirinya.
11. Bahwa berdasarkan uraian di atas, para Pemohon (perseorangan warga
negara Indonesia) memiliki kedudukan hukum (legal standing) dan
memenuhi syarat untuk bertindak sebagai Pemohon dalam permohonan
Pengujian Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,
khususnya:
a. Pasal 111 ayat (2), menyatakan: ”dalam hal perbuatan menanam,
memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan
Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5
(lima) batang pohon, pelaku dipidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua
7

puluh) tahun dan dipidana denda maksimum sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga)”;
b. Pasal 112 ayat (1), menyatakan: ”Setiap orang yang tanpa hak atau
melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan
narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus
juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan milyar
rupiah)”;
c. Pasal 114 ayat (2), menyatakan: “Dalam hal perbuatan menawarkan
untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi prantara dalam jual
beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman
beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang
pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram,
pelaku dipidana mati, pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan dipidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga)”;

BERTENTANGAN DENGAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945:

1. Pasal 27 ayat (1), menentukan: “Segala warga negara bersamaan


kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
2. Pasal 28D ayat (1), menentukan: “Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan
yang sama di hadapan hukum”.
3. Pasal 28I ayat (2), menentukan: “Setiap orang berhak bebas dari
perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak
mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminatif”.

III. ALASAN-ALASAN PERMOHONAN PEMOHON

1. Bahwa Pemohon adalah seorang warga negara Republik Indonesia yang


menjalankan usaha bengkel modifikasi dan perbaikan sepeda motor,
8

namun mempunyai kebiasaan buruk mengkonsumsi narkotika jenis Sabu,


akan tetapi karena himpitan ekonomi dan pengaruh buruk dari narkotika
dimaksud, maka Pemohon menerima ajakan temannya yang bernama
Muhammad Yanamar Azzam untuk menjaga 15 (lima belas) karung yang
berisikan 215 (dua ratus lima belas) bungkus ganja dengan berat brutto
214.600 gram (ditimbang dengan lakban pembungkus).
2. Bahwa Pemohon pada dasarnya menyadari perbuatan yang
dilakukannya adalah suatu perbuatan yang melanggar ketentuan hukum,
akan tetapi sangatlah menciderai rasa keadilan Pemohon, yang mana
seolah-olah Pemohon sebagai pemilik narkotika dimaksud dan harus
menanggung dosa-dosa si pemilik narkotika dimaksud karena mereka
tidak dapat tertangkap oleh pihak Kepolisian hingga saat ini.
3. Bahwa berdasarkan teori dalam hukum pidana yang diajukan oleh Von
Buri yang dinamakan Teori Conditio sine qua non (syarat-syarat tanpa
mana tidak). Menurut beliau, musabab adalah setiap syarat yang tidak
dapat dihilangkan untuk timbulnya akibat. Teori ini juga dinamakan teori
ekuivalensi, yaitu karena menurut pendiriannya, setiap syarat adalah
sama nilainya (equivalent). Juga dinamakan Bedingungstheorie, karena
baginya tidak ada perbedaan antara syarat dan musabab. Orang yang
mengisi pelita dengan minyak, orang yang membuat korek api, orang
yang menanam kapas untuk dibikin sumbu pelita itu misalnya, semua
adalah sama nilainya dengan yang menyalakan pelita, sebab sama-sama
merupakan syarat atau musabab untuk nyalanya pelita tadi. Orang yang
menjual pisau, yang mengasahnya, adalah sama saja dalam
menyebabkan matinya si A, seperti halnya si B, yang menusuk si A tadi
dengan pisau itu.
4. Bahwa pendapat Prof. Moeljatno, S.H. menegaskan tidak menyetujui
jalan pikiran tersebut, karena dengan menyamaratakan nilai setiap
musabab dan syarat, meskipun hal itu secara logis adalah benar, tetapi
itu bertentangan dengan pandangan umum dalam pergaulan masyarakat,
yang justru membedakan antara syarat dan musabab. Tidak dapat
diterima bahwa orang yang membikin korek api tadi dikatakan
menyebabkan nyalahnya pelita, sama saja halnya dengan orang yang
menyalakan pelita dengan korek api (dalam buku dengan judul Asas-
9

Asas Hukum Pidana, karya Prof. Moeljatna, S.H., Penerbit PT. Rineka
Cipta, Hal.100).
5. Bahwa peredaran gelap narkotika adalah sebuah kejahatan yang
terstruktur, tersistematis, dan terorganisir, oleh karena itu sudah pasti ada
pucuk pimpinan dalam organisasi peredaran gelap narkotika tersebut, jika
boleh diibaratkan seperti sebuah perusahaan perseroan yang dipimpin
oleh seorang direktur utama dan mempunyai banyak karyawan di
bawahnya dengan berbagai jenjang serta terbagi dalam berbagai
tingkatan, dari situlah penentuan gaji atau penghasilan diperhitungkan
dalam suatu perusahaan sesuai dengan penilaian kinerja seorang
karyawan dimaksud. Namun yang sangat disayangkan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tidak sama sekali mampu
membedakan peranan dan ancaman hukuman yang sangat adil dalam
sebuah peredaran gelap narkotika yang merupakan suatu kejahatan yang
terstruktur, tersistematis dan terorganisir tersebut. Sehingga berakibat
pada menumpuknya pecandu narkotika dan/atau penyalah guna
narkotika di rumah tahanan negara di seluruh Indonesia, hal mana tentu
saja memberikan luka yang sangat mendalam bagi para pencari keadilan
korban penyalahgunaan narkotika yang seharusnya masih mempunyai
masa depan dan kesempatan yang sama guna berjuang bahu membahu
bersama segenap saudara sebangsa dan setanah air untuk menegaskan
pada dunia internasional bahwasanya Rakyat Indonesia adalah rakyat
yang tangguh dan bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar serta
disegani dunia.
6. Bahwa sedikit menyimpulkan dari teori dan pendapat hukum serta
pemaparan dimaksud maka materi muatan hukuman Pasal 111 ayat (2),
Pasal 112 ayat (1), dan Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika seolah-olah menyamaratakan peranan
seseorang dengan pertanggungjawaban hukumnya tanpa ada
pemisahan peranan masing-masing orang pada saat tertangkap sesuai
dengan sifat melawan hukumnya sebagaimana dimaksud teori berat
ringannya ancaman pidana mencerminkan pula berat ringannya sifat
melawan hukum suatu tindak pidana.
7. Bahwa secara yuridis Undang-Undang Dasar 1945 memberikan jaminan
10

semua warga negara bersamaan kedudukannya “equality before the law”


di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum
dan pemerintahan, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 27 ayat (1)
Undang-Undang Dasar 1945, berbunyi; “segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
8. Bahwa mengutip pendapat Jimly Asshiddiqie, yang menyebutkan, adanya
perlindungan konstitusional terhadap hak asasi manusia dengan jaminan
hukum bagi tuntutan penegakannya melalui proses yang adil.
Perlindungan terhadap hak asasi manusia tersebut di masyarakat secara
luas dalam rangka mempromosikan penghormatan dan perlindungan
terhadap hak asasi manusia sebagai ciri yang penting dari suatu negara
hukum yang demokratis.
9. Bahwa berdasarkan teori-teori hukum di atas lahirnya Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika khususnya Pasal 111 ayat (2),
Pasal 112 ayat (1), dan Pasal 114 ayat (2) tidak memenuhi rasa keadilan
masyarakat, oleh karenanya bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan patut untuk
dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

IV. PETITUM (TUNTUTAN)

Bahwa dari seluruh dalil-dalil yang diuraikan di atas dan bukti-bukti terlampir,
dengan ini para Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Mahkamah
Konstitusi untuk kiranya berkenan memberikan putusan sebagai berikut:
1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan bahwa materi muatan Pasal 111 ayat (2), Pasal 112 ayat (1),
dan Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
3. Menyatakan bahwa materi muatan Pasal 111 ayat (2), Pasal 112 ayat (1),
dan Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik
Indonesia sebagaimana mestinya.
11

Atau
Apabila majelis hakim berpendapat lain, mohon diberikan putusan yang seadil-
adilnya (ex aquo et bono).
Dalam bagian penutup ini perkenankanlah kami Pemohon mengutip terjemahan
ayat Al Quran sebagai berikut:
“Dan jika kamu putuskan perkara, maka putuskan (perkara itu) diantara mereka
dengan adil, sesungguhnya Allah SWT menyukai orang-orang yang adil” (Surat Al
Maidah:42)
Janganlah kamu bersikap tidak adail pada seorang manusia, karena dia adalah
Hamba Allah SWT, dan janganlah kamu menegakan hukum secara zhalim dan
dusta, karena sesungguhnya hukum itu adalah milik Allah SWT dan manusia
hanyalah mahluk hidup yang lemah, bodoh dan tiada berdaya tanpa seijin Allah
SWT.
Demikianlah permohonan ini kami sampaikan dan mohon kiranya Majelis Hakim
yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan mengabulkannya.

[2.2] Menimbang bahwa untuk membuktikan dalil-dalilnya, Pemohon


mengajukan alat bukti surat/tulisan yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan
bukti P-7 sebagai berikut:

1. Bukti P-1 : Fotokopi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945;
2. Bukti P-2 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika;
3. Bukti P-3 : Fotokopi Surat Perintah Penangkapan Nomor SP-Kap/IV/
/V/2013/Sat Resnarkoba, tanggal 23 Mei 2013;
4. Bukti P-4 : Fotokopi Surat Nomor B/36/V/2013/Sat Resnarkoba perihal
Pemberitahuan Penangkapan dan Penahanan an. Tsk. Firman
Ramang Putra Bin Mudatsir, tanggal 28 Mei 2013;
5. Bukti P-5 : Fotokopi Berita Acara Pemeriksaan Tersangka Firman Raman
Putra Bin Mudatsir, tanggal 24 Mei 2013;
6. Bukti P-6 : Fotokopi Berita Acara Pemeriksaan Lanjutan Tersangka Firman
Raman Putra Bin Mudatsir, tanggal 11 Juni 2013;
7. Bukti P-7 : Fotokopi Surat Dakwaan Nomor Registrasi Perkara PDM-
430/JKTUT/07/2013, tanggal 9 Juli 2013;
12

[2.3] Menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ini,


segala sesuatu yang terjadi di persidangan cukup ditunjuk dalam berita acara
persidangan, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
putusan ini;

3. PERTIMBANGAN HUKUM

[3.1] Menimbang bahwa pokok permohonan Pemohon adalah pengujian


konstitusionalitas Pasal 111 ayat (2), Pasal 112 ayat (1), dan Pasal 114 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5062, selanjutnya disebut UU Narkotika) terhadap
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya
disebut UUD 1945);

[3.2] Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan pokok permohonan,


Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Mahkamah) terlebih dahulu akan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. kewenangan Mahkamah untuk mengadili permohonan a quo;
b. kedudukan hukum (legal standing) Pemohon untuk mengajukan permohonan
a quo;

Terhadap kedua hal tersebut, Mahkamah berpendapat sebagai berikut:

Kewenangan Mahkamah
[3.3] Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD
1945, Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5493, selanjutnya disingkat UU MK), Pasal 29 ayat (1) huruf a
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076), salah satu kewenangan
13

konstitusional Mahkamah adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang
Dasar 1945;

[3.4] Menimbang bahwa permohonan Pemohon adalah pengujian


konstitusionalitas norma Pasal 111 ayat (2), Pasal 112 ayat (1), dan Pasal 114
ayat (2) UU Narkotika terhadap UUD 1945, yang menjadi salah satu kewenangan
Mahkamah, sehingga Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan a quo;

Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon


[3.5] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK beserta
Penjelasannya, yang dapat mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang
terhadap UUD 1945 adalah mereka yang menganggap hak dan/atau kewenangan
konstitusionalnya yang diberikan oleh UUD 1945 dirugikan oleh berlakunya suatu
Undang-Undang, yaitu:
a. perorangan warga negara Indonesia (termasuk kelompok orang yang
mempunyai kepentingan sama);
b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang diatur dalam Undang-Undang;
c. badan hukum publik atau privat; atau
d. lembaga negara;

Dengan demikian, Pemohon dalam pengujian Undang-Undang terhadap UUD


1945 harus menjelaskan dan membuktikan terlebih dahulu:
a. kedudukannya sebagai Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat
(1) UU MK;
b. adanya kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang diberikan oleh
UUD 1945 yang diakibatkan oleh berlakunya Undang-Undang yang
dimohonkan pengujian;

[3.6] Menimbang bahwa Mahkamah sejak Putusan Mahkamah Konstitusi


Nomor 006/PUU-III/2005, bertanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 11/PUU-V/2007, bertanggal 20 September 2007, serta putusan-
putusan selanjutnya, berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan
14

konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK harus


memenuhi lima syarat, yaitu:
a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh
UUD 1945;
b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap
dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
c kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau
setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan
akan terjadi;
d. adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud
dan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka
kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi;

[3.7] Menimbang bahwa dalam permohonannya Pemohon mendalilkan:


1. Pemohon adalah seorang warga negara Republik Indonesia yang menjalankan
usaha bengkel modifikasi dan perbaikan sepeda motor namun mempunyai
kebiasaan buruk mengkonsumsi narkotika jenis sabu. Oleh karena himpitan
ekonomi dan pengaruh buruk dari Narkotika dimaksud maka Pemohon
menerima ajakan temannya yang bernama Muhammad Yanamar Azzam untuk
menjaga 15 (lima belas) karung yang berisikan 215 (dua ratus lima belas)
bungkus ganja dengan berat brutto 214.600 gram (ditimbang dengan lakban
pembungkus).
2. Pemohon pada prinsipnya menyadari perbuatan yang dilakukannya adalah
perbuatan yang melanggar ketentuan hukum, akan tetapi ancaman hukuman
Pasal 111 ayat (2), Pasal 112 ayat (1), dan Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sangatlah menciderai rasa keadilan
Pemohon karena seolah-olah Pemohon sebagai pemilik narkotika tersebut,
yang dapat dihukum dengan sangat berat, padahal peranan Pemohon adalah
sangat kecil/sedikit.
3. Ketentuan Pasal 111 ayat (2), Pasal 112 ayat (1), dan Pasal 114 ayat (2) UU
Narkotika merugikan hak konstitusional Pemohon karena menanggung dosa-
dosa orang lain, dalam hal ini pemilik narkotika yang sampai saat ini tidak
dapat tertangkap oleh Pihak Kepolisian. Selain itu, pasal-pasal a quo juga
15

mengakibatkan Pemohon kehilangan keadilan dan kepastian hukum atas diri


Pemohon.

[3.8] Menimbang bahwa dari dalil Pemohon kemudian dihubungkan dengan


Pasal 111 ayat (2), Pasal 112 ayat (1), dan Pasal 114 ayat (2) UU Narkotika Pasal
40 ayat (1) dan ayat (2) UU Narkotika, menurut Mahkamah, terdapat kerugian
konstitusional yang bersifat spesifik (khusus) dan aktual yang dialami oleh
Pemohon. Selain itu, secara faktual terdapat hubungan sebab-akibat (causal
verband) antara kerugian dimaksud dan berlakunya Undang-Undang yang
dimohonkan pengujian yang apabila dikabulkan maka kerugian konstitusional
seperti yang didalilkan Pemohon tidak akan atau tidak lagi terjadi;

[3.9] Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, menurut


Mahkamah, Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk
mengajukan permohonan a quo;

[3.10] Menimbang bahwa oleh karena Mahkamah berwenang mengadili


permohonan a quo dan Pemohon memiliki kedudukan hukum legal standing) untuk
mengajukan permohonan maka selanjutnya Mahkamah akan mempertimbangkan
pokok permohonan;

Pokok Pemohonan

Pendapat Mahkamah

[3.11] Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan lebih lanjut permohonan


Pemohon, Mahkamah perlu mengutip Pasal 54 UU MK yang menyatakan,
“Mahkamah Konstitusi dapat meminta keterangan dan/atau risalah rapat yang
berkenaan dengan permohonan yang sedang diperiksa kepada Majelis
Permusyawaratan Rakyat, DPR, Dewan Perwakilan Daerah, dan/atau Presiden”
dalam melakukan pengujian atas suatu Undang-Undang. Dengan perkataan lain,
Mahkamah dapat meminta atau tidak meminta keterangan dan/atau risalah rapat
yang berkenaan dengan permohonan yang sedang diperiksa kepada Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan/atau Presiden, tergantung pada urgensi dan relevansinya. Oleh karena
permasalahan hukum dan permohonan a quo telah jelas, Mahkamah memandang
tidak ada urgensi dan relevansinya untuk meminta keterangan dan/atau risalah
16

rapat dari Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan


Perwakilan Daerah, dan/atau Presiden, sehingga Mahkamah memutus
permohonan a quo tanpa terlebih dahulu mendengar keterangan Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan/atau Presiden;

[3.12] Menimbang bahwa pasal-pasal yang diajukan pengujian


konstitusionalitasnya adalah:

Pasal 111 ayat (2), ”Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki,
menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk
tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram
atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku dipidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan dipidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah
1/3 (sepertiga)”;

Pasal 112 ayat (1), ”Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki,
menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12
(dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan milyar
rupiah)”;
Pasal 114 ayat (2), “Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual,
membeli, menerima, menjadi prantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan,
atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima)
batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku
dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dipidana
denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga)”;

Terhadap Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945
yang menyatakan:

Pasal 27 ayat (1): “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam


hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya”.

Pasal 28D ayat (1): “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.
17

Pasal 28I ayat (2): “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat
diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap
perlakuan yang bersifat diskriminatif”.

[3.13] Menimbang bahwa menurut Mahkamah, ketentuan dalam ketiga pasal


UUD 1945 tersebut melarang perlakuan berbeda terhadap setiap orang di
hadapan hukum. Artinya, mengharuskan perlakuan yang sama kepada setiap
orang di hadapan hukum. UU Narkotika khususnya pasal yang dimohonkan
pengujian konstitusionalitasnya merupakan pasal yang berlaku untuk semua warga
negara yang hidup di Negara Republik Indonesia, sehingga setiap orang yang
tanpa hak atau melawan hukum menyimpan, menggunakan, ataupun menyalurkan
narkotika khususnya narkotika golongan I akan terkena sanksi pidana seperti yang
ditentukan dalam Pasal 111 ayat (2) dan Pasal 114 ayat (2) UU Narkotika. Oleh
karena itu, dengan mendasarkan pada Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1)
UUD 1945 maka setiap warga negara yang melanggar ketentuan UU Narkotika
harus diperlakukan sama di hadapan hukum dan ketentuan pasal-pasal a quo
berlaku untuk semua orang. Selain itu, ketentuan yang dimohonkan pengujian
konstitusionalitasnya oleh Pemohon sebagaimana tersebut di atas bukanlah
diskriminasi sebagaimana dimaksud pasal Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 dan
sebagaimana juga menjadi pertimbangan Mahkamah dalam Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 011-017/PUU-I/2003, tanggal 24 Februari 2004 yang
menegaskan bahwa diskriminasi adalah pembedaan perlakuan terhadap orang
berdasarkan agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan status sosial, status
ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik.

[3.14] Menimbang bahwa khusus permohonan pengujian konstitusionalitas


Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika, Mahkamah dalam Putusan Nomor 48/PUU-
IX/2011, tanggal 18 Oktober 2011 telah memutus bahwa Pasal 112 ayat (1)
tersebut tidak bertentangan dengan UUD 1945. Oleh karena itu, pertimbangan
Mahkamah dalam putusan Nomor 48/PUU-IX/2011, tanggal 18 Oktober 2011
mutatis mutandis berlaku juga untuk permohonan Pemohon a quo, sehingga
menurut Mahkamah permohonan Pemohon khusus berkait dengan Pasal 112 ayat
(1) UU Narkotika menjadi tidak beralasan hukum;
18

[3.15] Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, menurut


Mahkamah, permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum;

4. KONKLUSI
Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di
atas, Mahkamah berkesimpulan:
[4.1] Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo;

[4.2] Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan


permohonan a quo;
[4.3] Pokok permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum;

Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2003 tentang Mahkamah Konstitusi menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5493), serta Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076);

5. AMAR PUTUSAN
Mengadili,
Menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya.

Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh delapan


Hakim Konstitusi yaitu Hamdan Zoelva selaku Ketua merangkap Anggota, Arief
Hidayat, Maria Farida Indrati, Anwar Usman, Patrialis Akbar, Harjono, Muhammad
Alim, dan Ahmad Fadlil Sumadi, masing-masing sebagai Anggota, pada hari
Selasa, tanggal dua puluh enam, bulan November, tahun dua ribu tiga belas,
dan diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum
pada hari Rabu, tanggal dua belas, bulan Februari, tahun dua ribu empat
belas, selesai diucapkan pukul 15.27 WIB, oleh delapan Hakim Konstitusi yaitu
19

Hamdan Zoelva selaku Ketua merangkap Anggota, Arief Hidayat, Maria Farida
Indrati, Anwar Usman, Patrialis Akbar, Harjono, Muhammad Alim, dan Ahmad
Fadlil Sumadi, masing-masing sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Cholidin
Nasir sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh Pemohon/kuasanya,
Pemerintah atau yang mewakili, serta Dewan Perwakilan Rakyat atau yang
mewakili.

KETUA,

ttd.

Hamdan Zoelva

ANGGOTA-ANGGOTA,

ttd. ttd.

Arief Hidayat Maria Farida Indrati

ttd. ttd.

Anwar Usman Patrialis Akbar

ttd. ttd.

Harjono Muhammad Alim

ttd.

Ahmad Fadlil Sumadi

PANITERA PENGGANTI,

ttd.

Cholidin Nasir

Anda mungkin juga menyukai