Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH PARASITOLOGI

“HUBUNGAN PARASIT DENGAN AIR LIMBAH”

Dosen Pembimbing :
Fitri Rokhmalia, SST., M.KL

Disusun Oleh :
Adinda Mega Putri P27833319040
Kartika Diah R. P27833319051
Marita Elvina U. P27833319054
Nurmawati P27833319055
Syntiya Rachmadani P. P27833319059
Umrotul Malikah P27833319061

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
JURUSAN ALIH JENJANG D4 KESEHATAN LINGKUNGAN
TAHUN AJARAN 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat,
taufiq dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini. Penyusunan Makalah dengan judul “Hubungan Parasit dengan Air
Limbah” dilaksanakan guna memenuhi tugas Mata Kuliah Parasitologi Program
Studi Alih Jenjang D-IV Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan
Kemenkes Surabaya.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis sampaikan rasa terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu demi kelancaran Makalah ini, kepada:

1. Bapak Hadi Suryono, ST, MPPM selaku Ketua Program Studi D-IV Kesehatan
Lingkungan Kampus Magetan yang telah memberi kesempatan kepada penulis
untuk menyusun Makalah ini.
2. Ibu Narwati, S.Si, M.Si selaku Dosen Penanggungjawab Mata Kuliah
Parasitologi.
3. Ibu Fitri Rokhmalia, SST., M.KL selaku Dosen Mata Kuliah Parasitologi.
4. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyajiannnya masih jauh dari sempurna,


oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan Makalah ini.
Akhirnya penulis hanya bisa berharap semoga Makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Surabaya , 10 Oktober 2019

Penulis

2
DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Tujuan Makalah ..................................................................... 1
1. Tujuan Umum ................................................................... 1
2. Tujuan Khusus .................................................................. 1
C. Manfaat Penelitian .................................................................. 2
BAB II ISI MAKALAH .......................................................................... 3
A. Hubungan Antara Protozoa (Rhizopoda) dengan Air Limbah
................................................................................................ 3
1. Pengertian Protozoa ......................................................... 3
2. Morfologi dan Anatomi Protozoa..................................... 6
3. Klasifikasi Ilmiah ............................................................ 5
4. Kelas Rhizopoda .............................................................. 5
B. Hubungan Antara Helminthes Kelas Ascaris Lumbricoides,
Trichuris Triciura, dan Taenia sp dengan Air Limbah ....... 12
1. Pengertian Helminthes ................................................... 12
2. Anatomi dan Morfologi .................................................. 12
3. Kelas Ascaris Lumbricoides .......................................... 13
4. Kelas Trichuris Triciura ................................................ 23
5. Kelas Taenia sp ............................................................. 27
BAB III PENUTUP ................................................................................ 34
A. KESIMPULAN ................................................................... 34
B. SARAN ................................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Klasifikasi sistemik Protozoa ...................................................... 5


Gambar 2. Morfologi inti ordo Amoebida ..................................................... 6
Gambar 3. Entamoeba coli (A) trofozoit, (B) kista ....................................... 7
Gambar 4. Siklus hidup Entamoeba coli........................................................ 8
Gambar 5. Siklus hidup Entamoeba histolytica ........................................... 10
Gambar 6. Ascaris lumbricoides. (a) cacing dewasa (b) telur cacing .......... 14
Gambar 7. Bagan cacing Ascaris lumbricoides ........................................... 16
Gambar 8. Telur Ascaris lumbricoides ........................................................ 16
Gambar 9. Siklus hidup Ascaris lumbricoides ............................................. 17
Gambar 10. Trichuris trichiura dewasa (kiri); telur (kanan) ....................... 24
Gambar 11. Bagan cacing Trichuris trichiura ............................................. 25
Gambar 12. Siklus hidup dari Trichuris trichiura ....................................... 26
Gambar 13. Taenia solium ( skoleks dan cacing dewasa) ........................... 28
Gambar 14. Cacing Taenia solium ............................................................... 29
Gambar 15. Taenia saginata ........................................................................ 30
Gambar 16. Siklus Hidup Taenia sp ........................................................... 31

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Air merupakan sumber kehidupan semua makhluk hidup. Bila air
tercemar maka akan berdampak besar pada lingkungan dan kehidupan makhluk
hidup. Air memegang peranan penting dalam menjaga kestabilan ekosistem.
Namun, tidak jarang kepedulian akan lingkungan mereka abaikan sehingga
menyebabkan kerusakan ekosistem yang berdampak buruk bagi kehidupan
manusia. Pencemaran air terjadi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab yang
seenaknya membuang limbah atau membuang sampah ke sungai. Hasilnya, air
menjadi tercemar dan menimbulkan berbagai macam penyakit Jenis Penyakit
yang disebabkan oleh pencemaran air.
Menurut Permen LH No. 04 Tahun 2007, air limbah adalah limbah
dalam bentuk cair yang dihasilkan oleh usaha dan/atau kegiatan di bidang
minyak dan gas serta panas bumi yang dibuang ke lingkungan. Air limbah
secara garis besar dibagin menjadi tiga yaitu, air limbah industri dan air limbah
domestik. Air limbah domestik dibagi menjadi dua yaitu air limbah yang
berasal dari limbah rumah tangga dan air limbah yang berasal dari perkantoran
dan pertokoan. Air limbah domestik selain potensial menyebabkan pencemaran
badan air akibat kandungan polutan baik organik maupun anorganik juga
mengandung mikroorganisme patogen yang sangat berbahaya terhadap
kesehatan masyarakat (Said dan Marsidi, 2005). Mikroorganisme patogen
tersebut misalnya adalah Entamoeba histolytica dari kelas Rhozopoda yang
dapat menyebabkan penyakit disentri amuba.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan parasit dengan air limbah.

5
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menjelaskan hubungan Rhizopoda dengan air limbah
b. Untuk menjelaskan hubungan Ascaris lumbricoides , Trichuris
trichiura , Taenia sp dengan air limbah.

C. Manfaat
1. Untuk mengetahui hubungan Rhizopoda dengan air limbah
2. Untuk mengetahui hubungan Ascaris lumbricoides , Trichuris trichiura ,
Taenia saginata dan Taenia solium dengan air limbah

6
BAB III

ISI MAKALAH

A. Hubungan Antara Protozoa (Rhizopoda) dengan Air Limbah


1. Pengertian Protozoa
Protozoa usus merupakan jasad renik hewani yang terdiri dari satu
sel dan ditemukan di usus, hidup sendiri-sendiri atau berkelompok
membentuk koloni (Irianto, 2009). Protozoa usus berukuran mikroskopis,
meskipun hanya terdiri dari satu sel tetapi memiliki susunan, fisiologis dan
tingkah laku yang sangat kompleks. Protozoa dapat bergerak aktif pada
stadium trofozoit amoeba, flagelata, ciliata, dan tidak tampak bergerak pada
stadium kista dan sporozoa (Natadisastra dan Agoes, 2009). Menurut
(Prayitno, Widowati, dan Susila, 2001) Protozoa adalah parasit yang
tubuhnya terdiri atas satu sel yang sudah memiliki fungsi lengkap, seperti
alat reproduksi, alat pencernaan makanan, system pernapasan, organ
ekskresi dan organ untuk hidup lainnya.

2. Morfologi dan Anatomi Protozoa


Protozoa memiliki bentuk spesifik yang ditandai dengan fleksibilitas
ektoplasma yang ada dalam membran sel dn berwarna putih. Tidak memiliki
dinding sel dan Selulosa atau khitin. Otot rangka protozoa Tidak memiliki
kerangka luar maupun kerangka dalam. Untuk ekskresi protozoa memiliki
kantung yang disebut vakuola. Vakuola kontraktil digunakan sebagai
pompa untuk mengeluarkan kelebihan air dari sel juga untuk mengatur
tekanan osmosis. Protozoa mengambil makanan melalui air dan menyimpan
makanan di kantung yang disebut vakuola. Protozoa memakan ganggang
kecil dan bakteri.
Protozoa tidak mempunyai sistem saraf, bereaksi terhadap
perubahan cahaya dan suhu. Memiliki aliran air yang masuk melalui pori-
pori. Air tersebut berisi makanan dan kebutuhan oksigen. Mengambil

7
oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida melalui membrane sel. Protozoa
bereproduksi secara aseksual yang membentuk kista.
Protozoa sendiri memiliki ciri-ciri antara lain berukuran
mikroskopik 10-200mikron dan berbentuk spesifik serta bersel tunggal.
Protozoa bergerak dengan menggnakan kaki palsu (pseudopodia). Protozoa
bereproduksi secara aseksual (pembelahan biner), yang membentuk kista
dan seksual melalui konjugasi, autogami, dan silogami. Protozoa sendiri
memiliki sifat aerobik nonfotosintetik, tetapi beberapa protozoa dapat hidup
pada lingkungan anaerobik misalnya pada saluran pencernaan manusia atau
hewan ruminansia.
Protozoa hidup di air atau setidaknya di tempat yang basah. Mereka
umumnya hidup bebas danterdapat di lautan, lingkungan air tawar, atau
daratan. Beberapa spesies bersifat parasitik, hiduppada organisme inang.
Inang protozoa yang bersifat parasit dapat berupa organisme
sederhanaseperti algae, sampai vertebrata yang kompleks, termasuk
manusia. Beberapa spesies dapattumbuh di dalam tanah atau pada
permukaan tumbuh-tumbuhan.

8
3. Klasifikasi ilmiah

Gambar 1. Klasifikasi sistemik Protozoa

4. Kelas Rhizopoda
Kelas Rhizopoda adalah golongan protozoa yang pergerakannya
menggunakan kaki semu (pseudopodi) sebagai alat gerak. Spesies-spesies
anggota kelas Rhizopoda yang penting (baik yang patogen maupun yang
tidak patogen) adalah Entamoeba histolytica, Entamoeba coli, Entamoeba
gingivalis, Endolimax nana, Iodamoeba butschlii dan spesies Dientamoeba
fragilis.
Untuk membedakan genus-genus dari ordo Amoebida struktur inti
masing-masing genus harus diperhatikan. Genus Entamoeba mempunyai
selaput inti yang dibatasi butir kromatin, sedangkan anak inti atau kariosom
yang padat terletak di tengah atau di tepi inti. Endolimax mempunyai
kariosom yang bentuknya tidak teratur dan terletak di tepi inti. Iodamoeba
memiliki kariosom yang khas bentuknya dan besar ukurannya, dikelilingi
oleh butiran-butiran bulat. Genus Dientamoeba memiliki dua inti dengan
kariosom yang terdiri dari enam butir kromatin.

9
Gambar 2. Morfologi inti ordo Amoebida.

Kelas Rhizopoda yang pathogen diantaranya adalah Entamoeba


histolytica, Entamoeba dispar, Entamoeba coli, Entamoeba hartmani,
Entamoeba gingivalis, Endolimax nana, dan Iodamoeba butschilii,
a. Entamoeba coli

Hospes Entamoeba coli adalah manusia. Amoeba ini ditemukan


kosmopolitan. Amoeba ini tidak patogen tetapi sering ditemukan hidup
didalam kolon dan sekum manusia

1) Klasifikasi
Kingdom : Protista
Filum : Protozoa
Subfilum : Plasmodroma
Kelas : Rhizopoda
Ordo : Amoebida
Genus : Entamoeba
Spesies : Entamoeba coli

10
2) Morfologi

a) Trofozoit
 Trofozoit berukuran 15-30 mikron.
 Mempunyai satu inti dengan nukleolus yang letaknya
eksentris
 Terdapat “halo” yang merupakan daerah terang disekitar inti
 Kromatin tepi kasar dan tidak teratur
 Endoplasma berisi vakuola dan bakteri
 Ektoplasma tidak jelas
b) Kista
 Kista berinti 2-8 buah
 Berukuran 15-22 mikron dengan dinding kista tebal
 Benda kromatoid lebih halus berujung

Gambar 3. Entamoeba coli (A) trofozoit, (B) kista

11
3) Siklus Hidup

Gambar 4. Siklus hidup Entamoeba coli

Kista matang tertelan, kista tersebut tiba di usus halus


dinding kista dicerna, terjadi ekskistasi atau keluarnya stadium
trofozoit dari kista yang kemudian masuk ke rongga usus besar. Di
dalam rongga usus besar stadium trofozoit mengalami enkistasi atau
berubahnya trofozoit menjadi kista yang akan dikeluarkan bersama
tinja. Entamoeba coli bersifat apatogen, sehingga tidak menginvasi
usus dan tidak menyebabkan penyakit (Sutanto dkk, 2013).

4) Cara Infeksi dan Diagnosa


Infeksi terjadi dengan menelan kista infektif (Pusarawati
dkk, 2013). Diagnosa ditegakkan dengan menemukan bentuk
trofozoit dan kista dalam tinja.

5) Pencegahan
a) Memperhatikan kebesihan perorangan karena Entamoeba coli
bersifat non patogenik sehingga tidak memerlukan terapi
(Pusarawati dkk, 2013) dengan jalan mencuci tangan setelah
buang air besar dan sebelum makan

12
b) Memperhatikan kebersihan lingkungan meliputi memasak air
minum sampai mendidih sebelum diminum, mencuci sayuran
hingga bersih, buang air besar di jamban, tidak menggunakan
tinja manusia sebagai pupuk, menutup makanan yang
dihidangkan agar tidak dihinggapi lalat dan lipas, membuang
sampah ditempat yang tertutup agar tidak dihinggapi lalat.

6) Hubungan dengan Air Limbah


Penularan Entamoeba coli melalui tinja manusia yang
dibuang secara sembarangan sehingga mencemari tanah dan air.
Oleh karena itu perlu adanya penggunaan jamban, saluran air limbah
yang tertutup, tidak menggunakan tinja sebagai pupuk agar tinja
yang mengandung Entamoeba coli tidak mencemari lingkungan.

b. Entamoeba Histolytica
Entamoeba histolytica merupakan spesies yang berbahaya bila
menginfeksi manusia, hal tersebut kerena ptotozoa ini mempunyai
kemampuan untuk menghydrolysis jaringan hospes, Entamoeba
histolytica merupakan salah satu agen penyakit penyebab disentri
(Widodo, 2013).
1) Klasifikasi Ilmiah
Kingdom : Protista
Filum : Protozoa
Subfilum : Plasmodroma
Kelas : Rhizopoda
Ordo : Amoebida
Genus : Entamoeba
Spesies : Entamoeba histolytica
2) Morfologi
a) Trofozoit
 Berukuran 10-40 mikron, rata-rata 20-30 mikron
 Ektoplasma jernih dan transparan

13
 Endoplasma memiliki granula halus, terdapat sel darah
merah didalamnya
 Bersifat patogen serta pergerakannya cepat
 Memiliki satu inti dengan kariosom terletak di tengah
b) Kista
 Berukuran 10-20 mikron
 Berbentuk memadat mendekati bulat
 Struktur inti sama seperti tropozoit
 Jumlah inti 1, 2, dan 4 buah
 Kista matang memiliki 4 buah inti
 Pada sitoplasma terdapat kromatoid berbentuk batang
(Pusarawati dkk, 2013).
3) Siklus Hidup

Gambar 5. Siklus hidup Entamoeba histolytica

Kista matang yang tertelan masuk ke dalam lambung, di


dalam lambung kista tersebut masih utuh karena dinding kista tahan
terhadap asam. Masuk kedalam pencernan di dalam usus halus kista
akan mengalami ekskistasi atau proses keluarnya stadium tropozoit
dari kista dan kemudian terbawa ke dalam usus besar. Stadium
trofozoit dapat bersifat patogen dan menginvasi jaringan (hati, paru,

14
otak, kulit, dan vagina) di dalam rongga usus besar trofozoit
mengalami enkistasi yaitu perubahan stadium trofozoit menjadi
stadium kista infektif yang dikeluarkan bersama Tinja (Sutanto dkk,
2013).
4) Cara Infeksi dan diagnosa
Infeksi terjadi melalui makanan dan minuman yang tercemar
oleh tinja penderita yang mengandung kista. Diagnosa terhadap
amebiasis dilakukan berdasarkan lokasi lesi dan tanda-tandanya.
a) Amebiasis intestinal
 Pemeriksaan tinja disentri secara direct smear untuk melihat
pergerakan parasit
 Ditemukanya stadium kista pada tinja padat atau setengah
padat
 Pemeriksaan sediaan permanen dari hapusan tinja yang
diawetkan dengan PVA (poli-vinil alkohol) dan dicat
menggunakan trikrom atau hemaktosilin besi (Pusarawati
dkk, 2013).
b) Amebiasis ekstraintestinal
Amebiasis ekstraintestinal dapat ditetapkan berdasarkan
identifikasi parasit pada pemeriksaan aspirat hati atau cairan
paru secara direct smear (Pusarawati dkk, 2013).
5) Hubungan dengan Air Limbah
E. Histolytica membentuk kista infeksi (diameter 10-15 µm
) bertahan dalam waktu yang lama dengan tidak ada gejala pada
pembawanya, sangat bertahan dalam air dan air buangan selanjutnya
hidup pada host yang baru. Jumlah kista dalam air buangan dapat
mencapai 5.000 kista per liter.
Parasit protozoa ini menular ke dalam tubuh manusia
terutama melalui air atau makanan yang terkontaminasi. Substansi
ini menyebabkan amebiasis atau disentri amoebic, yang merupakan
penyakit usus besar. Gejala bervariasi mulai dari diare bergantian

15
dengan sembelit hingga disentri akut. Dapat pula menyebabkan
borok pada lapisan mucosa saluran pencemaran, menimbulkan diare
dan kram. Hal ini menyebabkan banyak kematian terutama di
negara-negara berkembang dan terjadi terutaman karena
mengkonsumsi air minum yang terkontaminasi.

B. Hubungan Antara Helminthes Kelas Ascaris Lumbricoides, Trichuris


Triciura, dan Taenia sp dengan Air Limbah
1. Pengertian Helminthes
Cacing (Helminths) adalah golongan hewan yang mempunyai
banyak sel (multiseluler) dan dengan tubuh yang bentuknya simetris
bilateral. Filum cacing yang penting bagi kesehatan manusia adalah filum
Platyhelminthes dan filum Nemathelminthes. Terdapat 2 kelas yang
penting dalam filum Platyhelminthes, yaitu kelas Cestoda dan kelas
Trematoda, sedangkan di kelas Nematoda yang ada di dalam filum
Nemathelminthes banyak spesies cacing yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia maupun hewan (Soedarto, 2011).

2. Anatomi dan Morfologi Helminthes


Platyhelminthes mempunyai ciri umum yang khas yaitu bentuk
tubuh yang pipih seperti pita atau seperti daun. Sistem reproduksi
Platyhelminthes bersifat hermafrodit dimana organ kelamin jantan dan
organ kelamin betina terdapat pada satu tubuh cacing. Sistem pencernaan
makanan filum ini masih belum sempurna karena belum mempunyai usus
atau ususnya tidak tumbuh sempurna. Platyhelminthes juga tidak
mempunyai rongga tubuh (body cavity) (Soedarto, 2011).
Tubuh Nemathelminthes berbentuk silindris memanjang dan tidak
mempunyai segmen. Alat reproduksi cacing ini telah terpisah, mudah
dibedakan cacing jantan dari cacing betina. Sistem pencernaannya berupa
usus yang telah sempurna, mempunyai mulut untuk memasukkan makanan

16
dan anus untuk mengeluarkan sisa-sisa hasil pencernaan. Nematoda juga
telah mempunyai rongga tubuh (Soedarto, 2011).

3. Kelas Ascaris Lumbricoides


Ascaris lumbricoides yang secara umum dikenal sebagai cacing
gelang ini tersebar luas di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dan
subtropis yang kelembaban udaranya tinggi. Di Indonesia infeksi cacing
ini endemis di banyak daerah dengan jumlah penderita lebih dari 60%.
Tempat hidup cacing dewasa adalah di dalam usus halus manusia, tetapi
kadang-kadang cacing ini dijumpai mengembara di bagian usus lainnya.
a. Klasifikasi Ilmiah
Kingdom : Animalia
Filum : Nematoda
Kelas : Secernentea
Ordo : Ascaridida
Famili : Ascarididae
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides

b. Habitat
Ascaris lumbricoides umumnya hidup sebagai parasite dalam
usus manusia khususnya pada anak-anak dan ia menyerap sari
makanan dari usus tersebut sehingga tubuhnya gembul bisa mencapai
20-40 cm. Hewan ini bersifat kosmopolit (terdapat disegala tempat),
terutama di daerah tropis.

c. Anatomi dan Morfologi


1) Cacing dewasa
Cacing nematoda ini adalah cacing berukuran besar,
berwarna putih kecoklatan atau kuning pucat. Cacing jantan
berukuran panjang antara 10-31cm, sedangkan cacing betina
panjang badannya antara 22-35 cm. Kutikula yang halus bergaris-

17
garis tipis menutupi seluruh permukaan badan cacing. . Ascaris
lumbricoides mempunyai mulut dengan tiga buah bibir, yang
terletak sebuah di bagian dorsal dan dua bibir lainnya terletak
subventral.
Selain ukurannya lebih kecil daripada cacing betina,
cacing jantan mempunyai ujung posterior yang runcing, dengan
ekor melengkung kearah ventral. Di bagian posterior ini terdapat
2 buah spikulum yang ukuran panjangnya sekitar 2 mm,
sedangkan di bagian ujung posterior cacing terdapat juga banyak
papil-papil yang berukuran kecil.
Bentuk tubuh cacing betina membulat (conical) dengan
ukuran badan yang lebih besar dan lebih panjang dari pada cacing
jantan dan bagian ekor yang lurus, tidak melengkung.

Gambar 6. Ascaris lumbricoides. (a) cacing dewasa (b) telur cacing

2) Telur

Ascaris lumbricoides mempunyai dua jenis telur, yaitu


telur yang sudah dibuahi (fertilized eggs) dan telur yang belum
dibuahi (unfertilized eggs). Fertilized eggs berbentuk lonjong,
berukuran 45-70 mikron x 35-50 mikron, mempunyai kulit telur
yang tak berwarna. Kulit telur bagian luar tertutup oleh lapisan
albumin yang permukaannya bergerigi (mamillation), dan
berwarna coklat karena menyerap zat warna empedu. Sedangkan

18
di bagian dalam kulit telur terdapat selubung vitelin yang tipis,
tetapi kuat sehingga telur cacing Ascaris dapat bertahan sampai
satu tahun di dalam tanah.
Fertilized eggs mengandung sel telur (ovum) yang tidak
bersegmen, sedangkan di kedua kutub telur terdapat rongga udara
yang tampak sebagai daerah yang terang berbentuk bulan sabit.
Unfertilized egg (telur yang tak dibuahi) dapat ditemukan jika di
dalam usus penderita hanya terdapat cacing betina saja. Telur yang
tak dibuahi ini bentuknya lebih lonjong dan lebih panjang dari
ukuran fertilized eggs dengan ukuran sekitar 80x 55 mikron; telur
ini tidak mempunyai rongga udara di kedua kutubnya.
Dalam tinja penderita kadang-kadang di ditemukan telur
Ascaris yang telah hilang lapisan albuminnya, sehingga sulit
dibedakan dari telur cacing lainnya. Terdapatnya telur yang
berukuran besar menunjukkan ciri khas telur cacing Ascaris.

Gambar 7. Bagan cacing Ascaris lumbricoides

19
Keterangan :

1. Vivir, 2. usofagus , 3. Usus, 4. Uterus dan ovarium, 5. Anus,


6. Testis dan alat reproduksi jantan, 7. Spikulum

Gambar 8. Telur Ascaris lumbricoides.


Keterangan :
1. Telur fertil (telah dibuahi), 2. Telur tidak fértil, 3. Telur dengan
kulit terkelupas. r.u : rongga udara

d. Siklus Hidup
Keluar bersama tinja penderita, telur cacing yang telah
dibuahi jka jatuh di tanah yang lembab dan suhu yang optimal telur
akan berkembang menjadi telur infektif, yang mengandung larva
cacing.

20
Gambar 9. Siklus hidup Ascaris lumbricoides

Pada manusia infeksi terjadi dengan masuknya telur cacing


yang infektif bersama makanan atau minuman yang tercemar tanah
yang mengandung tinja penderita ascariasis. Di dalam usus halus
bagian atas dinding telur akan pecah kemudian larva keluar,
menembus dinding usus halus dan memasuki vena porta hati.
Dengan aliran darah vena, larva beredar menuju jantung, paru-paru,
lalu menembus dinding kapiler masuk ke dalam alveoli. Masa
migrasi larva ini berlangsung sekitar 15 hari lamanya.
Sesudah itu larva cacing merambat ke bronki, trakea dan
laring, untuk selanjutnya masuk ke faring, usofagus, lalu turun ke
lambung dan akhirnya sampai ke usus halus. Selanjutnya larva
berganti kulit dan tumbuh menjadi cacing dewasa. Migrasi larva
cacing dalam darah yang mencapai organ paru tersebut disebut “lung
migration”. Dua bulan sejak masuknya telur infektif melalui mulut,
cacing betina mulai mampu bertelur. Seekor cacing Ascaris
lumbricoides dewasa mampu bertelur dengan jumlah produksi
telurnya dapat mencapai 200.000 butir per hari.

21
e. Fisiologis Ascaris lumbricoides
1) System pencernaan makanan
Sistem pencernaan hewan ini saprozoic dengan memakan zat
yang terdapat pada intestine. Pencernaan ekstrasel dan sisa
pencernaan dikeluarkan melalui anus. Mulut terdapat pada ujung
posterior sisi depan sedangkan anus terdapat pada ujung posterior
belakang. Hewan ini tidak memiliki pembuluh darah sehingga
makanan diedarkan keseluruh tubuh melalui cairan pada ruang antar
organ. Saluran Pencernaan makanan terdiri atas : mulut, faring, usus
panjang, dan anus. Sistem pencernaan Ascaris lumbricoides tidak
dilengkapi dengan kelenjar-kelenjar pencernaan. Makanan
dimasukkan ke dalam tubuhnya berupa makanan yang berasal dari
inangnya. Cacing Ascaris lumbricoides juga menggigit membrane
mukosa dengan bibirnya untuk menghisap darah dan cairan jaringan
dari inang.
Pada Ascaris lumbricoides dikelilingi tiga bibir sebagai
sistem pencernaan makanan. Mulut berlanjut pada faring atau
esophagus yang berbentuk silindris. Dinding faring mempunyai
serabut-serabut otot radial yang dapat melonggarkan rongga faring.
Rongga faring mempunyai tiga lekuk longitudinal yang bagian
dalamnya dilapisi kutikula. Setelah dari faring kemudian berlanjut
ke intestine yang merupakan saluran pencernaan bagian tengah.
Intestine berbentuk pipih dorsoventral dan berdinding tipis. Dinding
intestine dilapisi oleh selapis epitel kolumnar. Dinding luar dan
dinding dalam dibatasi oleh kutikula yang tipis dan tidak tertutup
oleh lapisan otot. Intestinnya menyerap makanan serta
melaksanakan pencernaan secara intraselular. Bagian akhir dari
saluran pencernaan makanan (proktodaeum) yang merupakan
kelanjutan dari intestine adalah rectum. Bagian ini pendek dan
sempit, dindingnya mengandung serabut-serabut otot dan dilapisi
kutikula. Di dalam rectum terdapat kelenjar rektar uniselular yang

22
berukuran besar dan jumlahnya tiga pada betina dan enam pada yang
jantan. Bagian ujung rectum atau anus mempunyai bibir yang tebal.
Pada hewan yang jantan terdapat sebuah kloaka. Kelebihan
makanan disimpan sebagai cadangan glokogen dan lemak di dalam
intestine otot dan epidermis.

2) System ekskresi
Alat ekskresi hewan ini sama dengan hewan lain dalam kelas
nematode yaitu sistem sel kelenjar, dengan atau tanpa saluran yang
terletak pada anterior. Dari sistem kelenjar muncul sistem pembuluh
ekskresi yang berbentuk huruf H dengan saluran utama yang
lubangnya terbuka tepat di bawah mulut. Pada cacing ini tidak
dilengkapi dengan lubang-lubang internal, silia dan sel api.

3) System reproduksi
Alat reproduksi jantan ialah gulungan single testis yang
menyerupai benang berbelit, seminal vesicle dan diteruskan dengan
pembuluh pendek muscular ejaculatory yang berlubang ke dalam
cloaka. Sedangkan pada yang betina sistem reproduksinya berbentuk
Y, tiap-tiap cabang dari bentuk Y ini terdiri dari ovarium yang
menyerupai benang berbelit dan diteruskan ke oviduk dan uterus.
Uterus dari dua cabang bentuk Y itu bersatu menjadi satu saluran
pendek yang disebut vagina yang terbuka ke bagian luar melalui
lubang yang disebut vulva. Pembuatan terjadi di dalam uterus dan
telur akan dikeluarkan melalui vulva.

4) System respirasi
Sistem respirasi pada hewan ini yaitu melalui permukaan
tubuhnya. Ascaris lumbricoides mensirkulasi oksigen dan karbon
dioksida keluar masuk sel tubuh secara difusi melalui
permukaan/kulit sebagai ganti paru-paru. Kemudian oksigen itu
masuk ke pembuluh darah dan oleh darah didistribusikan ke sel
seluruh tubuh.

23
f. Penularan Askariasis
Infeksi askariasis dapat terjadi melalui beberapa jalan, yaitu
telur infektif masuk mulut bersama makanan dan minuman yang
tercemar, melalui tangan yang kotor karena tercemar tanah yang
mengandung telur infektif, atau telur infektif terhirup melalui udara
bersama debu. Jika telur infektif masuk melalui saluran pernapasan,
telur akan menetas di mukosa jalan napas bagian atas, larva langsung
menembus pembuluh darah dan beredar bersama aliran darah.

g. Perubahan Patologi
Akibat beradanya cacing dewasa di dalam usus dan
beredarnya larva cacing di dalam darah, akan terjadi perubahan
patologis pada jaringan dan organ penderita. Larva cacing yang
berada di paru-paru dapat menimbulkan pneumonia pada penderita
dengan gejala klinis berupa demam, batuk, sesak dan dahak yang
berdarah. Selain itu penderita juga mengalami urtikaria disertai
terjadinya eosinofili sampai 20 persen pada gambaran darah tepi.
Terdinya pneumonia yang disertai dengan gejala alergi ini disebut
sebagai Sindrom Loeffler atau Ascaris pneumonia.
Jika terjadi infeksi askariasis yang berat (hiperinfeksi),
terutama pada anak-anak dapat terjadi gangguan pencernaan dan
penyerapan protein sehingga penderita akan mengalami gangguan
pertumbuhan dan anemia akibat kurang gizi. Cacing Ascaris juga
dapat mengeluarkan cairan toksik yang dapat menimbulkan gejala
klinis mirip demam tifoid disertai tanda-tanda alergi misalnya
urtikaria, edema pada wajah, konjungtivitis dan iritasi pernapasan
bagian atas. Sejumlah besar cacing Ascaris dewasa yang terdapat di
dalam lumen usus juga dapat menimbulkan berbagai akibat mekanis,
yaitu terjadinya sumbatan atau obstruksi usus dan intususepsi. Cacing
dewasa juga dapat menimbulkan perforasi ulkus yang ada di usus.
Pada penderita yang mengalami demam tinggi, Ascaris
lumbricoides dewasa dapat melakukan migrasi ke organ-organ di luar

24
usus (askariasis ektopik), misalnya ke lambung, usofagus, mulut,
hidung, rima glottis atau bronkus, sehingga menyumbat pernapasan
penderita. Selain itu dapat juga dapat terjadi sumbatan saluran
empedu, apendisitis, abses hati, dan pankreatitis akut.
h. Diagnosis Askariasis
Untuk menetapkan diagnosis pasti askariasis harus dilakukan
pemeriksaan makroskopis terhadap tinja atau muntahan penderita
untuk menemukan cacing dewasa. Pada pemeriksaan mikroskopis
atas tinja penderita dapat ditemukan telur cacing yang khas
bentuknya di dalam tinja atau cairan empedu penderita.
Adanya cacing Ascaris pada organ atau usus dapat dipastikan
jika dilakukan pemeriksaan radiografi dengan barium. Untuk
membantu menegakkan diagnosis askariasis, pemeriksaan darah tepi
akan menunjukkan terjadinya eosinofilia pada awal infeksi,
sedangkan scratch test pada kulit akan menunjukkan hasil positif.

i. Pengobatan Askariasis
Berbagai obat cacing efektif untuk mengobati askariasis dan
hanya menimbulkan sedikit efek samping, antara lain adalah
Mebendazol, Ivermectin, Nitazoxanide, Pirantel pamoat, Albendazol
dan Levamisol. Obat-obat cacing ini diberikan dengan takaran sebagai
berikut:

 Albendazol , 400 mg dosis tunggal (dosis dewasa dan anak)


 Mebendazol, 500 mg dosis tunggal.atau 2x100 mg selama 3 hari
(dewasa dan anak)
 Ivermectin: 150-200 mcg/kg dosis tunggal (dewasa dan anak)
 Nitazoxanid: dosis dewasa 2x500 mg diberikan selama 3 hari
Dosis anak: Umur 1-3 tahun: 2x100 mg diberikan selama 3 hari,
umur 4-11 tahun: 2x200 mg, diberikan selama 3 hari.

 Pirantel pamoat: dosis tunggal 10 mg/kg berat badan (base)


maksimum 1.0 g .

25
 Levamisol: 120 mg dosis tunggal (dewasa), 2,5 mg/kg berat
badan dosis (anak).
Selain itu piperasin masih dapat digunakan untuk mengobati penderita
askariasis.

j. Pencegahan Askariasis
Upaya pencegahan askariasis dapat dilakukan dengan
melaksanakan prinsip-prinsip kesehatan lingkungan yang baik.
Membuat kakus untuk menghindari pencemaran tanah dengan tinja
penderita, mencegah telur cacing mencemari makanan atau
minuman, selalu memasak makanan dan minuman sebelum dimakan
atau diminum, serta menjaga kebersihan perorangan akan mencegah
terjadinya infeksi cacing Ascaris.
Dengan mengobati penderita melalui pengobatan masal pada
penduduk menggunakan obat cacing bersepektrum lebar di daerah
endemis dapat memutuskan rantai daur hidup cacing Ascaris dan
nematoda usus lainnya. Pendidikan kesehatan pada penduduk perlu
dilakukan untuk menunjang upaya pemberantasan dan pencegahan
askariasis.
k. Hubungan Ascaris Lumbricoides dengan Air Limbah
Ascaris lumbricoides berhubungan erat baik dengan limbah
padat maupu limbah cair karena berhubungan dengan infeksi
kecacingan yang masuk ketubuh manusia melalui kulit tubuh yang
terbuka atau terluka dan disela sela tubuh seperti kuku jari tangan
maupun kaki. Oleh karena itu perlu diadakannya pengawasan dan
pemberian wawasan terhadap masyarakat akan spesies ini. Selain itu
telur-telur Ascaris ini tahan terhadap khlor.

4. Kelas Trichuris Triciura


Trichuris trichiura mempunyai bentuk badan mirip cambuk,
sehingga cacing ini sering disebut sebagai cacing cambuk (whip worm).
Infeksi dengan Trichuris disebut trikuriasis. Cacing cambuk tersebar luas di

26
daerah tropis yang berhawa panas dan lembab dan hanya dapat ditularkan
dari manusia ke manusia. Meskipun banyak cacing Trichuris yang
menginfeksi hewan, Trichuris trichiura bukanlah parasit zoonosis.
(Soedarto, 2011).
a. Klasifikasi Ilmiah
Kingdom : Animalia
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub-Kelas : Aphasmida
Ordo : Enoplida
Super famili : Trichuroidea
Famili : Trichuridae
Genus : Trichuris
Spesies : Trichuris trichura Linnaeus
b. Habitat
Trichuris trichiura dewasa melekatkan diri pada mukosa usus
penderita, terutama di daerah sekum dan kolon, dengan membenamkan
kepalanya di dalam dinding usus. Meskipun demikian cacing ini dapat
ditemukan hidup di apendiks dan ileum bagian distal. (Soedarto, 2011)

c. Anatomi dan Morfologi


Trichuris trichiura jauh lebih kecil dari Ascaris Lumbricoides.
Bentuk tubuh cacing dewasa sangat khas, mirip cambuk, dengan tiga
per lima panjang tubuh bagian anterior berbentuk langsing seperti tali
cambuk, sedangkan dua per lima bagian tubuh posterior lebih tebal
mirip pegangan cambuk. Panjang cacing jantan sekitar 4 cm sedangkan
panjang cacing betina sekitar 5 cm. Ekor cacing jantan melengkung ke
arah ventral, mempunyai satu spikulum retraktil yang berselubung.
Badan bagian kaudal cacing betina membulat, tumpul berbentuk seperti
seperti koma. Bentuk telur Trichuris trichiura khas bentuknya, mirip
biji melon yang berwarna coklat, berukuran sekitar 50x25 mikron dan
mempunyai dua kutub jernih yang menonjol. (Soedarto, 2011).

27
Gambar 10. Trichuris trichiura dewasa (kiri); telur (kanan)

Gambar 11. Bagan cacing Trichuris trichiura


Keterangan :
(a) cacing betina (b) cacing jantan (c) telur
a. anus e. esofagus h. kepala i. usus o. ovarium
p. penutup s. spikulum t. testis u. uterus v. vulva

Ciri-ciri telur :
 berbentuk oval ukuran : panjang ± 50 μm dan lebar ± 23 μm
 dinding 2 lapis : lapisan luar berwarna kekuningan dan lapisan
dalam transparan

28
 pada kedua ujung telur terdapat tonjolan yang disebut mucoid plug
/ polar plug / clear knop
 telur berisi embrio

Ciri-ciri cacing dewasa :


 cacing dewasa berbentuk seperti cambuk dimana 3/5 dari panjang
tubuhnya (sebelah anterior) tipis seperti benang sedangkan 2/5
bagian (sebelah posterior) terlihat lebih tebal
 cacing jantan panjangnya ± 4 cm
 cacing betina panjangnya ± 5 cm
 ujung posterior cacing jantan melingkar / melengkung ke arah
ventral dengan sebuah spicula di ujungnya

 ujung posterior cacing betina lurus dan tumpul membulat

d. Siklus Hidup

Gambar 12. Siklus hidup dari Trichuris trichiura


Dari gambar siklus hidup Trichuris trichiura di atas, dapat
dijelaskan sebagai berikut. Trikuriasis merupakan penyakit yang dapat
terjadi jika manusia menelan telur cacing Trichuris trichiura. Misalnya
melalui makanan yang terkontaminasi telur cacing (tidak dicuci dengan
bersih atau dimasak kurang matang). Di dalam duodenum (bagian dari
usus halus) larva akan menetas, menembus dan berkembang di mukosa

29
usus halus dan menjadi dewasa di sekum, akhirnya melekat pada
mukosa usus besar. Siklus ini berlangsung selama lebih kurang 3 bulan;
cacing dewasa akan hidup selama 1 sampai 5 tahun dan cacing betina
dewasa akan menghasilkan 3.000 sampai 20.000 telur setiap harinya
(Lubis, 2012).
Telur yang telah dibuahi kemudian akan dikeluarkan dari tubuh
manusia atau hospes bersama dengan tinja. Telur tersebut akan matang
dalam waktu 3 sampai 6 minggu pada lingkungan yang sesuai, yaitu
pada tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Telur matang adalah
telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif dari Trichuris
trichiura. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai
cacing dewasa betina meletakkan telur kurang lebih selama 30 sampai
90 hari (Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI, 2008).
Hospes definitive cacing ini adalah manusia dan T.trichiura
tidak membutuhkan hospes intermediet (Natadisastra dan Ridad, 2009).
Telur yang dihasilkan tidak akan berkembang bila berada di lingkungan
yang terpapar sinar matahari secara langsung dan akan mati bila berada
pada suhu dibawah -9oC atau diatas 52oC. Cacing dewasa umumnya
bisa ditemukan pada epitel sekum atau kolon. Namun, pada infeksi
berat cacing dewasa juga bisa ditemukan pada apendiks, rektum, atau
bagian distal ileum (Stephenson et al., 2000).

e. Hubungan Trichuris Triciura dengan air limbah


Trichuris Triciura menyebabkan infeksi whipworm pada
manusia. Telur-telurnya menggumpal dan dapat mengendap pada tanki
sedimentasi.

5. Kelas Taenia sp
a. Pengertian Taenia sp
Taenia sp merupakan salah satu marga cacing pita yang
termasuk dalam kerajaan Animalia. Filum Plathyhemlinthes, kelas
Cestoda. Anggota-anggotanya dikenal sebagai parasit vertebrata

30
penting yang menginfeksi manusia, babi, sapi dan kerbau. Spesies dari
cacing ini yang paling terkenal adalah Taenia saginata dan Taenia
solium.
Taenia solium adalah Cacing yang dikenal sebagai cacing pita
babi ini tersebar luas di seluruh dunia (kosmopolit). Di Indonesia,
infeksi cacing ini endemis di beberapa daerah di Irian Jaya, Bali, dan
Sumatera Utara. Taenia solium dewasa hidup di dalam usus halus
(jejunum bagian atas) manusia yang menjadi hospes definitifnya,
sedangkan larvanya ditemukan di dalam jaringan organ tubuh babi
yang bertindak sebagai hospes perantara cacing ini.
Taenia saginata adalah cacing yang dikenal sebagai cacing
pita sapi. Cacing dewasanya menyebabkan infeksi pada manusia
yang disebut Taeniasis saginata. Penyebarannya bersifat kosmopolit
dan dilaporkan secara luas di seluruh dunia. Larva cacing (cysticercus
bovis) umumnya tidak menyebabkan sistiserkosis bovis pada
manusia. Di dalam tubuh manusia cacing dewasa hidup di dalam usus
halus bagian atas dan dapat bertahan hidup sampai 10 tahun lamanya.
b. Morfologi
1) Taenia solium
Taenia solium dewasa mempunyai ukuran panjang badan
antara 2 sampai 3 meter. Di dalam usus manusia cacing ini dapat
hidup sampai 25 tahun lamanya. Tubuh cacing pita babi tersusun
dari kepala, leher dan proglotid yang mempunyai ciri-ciri anatomi
dan Morfologi yang khas.

31
Gambar 13. Taenia solium ( skoleks dan cacing dewasa)
a) Skoleks (scolex) merupakan kepala cacing yang berbentuk
khas, berbentuk bulat, dengan garis tengah 1 mm dan
mempunyai mempunyai alat isap. Kepala juga memiliki
rostelum (rostellum) yang dilengkapi oleh 3 deret kait yang
tersusun melingkar.
b) Leher Cacing ini berada di belakang kepala yang pendek
ukurannya, dengan panjang antara 5 mm sampai 10 mm.
c) Proglotid. Jumlah segmen Tenia solium pada umumnya
kurang dari 1000 buah. Segmen matur yang berukuran sekitar
12 mm x 6 mm, mempunyai lubang genital yang terletak di
dekat pertengahan segmen. Berbeda dari Taenia saginata yang
mempunya lebih dari 10 cabang lateral, cacing pita babi
mempunyai uterus gravid yang hanya memiliki 5-10 cabang
lateral di tiap sisi segmen. Taenia solium melepaskan segmen
gravid dalam bentuk rantai yang terdiri dari 5-6 segmen setiap
kali dilepaskan.
d) Telur. Bentuk telur Taenia solium berbentuk bulat dengan kulit
telur yang tebal dan mempunyai garis-garis radialyang tidak
dapat dibedakan dari bentuk telur Taenia saginata.

32
Gambar 14. Cacing Taenia solium
2) Taenia saginata
Taenia saginata dewasa mempunyai tubuh yang berwarna putih,
tembus sinar. Panjang badannya dapat mencapai 24 meter dengan
segmen yang dapat mencapai 2000 buah.

Gambar 15. Taenia saginata


(a). proglotid (b). skoleks (c). segmen matur

33
a) Kepala
Kepala cacing berbentuk segiempat dengan ukuran garis
tengah antara 1 sampai 2 milimeter. Terdapat 4 alat isap
(sucker) di kepala tetapi tidak mempunyai rostelum maupun
kait.
b) Leher
Leher berbentuk sempit memanjang dengan lebar sekitar 0.5
milimeter.
c) Segmen
Seekor cacing dewasa mempunyai sejumlah besar segmen
yang yang dapat mencapai 2000 buah. Segmen matur
mempunyai berbentuk segi empat panjang dengan ukuran
panjang yang 3-4 kali ukuran lebarnya. Segmen gravid yang
terletak paling ujung berukuran sekitar 0.5 cm x 2 cm,
mempunyai lubang genital yang terletak di dekat ujung
posterior segmen.
d) Uterus
Uterus yang terdapat pada segmen gravid berbentuk batang
memanjang, terletak di pertengahan segmen, mempunyai
15-30 cabang di setiap sisi segmen. Berbeda dari Taenia
solium, segmen gravid pada Taenia saginata dilepaskan satu
demi satu, dan tiap segmen gravid dapat bergerak sendiri di
luar anus.
e) Telur
Mirip dengan telur Taenia solium, dan hanya infektif untuk
sapi.
c. Klasifikasi Taenia sp
Kingdom : Animalia
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Cestoda
Ordo : Cyclophyllidea

34
Family : Taeniidae
Genus : Taenia
Spesies : Taenia saginata, Taenia solium, Taenia crassiceps,
Taenia pisiformis, Taenia asiatica, Taenia taeniaeformis
d. Siklus Hidup

Gambar 16. Siklus Hidup Taenia sp


Cacing pita Taenia dewasa hidup dalam usus manusia yang
merupakan induk semang definitif. Segmen tubuh Taenia yang telah
matang dan mengandung telur keluar secara aktif dari anus manusia
atau secara pasif bersama-sama feses manusia. Bila inang definitif
(manusia) maupun inang antara (sapi dan babi) menelan telur maka
telur yang menetas akan mengeluarkan embrio (onchosphere) yang
kemudian menembus dinding usus. Embrio cacing yang mengikuti
sirkulasi darah limfe berangsur-angsur berkembang menjadi
sistiserkosis yang infektif di dalam otot tertentu. Otot yang paling
sering terserang sistiserkus yaitu jantung, diafragma, lidah, otot
pengunyah, daerah esofagus, leher dan otot antar tulang rusuk.

35
e. Hubungan Taenia sp dengan Air Limbah
Walaupun cacing (Helminth) parasit tidak biasa diteliti oleh
para ahli mikrobiologi, namun demikian keberadaannya dalam air
buangan bersamaan dengan viral pathogen dan protozoan parasites,
menjadi perhatian dalam hal pengaruhnya terhadap kesehatan
manusia. Bentuk telurnya merupakan tahap infeksi dari parasit
helminth; mereka keluar bersama dengan kotoran dan menyebar
melalui air buangan, tanah atau makanan. Telur ini sangat tahan
terhadap tekanan lingkungan dan terhadap khlorinasi dalam
pengolahan air buangan (Said dan Marsidi, 2005).
Air buangan berasal dari rumah tangga, industri, maupun
tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya mengandung
bahan atau zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia
serta mengganggu lingkungan hidup. Air yang digunakan untuk
kegiatan manusia sehari 43 hari pada akhirnya akan mengalir ke
sungai dan akan digunakan lagi oleh manusia. Oleh sebab itu, air
limbah ini harus dikelola dengan baik apalagi air limbah yang
berasal dari air bekas mandi, bekas cuci pakaian, bekas cuci
perabotan dan lain- lain. Air ini sering disebut sullage atau gray
water.
Air limbah yang dibuang dengan cara yang tidak saniter
menjadi tempat bekembangbiaknya mikroorganisme pathogen,
seperti kecacingan dan akan berakibat buruk bagi kesehatan
manusia, terutama anak usia sekolah. Kecacingan dapat terjadi
karena anak usia sekolah bermain-main di tempat pembuangan air
limbah kemudian makan dengan tangan tanpa cuci tangan dengan
sabun terlebih dahulu atau bermain di tempat pembuangan air
limbah tanpa alas kaki sehingga larva cacing masuk ke dalam tubuh
melalui kaki.
Penyakit yang disebabkan karena air limbah diantaranya
disebabkan karena Taenia saginata dan Taenia solium. Cacing pita

36
(Taenia ) dikenal dengan istilah Taeniasis dan Sistiserkosis. Taenia
adalah penyakit akibat parasit berupa cacing pita yang tergolong
dalam genus Taenenia yang dapat menular dari hewan ke manusia,
maupun sebaliknya taeniasi pada manusia disebabkan oleh spesies
Taenia solium atau dikenal dengan cacing pita babi. Sumber
penularan cacing Taenia solium pada manusia bisa terjadi karena
makanan, minuman dan lingkungan yang tercemar oleh telur cacing
pita.

37
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Pada kelas Rhizopoda terdapat dua patogen yang memiliki hubungan
dengan air limbah, yaitu Entamoeba coli dimana penularannya melalui
tinja manusia yang dibuang secara sembarangan sehingga mencemari tanah
dan air. Selain itu ada juga Entamoeba histolytica sangat bertahan dalam
air bungan (limbah). Jumlah kista dalam air buangan dapat mencapai 5.000
kista per liter. Parasit ini menular ke dalam tubuh manusia terutama melalui
air atau makanan yang terkontaminasi. Substansi ini menyebabkan
amebiasis atau disentri amoebic, yang merupakan penyakit usus besar.
2. Ascaris lumbricoides berhubungan erat baik dengan limbah padat maupu
limbah cair karena berhubungan dengan infeksi kecacingan yang masuk
ketubuh manusia melalui kulit tubuh yang terbuka atau terluka dan disela
sela tubuh seperti kuku jari tangan maupun kaki.
3. Trichuris Triciura menyebabkan infeksi whipworm pada manusia. Telur-
telurnya menggumpal dan dapat mengendap pada tanki sedimentasi.
4. Telur Taenia sp keluar bersama dengan kotoran dan menyebar melalui air
buangan, tanah atau makanan. Telur ini sangat tahan terhadap tekanan
lingkungan dan terhadap khlorinasi dalam pengolahan air buangan.
Penyakit yang disebabkan karena air limbah diantaranya disebabkan karena
Taenia saginata dan Taenia solium. Cacing pita (Taenia ) dikenal dengan
istilah Taeniasis dan Sistiserkosis.

B. SARAN
1. Air limbah ini harus dikelola dengan baik apalagi air limbah yang berasal
dari air bekas mandi, bekas cuci pakaian, bekas cuci perabotan dan lain-
lain.
2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, setelah bermain, dan setelah
buar air besar.

38
DAFTAR PUSTAKA

D.L.Hani.,2018., Identifikasi Protozoa Usus Pada Lalat di Pasar Legi. Surakarta :


FKUI

Irianto, K. 2009. Panduan Praktikum Parasitologi Dasar untuk Paramedis dan


Nonmedis. Bandung: Yrama Widya.

Pusarawati, S., B. Ideham.,Kusmartisnawat., I.S. Tantular., S. Basuki., 2003. Atlas


Parasitologi Kedokteran, Jakarta : EGC

Said, Nusa Idaman dan Marsidi, Ruliasih. 2005. Mikroorganisme Patogen Dan
Parasit Di Dalam Air Limbah Domestik Serta Alternatif Teknologi
Pengolahan. Jurnal Teknologi Pengelolaan Air Bersih Dan Limbah Cair.
1(1).

Soedarto. 2011. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Surabaya : Sagung Seto.

Sutanto, I., I.S.Ismid., P.K.Sjarifuddin., S.Sungkar.,2013. Buku Ajar Parasitologi


Kedokteran Edisi Empat. Jakarta : FKUI

Zulkoni, H. A. 2011. Parasitologi untuk Keperawatan, Kesehatan Masyarakat, dan


Teknik Lingkungan . Yogyakarta: Nuha Medika.

39

Anda mungkin juga menyukai