Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, tuntutan kurikulum pada bidang
pendidikan menjadi semakin besar. Pendidikan Vokasi hadir sebagai sistem
pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi yang diarahkan pada penguasaan
keahlian dan keterampilan terapan pada bidang tertentu. Salah satu bidang
tersebut yakni Pekerjaan Sosial. Pekerja Sosial dituntut mampu memiliki
kompetensi penguasaan keahlian dan keterampilan pelayanan sosial yang
ditujukan untuk mengkaji, mengantisipasi keadaan dan perubahan kehidupan
sosial, serta merumuskan alternatif tindakan guna menciptakan situasi
kehidupan sosial yang kondusif bagi upaya masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya.

Salah satu fokus yang ditangani pekerja sosial adalah 26 PMKS


(Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) yang disebutkan pada Permensos
nomor 08 tahun 2012 dimana salah satunya adalah Anak Terlantar.
Seiring dengan perkembangan indutri yang diawali dari peristiwa
Revolusi Industri 1.0 lalu berkembang sampai 4.0, keberadaan Anak
Terlantar dalam negara menjadi sesuatu yang terus diperbincangkan. Ada
beberapa masyarakat yang memahami dan membantu Anak Terlantar dalam
kembali ke kehidupan biasanya
Di dalam makalah ini dibahas bagaimana kita baik masyarakat,
pekerja sosial, dan pemerintah dalam membantu Anak Terlantar supaya cepat
hidup dengan normal.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana ringkasan jurnal “Dukungan Pemerintah Daerah Dalam
Penanganan Anak Jalanan Di Kota Sumatera Barat” dari Yuna Sundayani
?
2. Apa yang dimaksud Pendidikan Vokasi dan bagaimana hubungannya
dengan keberadaan Anak Terlantar?
3. Bagaimana hubungan keberadaan industri dengan keberadaan Anak
Terlantar?
4. Bagaimana untung dan rugi Pendidikan Vokasi dan Industri dalam
Keberadaan Anak Terlantar?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui ringkasan jurnal “Dukungan Pemerintah Daerah
Dalam Penanganan Anak Jalanan Di Kota Sumatera Barat” dari Yuna
Sundayani
2. Untuk mengetahui Pendidikan Vokasi dan hubungannya dengan
keberadaan Anak Terlantar
3. Untuk mengetahui hubungan keberadaan industri dengan keberadaan Anak
Terlantar
4. Untuk mengetahui untung dan rugi Pendidikan Vokasi dan
Industri dalam Keberadaan Anak Terlantar

2
BAB II

PEMBAHASAN

Ringkasan jurnal

Anak jalanan merupakan salah satu potret permasalahan sosial yang tersebar
di beberapa daerah besar yang ada di Indonesia. Kehidupan anak jalanan merupakan
fenomena permasalahan sosial yang sampai saat ini masih terus dilakukan berbagai
upaya penyelesaiannya. Hasil Susenas 2009 jumlah anak jalanan sebanyak
85.146.600 anak dan jika dibandingkan pada tahun 2007 sebanyak 104.000 anak.
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa kecenderungan jumlah anak jalanan
semakin meningkat.

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 mengamanatkan bahwa fakir-miskin


dan anak terlantar dipelihara oleh negara, sementara dalam Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Pasal 2 Ayat (3) menyatakan, anak berhak
atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam kandungan maupun sesudah
dilahirkan. Pasal 2 Ayat (4) menyatakan bahwa anak berhak atas perlindungan
terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat
pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,


menyatakan jaminan atas hak-hak anak yang bertujuan untuk menjamin terpenuhinya
hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara
optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, dan mendapatkan
perlindungan dari kekerasan serta diskriminasi demi terwujudnya anak yang
berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Hal tersebut menjelaskan sesungguhnya
anak merupakan salah satu modal utama bagi kemajuan suatu bangsa sebagai aset
yang sangat berharga dan sebagai sumber daya manusia dimasa yang akan datang.

3
Pengertian anak menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak Pasal 1 Ayat 2 disebutkan bahwa anak adalah seseorang yang
belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin. Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 Ayat 26
menyebutkan bahwa anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 (delapan
belas) tahun.

Program-program yang sudah ada yang berkaitan dengan anak jalanan,


misalnya Program Kesejahteraan Anak (PKSA) merupakan suatu program yang
berupaya secara terarah, terpadu serta berkelanjutan yang dilaksanakan oleh
pemerintah pusat dan daerah. Program lain yang berkaitan dengan anak jalanan
adalah Rumah Singgah, kemudian pada tahun 2010 terbentuk Lembaga
Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA), serta berbagai program lainnya yang telah
diselenggarakan oleh kelompok elemen masyarakat. Berbagai peraturan, kebijakan
dan program yang berkaitan dengan anak jalanan sebagian sudah ada di daerah
Padang.

Anak mempunyai posisi yang sangat penting, baik sebagai penerus keturunan
suatu keluarga maupun sebagai penerus cita-cita bangsa. Oleh karena itu, agar
mampu memikul tanggung jawab tersebut, anak perlu mendapat perhatian khusus dan
kesempatan yang seluas-luasnya untuk terpenuhi kebutuhannya sehingga tumbuh dan
berkembang dengan wajar secara jasmani, rohani, dan sosial

Fenomena anak jalanan di Kota Bandung memperlihatkan bukan lagi hanya


masalah perut lapar, keterlantaran atau tidak terpenuhinya kesejahteraan, tetapi anak
jalanan telah menjadi korban eksploitasi, kekerasan dan penyalahgunaan oleh orang
dewasa, termasuk orangtuanya sendiri.

Keadaan ini perlu adanya upaya lain dalam mencegah timbulnya


permasalahan yang dihadapi anak sehingga kesejahteraan anak semakin meningkat.
Kesejahteraan anak mengacu kepada kondisi yang memungkinkan terpenuhinya

4
kebutuhan anak. Pemenuhan kebutuhan akan berpengaruh pada tingkat pertumbuhan
dan perkembangan anak, sehingga pada gilirannya akan berpengaruh pula pada
kemampuan pelaksanaan peranan sosial anak.

Anak jalanan tidak cukup lagi hanya dipenuhi kebutuhan dasar secara fisik,
mental dan sosial sebagai indikator kesejahteraan. Mereka juga harus dilindungi dari
tindakan diskriminasi, kekerasan dan eksploitasi. Dengan perlindungan, menuntut
setiap orang termasuk orang tuanya tidak hanya menyiapkan kebutuhan dasar anak
seperti pangan, sandang, papan, kesehatan maupun pendidikan, tetapi juga memenuhi
aspek perlindungan dari pihak yang tidak bertanggung jawab. ( Suharma. 2015:142.)

Hak-hak anak yang dituangkan dalam Konvensi Hak Anak (KHA)


Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1989 merupakan hukum atau instrumen
internasional tentang hak anak yang mengikat secara yuridis maupun politis negara-
negara yang meratifikasinya. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi KHA melalui
Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 dan mengadopsinya secara lebih kuat
dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. KHA
mewajibkan setiap orang dan negara untuk menghormati (to respect), menjamin (to
ensure), dan memenuhi (to fulfil) hak-hak anak.KHA mengatur bahwa tanggung
jawab pertama dalam pemenuhan hak anak ada pada keluarga. ( Suharma. 2015:143.)

Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu untuk memahami dari


sudut partisipan tentang fenomena sosial yang ada.

Pengumpulan data difokuskan kepada kepala seksi (kasie) anak Dinas Sosial
Padang; anak jalanan yang beraktivitas keseharian berada di jalanan yang ada di Kota
Padang; stakeholders seperti Badan Pemberdayaan Perempuan, Dinas Kesehatan,
P2TP2A, Dinas Pendidikan, Universitas Negeri Padang, Kumdang HAM, Satpol PP
atau Satuan Perlindungan Masyarakat, Dinas Sosial Kota Solok.

5
Teknik penentuan sampel dengan purposive sampling artinya penentuan
sampel mempertimbangkan kriteria tertentu yang telah ditetapkan terhadap objek
yang sesuai dengan tujuan penelitian. Teknik pengumpulan data menggunakan
wawancara mendalam, observasi partisipatori, studi dokumentasi dan Focus Group
Discussion (FGD). Tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data, oleh
karena itu teknik pengumpulan data merupakan langkah yang penting dalam
penelitian

Dukungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dalam penanganan anak jalanan


dalam hal kebijakan atau peraturan adalah baru pada tahapan Rancangan Peraturan
Daerah (Raperda) tentang Perlindungan Perempuan dan Anak. Rancangan Peraturan
Daerah (Raperda) tersebut mengisyaratkan bahwa kaum perempuan dan anak,
termasuk anak jalanan perlu mendapatkan perlindungan demi terlaksananya hak-hak
kaum perempuan dan anak, namun belum ada perda khusus tentang anak jalanan.

1. Data dan Gambaran Anak Jalanan yang dimiliki Pemerintah Daerah Kota
Padang :
- Data Jumlah Anak Jalanan secara Legalitas Formal Belum Ada
- Kota sebagai Pemikat
- Titik Kumpul Tersebar di Pusat Keramaian
- Anak Jalanan Berasal dari Luar Kota
- Berbagai Alat yang digunakan oleh Anak Jalanan
- Mencari Belas Kasih Orang
- Waktu Anak Jalanan Beroperasi
- Belum ada Kesamaan Persepsi dari Pemerintah
- Pelaporan Data Anak Jalanan belum Secara Berkala
- Rumah Singgah Beroperasi bila ada Program
- Rumah Singgah Amar Maruf yang masih Ada dan Bertahan

6
2. Kesiapan Daerah dalam Penanganan Anak Jalanan dalam rangka mencapai
“Bebas Anak Jalanan Tahun 2014”
- Diperlukan Kesamaan Data Anak Jalanan
- Penentuan Akar Masalah yang Utama
- Dibutuhkan Pembuatan Instrumen
- Kurikulum Pekerjaan Sosial di Perguruan Tinggi
- Perlu Dukungan dari Pemerintah
- Kegiatan Bimbingan Motivasi
- Penanganan di Lapangan
3. Kebijakan atau Peraturan Daerah yang Terkait dengan Penanganan Anak
Jalanan dan Implementasinya
- Masih dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)

4. Keterlibatan Stakeholder dalam Penanganan Anak Jalanan


- Diperlukan Data Anak Jalanan
- Diperlukan Pendamping dan Data
- Penanganan Anak Jalanan di Kota Solok

5. Peran Serta Masyarakat, LKSA, LSM atau NGO dalam Penanganan Anak
Jalanan
6. Sumber Daya Manusia yang Dimiliki Daerah dalam Penanganan Anak
Jalanan

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Bandung selama satu tahun. ( Suharma.


2015:146.)
Penelitian dilakukan terhadap 70 orang anak jalanan di Kota Bandung
terdiri dari; 10 anak jalanan berusia 3 tahun sampai dengan 3,5 tahun; 10 anak
jalanan berusia 3,6 tahun sampai dengan 4,5 tahun; 10 anak jalanan berusia
4,6 tahun sampai dengan 6,5 tahun; 10 anak jalanan berusia 6,6 tahun sampai

7
dengan 8,5 tahun; 10 anak jalanan berusia 8,6 tahun sampai 10,5 tahun; 10
anak jalanan berusia 10,6 tahun sampai dengan 12,5 tahun; dan 10 anak
jalanan berusia 12,6 tahun sampai dengan 18 tahun yang dipilih secara
bertujuan (purposive sampling).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat mikro, kehadiran


anak jalanan di Kota Bandung sangat erat kaitannya dengan “situasi anak dan
keluarganya”. Situasi anak dan keluarga yang berpengaruh terhadap
munculnya fenomena anak jalanan meliputi; pertama, perlakuan salah dan
ketidakmampuan orangtua/keluarga dalam menyediakan kebutuhan dasar bagi
anak akibat dari kondisi kemiskinan. ( Suharma. 2015:147.)

Perubahan Perilaku yang Dilakukan Anak Jalanan dalam Aktivitasnya


Mendapatkan Penghasilan ( Suharma. 2015:153.)
Faktor yang Mendorong Anak Jalanan Melakukan Perubahan Perilaku dalam
Aktivitasnya Mendapatkan Penghasilan ( Suharma. 2015:154.)

A. Abstraksi Pendidikan Vokasi “Vokational Education”

Pendidikan vokasi adalah sistem pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi


yang diarahkan pada penguasaan keahlian dan keterampilan terapan pada bidang
tertentu dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional yang diarahkan untuk
mengembangkan keahlian terapan dan beradaptasi pada bidang pekerjaan tertentu
serta dapat menciptakan peluang kerja dan mampu bersaing secara global.

Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang ditujukan untuk kepentingan


praktis melalui:

8
1. Program Pendidikan:
2. Diploma I (D1),
3. Diploma II (D2),
4. Diploma III (D3),
5. Diploma IV (D4) atau Sarjana Terapan,
6. Magister Terapan, dan
7. Doktor Terapan.

Waktu Studi :

1. Program Diploma 1 selama 1 tahun


2. Diploma 2 selama 2 tahun
3. Diploma 3 selama 3 tahun
4. Diploma 4 selama 4 tahun

Lulusan pendidikan vokasi mendapatkan gelar vokasi, misalnya:

1. A.Ma (Ahli Madya),


2. A.Md (Ahli Madya),
3. S.ST. (Sarjana Sains Terapan).

Lembaga yang menyelenggarakan pendidikan tinggi keahlian terapan (vokasi)


adalah:

Universitas yang menyelenggarakan program diploma,

1. Akademi,
2. Politeknik,
3. Sekolah Tinggi, dan
4. Institut

Standar nasional pendidikan vokasi dikembangkan berdasarkan:

1. standar kompetensi nasional

9
2. dan/atau standar kompetensi internasional.

Pendidikan vokasi menganut sistem terbuka (multi-entry-exit system) dan


multimakna yang berorientasi pada:

1. Pembudayaan,
2. Pemberdayaan,
3. Pembentukan watak,
4. Kepribadian,
5. Dan berbagai kecakapan hidup (life skill).

Sehingga memiliki kecakapan kerja sesuai dengan perkembangan ilmu


pengetahuan dan teknologi terapan pada bidangnya dan sesuai dengan tuntutan
kebutuhan lapangan kerja.

Selain untuk meningkatkan pendidikan nasional, pendidikan vokasi hadir agar


peserta pendidikan vokasi mendapat pekerjaan yang layak dengan menguasai
kemampuan dalam bidang kerja tertentu sehingga dapat langsung diserap sebagai
tenaga kerja di industri atau swasta, lembaga pemerintah, ataupun berwiraswasta
secara mandiri, yang diharapkan dapat meningkatkan perekonomian setempat.
Pendidikan vokasi memadukan pendidikan di ruang kelas, praktik dan magang secara
merata. Hal ini karena beban pengajaran pada program pendidikan vokasi telah
disusun untuk lebih mengutamakan beban mata kuliah ketrampilan dibandingkan
dengan beban mata kuliah teori. Sedangkan untuk pemagangan, pemerintah akan
bekerjasama dengan dunia usaha. Termasuk pemagangan ke daerah tertentu dalam
negara atau pemagangan ke sejumlah negara seperti Jerman, Jepang dan Korea
Selatan.

B. Abstraksi Sekilas tentang Revolusi Industri

Industri yang ada sekarang tercipta karena adanya suatu peristiwa yang
dinamakan Revolusi Industri. Revolusi Industri merupakan perubahan secara cepat

10
dan besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan
teknologi serta memiliki dampak yang mendalam terhadap kondisi sosial, ekonomi,
dan budaya di dunia. Perubahan cepat dan besar-besaran yang dimaksud adalah
perubahan dalam pelaksanaan proses produksi (cara pembuatan atau meningkatkan
nilai guna suatu barang) yang semula menggunakan tenaga manusia (tradisional)
beralih dengan menggunakan peralatan mesin (modern).

Revolusi Industri terjadi pada tahun 1750-1850, dimulai dari Britania Raya kemudian
menyebar ke seluruh Eropa Barat, Amerika Utara, Jepang, hingga ke seluruh dunia.

Adapun empat tahapan revolusi industri dari zaman dahulu hingga kini, diantaranya :

1. Industri 1.0 (Penggunaan mesin berbasis manufaktur)

Revolusi Industri Pertama dimulai dengan kemunculan mesin uap pada akhir abad ke-
18 yang mendorong mekanisasi dalam proses industri. Revolusi ini dicatat oleh
sejarah berhasil menaikkan perekonomian secara dramatis di mana selama dua abad
setelah revolusi industri terjadi peningkatan rata-rata pendapatan perkapita negara-
negara di dunia menjadi enam kali lipat.

2. Industri 2.0 (Produksi massal dengan mesin bertenaga listrik)

Revolusi Industri kedua terjadi di awal abad ke-19. Pada Industri 2.0
ini diterapkannya konsep produksi massal melalui produksi interchangeable parts,
penggunaan mesin bertenaga listrik dan ditemukannya konsep standarisasi industri.
Penemuan ini memicu kemunculan pesawat telepon, mobil, pesawat terbang, dan lain
sebagainya yang mengubah wajah dunia secara signifikan.

3. Industri 3.0 (Teknologi informasi dan elektronika guna otomatisasi


produksi)

Revolusi Industri ketiga terjadi di awal abad ke-20. Dimulai dengan


penggunaan elektronik dan teknologi informasi untuk mendorong level baru

11
otomatisasi produksi. Pengenalan revolusi industri generasi ketiga ditandai
dengan kemunculan teknologi digital dan internet.Sistem otomatisasi berbasis
komputer ini membuat mesin industri tidak lagi dikendalikan manusia.
Dampaknya biaya produksi menjadi lebih murah.

4. Industri 4.0 (Integrasi dunia online dengan produksi industri untuk


peningkatan efisiensi nilai proses industri)

Revolusi Industri ke empat merupakan industri yang sedang terjadi


saat ini yakni di awal tahun 2018 yang ditandai dengan sistem cyber-physical.
Industri mulai menyentuh dunia virtual, berbentuk konektivitas manusia, mesin dan
data, semua sudah ada di mana-mana. Istilah ini dikenal dengan nama Internet of
Things (IoT). Revolusi industri 4.0 menekankan pada kemampuan Artificial
Intellegent (kecerdasan buatan) sehingga kemunculan super komputer, robot pintar,
kendaraan tanpa pengemudi, editing genetik dan perkembangan neuroteknologi yang
memungkinkan manusia untuk lebih mengoptimalkan fungsi otak.

A. Hubungan Pendidikan Vokasi dan Revolusi Industri dengan penanganan


Anak Terlantar

Salah satu bidang pada pendidikan vokasi adalah pendidikan pekerjaan sosial
yang berpaku pada Undang-Undang Kesejahteraan Sosial nomor 11 tahun 2009 yang
menyatakan bahwa pekerjaan sosial sebagai suatu ilmu memfokuskan intervensinya
pada proses interaksi antara manusia dengan lingkungannya dengan menggunakan
teori-teori prilaku manusia dan sistem sosial, guna meningkatkan taraf hidup
masyarakat. Dimana ilmu yang menjadi landasan pekerja sosial adalah ilmu
kesejahteraan sosial yang pada dasarnya merupakan ilmu terapan yang kajiannya baik
secara teoritis maupun metodologis terhadap upaya-upaya untuk meningkatkan
kualitas hidup suatu masyarakat.

12
Tujuan dari pendidikan pekerjaan sosial ini adalah untuk menyiapkan pekerja
sosial profesional yang memiliki kompetensi dan komitmen terhadap praktek
termasuk penguasaan keahlian dan keterampilan pelayanan sosial yang ditujukan
untuk mengkaji, mengantisipasi keadaan dan perubahan kehidupan sosial, serta
merumuskan alternatif tindakan guna menciptakan situasi kehidupan sosial yang
kondusif bagi upaya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya
sendiri dan berfungsi secara sosial. Sehingga pekerjaan sosial dapat mengintegrasikan
pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan profesi pekerjaan sosial kedalam
kompetensi praktek. (Martha: 300; Risna:300; Meilanny:300)

Salah satu fokus yang ditangani pekerja sosial adalah PMKS (Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial). Berdasarkan Permensos nomor 08 tahun 2012,
PMKS merupakan seseorang, keluarga atau kelompok masyarakat yang karena suatu
hambatan, kesulitan atau gangguan, tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya,
sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya (kebutuhan jasmani, rohani, dan
sosial) secara memadai dan wajar.

Dari 26 PMKS yang disebutkan pada Permensos nomor 08 tahun 2012


tersebut, salah satunya adalah Anak Terlantar. Seorang anak berusia 6 (enam) tahun
sampai dengan 18 (delapan belas) tahun, meliputi anak yang mengalami perlakuan
salah dan ditelantarkan oleh orang tua/keluarga atau anak kehilangan hak asuh dari
orang tua/keluarga.

Jadi menurut penjelasan diatas, keberadaan Anak Terlantar menjadi salah satu
kajian yang dibahas pekerja sosial dan menjadi tugas bagi pekerja sosial agar dapat
mempraktikan teori, pengetahuan, pelatihan dan keterampilan yang didapat dalam
pendidikan vokasi guna menangani permasalahan yang dihadapinya untuk kemudian
diberikan pelayanan, pemberian solusi untuk mengantisipasi keadaan yang dialami,
serta merumuskan alternatif tindakan guna menciptakan situasi kehidupan sosial yang

13
kondusif bagi Anak Terlantar dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya
sendiri dan berfungsi secara sosial.

Beberapa hasil dari adanya revolusi industri adalah makin berkembangnya


teknologi, makin mudahnya manusia berkomunikasi, sempitnya batas pribadi, yang
berpengaruh pada pembentukan, pencegahan, dan penanganan keberadaan Anak
Terlantar.

1.Perkembangan Teknologi Semakin Pesat

Perkembangan teknologi yang semakin pesat memberi dampak positif dan


negatif kepada keberadaan Anak Terlantar di Dunia, khususnya di Indonesia.
Dampak positifnya adalah pendataan anak terlantar semakin jelas, edukasi gampang
karna adanya internet. Dengan makin mudahnya teknologi membantu kegiatan kita,
ini tentu juga akan memunculkan masalah seperti penjelasan sebelumnya.
Perkembangan teknologi juga ada dampak negatifnya, yaitu penyalah gunaan
teknologi, Anak Terlantar semakin tertinggal dalam zaman teknologi.

2.Komunikasi Semakin Mudah

Dengan kemudahan komunikasi pada era industri 4.0 ini dapat mempermudah
semua manusia dalam berkomunikasi. Yang dulunya ketika kita ingin berkomunikasi
dengan orang yang berada jauh dari kita menggunakan surat yang pengirimannya 3-4
hari, sekarang hanya dengan menggunakan telepon genggam/ HP. Makin mudahnya
akses komunikasi juga berdampak positif dan negatif dalam pencegahan dan
penanganan kasus Anak Terlantar. Dampak positifnya adalah komunikasi
penangananya semakin mudah. Dampak negatifnya yaitu merenggangkan hubungan
sosial dengan kehidupan nyata, pengaruh perilaku sosial, dan ajang pamer.

14
E. Untung dan Rugi Pendidikan Vokasi dan Industri dalam Keberadaan Anak
Terlantar

Pendidikan vokasi dan perkembangan industri memberikan kondisi yang


menguntungkan bagi keberadaan Anak Terlantar. Kondisi menguntungkan tersebut
meliputi:

1. Anak Terlantar menjadi salah satu kajian yang ditangani Pekerja Sosial
dalam pendidikan vokasi
Dalam pendidikan vokasi pekerjaan sosial, sesuai dengan Permensos nomor
08 tahun 2012, Korban Penyalahgunaan NAPZA menjadi salah satu bagian dari
penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dengan keberadaannya
menjadi fokus utama pekerja sosial untuk dapat mempraktikkan ilmunya yang
meliputi teori, pengetahuan, pelatihan dan keterampilan yang didapat dalam
pendidikan vokasi guna menangani permasalahan yang dihadapinya untuk
kemudian diberikan pelayanan, pemberian solusi untuk mengantisipasi keadaan
yang dialami, serta merumuskan alternatif tindakan guna menciptakan situasi
kehidupan sosial yang kondusif bagi Anak Terlantar.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak Terlantar menurut saya merupakan beban suatu Negara karena
membuat penerus Negara itu hancur, dan banyak masyarakat sekitar yang
tidak perhatian pada Anak Terlantar

B. Saran
Anak terlantar tentu membutuhkan dukungan dari berbagai pihak dengan
sistem sumber yang mempuni diantaranya seperti panti.

16
DAFTAR PUSTAKA

Suharma. (2015). DUKUNGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENANGANAN ANAK JALANAN


DI KOTA PADANG SUMATERA BARAT. PEKSOS : Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15
No. 1.

Sumyani, Yana. (2015). PERUBAHAN PERILAKU ANAK JALANAN DALAM MELAKUKAN


AKTIVITAS MENDAPATKAN PENGHASILAN DAN IMPLIKASINYA BAGI KEBIJAKAN
PERLINDUNGAN ANAK DI KOTA BANDUNG. Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.14 No
2.

17

Anda mungkin juga menyukai