Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR LANSIA


1. DEFINISI LANSIA
Lanjut usia (lansia) adalah populasi manusia yang telah mencapai usia
65 tahun (Touhy & Jett, 2014). Hal ini serupa dengan yang diemukakan oleh
para ahli gerontology yang mengatakan bahwa seseorang dapat dikatakan
lansia apabila telah mencapai usia 65 tahun (Miller, 2012). Lansia sendiri
terbagi dalam beberapa tingkatan yaitu lansia muda dengan rentang usia 65-74
tahun, lansia pertengahan dengan rentang usia 75-84 tahun, lansia sangat tua
dengan rentang usia 85 tahun ke atas (DeLaune & Ladner, 2002; Mauk,
2006).
Menurut undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan
lanjut usia di Indonesia menyatakan bahwa yang dimaksud dengan lansia
adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Sehingga setiap
penduduk Indonesia yang telah berusia 60 tahun atau lebih telah masuk dalam
kategori lansia. Lansia di Indonesia diklasifikasikan menjadi (1) kelompok
usia prasenilis yaitu berusia 45-59 tahun (2) kelompok usia lanjut yaitu
berusia 60 tahun ke atas (3) kelompok usia risiko tinggi yaitu berusia 70 tahun
ke atas ataupun berusia 60 tahun ke atas dengan masalah kesehatan
(Departemen Kesehatan RI, 2009).

2. PROSES MENUA
Proses menua adalah peristiwa yang akan terjadi pada laki-laki dan
perempuan, baik muda maupun tua (Miller,2012). Hal tersebut dikarenakan
proses menua merupakan bagian dari peristiwa siklus kehidupan manusia.
Siklus kehidupan manusia dimulai dari janin dan berakhir pada tahapan lanjut
usia dan kematian. Lanjut usia merupakan tahap akhir perkembangan
manusia. Sehingga lansia adalah manusia dewasa yang telah mengalami
proses menua tahap akhir.

3. KLASIFIKASI
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia.
a. Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia Resiko Tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan (Depkes RI, 2003).
d. Lansia Potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI,
2003).
e. Lansia Tidak Potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI,
2003).

4. KARAKTERISTIK
menurut Keliat (1999) dan Maryam (2008), lansia memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 Ayat (2) UU No. 13
tentang kesehatan).
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,
dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaftif
hingga kondisi maladaptif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi (Maryam, 2008)
5. TIPE LANSIA
Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan bermacam-
macam tipe usia lanjut. Yang menonjol antara lain:
a. Tipe arif bijaksana.
Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, mempunyai diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan
baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta
memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses
penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik
jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengkritik.
d. Tipe pasrah
Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai
konsep habis (“habis gelap datang terang”), mengikuti kegiatan beribadat,
ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
e. Tipe bingung
Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa
minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh (Nugroho, 2008).

6. TUGAS PERKEMBANGAN LANSIA


Menurut Duvall dalam Wong (2008) tugas perkembangan lansia
meliputi:
a. mengalihkan peran bekerja dengan masa senggang dan persiapan pensiun
atau pensiun penuh
b. memelihara fungsi pasangan dan fungsi individu serta beradaptasi dengan
proses penuaan,
c. mempersiapkan diri untuk menghadapi proses kematian dan kehilangan
pasangan hidup dan/atau saudara kandung maupun teman sebaya.
Sedangkan menurut Erickson tugas perkembangan pada masa lansia
adalah integritas ego (Stolte, 2003).
d. Menerima apa yang telah dilakukan seseorang dengan bijak tanpa
memperhatikan rasa sakit dan proses yang terjadi dalam perjalanannya
menjadi bagian dari tugas ini. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tugas
perkembangan lansia berinti pada adaptasi dan penyesuaian terhadap
perubahan yang terjadi pada lansia baik dari fisik, psikologis, dan sosial.

B. KONSEP DASAR ARTRITIS GOUT


1. DEFINISI
Gout adalah gangguan yang menyebabkan kesalahan metabolisme
purin yang menimbulkan hipersemia (kadar asam urat serum > 7,0 mg
/100ml). Ini dapat mempengaruhi sendi (kaki). Secara khas, sendi
metatarsafalangeal pertama dari ibu jari kaki besar adalah sisi primer yang
terlibat. Sendi lain yang terlibat dapat meliputi lutut dan pergelangan kaki.
(Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, volume 2)
Artritis Gout adalah suatu sindrom klinis yang mempunyai gambaran
khusus yaitu artritis akut. Artritis gout lebih banyak terdapat pada pria
daripada wanita. Pada pria sering mengenai usia pertengahan, sedangkan pada
wanita biasanya mendekati masa menopause. (Kapita Selekta Kedokteran,
edisi 3 jilid 1).
Artritis Gout adalah suatu sindrom klinis yang mempunyai gambaran
khusus, yaitu artritis akut. Merupakan jenis penyakit reumatik yang
penatalaksanaannya mudah dan efektif. Sebaliknya pada pengobatan yang
tidak memadai, gout dapat menyebabkan destruksi sendi. Kelainan ini
berhubungan dengan gangguan kinetik asam urat yaitu hiperurisemia. (Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1, edisi 3).

2. ETIOLOGI
a. Gejala Artritis akut disebabkan oleh reaksi inflamasi jaringan terhadap
pembentukan kristal monosodium urat monohidrat. Karena itu dilihat dari
penyebabnya penyakit ini termasuk dalam golongan kelainan metabolit.
b. Faktor-faktor yang berperan dalam perkembangan gout adalah :
- Pembedahan
- Trauma
- Obat-obatan
- Alkohol
- Stress emosional
- Diet tinggi purin
c. 1) Pembentukan Asam urat yang berlebihan
- Gout primer metabolik disebabkan sintesis langsung yang bertambah.
- Gout sekunder metabolik disebabkan pembentukan asam urat
berlebihan karena penyakit.
- Gout sekunder metabolik disebabkan pembentukan asam urat
berlebihan karena penyakit.
2) Kurangnya pengeluaran asam urat
- Gout primer renal terjadi karena gangguan ekskresi asam urat ditubuli
distal ginjal
- Gout sekunder renal disebabkan oleh kerusakan ginjal.
3. TANDA DAN GEJALA
Terdapat empat stadium perjalanan klinis gout yang tidak diobati: (Silvi A.
price)
a. Stadium pertama adalah hiperurisemia asimtomatik. Pada stadium ini asam
urat serum laki-laki meningkat dan tanpa gejala selain dari peningkatan asam
urat serum.
b. Stadium kedua arthritis gout akut terjadi awitan mendadak pembengkakan
dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki dan sendi
metatarsophalangeal.
c. Stadium tiga setelah serangan gout akut adalah tahap interkritis. Tidak
terdapat gelaja-gejala pada tahap ini, yang dapat berlangsung dari beberapa
bulan sampai tahun. Kebanyakan orang mengalami serangan gout berulang
dalam waktu kurang dari 1 tahun jika tidak diobati.
d. Stadium keempat adalah tahap gout kronik, dengan timbunan asam urat
yang terus meluas selama beberapa tahun jika pengobatantidak dimulai.
Peradangan kronik akibat Kristal-kristal asam urat mengakibatkan nyeri, sakit,
dan kaku, juga pembesaran dan penonjolan sendi bengkak.
4. KOMPLIKASI
a.Penderita akan mengalami radang sendi akut berulang dan semakin lama
semakin sering kekambuhannya
b. Sakitnya akan bertambah lemah
c. Sendi yang terasa sakit bertambah banyak
d. Tofi semakin lama semakin besar, bahkan pecah dan menjadi luka
e. Pada ginjal dan saluran kemih bisa timbul batu

5. KLASIFIKASI
Menurut (Ahmad, 2011) jenis asam urat yaitu :
a. Gout primer
Pada gout primer, 99% penyebabnya belum diketahui (idiopatik).
b. Gout sekunder
Pada gout sekunder disebabkan antara antara lain karena meningkatnya
produksi asam urat karena nutrisi, yaitu mengonsumsi makanan dengan
kadar purin tinggi.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
c. Pemeriksaan Laboratorium
Ditemukan kadar asam urat meningkat dalam darah (> 6 mg %)
d. Pemeriksaan kadar asam urat yang enzimatik.
e. Didapatkan leukositosis ringan
f. LED meninggi sedikit
g. Pemeriksaan urin
Ditemukan kadar asam urat tinggi (500 mg % / liter per 24 jam)
h. Pemeriksaan cairan tofi
i. Melihat respon dari gejala-gejala pada sendi terhadap pemberian
Cholasin. Cholasin adalah obat yang menghambat aktifitas fagositik dari
leukosit sehingga memberikan perubahan sehingga memberikan
perubahan yang dramatis dan cepat meredakan gejala-gejala.

7. PENATALAKSANAAN
Penanganan gout biasanya dibagi menjadi penanganan serangan akut dan
kronik. Ada 3 tahapan dalam terapi penyakit ini:
a. Mengatasi serangan akut
b. Mengurangi kadar asam urat untuk mnecegah penimbunan kristal urat pada
jaringan, terutama persendian
c. Terapi pencegahan menggunakan terapi hipouresemik :
 Terapi non farmakologi
Terapi non farmakologi merupakan strategi esensial dalam
penanganan gout. Intervensi seperti istirahat yang cukup, penggunaan
kompres dingin, modifikasi diet, mengurangi asupan alkohol dan
menurunkan berat badan pada pasien yang kelebihan berat badan
terbukti efektif.
 Terapi farmakologi
Serangan akut
Istirahat dan terapi cepat dnegan pemberian NSAID, misalnya
indometasin 200 mg/hari atau diklofenak 159 mg/hari, merupakan
terapi lini pertama dalam menangani serangan akut gout, asalkan tidak
ada kontraindikasi terhadap NSAID. Aspirin harus dihindari karena
ekskresi aspirin berkompetesi dengan asam urat dan dapat
memperparah serangan gout akut. Obat yang menurunkan kadar asam
urat serum (allopurinol dan obat urikosurik seperti probenesid dan
sulfinpirazon) tidak boleh digunakan pada serangan akut.
Penanganan NSAID, inhibitor cyclooxigenase-2 (COX 2), kolkisin
dan kortikosteroid untuk serangan akut dibicarakan berikut ini :
a. NSAID merupakan terapi lini pertama yang efektif untuk
pasien yang mengalami serangan gout akut. NSAID harus
diberikan dengan dosis sepenuhnya pada 24-48 jam pertama
atau sampai rasa nyeri hilang. NSAID yang umum digunakan
untuk mengatasi episode gout akut adalah :
 Naproxen- awal 750 mg, kemudian 250 mg 3 kali/hari
 Piroxicam- awal 40 mg, kemudian 10-20 mg/hari
 Diclofenac- awal 100 ,g, kemudian 50 mg 3x/hari
b. COX-2 inhibitor; Etoricoxib merupakan satu-satunya COX-2
yang dilisensikan untuk mengatasi serangan akut gout. Obat ini
efektif tapi cukup mahal, dan bermanfaat terutama bagi pasien
yang tidak tahan terhadap efek gastrointestinal NSAID non
selektif. COX-2 inhibitor mempunyai resiko efek samping
gastrointestinal bagian atas lebih rendah dibanding NSAID non
selektif.
c. Colchicine merupaka terapi spesifik dan efektif untuk serangan
gout akut. Namun dibanding NSAID kurang populer karena
kerjanya lebih lambat dan efek samping lebih sering dijumpai.
d. Steroid adalah strategi alternatif selain NSAID dan kolkisin.
Cara ini dapat meredakan serangan dengan cepat ketika hanya
1 atau 2 sendi yang terkena. Namun, harus dipertimbangkan
dengan cermat diferensial diagnosis antara atrithis sepsis dan
gout akut.
Serangan kronik
Kontrol jangka panjang hiperuriesmia merupakan faktor penting untuk
mencegah terjadinya serangan akut gout, keterlibatan ginjal dan
pembentukan batu asam urat. Penggunaan allopurinol, urikourik dan
feboxsotat untuk terapi gout kronik dijelaskan berikut ini:
a. Allopurinol ; obat hipouresemik pilihan untu gout kronik
adalah alluporinol, selain mengontrol gejala, obat ini juga
melindungi fungsi ginjal. Allopurinol menurunkan produksi
asam urat dengan cara menghambat enzim xantin oksidase.
b. Obat urikosurik; kebanyakan pasien dengan hiperuresmia yang
sedikit mengekskresikan asam urat dapat terapi dengan obat
urikosurik. Urikosurik seperti probenesid (500 mg-1 g 2x/hari).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATA

A. Asuhan Keperawatan Atrhitis Gout


1. Pengkajian
a) Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal
dan alasan MRS
b) keluhan utama
c) Akktivitas / istirahat : Nyri sendi karena gerakan, nyeri teka, memburuk
dengan stres pada sendi ; kekakkuan pagi hari, malaise, keterbatasan
rentang gerak: atrifi otot.
d) Kardivaskuler : Jantung cepat, TD menurun
e) Integritas Ego : Keputusasaan, ketidakberdayaan bekerja, ancaman konsep
diri.
f) Makanan dan cairan : Penurunan BB, kekeringan membran mukosa.
g) Personal Hygine : Bergai kesulitan melaksanakan aktivitas pribadi,
ketergantungan
h) Neurosensori : Kebas/ kesemutan tangan dan kaki, hhilang sensassi jari
tangan, pembengkakan pada sendi
i) Interaksi social : Kerusakan interaksi sosial, perubahan peran : isolasi
social

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan adanya proses inflamasi
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan perubahan kemampuan otot
c. Resiko jatuh berhubugan dengan penurunan kekuatan ekstremitas
d. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan penurunan fungsi tulang
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penyakit
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Nyeri akut NOC NIC
Definisi : Pengalaman sensori  Pain level Pain Management
dan emosional yang tidak  Pain control  Lakukan
menyenagkan yang muncul  Confort level pengkajian nyeri
akibat kerusakan jaringan yang Kriteria Hasil : secara
aktual atau potensial atau  Mampu mengontrol komrehensif
digambarklan dalam hal nyeri (tahu penyebab termasuk lokasi,
kerusakan sedemikian nyeri, mampu karakteristk,
rupa(internatonal Association menggunakan tehnk durasi, frekuemsi,
for the study of Pain : awitan nonfarmakologi untuk kualitas dan
yang tiba-tiba atau lambat dari mengurangi nyeri, faktor presipitasi
intensitas ringan hingga berat mencari bantuan  Observasi reaksi
dengan akhir yang dapat  Melaporkan bahwa nonverbal dari
diantisipasi atau diprediksi dan nyeri berkurang ketidaknyamanan
berlangsung <6 bulan dengan menggunakan  Gunakan tekhnik
manajemen nyeri komunikasi
 Mampu mengenali teraupetik untuk
nyeri (skala, intensitas, mengatahui
frekuensi dan tanda pengalaman nyeri
nyeri) pasien

 Menyatakan rasa  Kaji kultur yang


nyaman setelah nyeri mempengaruhi
berkurang respon nyeri
 Kurangi faktor
presipitasi nyeri
 Kaji tipe dan
sumber nyeri
untuk
menentukan
intervensi
 Berikan analgetik
untuk mengurang
nyer i
 Ajarkan tehnik
nonfarmakologi
Analgesik
Administration
 Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian
analgetik
 Cek instruksi
dokter tentang
jenis obat, dosis
dan frekuesni
 Cek riwayat
alergi
 Pilih analgesik
yang diperlukan
atau kombinas
dari analgesik
ketika pemberian
lebih dari satu
 Tentukan pilihan
analgesik
tergantung tipe
dan beratnya
nyeri

2 Intoleransi aktivitas NOC NIC


Definisi : ketidakcukupan Activity Therapy
 Energy conservation
energi psikologi atau fisiologis  Kolaborasi
 Activity tolerance
untuk melanjutkan atau dengan tenaga
 Self care : ADLs
menyelesaikan aktifitas rehabilitasi medik
Kriteria Hasil :
kehidupan sehari-hari yang dalam
 Berpartisipasi dalam
harus atau yang ingin dilakukan merencanakan
aktivitas fisik tanpa
program terapi
disertai peningkatan
yang tepat
tekanan darah, nadi
 Bantu klien untuk
dan RR
mengidentifikasi
 Mampu melakukan
aktivitas yang
aktivitas sehari-hari
mampu dilakukan
(ADLs) secara mandiri
 Bantu pasien
 TTV normal
untuk memilih
aktivita
konsistensi yang
sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan
sosial

3 Risiko jatuh NOC : NIC


Definisi : peningkatan  Trauma risk for Fall Prevention
kerentanan untuk jatuh yang  Injury risk for  Mengidentifikasi
dapat menyebabkan bahaya Kriteria Hasil defisit kognitif
fisik  Keseimbangan : atau fisik pasien
kemampuan u tuk yang dapat
mempertahankan meningkatkan
ekulibrium potensi jatuh
 Gerakan terkoordinasi dalam lingkungan
kemampuan otot untuk tertensu
bekerja sama secara  Mengidentifikasi
volunter untuk perilaku dan
melakukan gerakan faktor yang dapat
 Perilaku pencegahan mempengaruhi
jatuh : tindakan risiko jatuh
individu atau pemberi  Mendorong
asuhan meminimalkan pasien untuk
faktor resiko yang menggunakan
dapat memicu jatuh tongkat atau alat
dilingkungan individu pembantu
berjalan

4 Ganagguan rasa nyaman NOC : NIC :


Definisi : merasa kurang  Ansiety Anxiety Reduction
senang, legah, dan sempurna  Fear leavel ]sleep (penurunan
dalam dimensi fisik, debrivation kecemasan)
psikospritual, lingkungan, dan  Comport, readines, for  Gunakan
sosial echanced pendekatan yang
Kriteria Hasil : menenagkan
 Mampu mengontrol  Nyataakan
kecemasan dengan jelas
 Status lingkungan harapan
yang nyaman terhadaap
 Mengontrol nyeri perilaku pasien

 Kualitas tidur dan  Pahami


istirahat yang adekuat prespektif pasien
terhadap situasi
stres
 Bantu pasien
mengenal situasi
yang
menimbulkan
kecemasan

5 Kurang pengetahuan NOC : NIC:


Definisi : tidak adanya atau  Knowledge : disease  Jelaskan patologi
kurangnya informasi kognitif process dari penyakit dan
sehubungan dengan topic  Knowledge : health bagaimana hal ini
spesifik behavior berhubungan
Kriiteria Hasil : dengan antomi
 Klien dan keluarga dan fisiologi.
menyatakan  Gambarkan tanda
pemahaman tentang dan gejala, proses
penyakit, kondisi, penyakit yang
prognosis dan progam biasa muncul
pengobatan. pada penyakit.
 Klien dan keluarga  Sediakan
mampu menjelaskan informasi pada
kembali apa yang klien dan
dijelaskan secara keluarga tentang
benar. kondisi.
 Klien dan keluarga  Diskusikan
mampu menjelaskan perubahan gaya
kembali apa yang hidup yang
dijelaskan tenaga mungkin
kesehatan. diperlukan untuk
mencegah
SUMBER : NANDA NIC-NOC 2015
DAFTAR PUSTAKA

Sylvia a price & Lorraine M Wilson. 1994. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Persatuan Ahli Penyakit dalam Indonesia.1996.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
I edisi III. Jakarta: Balai Penerbit.
Doengoes, Marilynn E , dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Fakultas Kedokteran UI.2000. Kapita Selekta Kedokteran. edisi 3, Jilid I. Jakarta:
Media Aescul
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Dagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : Penerbt Mediaction
Jogja.

Widyanto, F. W. (2014). Artritis Gout dan Perkembangannya. Artritis Gout dan


Perkembangannya, 146.
Zahro, C., & Faizah, K. (2018). Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Penurunan
Nyeri Pada Penderita Penyakit Artritis Gout. Jurnal Ners dan Kebidanan ,
184.

Anda mungkin juga menyukai