Anda di halaman 1dari 30

AKUNTANSI KAS, PENEMPATAN PADA BANK INDONESIA,

KLIRING, DAN PAJAK

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Keuangan Syariah


Dosen Pengampu : Anang Haris Firmansyah, M.Pd.

Disusun oleh:
Kelompok 10 :
1. Nilna Nikmatul J. ( 12406183153 )
2. Dion Tri H. ( 12406183185 )
3. Nadia Islavella ( 12406183193 )
4. Natasya Aulia R. ( 12406183197 )

KELAS 3D
MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
AGUSTUS 2019

i
Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
rahmat serta hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Akuntansi Kas, Penempatan Pada Bank Indonesia, Kliring, dan Pajak”.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Keuangan
Syariah. Dalam pembuatan makalah ini, penulis banyak mendapat hambatan.
Akan tetapi, atas bantuan dari berbagai pihak hambatan tersebut dapat teratasi.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Rektor IAIN Tulungagung Maftukin, M,Ag.
2. Bapak Anang Haris Firmansyah, M.Pd selaku dosen pengampu mata
kuliah Akuntansi Keuangan Syariah
3. Semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis berharap kritik dan saran dari pembaca untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis, pembaca dan umumnya bagi kita semua.

Tulungagung, 03 September 2019

Penyusun

ii
Daftar Isi

Halaman Judul..................................................................................................... i

Kata Pengantar .................................................................................................... ii

Daftar Isi.............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Akuntansi Kas
1) Pengertian dan Pengawasan Kas ............................................................. 3
2) Rekonsiliasi Biaya ................................................................................... 4
B. Akuntansi Penempatan Pada Bank
1) Penempatan Call Money Antar Bank ( Placement ) ............................... 7
2) Fasilitas Bank Indonesia ( FASBI ) ........................................................ 10
3) Penempatan Pada Bank Lain Secara Langsung ...................................... 11
C. Kliring ........................................................................................................... 13
D. Pajak .............................................................................................................. 16
1) Kaidah – kaidah Pembebanan Pajak ....................................................... 16
2) Sistem Pengenaan Pajak .......................................................................... 18
3) Fungsi dan Peranan Pajak dalam Islam ................................................... 19
4) Dampak Pajak dalam Pemerintahan Islam .............................................. 19

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................................. 24
B. Saran ............................................................................................................. 24

Contoh Soal ........................................................................................................

DARFAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Segala puji bagi Allah SWT yang menyempurnakan segala nikmat dan
karunia-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam, semoga senantiasa
terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan seluruh
sahabatnya. Amien.
Kas ialah uang tunai dan kertas-kertas berharga yang berfungsi sebagai
uang tunai. Apabila perusahaan menyimpan uangnya di Bank, dan melakukan
pembayaran dengan cek (kecuali pengeluaran-pengeluaran dalam jumlah
kecil), maka secara periodik Bank akan mengirim laporan saldo uang tersebut
ke perusahaan. Laporan saldo tersebut dalam bentuk Rekening Koran, yaitu :
Suatu daftar secara sistematis yang menunjukkan perubahan saldo uang
nasabah yang disusun oleh Bank.
Dalam suatu pengelolaan asset liabilities bank, apabila bank mempunyai
kelebihan dana , maka kelebihan tersebut akan ditempatkan dalam suatu
kegiatan yang menghasilkan keuntungan. Kegiatan penempatan dana tersebut
dilakukan antara lain dalam bentuk penempatan pada bank lain atau Indonesia.
Kegiatan penempatan pada bank ini dapat dilakukan melalui pasar uang
maupun dilalukan secara langsung pada bank yang dituju. Sedangkan bank-
bank yang melakukan penempatan dana secara langsung ke bank yang dituju
dapat menggunakan instrument simpanan antara lain dalam bentuk tabungan,
deposito berjangka, atau bentuk simpanan lainya. Penempatan ini pada
umumnya dilakukan oleh Bank Pembangunan daerah (BPD), Bank Pasar,
Bank Perkreditan Rakyat (BPR), dan sebagainya.
Segala aktivitas mu’amalah yang dilakukan oleh seorang muslim haruslah
dalam rangka mewujudkan tercapainya maqashid syari’ah (tujuan syari’ah).
Salah satu tujuan syari’ah adalah tercapainya kesejahteraan harta dan
kesejahteraan pemilik harta. Keduanya haruslah tercapai sebuah kesepakatan
yang mana dalam pembebanan pajak muncul teori-teori guna menjembatani
kesepakatan tersebut.

1
B. Rumusan masalah
1) Apakah yang dimaksud dengan akuntansi kas ?
2) Bagaimanakah akuntansi penempatan pada bank itu ?
3) Apa yang dimaksud dengan kliring ? Jelaskan !
4) Apakah yang dimaksud dengan pajak ? Jelaskan secara rinci !

C. Tujuan
1) Untuk mengetahui apa itu akuntansi kas secara jelas
2) Untuk memahami apa dan bagaimana akuntansi penempatan pada bank
3) Untuk memahami maksud dari kliring
4) Untuk memahami apa dan bagaimana pajak itu

2
BAB II

PEMBAHASAN

1) Akuntansi Kas
1) Pengertian dan Pengawasan Kas
Kas ialah uang tunai dan kertas-kertas berharga yang berfungsi sebagai
uang tunai. Adapun ciri-ciri kertas berharga yang dapat digolongkan
sebagai kas adalah sebagai berikut :
a. Diterima bank (dalam pertukaran) nilainya sama dengan nilai nominal,
b. Tidak mempunyai tanggal jatuh tempo,
c. Untuk dijadikan uang tunai tidak memerlukan biaya.
Karena sifatnya antara lain : volume fisik kecil, nilainya tetap
(sebesar nominal), tidak adanya identifikasi pemilikan, maka Kas sering
menjadi objek penyelewengan. Oleh sebab itu pengawasan terhadap kas
harus diadakan secara teliti dan tepat, sejak penerimaan sampai dengan
pengeluaran. Beberapa prinsip pengawasan terhadap kas, antara lain :
a. Adanya pembagian tugas: bagian penerimaan, penyimpanan dan
pembukuan kas,
b. Setiap penerimaan harus segera disetor ke Bank (diberikan batas waktu
penyetoran, misalnya : paling lambat satu hari),
c. Gunakan sistem Voucher untuk pengerluaran, agar pengeluaran-
pengeluaran untuk pribadi dapat dicegah, setidak-tidaknya dikurangi,
d. Sistem kas kecil diselenggarakan untuk pengeluaran dalam jumlah
yang kecil (dengan penetapan jumlah maksimum), dan kas kecil
tersebut sebaiknya diselenggarakan dalam bentuk dana tetap(imprest
fund),
e. Dibagian keuangan ditunjuk seorang petugas untuk mencatat semua
penerimaan, baik dalam bentuk tunai, cek maupun bilyet giro dalam
suatu daftar tersendiri,
f. Kecuali pembayaran melalui kas kecil, maka pengeluaran sebaiknya
dengan cek,

3
g. Pejabat yang mengeluarkan cek harus mempunyai daftar, untuk
mencatat semua cek yang telah dikeluarkan,
h. Kas opname diadakan dengan jarak waktu yang tidak teratur dan
mendadak.1

2) Rekonsiliasi Bank
Apabila perusahaan menyimpan uangnya di Bank, dan melakukan
pembayaran dengan cek (kecuali pengeluaran-pengeluaran dalam jumlah
kecil), maka secara periodik Bank akan mengirim laporan saldo uang tersebut
ke perusahaan. Laporan saldo tersebut dalam bentuk Rekening Koran, yaitu :
Suatu daftar secara sistematis yang menunjukkan perubahan saldo uang
nasabah yang disusun oleh Bank.
Dalam Rekening Koran tersebut oleh Bank dicatat semua pertambahan
(Kredit) dan penguragan (Debet), disertai biaya-biaya (Debet) maupun jasa
giro (Kredit) yang mengakibatkan perubahan saldo uang nasabah yang
bersangkutan.
Pada prinsipnya saldo uang menurut Laporan Bank akan selalu sama
dengan saldo uang menurut Buku Kas perusahaan. Namun ada beberapa faktor
yang menyebabkan perbedaan antara saldo menurut Laporan Bank (Rekening
Koran) dengan saldo menurut Buku Kas perusahaan, antara lain :
1) Bank belum mencatat transaksi tertentu :
a. Setoran dalam perjalanan (deposit in transit)
Perusahaan telah mencatat setoran ke bank, tetapi bank belum
mencatatnya sehingga tidak tercantum dalam Laporan Bank,
b. Cek dalam peredaran (out standing checks)
Cek yang ditarik dan telah dibukukan oleh perusahaan, tetapi bank
belum mencatatnya karena pemegang cek belum menguangkan ke
bank,

1
Keuangan, Kementrian, “Memahami Akuntansi Kas Pada Pemerintah Daerah”, diakses
dari https://bppk.kemenkeu.go.id/id/publikasi/artikel/147-artikel-anggaran-dan-
perbendaharaan/21886-memahami-akuntansi-kas-pada-pemerintah-daerah-akuntansi-kas-pada-
satuan-kerja-perangkat-daerah-skpd, pada 3 September 2019, pukul 13.02 WIB

4
2) Perusahaan belum mencatat transaksi tertentu :
a. Penerimaan kas melalui bank (inkaso)
Bank melakukan penerimaan kas (misalnya dari piutang/wesel tagih)
untuk dibukukan ke dalam rekening giro perusahaan,
b. Biaya administrasi bank
Biaya-biaya yang dibebankan oleh bank kepada perusahaan,
c. Pendapatan bunga atau jasa giro
Bunga yang diberikan bank kepada perusahaan atas saldo rekeningnya,
d. Cek kosong dari konsumen atau debitur (cek yang tidak cukup
dananya)
Cek yang diterima perusahaan kemudian disetorkan bersama-sama
dengan uang tunai ke bank, akan tetapi dikembalikan bank karena
tidak cukup dana (not sufficient fund),
e. Cek yang dikembalikan kepada penyetor dengan alasan lain
Cek yang dikembalikan dengan alasan-alasan :
1) rekening penarik cek telah ditutup,
2) cek telah daluarsa,
3) tandatangan yang tercantum pada cek tidak sah,
4) terdapat kesalahan dalam penulisan cek. 2
3) Bank atau Perusahaan atau kedua-duanya telah melakukan
kesalahan pencatatan
Tahap-tahap penyusunan rekonsiliasi bank adalah sebagai berikut :
a. Mulailah dengan saldo yang tercantum dalam laporan bank dan saldo
yang tercantum dalam rekening Kas perusahaan yang mungkin tidak
sama jumlahnya,
b. Tambahkan atau kurangkan pada saldo per bank, hal-hal yang
tercantum dalam pembukuan perusahaan tetapi tidak tercantum dalam
laporan bank :
1) Tambahkan setoran dalam perjalanan pada saldo per bank

2
Ibid, https://bppk.kemenkeu.go.id/id/publikasi/artikel/147-artikel-anggaran-dan-
perbendaharaan/21886-memahami-akuntansi-kas-pada-pemerintah-daerah-akuntansi-kas-pada-
satuan-kerja-perangkat-daerah-skpd

5
2) Kurangkan cek dalam peredaran pada saldo per bank
c. Tambahkan atau kurangkan pada saldo per buku, hal-hal yang
tercantum dalam laporan bank tetapi tidak tercatat dalam pembukuan
perusahaan :
1) Tambahkan pada saldo per buku (1) penerimaan-penerimaan kas
langsung melalui bank dan (2) pendapatan bunga atas saldo giro di
bank,
2) Kurangkan pada saldo per buku (1) biaya administrasi bank, (2)
biaya pencetakan cek, dan (3) pengurangan yang telah dilakukan
oleh bank lainnya (misalnya pengurangan karena adanya
pengembalian cek kosong atau cek yang telah lewat waktu)
d. Hitunglah saldo per bank yang telah disesuaikan dan saldo per buku
yang telah disesuaikan. Kedua saldo tersebut harus sama,
e. Buatlah jurnal untuk setiap hal yang tercantum pada butir 3 di atas,
yaitu hal-hal yang tercantum pada sisi per buku (perusahaan) dalam
rekonsiliasi bank,
f. Perbaiki semua kesalahan yang terdapat dalam pembukuan
perusahaan, dan sampaikan pemberitahuan ke bank jika bank telah
melakukan kesalahan.
Berikut adalah ikhtisar tindakan dalam proses rekonsiliasi:
1) Transaksi sudah dicatat oleh salah satu pihak tetapi belum dicatat oleh
pihak lain
2) Adanya kesalahan oleh bank atau oleh perusahaan

B. Akuntansi Penempatan pada Bank Indonesia


Dalam suatu pengelolaan asset liabilities bank, apabila bank mempunyai
kelebihan dana , maka kelebihan tersebut akan ditempatkan dalam suatu
kegiatan yang menghasilkan keuntungan. Kegiatan penempatan dana tersebut
dilakukan antara lain dalam bentuk penempatan pada bank lain atau
Indonesia. Kegiatan penempatan pada bank ini dapat dilakukan melalui pasar
uang maupun dilalukan secara langsung pada bank yang dituju. Sedangkan

6
bank-bank yang melakukan penempatan dana secara langsung ke bank yang
dituju dapat menggunakan instrument simpanan antara lain dalam bentuk
tabungan, deposito berjangka, atau bentuk simpanan lainya. Penempatan ini
pada umumnya dilakukan oleh Bank Pembangunan daerah (BPD), Bank
Pasar, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), dan sebagainya.
Penempatan pada bank lain atau Indonesia adalah penempatan dana
dalam bentuk interbank call money, tabungan, deposito berjangka yang
dimaksudkan untuk memperoleh penghasilan. Penempatan pada bank lain
disajikan dineraca sebesar nilai bruto tagihan bank. Dalam hal bank
membentuk penyisihan penghapusan aktiva produktif untuk menutup
kemungkinan terjadinya kerugian dari penanaman tersebut, maka penyisihan
tersebuut disajikan sebagai pos pengurang dari pos penempatan tersebut.
Saldo penempatan pada bank lain daalm valuta asing dan penyisihanya
dicatat dalam valutanya, sedangkan untuk keperluan laporan ke Bank
Indonesia dan laporan keuangan publikasi, saldo valuta asing tersebut
dijabarkan kedalam rupiah dengan menggunakan kurs laporan Bank
Indonesia.3
Berikut penempatan dana pada Bank Indonesia:
1) Penempatan Call Money Antar Bank (Placement)
Penempatan dana dalam bentuk inipada Bank Indonesia pada tanggal
kontrak dicatat pada rekening administrative kelompok kewajiban
komitmen fasilitas kredit kepada bank lain yang belum ditarik. Transaksi
penempatan call money tersebut akan dicatat pada kelompok penempatan
pada bank lain sebesar nilai bruto tagihan bank atau yang ditempatkan
pada bank lain. Apabila dalam pelaksanaan penempatan dana tersebut
melibatkan broker, maka biaya yang timbul dicatat sebagai beban biaya
dalam periode tahun berjalan pada akun fee broker. Bila terdapat diskonto
atas penempatan call money pada bank lain dicatat sebagai pendapatan
bunga yang ditangguhkan dan akan diamortisasi selama jangka waktu
3
Indra Bastian Suhardjono, “ Akuntansi Perbankan”. (Jakarta: Salemba Empat, 2006), hlm
214

7
penempatan. Pendapatan ini akan dicatat secara akrual pada kelompok
akun tagihan bunga. Selanjutnya pada saat jatuh tempo, bank akan
menerima pembayaran sebesar nilai penempatan ditambah dengan tagihan
bunga berjalan.
Transaksi yang terjadi berkaitan dengan penempatan call money pada
bank lain antara lain transaksi saat terjadi kontrak, transaksi saat
pembukuan kontrak, transaksi saat pembayaran fee broker, transaksi saat
dilakukan pengakuan pendapatan, dan transaksi saat jatuh tempo. Berikut
adalah prosedur akuntansi penempatan call money pada bank lain.
a. Misalkan telah terjadi kontrak penempatan call money dari Bank BRI
ke Bank Mandiri sebesar IDR 10.000.000.000 dengan bunga 10%
pertahun untuk jangka waktu tujuh hari. Pada tanggal terjadi kontrak
penempatan call money Bank BRI akan mencatat pada rekening
administrative sebagai berikut:

Debit 720-010-20- Fasilitas kredit yang belum 10.000.000.000


0301 ditarik – Money Market –
Kredit Line 10.000.000.000
721-010-20- Kontrak Fasilitas kredit
0301 yang belum ditarik – Money
Market - Line

b. Pda tanggal pembukuan penempatan call money dilakukan pembukuan


dengan jurnal:

Debit 109-010-20- Penempatan pada bank lain 10.000.000.000


0001 – Call Money
Kredit Kas kliring keluar 10.000.000.000
157-070-00-
0004

8
c. Pada saat yang sama dilakukan pengurangan atau penihilan rekening
administratifnya dengan jurnal:
Debit 721-010-20- Kontrak Fasilitas kredit 10.000.000.000
0301 yang belum ditarik – Money
Kredit Market – Line 10.000.000.000
720-010-20- Fasilitas kredit yang belum
0301 ditarik – Money Market –
Line

d. Apabila timbul free broker , misalnya sebesar Rp. 5000.000 maka


dilakukan pembayaran free broker melalui sarana kliring dan
dibukukan dengan jurnal pembukuan:

Debit 524-010-00- Free Broker 5.000.000


Kredit 2101 Kas Kliring Keluar 5.000.000
157-070-00-
0004

e. Pada saat dilakukan akrual bunga secara harian oleh sistem yang
besarnya dalah 1/360 hari x Rp 10.000.000.000 x 10% = Rp 2.777.778
akan dilakukan pembukuan:

Debit 157-021-xx- Tagihan bunga penempatan 2.777.778


xxxx pada banlk lain
Kredit Pendapatan bunga 2.777.778
400-010-xx- penempatan pada bank lain
xxxx

f. Pada saat jatuh tempo akan diterima kembali dana penempatan call
money dari bank lain dan bunganya sebesar 7/360 hari x Rp
10.000.000 x 10% = Rp 19.444.446 yang dibukukan dengan jurnal:

9
Debit 157-070-00- Kas Kliring – Masuk 10.019.444.446
Kredit 0005 Penempatan pada bank lain – call 10.000.000.000
Debit 109-010-20- money 19.444.4464
0001 Tagihan bunga penempatan pada
157-021-xx-xxx bank lain

2) Fasilitas Bank Indonesia (FAS BI)


Fasilitas Bank Indonesia dalah fasilitas yang diberikan oleh Bank
Indonesia untuk membeli sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang tidak dapat
diperjualbelikan di pasar sekunder, jangka waktu maksimal 1 minggu dan
bentuk fisik SBI tidak dikuasai oleh bank tetapi masih menjadi portofolio
Bank Indonesia.
Transaksi FASBI dengan Bank Indonesia dicatat pada akun
penempatan pada BI dalam kelompok penempatan pada bank sebesar nilai
SBI yang dibeli setelah dikurangi dengan nilai diskonto. Diskonto atas
transaksi FAS BI merupakan selisih kurang antara nilai nominal SBI
dengan harga beli SBI yang dicatat sebagai pendapatan bunga yang
ditangguhkan yang kan diamortisasi selama jangka waktu SBI. Amortisasi
pendapatan bunga yang ditangguhkan akan dilakukan setiap hari dan
dicatat dalam kelompok akun pendapatan bunga. Sedangkan pada saat
jatuh tempoh FAS BI, bank akan menerima kembali pembayaran dana
yang ditempatkan sebesar nilai nominal SBI.
Transaksi yang terjadi berkaitan dengan penempatan pada Bank
Indonesia (SBI) antara lain transaksi pada saat pembalian, transaksi saat
dilakuka pengakuan pendapatan (amortisasi) dan transaksi saat jatuh
tempo.
a. Misalkan Bank BRI membeli SBI dengan fasilitas FASBI sebesar IDR
10.000.000.000 dengan bunga 10% per tahun untuk jangka waktu 7

4
Ibid hlm 215-116

10
hari. Pada tanggal dilakukan transaksi pembelian SBI akan dilakukan
pencatatan pembukuan dengan jurnal sebagai berikut:

Debit 115-010-xx- Penempatan pada 10.000.000.000


xxxx BI/FASBI
Kredit 103-010-10- Giro BI 9.980.555.554
0001
Kredit 227-112-xx- Pendapatan Bunga yang 19.444.446
xxxx dtangguhkan-FAS BI

b. Pada saat dilakukan amortisasi diskonto bunga SBI dilakukan


pembukuan selama tujuh hari (1 minggu) yang besarnya adalah 1/360
hari x Rp 10.000.000.000 x 10% = Rp 2.777.778 dan dibukukan
dengan jurnal:

Debit 227-112-xx-xxxx Pendapatan Bunga yang 2.777.778


Ditangguhkan-FASBI
Kredit 400-02x-xx-xxxx Pendapatan Bunga- FASBI 2.777.778

c. Selanjutnya pada saat jatuh tempo SBI akan dilakukan jurnal


pembukuan sebagai berikut:

Debit 103-010-10-0001 Giro BI 10.000.000.000


Kredit 115-010-xx-xxxx Penempatan pada BI-FASBI 10.000.000.0005

3) Penempatan Dana Pada Bank Lain Secara Langsung


Bank-bank yang tidak memiliki dealing room, penempatan dana ke
bank lain dilakukan secara langsung, misalnya BPD dan BPR. Apabila
Bank BPD/BPR akan menempatkan kelebihan danaya ke Bank BRI, maka
Bank BPD/BPR harus menghubungi Bank BRI. Apabiala telah ada

5
Ibid hlm 216-217

11
kesepakatan, baik menegenai jenis produk, bunga, jangka waktu, dan
besarnya dana, maka Bank BPD/BPR akan melimpahkan dnanya ke Bank
BRI melalui transaksi kliring. Seterimanya pelimpahan dana tersebut,
Bank BRI akan membuku sesuai dengan kesepakatan. Transaksi ini oleh
Bank BRI akan dicatat sebagai simpanan bank lain oleeh Bank BPD/BPR
akan dicatat sebagai penempatan pada bank lain sebesar jumlah yang
ditempatkan dengan jurnal pembukuan sebagai berikut:

Pembukuan di Bank BPR Pembukuan di Bank BRI


Debit : Penempatan dana di Bank Debit: Giro pada Bank Indonesia
BRI Kredit; 206-010-00-0000/ Giro-BPR/
Kredit: Giro pada Bank Indonesia 206-030-00-0000/
Tabungan-BPR/
206-050-00-0000/ Deposito
BPR/

Selanjutnya setiap menerima bunga dari bank BRI akan dilakukan jurnal
Pembukuan di kedua bank sebagai berikut:

Pembukuan di Bank BPD/BPR Pembukuan di Bank BRI


Debit : Giro pada Bank Indonesia Debit: 500-020-00-0000 Beban
Kredit: Pendapatan bunga bunga simpanan bank lain
penempatan dana pada Kredit; Giro pada Bank Indonesia
bank BRI

Pada saat jatuh tempo, bila tidak diperpanjang, dana dikembalikan kepada
bank BPR dengan jurnal pembukuan sebagai berikut:

Pembukuan di Bank BPD/BPR Pembukuan di Bank BRI

12
Debit : Giro pada Bank Indonesia Debit: 206-010-00-0000/ Giro-BPR/
Kredit: Penempatan dana di Bank 206-030-00-0000/ Tabungan-
BRI BPR/
206-050-00-0000/ Deposito
BPR/
Kredit; Giro pada Bank Indonesia6

3) Kliring
Kliring merupakan sarana atau cara perhitungan utang piutang dalam
bentuk surat berharga atau surat dagang dari suatu bank peserta yang
diselenggarakan oleh Bank Indonsia atau pihak lain yang ditunjuk. Apabila
mengikuti kliring,bank komersial harus terlebih dahulu terdaftar sebagai
peserta kliring pada penyelenggaraan kliring, yaitu Bank Indonesia. Dalam
kegiatan kliring, digunakan warkat, dokumen, dan formulir kliring. Warkat
adalah alat pembayaran bukan tunaiyang diperhitungkan atas beban atau untuk
rekening nasabah ataubank melalui kliring. Beberapa waktu warkat adalah
cek, bilyet giro, wasel bank untuk transfer, surat bukti penerimaan transfer,
nota kredit, dan nota kredit.7
Dokumen kliring adalah dokumen yang berfungsi sebagai alat bantu dalam
proses perhitungan kliring di tempat penyelenggara. Dokumen kliring yang
digunakan adalah daftar warkat kliring penyerahan / pengembalian yang
disediakan oleh masing – masing peserta.
Formulir kliring adalah formulir yang digunakan untuk proses perhitungan
kliring meliputi neraca kliring penyerahan dan pengembalian yang disediakan
oleh penyelenggara kliring, neraca kliring penyerahan dan pengembalianyang
disediakan peserta kliring, dan bilyet saldo kliring yang disediakan oleh
peserta.
1) Mengenal Sistem Transfer Kliring atau SKNBI

6
Ibid hlm 217-218
7
Prasetyo, Aji, “Akuntansi Keuangan Syariah, Teori, Kasus, & Pengantar Menuju
Praktik”, ( Yogyakarta : CV. ANDI OFFSET, 2019 ), hlm. 279

13
Saat ini, masyarakat Indonesia memiliki banyak alternatif dalam
melakukan transaksi transfer dana kepada pihak lain di bank yang berbeda
(transfer dana antar bank). Mulai dari Sistem BI-RTGS untuk keperluan
transfer dana seketika, melalui mesin ATM dari penerbit yang tergabung
dalam jaringan bersama ATM, atau dapat melalui layanan Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia (SKNBI).8
Apabila Anda akan melakukan transfer dana kepada pihak lain di
bank yang berbeda, maka layanan SKNBI dapat dipertimbangkan untuk
digunakan. Kelebihan dari sistem transfer ini adalah biayanya yang relatif
murah.
Yang dimaksud dengan:
a. Kliring adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik
(DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama
nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.
b. SKNBI adalah sistem kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring
debet dan kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara
nasional.

1) Tujuan dan Manfaat SKNBI


Tujuan diterapkannya SKNBI pada penyelenggaraan kliring di
Indonesia adalah untuk meningkatkan efisiensi sistem pembayaran ritel
serta memenuhi prinsip-prinsip manajemen risiko dalam penyelenggaraan
kliring.
Adapun manfaat yang diperoleh dengan diterapkannya SKNBI adalah
sebagai berikut:
a. Bagi Bank Indonesia
1. Efisiensi waktu dan biaya, khususnya dalam hal:
 operasional kliring dengan ditiadakannya fisik warkat kredit;

8
Kasirin, Untung, “Mengenal Sistem Transfer SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia)”, diakses dari https://akuntansikeuangan.com/sknbi/, pada 2 September 2019, pikul
19.40 WIB

14
 maintenance aplikasi kliring dengan digunakannya sistem yang
terintegrasi di seluruh wilayah kliring.
2. Tersedianya jangkauan transfer antar bank melalui kliring yang
lebih luas dengan diakomodirnya kliring antar wilayah untuk
transfer kredit.
3. Memenuhi prinsip-prinsip manajemen risiko dalam
penyelenggaraan kliring yang bersifat multilateral netting sesuai
dengan Core Principles yang dikeluarkan oleb Bank for
International Settlement (BIS).
b. Bagi Bank
1. Efisiensi biaya operasional bank dalam pencetakan dan proses
administrasi warkat kredit.
2. Semakin luasnya jangkauan layanan bank kepada nasabah.
c. Bagi Masyarakat
Tersedianya pilihan sarana transfer dana yang murah.9

2) Kegiatan SKNBI
SKNBI dibagi dalam 2 (dua) kegiatan, yaitu:
a. Kliring Debet
1) Meliputi kegiatan kliring penyerahan1) dan kliring
pengembalian2), digunakan untuk transfer debet antar Bank yang
disertai dengan penyampaian fisik warkat debet (cek, bilyet giro,
nota debet dan lain-lain).
2) Kliring Debet dilakukan secara lokal.
3) Perhitungan kliring debet dilakukan oleh Peserta Kliring Lokal atas
dasar Data Keuangan Elektronik (DKE) debet yang dikirim oleh
peserta di wilayah kliring yang bersangkutan.
4) Hasil perhitungan kliring debet tersebut selanjutnya dikirim ke
Sistem Sentral Kliring (SSK) untuk diperhitungkan secara nasional
oleh Penyelenggara Kliring Nasional (PKN).

9
Ibid, https://akuntansikeuangan.com/sknbi/

15
b. Kliring Kredit
1) Digunakan untuk transfer kredit antar bank tanpa disertai
penyampaian fisik warkat (paperless).
2) Kliring kredit dilakukan secara nasional.
Perhitungan kliring kredit dilakukan oleh PKN atas dasar transfer kredit yang
dikirim peserta dari seluruh wilayah kliring.10

D. Pajak
Pajak didefinisikan sebagai kewajiban untuk membayar tunai yang
ditentukan oleh pemerintah atau pejabat berwenang yang bersifat mengikat
tanpa adanya imbalan tertentu (Inayat, 2003). Dari definisi ini dapat diperoleh
beberapa kesimpulan, yaitu: Pajak merupakan suatu keharusan bagi setiap
warga negara yang tidak bisa ditawar lagi. Bukan berarti pajak dapat
disalahgunakan sebagai bentuk pemerasan penyelenggaraan negara kepada
rakyatnya, walaupun hal ini sangat mungkin terjadi.
Karena kalau dilihat dari sejarahnya, yaitu pada masa feodalisme terutama
sebelum datangnya Islam, pajak memang digunakan sebagai suatu bentuk
paksaan dari pihak yang berkuasa. Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin,
mengubah paradigma tersebut. Dengan tetap mengacu kepada definisi di atas,
ada beberapa konsepi-konsepi yang perlu dipenuhi dalam penarikan pajak, dan
konsep inilah yang menjadi acuan di semua negara di dunia saat ini sebagai
suatu kaidah-kaidah dalam penetapan pajak11
1. Kaidah – kaidah Pembebanan Pajak
Segala aktivitas mu’amalah yang dilakukan oleh seorang muslim
haruslah dalam rangka mewujudkan tercapainya maqashid syari’ah (tujuan
syari’ah). Salah satu tujuan syari’ah adalah tercapainya kesejahteraan harta
dan kesejahteraan pemilik harta. Keduanya haruslah tercapai sebuah
kesepakatan yang mana dalam pembebanan pajak muncul teori-teori guna
menjembatani kesepakatan tersebut. Adalah ekonom Inggris Adam Smith
10
Ibid, https://akuntansikeuangan.com/sknbi/
11
Perbanas, Dosen, “Pajak dalam Islam”, Diakses dari https://dosen.perbanas.id/pajak-
dalam-islam/, pada 1 September 2019, pukul 11.36 WIB

16
telah merancang kaidah-kaidah beban pajak dan memuat empat teori
(Inayat, 2003), yaitu: Teori keadilan atau persamaan, teori keyakinan, teori
ekonomi, teori keseimbangan.
Jauh sebelum Adam Smith, para ulama telah membahas prinsip-prinsip
pajak. Semua Khalifa Rasyidin terutama Umar, Ali dan Umar bin Abdul
Aziz menekankan supaya pajak dikumpulkan dengan keadilan dan dengan
cara yang sopan, serta tidak boleh melampaui kemampuan orang untuk
membayar atau membuat mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan
pokok hidupnya. Peningkatan pajak yang adil bukan hanya akan
menimbulkan peningkatan pendapatan tetapi juga pembangunan daerah.

Dari keempat teori yang diungkapkan oleh Adam Smith di atas, akan kita coba
jelaskan satu persatu :12

1. Kaidah Keadilan dan Persamaan


Keadilan pajak adalah kewajiban pertama yang harus dijunjung
tinggi keselamatannya, Adam Smith menjelaskan prinsip melalui
komentarnya: “Wajib memberikan sumbangsih perlindungan pemerintah
untuk menutupi kebutuhan pangan negara sesuai kemampuan mereka yang
relatif, yaitu pemilik harta bisa menikmati hartanya dengan perlindungan
pemerintah”.
Di atas dapat dilihat bahwa perlindungan masyarakat dalam
menutupi beban umum harus sesuai dengan kemampuan dan
ketentuannya, dimana ukurannya terletak pada ukuran pemasukan dan
inilah yang dimaksud dengan kewajiban pajak harus sesuai dengan
kemampuan keuangan, oleh karena itu pajak dikenakan atas dasar
kelebihan harta bukan modal harta.
Dalam kaitannya dengan aspek keadilan dikenal dua macam
prinsip, yaitu prinsip kepuasan atas balas jasa yang diterima wajib pajak
(benefit approach) dan prinsip yang berdasarkan kemampuan membayar
pajak (ability to pay principle). Jika diukur dari prinsip kepuasan atas balas
12
Ibid, https://dosen.perbanas.id/pajak-dalam-islam/

17
jasa yang diterima wajib pajak sangatlah sulit, hal ini dikarenakan
relatifitas dari kepuasan itu sendiri.
2. Kaidah Kepercayaan atau Keyakinan
Menurut Adam Smith pajak harus berdasarkan keyakinan. Dengan
demikian segala hal yang berkaitan dengan nilai harga, nisab, kadar, waktu
dan tindakan-tindakan penghasilan yang berkaitan dengan pajak harus
jelas. Wajib pajak harus didorong untuk tertib memenuhi kewajibannya
dengan membayar tepat pada waktunya. Batasan pajak ada pada tindakan-
tindakan untuk terjadinya perubahan atau keadilan, kecuali dalam keadaan
sulit, maka seorang mukallaf ikut serta mengatur kebutuhan pangan dan
kewajiban materi. Dan batasan-batasan itu tidak jelas bagi pajak yang bisa
mendatangkan kedzaliman, kesewenang-wenangan, kerusakan, lebih-lebih
lagi para pelaksana administrasi dan pelaksana perpajakan. Hal ini dapat
menggoncangkan semangat kerja, situasi keuangan dan kepercayaan yang
dipegang oleh pejabat perpajakan terhadap pajak yang dibayarkan oleh
masyarakat.
Hal-hal di atas menjadikan masyarakat menghidari pajak dan
menggagalkan politik keuangan pemerintah dalam merealisasikan sasaran
dan tujuan pajak. Dari sini jelaslah bahwa kaidah keyakinan itu sangat
penting dalam perpajakan yang juga untuk menjaga prinsip-prinsip
keadilan dalam pajak.
Untuk menumbuhkan keyakinan para wajib pajak, maka
pemerintah sebagai pihak penyelenggara pajak memiliki kewajiban
memenuhi dua kondisi berikut (Chapra,2000); Pertama, penerimaan hasil-
hasil pajak harus dipandang sebagai amanah dan dibelanjakan secara jujur
dan efisien untuk merealisasikan tujuan-tujuan pajak. Kedua, pemerintah
harus mendistribusikan beban pajak secara merata diantara mereka yang
wajib membayarnya. Selama tidak ada jaminan bahwa dana pajak yang
dibayarkan kepada pemerintah akan dipergunakan secara jujur dan efektif
untuk mewujudkan tujuan syari’ah, maka masyarakat tidak akan bersedia
dengan pemerintah dalam usaha pengumpulan pajak dan mengabaikan

18
berapa pun kewajiban – kewajiban moral untuk membayar pajak
ditegaskan.13
3. Kaidah Keselarasan
Teori ini menghendaki agar hukum yang berkaitan dengan pajak
itu sesuai dengan kondisi muslim mukallaf, khususnya yang berkaitan
dengan batasan waktu dan sebab-sebab penarikan pajak. Dari segi batasan
waktu penarikan pajak hendaknya disesuaikan dengan situasi dan kondisi
keuangan dan kehidupan masyarakat seperti waktu penghasilan atau
setelah memperoleh penghasilan. Pajak ditarik ketika panen atau ketika
menjual barang produksi.
Dari segi sebab-sebab penarikan pajak dikehendaki adanya layanan
penarikan pajak yang maksimal sesuai dengan keadaan muslim mukallaf.
Oleh karenannya suatu kewajiban bagi penarik pajak untuk memberikan
kemudahan bagi muslim mukallaf dalam membayar pajak.

4. Kaidah Ekonomi
Kaidah ini menghendaki agar sikap pemborosan dan upaya
maksimal dalam memperoleh hasil pajak atau sarana lain dalam
perpajakan, seperti mata uang, transportasi dan inventarisasi, atau yang
berkaitan dengan kebutuhan pembayar pajak dihindari sehingga manfaat
pajak dapat direalisasikan dengan memperkaya hasil pajak.
Dalam buku Muhammad Abdul Mannan, “Ekonomi Islam: Teori
dan Praktek”, ada yang harus diikuti dalam proses pengambilan pajak yang
dilakukan pemerintah kepada rakyatnya, antara lain:14
a) Negara harus meneliti dalam menetapkan pengambilan bermacam-
macam pajak, maka hendaknya dipakai dasar keadilan dalam
perpajakan, yaitu dengan mengambil dari setiap individu menurut
kadar kemampuannya. Bagi yang tidak mampu agar dibebaskan dari
pajak. Ketika negara mengambil kewajiban pembayaran dari harta

13
Ibid, https://dosen.perbanas.id/pajak-dalam-islam/
14
Ibid, https://dosen.perbanas.id/pajak-dalam-islam/

19
lainnya yang diwajibkan Allah SWT, seperti zakat dan jizyah, maka
harus menurut ukuran yang telah ditetapkan dengan benar karena
semua itu telah ditentukan oleh Allah SWT.
b) Negara hendaknya memperhatikan hak dalam penentuan barang yang
dikenakan kewajiban pembayaran harta umum, sehingga Baitul Maal
tidak mengambil melebihi dari keuntungan seorang pengusaha dan
pengusahan hendaknya tidak berbuat curang dalam memberikan
haknya kepda Baitul Maal.
c) Negara harus memperhatikan pendapatan orang yang dikenakan
kewajiban membayar harta umum, maka tidak ada sistem yang
menzhalimi pengusaha.
d) Negara harus mendapatkan harta kekayaan umum dalam rentang
waktu yang telah ditentukan, maka tidak mungkin zakat dan kharaj
diambil sebelum berpenghasilan. Jadi tepatnya dimusim panen sesuai
firman Allah, “Dan tunaikanlah haknya di hari memetiknya.” (Q.S. Al
An’aam : 141)
2. Sistem Pengenaan Pajak
Sistem pengenaan pajak yang ada pada masa kini mengacu kepada
kaidah-kaidah pembebanan pajak yang dijelaskan pada bagian
sebelumnya. Berdasarkan kaidah-kaidah tersebut, sistem pengenaan pajak
dapat dibedakan menjadi tiga. 15
a) Pertama, sistem pajak yang progresif. Dimana sistem pengenaan pajak
ini bertambah nilainya seiring dengan semakin tingginya dasar pajak
(tax base) seperti tingkat penghasilan wajib pajak, harga barang
mewah dan sebagainya, akan dikenai pungutan pajak yang semakin
tinggi persentasenya. Sistem pajak progresif masih sesuai dengan
semangat Islam yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan
kesetaraan. Sistem pengenaan pajak seperti ini sangat membantu
menumbuhkan kesadaran wajib pajak untuk mengalokasikan harta

15
Ibid, https://dosen.perbanas.id/pajak-dalam-islam/

20
yang dimilikinya kepada hal-hal yang sifatnya lebih produktif daripada
membelanjakannya untuk barang-barang mewah.
b) Kedua, sistem pajak proposional, yaitu pengenaan tarif pajak
berdasarkan persentase yang sama untuk nilai objek pajak yang
berbeda-beda. Sistem ini tidak bisa diberlakukan untuk semua bentuk
pajak, hanya pajak-pajak tertentu saja yang dapat mengunakan sistem
ini. Meski demikian, sistem pengenaan pajak proposional masih
sejalan dengan prinsip-prinsip keadilan.
c) Ketiga, sistem pajak yang regresif yang mana kebalikan dari sistem
pajak progresif. Semakin tinggi dasar pajaknya, maka akan semakin
rendah persentase yang dibebankannya, tetapi jumlah yang dibayarkan
tetap akan lebih besar untuk nilai pajak yang lebih besar pula. Sistem
ini dapat diterapkan pada pengenaan pajak yang dialokasikan untuk
hal-hal yang sifatnya produktif dan sosial, serta bergantung pada
situasi dan kondisi yang terjadi pada saat itu.
Selain itu, dikenal pula pungutan pajak yang sifatnya langsung dan
tidak langsung. Pengenaan pajak langsung artinya seluruh beban pajak
dipikul oleh wajib pajak itu sendiri dan tidak dapat dialihkan
kewajibannya kepada pihak lain. Sedangkan pajak tidak langsung artinya
beban pajak dapat dialihkan kepada pihak lain, baik seluruh atau sebagian
dari beban pajak tersebut.
Para ulama berpendapat bahwa pajak langsung lebih baik dipandang
dari sudut Islam, yang menekankan keadilan. Sejumlah ulama seperti
Syekh Hasan Al Banna, mantan pemimpin Ikhwanul Muslimin, Yusuf
Qardhawi dan Al-Abbadi melihat sistem pajak progresif sangat sesuai
dengan etos Islam karena membantu mereduksi kesenjangan pendapatan
dan kekayaan.
3. Fungsi dan Peranan Pajak dalam Islam
Pada prinsipnya, dana pajak digunakan untuk kesejahteraan umum
seluruh masyarakat dalam suatu negara. Sehingga pajak memiliki fungsi
alokasi, distribusi dan stasbilisasi secara efektif. Selain dalam rangka

21
menjaga keberlangsungan roda pemerintahan, pajak juga harus lebih
diprioritaskan untuk hal-hal yang bisa dirasakan langsung oleh
masyarakat. Jadi secara umum pajak mempunyai fungsi sebagai public
service dan jaminan sosial bagi masyarakat.
Begitu juga dalam pembangunan suatu sistem transportasi publik yang
efisien, perlu prioritas yang tinggi. Ketiadaannya menyebabkan kesulitan
bagi mayoritas penduduk, berdampak buruk terhadap efisiensi
pembangunan dan menimbulkan impor berlebihan terhadp mobil dan
minyak. Dan sebagai salah satu solusi dari tingginya impor mobil dan
minyak, pemerintah dapat membenahi sistem transportasi publik kearah
yang lebih baik dengan pengadaan kendaraan publik dengan demikian
tidak akan mengurangi tekanan terhadap sumber-sumber devisa, tetapi
juga memberikan pelayanan transportasi yang lebih nyaman kepada
mayoritas penduduk, dengan kemacetan dan polusi udara yang berkurang
di kota.
Dalam rangka melakukan pemerataan di setiap bidang kehidupan,
pembangunan pedesaan untuk meningkatkan produktivitas pertanaian,
memperluas kewirausahaan dan kesempatan kerja, serta pemenuhan
kebutuhan hidup rakya pedesaan hruslah diutamakan.
Disamping itu, restrukturisasi sistem finansial dalam rangka pemberian
pembiayaan kepada pengusaha di pedesaan dan di perkotaan untuk
meningkatkan peluang usaha dan meningkatkan produksi barang dan jasa,
juga menjadi syarat penting guna mendukung itu semua. Jadi secara
umum, pajak haruslah dapat berdaya guna dalam rangka meingkatkan
kesejahteraan umum.
4. Dampak Pajak dalam Pemerintahan Islam
Berdasarkan atas fungsi dan peranan pajak dalam suatu pemerintahan
Islam yang mengedepankan prinsip kesejahteraan umum bagi seluruh
masyarakatnya, maka kegunaan pajak dapat dirasakan langsung oleh
masyarakat. Selain untuk meningkatkan taraf hidup suatu masyarakat,
pajak juga menjadi tolak ukur riil akan tingkat kesejahteraan masyarakat

22
itu sendiri. Hal ini terlihat dari ada tidaknya infrastruktur yang
diperuntukan bagi masyarakat secara umum. Suatu negara yang taraf
hidupnya di atas tingkat rata-rata, pastilah tercukupi fasilitas-fasilitas
umumnya, setelah fasilitas pribadi yang terpenuhi sebelumnya.
Terciptanya suatu pemerintahan yang baik dalam menjalakan usahanya
sebagai khalifah di muka bumi, menjadi salah satu kegunaan yang
dirasakan dari adanya pungutan pajak. Alokasi dana pajak dalam
menjalankan roda pemerintahan sangatlah mendorong usaha-usaha
percepatan ekonomi yang digalakan oleh pemerintah. Hal ini bisa
dibuktikan dengan semakin meluasnya kesejahteraan yang merata bagi
pengelola negara memungkinkan fasilitas pelayanan dalam rangka
mengerakan roda perekonomian dengan kemudahan mendirikan usaha-
usaha baru menjadikan masyarakat bergairah untuk senantiasa berusaha
meningkatkan produktivitas usahanya.
Berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 dan Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 2009, memberikan angin segar bagi pelaku
transaksi syariah. Pasalnya kedua Undang Undang ini mulai mengatur
perlakuan perpajakan secara khusus atas transaksi syariah, sehingga lebih
memberikan kepastian hukum perlakuan perpajakan transaksi syariah yang
selama ini terjadi terdapat perbedaan persepsi mengenai perlakuan
perpajakan antara para pelaku transaksi syariah dan Direktorat Jenderal
pajak.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kas ialah uang tunai dan kertas-kertas berharga yang berfungsi sebagai
uang tunai. Adapun ciri-ciri kertas berharga yang dapat digolongkan sebagai
kas adalah sebagai berikut : Diterima bank (dalam pertukaran) nilainya sama
dengan nilai nominal, tidak mempunyai tanggal jatuh tempo, Untuk dijadikan
uang tunai tidak memerlukan biaya.
Dalam suatu pengelolaan asset liabilities bank, apabila bank mempunyai
kelebihan dana , maka kelebihan tersebut akan ditempatkan dalam suatu
kegiatan yang menghasilkan keuntungan. Kegiatan penempatan dana tersebut
dilakukan antara lain dalam bentuk penempatan pada bank lain atau Indonesia.
Kegiatan penempatan pada bank ini dapat dilakukan melalui pasar uang
maupun dilalukan secara langsung pada bank yang dituju. Sedangkan bank-
bank yang melakukan penempatan dana secara langsung ke bank yang dituju
dapat menggunakan instrument simpanan antara lain dalam bentuk tabungan,
deposito berjangka, atau bentuk simpanan lainya.
Kliring merupakan sarana atau cara perhitungan utang piutang dalam
bentuk surat berharga atau surat dagang dari suatu bank peserta yang
diselenggarakan oleh Bank Indonsia atau pihak lain yang ditunjuk. Apabila
mengikuti kliring,bank komersial harus terlebih dahulu terdaftar sebagai
peserta kliring pada penyelenggaraan kliring, yaitu Bank Indonesia. Dalam
kegiatan kliring, digunakan warkat, dokumen, dan formulir kliring. Warkat
adalah alat pembayaran bukan tunaiyang diperhitungkan atas beban atau untuk
rekening nasabah ataubank melalui kliring. Beberapa waktu warkat adalah
cek, bilyet giro, wasel bank untuk transfer, surat bukti penerimaan transfer,
nota kredit, dan nota kredit.
Pajak didefinisikan sebagai kewajiban untuk membayar tunai yang
ditentukan oleh pemerintah atau pejabat berwenang yang bersifat mengikat
tanpa adanya imbalan tertentu (Inayat, 2003). Dari definisi ini dapat diperoleh

24
beberapa kesimpulan, yaitu: Pajak merupakan suatu keharusan bagi setiap
warga negara yang tidak bisa ditawar lagi. Bukan berarti pajak dapat
disalahgunakan sebagai bentuk pemerasan penyelenggaraan negara kepada
rakyatnya, walaupun hal ini sangat mungkin terjadi.

B. Saran
Dari makalah ini yang telah dibuat mungkin terdapat kesalahan dan
kekurangan baik itu cara penulisan atau dari kata-katanya. Penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar dapat memberikian
motivasi guna memperbnaiki makalah selanjutnya.

25
Contoh Soal

1. Si A nasabah giro bank Mentari membeli barang ke si B nasabah bank Cahaya


senilai Rp 10.000.000 menggunakan cek ABC.
Si A menyerahkan cek ke bank ABC untuk rekening giro si B nasabah bank
DEF sebesar Rp 20.000.000 untuk pelunasan utang
Tuliskan pencatatan transaksi kliring !

2. Misalkan telah terjadi kontrak penempatan call money dari Bank BRI ke Bank
Mandiri sebesar IDR 10.000.000.000 dengan bunga 10% per tahun untuk
jangka waktu tujuh hari. Pada tanggal terjadi kontrak (deal date) penempatan
call money Bank BRI akan mencatat pada rekening administrative
Bagaimana pencatatannya ?

26
DAFTAR PUSTAKA

Indra Bastian Suhardjono, “ Akuntansi Perbankan”. (Jakarta: Salemba Empat,


2006).

Kasirin, Untung, “Mengenal Sistem Transfer SKNBI (Sistem Kliring Nasional


Bank Indonesia)”, diakses dari https://akuntansikeuangan.com/sknbi/, pada
2 September 2019, pikul 19.40 WIB.

Keuangan, Kementrian, “Memahami Akuntansi Kas Pada Pemerintah Daerah”, diakses


dari https://bppk.kemenkeu.go.id/id/publikasi/artikel/147-artikel-anggaran-dan-
perbendaharaan/21886-memahami-akuntansi-kas-pada-pemerintah-daerah-
akuntansi-kas-pada-satuan-kerja-perangkat-daerah-skpd, pada 3 September 2019,
pukul 13.02 WIB.

Perbanas, Dosen, “Pajak dalam Islam”, Diakses dari


https://dosen.perbanas.id/pajak-dalam-islam/, pada 1 September 2019, pukul
11.36 WIB.

Prasetyo, Aji, “Akuntansi Keuangan Syariah, Teori, Kasus, & Pengantar Menuju
Praktik”, ( Yogyakarta : CV. ANDI OFFSET, 2019 ).

27

Anda mungkin juga menyukai