Anda di halaman 1dari 155

KUMPULAN LP DAN SP

STASE JIWA

DISUSUN OLEH:
NOFITA MUNINGGARSARI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS AN NUUR PURWODADI
2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PASIEN DENGAN HALUSINASI

Di SUSUN OLEH :
NOFITA MUNINGGARSARI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS AN NUUR PURWODADI
2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. (WHO, 2006).
Halusinasi merupakan proses akhir dari pengamatan yang
diawali oleh proses diterimanya, stimulus oleh alat indra, kemudian
individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak dan baru kemudian
individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi (Yosep,
2009).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan
tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien
mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara
(Direja, 2011).
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun
pada panca indera seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan
sadar/bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun
histerik (Trimelia, 2011).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi
dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Suatu penerapan panca indra tanda ada rangsangan dari luar. Suatu
penghayatan yang dialami suatu persepsi melaluipanca indra tanpa
stimullus eksteren persepsi palsu(Prabowo, 2014: 129).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsnagan eksternal
(dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan
tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien
mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara
(Kusumawati & Hartono, 2012:102).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien
mengalamai perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaaan atau penghiduan. Klien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012: 53).
2. Tanda Dan Gejala
Adapun Tanda dan gejala halusinasi menurt Direja, 2011
sebagai berikut :
a. Halusinasi Pendengaran
Data Objektif : Bicara atau ketawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,
mengarahkan telinga ke arah tertentu, menutup telinga.
Data Subjektif : mendengar suara atau kegaduhan, mendengarkan
suara yang mengajak bercakap-cakap, mendengarkan suara yang
menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
b. Halusinasi Penglihatan
Data Objektif : menunjuk-nunjuk kearah tertentu, ketakutan pada
sesuatu yang tidak jelas.
Data Subjektif : melihat bayangan, sinar bentuk geometris, bentuk
kortoon, melihat hantu atau monster.
c. Halusinasi Penghidungan
Data Objektif : menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu,
menutup hidung.
Data Subjektif : membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses,
kadang-kadang bau itu menyenangkan.
d. Halusinasi Pengecapan
Data Objektif : Sering meludah, muntah.
Data Subjektif : merasakan rasa seperti darah, urine atau feses.
e. Halusinasi Perabaan
Data Objektif :Menggaruk- garuk permukaan kulit.
Data Subjektif : menyatakan ada serangga di permukaan kulit, merasa
tersengat listrik.
3. Faktor Penyebab halusinasi
Faktor-faktor penyebab halusinasi dibagi menjadi dua (Yosep,
2010) yaitu:
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi
jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk
mengatasi stress. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya.
Faktor predisposisi dapat meliputi factor perkembangan, sosiokultural,
biokimia, psikologis, dan genetic (Yosep, 2009).
1) Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress dan
kecemasan.
2) Faktor Sosiokultural
Berbagai factor dimasyarakat dapat menyebabkan seseorang
merasa disingkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian
dilingkungan yang membesarkannya.
3) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Jika seseorang mengalami stress yang berlebihan, maka didalam
tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan
dimethytrenferase (DMP).
4) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggungjawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Berpengaruh pada
ketidakmampuanklien dalam mengambil keputusan demi masa
depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari
alam nyata menuju alam hayal.
5) Faktor Genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi
hasil studi menunjukkan bahwa factor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul
gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi,
perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian
individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan
kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
2) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
3) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
4. Jenis Halusinasi
Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain:
a. Halusinasi Pendengaran (Auditorik)
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara –
suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi Penglihatan (Visual)
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk
pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau
panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan
atau menakutkan.
c. Halusinasi Penciuman (Olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu
bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan
dementia.
d. Halusinasi Perabaan (Tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi Pengecapan(Gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis
dan menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau
feses.
f. Halusinasi Sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine.
g. Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
5. Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien, bisa berbeda intensitasnya
dan keparahannya. Stuart dan Laraia (2001) membagi fase halusinasi
dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietasnya yang dialami dan
kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase
halusinasinya, klien semakin berat mengalami ansietas dan makin
dikendalikan oleh halusinasinya.
a. Fase 1 : Comforting (Ansietas Sedang) : halusinasi menyenangkan.
Karakteristik : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas,
kesepian, rasah bersalah, takut, dan mencoba untuk berfokus pada
pikiran menyenangkan untuk meredakan ansietas. Individu mengenali
bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berada dalam kendali
kesadaran jika ansietas dapat ditangani.
Perilaku klien :
1) Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa suara.
3) Pergerakan mata yang cepat.
4) Respon verbal yang lambat jika sedang asyik.
5) Diam dan asyik sendiri.
b. Fase II Condemning (Ansietas Berat) : Halusinasi menjadi
menjijikkan.
Karakteristik : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan.
Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil
jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin
mengalami dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri
dari orang lain.
Perilaku Klien :
1) Meningkatnya tanda-tanda sistem syaraf otonom akibat ansietas
otonom akibat ansietas seperti peningkatan denyut jantung,
pernafasan, dan tekanan darah.
2) Rentang perhatian menyempit.
3) Asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi dan realita.
c. Fase III : Controlling (Ansietas berat) : Pengalaman sensori menjadi
berkuasa.
Karakteristik : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap
halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi
menjadi menarik. Klien mungkin mengalami pengalaman kesepian
jika sensori halusinasi berhenti.
Perilaku Klien :
1) Kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti.
2) Kesukaran berhubungan dengan orang lain.
3) Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit.
4) Adanya tanda-tanda fisik ansietas berat : berkeringat, tremor, tidak
mampu mematuhi perintah.
d. Fase IV : Conquering (Panik) : Umumnya menjadi melebur dalam
halusinasi.
Karakteristik : pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien
mengikuti perintah halusinasi. Halusinasi berakhir dari beberapa jam
atau hari jika tidak ada intervensi terapeutik.
Perilaku Klien :
1) Perilaku teror akibat panik.
2) Potensi kuat suicide (bunuh diri) atau homicide (membunuh orang
lain).
3) Aktivitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri, atau katatonia.
4) Tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks.
5) Tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
C. Pohon Masalah
Resti menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Perubahan sensori persepsi :


halusinasi
Isolasi social
D. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada halusinasi di bagi menjadi dua yaitu
penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan, yaitu :
1. Penatalaksanaan Medis
a. Psikofarmakoterapi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/ skizofrenia
biasanya diatasi dengan menggunakan obat-obatan anti psikotik
antara lain :
1) Golongan butirefenon : Haldol, Serenace, Ludomer. Pada
kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3x5 mg,
im. Pemberian injeksi biasanya cukup 3x24 jam. Setelahnya
klien bisa diberikan obat per oral 3x1,5 mg atau 3x5 mg.
2) Golongan Fenotiazine :Chlorpramizine/ Largactile/ Promactile.
Biasanya diberikan per oral. Kondisi akut biasanya diberikan
3x 100mg. Apabila kondisi sudah stabil dosis dapat dikurangi
1x100 mg pada malam hari saja (Yosep, 2011).
b. Psikoterapi
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui
electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang
listrik dapat diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan dengan
terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik.
c. Rehabilitasi
Terapi kerja baik untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia
tidak mengasingkan diri lagi karena bila menarik diri dia dapat
membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan penderita
untuk mengadakan permainan atau pelatihan bersama (Maramis,
2005).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut (Keliat, 2010), terapi Aktivitas Kelompok yang diberikan pada
pasien dengan Halusinasi yaitu :
a. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau
stimulus yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien
dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sessi. Dengan proses ini,
diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam
kehidupan menjadi adatif. Aktivitas berupa stimulus dan persepsi.
Stimulus yang disediakan : baca artikel/majalah/buku/puisi,
menonton acara TV (ini merupakan stimulus yang disediakan),
stimulus dari pengalaman masa lalu yang menghasilkan proses
persepsi klien yang maladaptive atau distruktif, misalnya
kemarahan, kebencian, putus hubungan, pandangan negative pada
orang lain dan halusinasi. Kemudian dilatih persepsi klien terhadap
stimulus.
b. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulus Sensori
Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien. Kemudian
diobservasi reaksi sensori klien terhadap stimulus yang disediakan,
berupa ekspresi perasaan secara nonverbal (ekspresi wajah, gerakan
tubuh). Biasanya klien yang tidak mau mengungkapkan
komunikasi verbal akan testimulasi emosi dan perasaannya, serta
menampilkan respons. Aktivitas yang digunakan sebagai stimulus
adalah : musik, seni menyanyi, menari. Jika hobby klien diketahui
sebelumnya, dapat dipakai sebagai stimulus, misalnya lagu
kesukaan klien, dapat digunakan sebagai stimulus.

E. Mekanisme Koping
Kaji mekanisme koping yang sering digunakan klien, meliputi :
1. Regresi : menjadi malas beraktifitas sehari-hari
2. Proyeksi : mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain
atau sesuatu benda.
3. Menarik Diri : sulit mempercayai orang lain dan dengan stimulus
internal.
4. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.
F. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
1. Masalah keperawatan:
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
2. Data yang perlu dikaji:
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jikasedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.

b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi


Data Subjektif :
1) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata
2) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang
nyata
3) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
4) Klien merasa makan sesuatu
5) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
6) Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
7) Klien ingin memukul/melempar barang-barang
Data Objektif :
1) Klien berbicara dan tertawa sendiri
2) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
3) Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
4) Disorientasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
Data Subyektif :
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data Obyektif :
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup,
Apatis, Ekspresi sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas
menurun, Posisi janin pada saat tidur, Menolak berhubungan,
Kurang memperhatikan kebersihan
G. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan I : Perubahan sensori persepsi : halusinasi
H. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa I : Perubahan sensori persepsi halusinasi
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran
hubungan interaksi seanjutnya.
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan :
a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara
dan tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan
seolah-olah ada teman bicara
c. Bantu klien mengenal halusinasinya:
1) Tanyakan apakah ada suara yang didengar
2) Apa yang dikatakan halusinasinya
3) Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun
perawat sendiri tidak mendengarnya.
4) Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
5) Katakan bahwa perawat akan membantu klien
d. Diskusikan dengan klien :
1) Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
2) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore,
malam)
e. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien
mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
Tindakan :
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber
pujian
c. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya
halusinasi:
1) Katakan “ saya tidak mau dengar”
2) Menemui orang lain
3) Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
4) Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien
tampak bicara sendiri
d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya
secara bertahap
e. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
f. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
g. Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi
4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
Tindakan :
a. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami
halusinasi
b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat
kunjungan rumah):
1) Gejala halusinasi yang dialami klien
2) Cara yang dapat dilakukan klien dan keuarga untuk memutus
halusinasi
3) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian
bersama
4) Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat
bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri
atau orang lain
5. Klien memanfaatkan obat dengan baik
Tindakan :
a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan
manfaat minum obat
b. Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya
c. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek
samping minum obat yang dirasakan
d. Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 6 benar.

DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta:EGC
Maramis, W.F.2005. Catatan Ilmu kedokteran Jiwa. Ed.9 Surabaya: Airlangga
University Press.
Stuart, E.W& Sudden S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemah).
Jakarta:EGC
Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan
Keluarga, Edisi I. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan).
Jakarta: EGC.
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
Masalah Utama : Halusinasi pendengaran
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien:
- Petugas mengatakan bahwa klien sering menyendiri di kamar
- Klien sering tertawa dan tersenyum sendiri
- Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang membisiki dan
isinya tidak jelas serta melihat setan-setan.
2. Diagnosa keperawatan:
Perubahan persepsi sensori: halusinasi dengar
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
1) Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
2) Pasien dapat mengontrol halusinasinya
3) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
Strategi Komunikasi.
SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara
mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan
cara pertama: menghardik halusinasi

ORIENTASI:
”Selamat pagi bapak, perkenalkan nama saya Aulia Rohman saya
mahasiswa STIKES CENDEKIA UTAMA KUDUS. Saya biasa dipanggil
Rohman. Nama bapak siapa?Bapak Senang dipanggil apa”
”Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa keluhan bapak saat ini”
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama
ini bapak dengar tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang
tamu? Berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit”

KERJA:
”Apakah bapak mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang dikatakan
suara itu?”
” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang
paling sering D dengar suara? Berapa kali sehari bapak alami? Pada keadaan apa
suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”
” Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara itu?”
”Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara
itu suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah
suara-suara itu muncul?
” bapak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama,
dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat
minum obat dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung bapak
bilang, pergi saya tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara
palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba bapak
peragakan! Nah begitu, … bagus! Coba lagi! Ya bagus bapak D sudah bisa”
TERMINASI:
”Bagaimana perasaan D setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-suara
itu muncul lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal
latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? (Saudara masukkan kegiatan latihan
menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana kalau
kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara dengan
cara yang kedua? Jam berapa D?Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa lama kita
akan berlatih?Dimana tempatnya”
”Baiklah, sampai jumpa.”
SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua:
bercakap-cakap dengan orang lain

Orientasi:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-
suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita
latih?Berkurangkan suara-suaranya Bagus ! Sesuai janji kita tadi saya akan latih
cara kedua untuk mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang
lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di mana? Di sini saja?
Kerja:
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah
dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi kalau bapak mulai mendengar
suara-suara, langsung saja cari teman untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk
ngobrol dengan bapak Contohnya begini; … tolong, saya mulai dengar suara-
suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada orang dirumah misalnya
istri,anak bapak katakan: bu, ayo ngobrol dengan bapak sedang dengar suara-
suara. Begitu bapak Coba bapak lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu.
Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus ya bapak!”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara
yang bapak pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua cara
ini kalau bapak mengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita masukkan dalam
jadwal kegiatan harian bapak. Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti
lakukan secara teratur serta sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok pagi saya
akan ke mari lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga yaitu melakukan
aktivitas terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00? Mau di
mana/Di sini lagi? Sampai besok ya. Selamat pagi”

SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga:


melaksanakan aktivitas terjadwal

Orientasi: “Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini?


Apakah suara-suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang
telah kita latih ? Bagaimana hasilnya ? Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan
belajar cara yang ketiga untuk mencegah halusinasi yaitu melakukan kegiatan
terjadwal. Mau di mana kita bicara? Baik kita duduk di ruang tamu. Berapa lama
kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”
Kerja: “Apa saja yang biasa bapak lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya,
terus jam berikutnya (terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam).
Wah banyak sekali kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih
kegiatan tersebut). Bagus sekali bapak bisa lakukan. Kegiatan ini dapat bapak
lakukan untuk mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih
lagi agar dari pagi sampai malam ada kegiatan.
Terminasi: “Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap cara
yang ketiga untuk mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara
yang telah kita latih untuk mencegah suara-suara. Bagus sekali. Mari kita
masukkan dalam jadwal kegiatan harian bapak Coba lakukan sesuai jadwal
ya!(Saudara dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan berikut sampai
terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai malam) Bagaimana kalau menjelang
makan siang nanti, kita membahas cara minum obat yang baik serta guna obat.
Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 12.00 pagi?Di ruang makan ya! Sampai
jumpa.”

SP 4 Pasien: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur


Orientasi:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul ? Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih ? Apakah
jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan ? Apakah pagi ini sudah minum obat?
Baik. Hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang bapak minum.
Kita akan diskusi selama 20 menit sambil menunggu makan siang. Di sini saja ya
bapak?”
Kerja:
“bapak adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-suara
berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang bapak
dengar dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang
bapak minum ? (Perawat menyiapkan obat pasien) Ini yang warna orange (CPZ) 3
kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam gunanya untuk
menghilangkan suara-suara. Ini yang putih (THP)3 kali sehari jam nya sama
gunanya untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan yang merah jambu (HP) 3 kali
sehari jam nya sama gunanya untuk pikiran biar tenang. Kalau suara-suara sudah
hilang obatnya tidak boleh diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter,
sebab kalau putus obat, bapak akan kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke
keadaan semula. Kalau obat habis bapak bisa minta ke dokter untuk mendapatkan
obat lagi. bapak juga harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini. Pastikan
obatnya benar, artinya bapak harus memastikan bahwa itu obat yang benar-benar
punya bapak Jangan keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama kemasannya.
Pastikan obat diminum pada waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu diminum
sesudah makan dan tepat jamnya bapak juga harus perhatikan berapa jumlah obat
sekali minum, dan harus cukup minum 10 gelas per hari”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang obat? Sudah
berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba sebutkan! Bagus!
(jika jawaban benar). Mari kita masukkan jadwal minum obatnya pada jadwal
kegiatan bapak Jangan lupa pada waktunya minta obat pada perawat atau pada
keluarga kalau di rumah. Nah makanan sudah datang. Besok kita ketemu lagi
untuk melihat manfaat 4 cara mencegah suara yang telah kita bicarakan. Mau jam
berapa? Bagaimana kalau jam 10.00. sampai jumpa.”
2. Tindakan Keperawatan Kepada Keluarga
a. Tujuan:
1. Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di di rumah sakit
maupun di rumah

2. Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien.

b. Tindakan Keperawatan
Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan asuhan
keperawatan pada pasien dengan halusinasi. Dukungan keluarga selama
pasien di rawat di rumah sakit sangat dibutuhkan sehingga pasien
termotivasi untuk sembuh. Demikian juga saat pasien tidak lagi dirawat di
rumah sakit (dirawat di rumah). Keluarga yang mendukung pasien secara
konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan program
pengobatan secara optimal. Namun demikian jika keluarga tidak mampu
merawat pasien, pasien akan kambuh bahkan untuk memulihkannya lagi
akan sangat sulit. Untuk itu perawat harus memberikan pendidikan
kesehatan kepada keluarga agar keluarga mampu menjadi pendukung yang
efektif bagi pasien dengan halusinasi baik saat di rumah sakit maupun di
rumah. Tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga pasien
halusinasi adalah:
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis
halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses
terjadinya halusinasi, dan cara merawat pasien halusinasi.
3) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara
merawat pasien dengan halusinasi langsung di hadapan pasien
4) Beri pendidikan kesehatan kepada keluarga perawatan lanjutan
pasien
SP 1 Keluarga : Pendidikan Kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis
halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara-cara
merawat pasien halusinasi.
Peragakan percakapan berikut ini dengan pasangan saudara.
ORIENTASI:
“Selamat pagi Bapak/Ibu!”“Saya Rohman perawat yang merawat Bapak”
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Apa pendapat Ibu tentang Bapak?”
“Hari ini kita akan berdiskusi tentang apa masalah yang Bapak alami dan bantuan
apa yang Ibu bisa berikan.”
“Kita mau diskusi di mana? Bagaimana kalau di ruang tamu? Berapa lama waktu
Ibu? Bagaimana kalau 30 menit”
KERJA:
“Apa yang Ibu rasakan menjadi masalah dalam merawat bapak Apa yang Ibu
lakukan?”
“Ya, gejala yang dialami oleh Bapak itu dinamakan halusinasi, yaitu mendengar
atau melihat sesuatu yang sebetulnya tidak ada bendanya.
”Tanda-tandanya bicara dan tertawa sendiri,atau marah-marah tanpa sebab”
“Jadi kalau anak Bapak/Ibu mengatakan mendengar suara-suara, sebenarnya suara
itu tidak ada.”
“Kalau Bapak mengatakan melihat bayangan-bayangan, sebenarnya bayangan itu
tidak ada.”
”Untuk itu kita diharapkan dapat membantunya dengan beberapa cara. Ada
beberapa cara untuk membantu ibu agar bisa mengendalikan halusinasi. Cara-cara
tersebut antara lain: Pertama, dihadapan Bapak, jangan membantah halusinasi
atau menyokongnya. Katakan saja Ibu percaya bahwa anak tersebut memang
mendengar suara atau melihat bayangan, tetapi Ibu sendiri tidak mendengar atau
melihatnya”.
”Kedua, jangan biarkan Bapak melamun dan sendiri, karena kalau melamun
halusinasi akan muncul lagi. Upayakan ada orang mau bercakap-cakap
dengannya. Buat kegiatan keluarga seperti makan bersama, sholat bersama-sama.
Tentang kegiatan, saya telah melatih Bapak untuk membuat jadwal kegiatan
sehari-hari. Tolong Ibu pantau pelaksanaannya, ya dan berikan pujian jika dia
lakukan!”
”Ketiga, bantu Bapak minum obat secara teratur. Jangan menghentikan obat tanpa
konsultasi. Terkait dengan obat ini, saya juga sudah melatih Bapak untuk minum
obat secara teratur. Jadi Ibu dapat mengingatkan kembali. Obatnya ada 3 macam,
ini yang orange namanya CPZ gunanya untuk menghilangkan suara-suara atau
bayangan. Diminum 3 X sehari pada jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam.
Yang putih namanya THP gunanya membuat rileks, jam minumnya sama dengan
CPZ tadi. Yang biru namanya HP gunanya menenangkan cara berpikir, jam
minumnya sama dengan CPZ. Obat perlu selalu diminum untuk mencegah
kekambuhan”
”Terakhir, bila ada tanda-tanda halusinasi mulai muncul, putus halusinasi Bapak
dengan cara menepuk punggung Bapak. Kemudian suruhlah Bapak menghardik
suara tersebut. Bapak sudah saya ajarkan cara menghardik halusinasi”.
”Sekarang, mari kita latihan memutus halusinasi Bapak. Sambil menepuk
punggung Bapak, katakan: bapak, sedang apa kamu?Kamu ingat kan apa yang
diajarkan perawat bila suara-suara itu datang? Ya..Usir suara itu, bapak Tutup
telinga kamu dan katakan pada suara itu ”saya tidak mau dengar”. Ucapkan
berulang-ulang, pak”
”Sekarang coba Ibu praktekkan cara yang barusan saya ajarkan”
”Bagus Bu”
TERMINASI:
“Bagaimana perasaan Ibu setelah kita berdiskusi dan latihan memutuskan
halusinasi Bapak?”
“Sekarang coba Ibu sebutkan kembali tiga cara merawat bapak?”
”Bagus sekali Bu. Bagaimana kalau dua hari lagi kita bertemu untuk
mempraktekkan cara memutus halusinasi langsung dihadapan Bapak?”
”Jam berapa kita bertemu?”
Baik, sampai Jumpa. Selamat pagi
SP 2 Keluarga: Melatih keluarga praktek merawat pasien langsung
dihadapan pasien
Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien
dengan halusinasi langsung dihadapan pasien.
ORIENTASI:
“Selamat pagi”
“Bagaimana perasaan Ibu pagi ini?”
”Apakah Ibu masih ingat bagaimana cara memutus halusinasi Bapak yang sedang
mengalami halusinasi?Bagus!”
” Sesuai dengan perjanjian kita, selama 20 menit ini kita akan mempraktekkan
cara memutus halusinasi langsung dihadapan Bapak”.
”mari kita datangi bapak”
KERJA:
”Selamat pagi pak” ”pak, istri bapak sangat ingin membantu bapak
mengendalikan suara-suara yang sering bapak dengar. Untuk itu pagi ini istri
bapak datang untuk mempraktekkan cara memutus suara-suara yang bapak
dengar. pak nanti kalau sedang dengar suara-suara bicara atau tersenyum-senyum
sendiri, maka Ibu akan mengingatkan seperti ini” ”Sekarang, coba ibu peragakan
cara memutus halusinasi yang sedang bapak alami seperti yang sudah kita pelajari
sebelumnya. Tepuk punggung bapak lalu suruh bapak mengusir suara dengan
menutup telinga dan menghardik suara tersebut” (saudara mengobservasi apa
yang dilakukan keluarga terhadap pasien)Bagus sekali!Bagaimana pak? Senang
dibantu Ibu? Nah Bapak/Ibu ingin melihat jadwal harian bapak. (Pasien
memperlihatkan dan dorong istri/keluarga memberikan pujian) Baiklah, sekarang
saya dan istri bapak ke ruang perawat dulu” (Saudara dan keluarga meninggalkan
pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga
TERMINASI:
“Bagaimana perasaan Ibu setelah mempraktekkan cara memutus halusinasi
langsung dihadapan Bapak?”
”Dingat-ingat pelajaran kita hari ini ya Bu. ibu dapat melakukan cara itu bila
Bapak mengalami halusinas”.
“bagaimana kalau kita bertemu dua hari lagi untuk membicarakan tentang jadwal
kegiatan harian Bapak. Jam berapa Ibu bisa datang?Tempatnya di sini ya. Sampai
jumpa.”
SP 3 Keluarga : Menjelaskan perawatan lanjutan
ORIENTASI
“Selamat pagi Bu, sesuai dengan janji kita kemarin dan sekarang ketemu untuk
membicarakan jadual bapak selama dirumah”
“Nah sekarang kita bicarakan jadwal bapak di rumah? Mari kita duduk di ruang
tamu!”
“Berapa lama Ibu ada waktu? Bagaimana kalau 30 menit?”
KERJA
“Ini jadwal kegiatan bapak yang telah disusun. Jadwal ini dapat dilanjutkan. Coba
Ibu lihat mungkinkah dilakukan. Siapa yang kira-kira akan memotivasi dan
mengingatkan?” Bu jadwal yang telah dibuat tolong dilanjutkan, baik jadwal
aktivitas maupun jadwal minum obatnya”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan
oleh bapak selama di rumah.Misalnya kalau bapak terus menerus mendengar
suara-suara yang mengganggu dan tidak memperlihatkan
perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan
orang lain. Jika hal ini terjadi segera bawa kerumah sakit untuk dilakukan
pemeriksaan ulang dan di berikan tindakan”
TERMINASI
“Bagaimana Ibu? Ada yang ingin ditanyakan? Coba Ibu sebutkan cara-cara
merawat bapak Bagus(jika ada yang lupa segera diingatkan oleh perawat. Ini
jadwalnya. Sampai jumpa”
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI

Di SUSUN OLEH :
NOFITA MUNNINGGARSARI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS AN NUUR PURWODADI
2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama :
Isolasi Sosial : Menarik Diri
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seseorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain di sekitarnya (Damaiyanti, 2008).
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal
yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang
menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang
dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2000).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh
seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan
mengancam (Farida, 2012).
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Pawlin,
1993 dikutip Budi Keliat, 2001).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang
merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam
dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan
lingkungan (Dalami, dkk. 2009).
Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu
yang diterima sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi
yang negatif atau mengancam (Wilkinson, 2007).
2. Etiologi
Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif.
Menurut Stuart dan Sundeen (2007), belum ada suatu kesimpulan yang
spesifik tentang penyebab gangguan yang mempengaruhi hubungan
interpersonal. Faktor yang mungkin mempengaruhi antara lain yaitu:
a. Faktor predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
1) Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus
dilalui individu dengan sukses. Keluarga adalah tempat pertama
yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin
hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang,
perhatian, dan kehangatan dari ibu / pengasuh pada bayi akan
memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya
rasa percaya diri dan dapat mengembangkan tingkah laku curiga
pada orang lain maupun lingkungan dikemudian hari.
Komunikasiyang hangatsangat penting dalam masa ini, agar anak
tidak merasa diperlakukan sebagai objek.
2) Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan
merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan.
Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang
dianut oleh satu keluarga, seperti anggota tidak produktif
diasingkan dari lingkungan sosial.
3) Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung yang
menyebabkan terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ
tubuh yang jelas mempengaruhi adalah otak. Insiden tertinggi
skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarganya ada
yang menderita skizofrenia.
Klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam
hubungan sosial terdapat kelainan pada struktur otak seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat volume otak serta
perubahan struktur limbik.
b. Faktor presipitasi
Menurut (Damaiyanti, 2012), stresor presipitasi terjadinya isolasi
sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal maupun eksternal
meliputi:
1) Stresor sosial budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam
berhubungan seperti perceraian, berpisah dengan orang yang
dicintai, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau
dipenjara.
2) Stresor psikologi
Tingkat kecemasan yang beratakan menyebabkan
menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan dengan
orang lain.
3. Tanda dan Gejala
Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang
dapat ditemukan dengan wawancara, adalah:
a. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
b. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
c. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang
lain.
d. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
e. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
f. Pasien merasa tidak berguna.
g. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
4. Akibat
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku
menarik diri atau isolasi sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak
berharga yang bisa dialami pasien dengan latar belakang yang penuh
dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan, dan kecemasan
(Prabowo, 2014: 112).
Perasaan tidak berharga menyebabkan pasien makin sulit dalam
mengembangkan berhubungan dengan orang lain. Akibatnya pasien
menjadi regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktivitas dan
kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri. Pasien
semakin tenggelam dalam perjalinan terhadap penampilan dan tingkah
laku masalalu serta tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan,
sehingga berakibat lanjut halusinasi (Stuart dan Sudden dalam Dalami,
dkk 2009).
C. Pohon Masalah
Resiko Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi

Defisit Perawatan Diri Isolasi Sosial

Mekanisme Koping Tidak Efektif

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah


Sumber: (Keliat, 2006)
D. Penatalaksanaan
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat
norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-
fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku
yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan
sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan
kegiatan rutin. Mempunyai efek samping gangguan otonomi
(hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam
miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,
gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut,
akathsia sindrom parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe).
Metabolic (Soundiee). Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk
pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati,
penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam
fungsi mental serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek
samping seperti gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung
tersumbat mata kabur, tekanan infra meninggi, gangguan irama
jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah,
epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis
dan idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan
fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering,
penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi,
takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi terhadap
hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit,
psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010).
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat
diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan
masing-masing strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu,
perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi dengan
pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan tidak
berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan
memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke
dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien
mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu
pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi
jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan
dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke
dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2008).
3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami
ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari yang meliputi:
1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien
sewaktu bangun tidur.
2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua
bentuk tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB
dan BAK.
3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam
kegiatan mandi dan sesudah mandi.
4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
keperluan berganti pakaian.
5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada
waktu, sedang dan setelah makan dan minum.
6) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan
dengan kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan
dengan kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
7) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti
dan dapat menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak
menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan, tidak
merokok sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya
tanpa tujuan yang positif.
8) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien
untuk pergi tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi
tidur ini perlu diperhatikan karena sering merupakan gejala
primer yang muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang
dinilai bukan gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi bagaimana
pasien mau mengawali tidurnya.
b. Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial
pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
1) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya
menegur kawannya, berbicara dengan kawannya dan sebagainya.
2) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa,
menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan
dan sebagainya.
3) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu
berbicara dengan orang lain seperti memperhatikan dan saling
menatap sebagai tanda adanya kesungguhan dalam
berkomunikasi.
4) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
kemampuan bergaul dengan orang lain secara kelompok (lebih
dari dua orang).
5) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan
dengan ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah
sakit.
6) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata
krama atau sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun
orang lain.
7) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang
bersifat mengendalikan diri untuk tidak mengotori
lingkungannya, seperti tidak meludah sembarangan, tidak
membuang puntung rokok sembarangan dan sebagainya.
E. Mekanisme Koping
Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya.
Mekanisme yang sering digunakan pada isolasi sosial adalah regresi, represi,
isolasi (Damaiyanti,2012: 84).
1. Regresi adalah mundur kemasa perkembangan yang telah lain.
2. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran pikiran yang tidak dapat
diterima secara sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
3. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan
timbulnya kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku dengan
motivasi atau bertentangan antara sikap dan perilaku.
Menurut (Prabowo, 2014:113), mekanis mekoping yang muncul yaitu:
1. Perilaku curiga, regresi, represi
2. Perilaku dependen, regresi
3. Perilaku manipulatif, regresi, represi
4. Isolasi/menarik diri: regresi, represi, isolasi
F. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
1. Masalah Keperawatan
a. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
b. Isolasi sosial : menarik diri
c. Gangguan konseps diri: harga diri rendah
2. Data yang perlu di kaji
a. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
1) Data Subjektif
a) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak
berhubungan dengan stimulus nyata
b) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus
yang nyata
c) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
d) Klien merasa makan sesuatu
e) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
f) Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan
didengar
g) Klien ingin memukul/melempar barang-barang
2) Data Objektif
a) Klien berbicar dan tertawa sendiri
b) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
c) Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
d) Disorientasi
b. Isolasi sosial : menarik diri
1) Data obyektif:
Apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri
dikamar, banyak diam, kontak mata kurang (menunduk),
menolak berhubungan dengan orang lain, perawatan diri kurang,
posisi menekur.
2) Data subyektif:
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya
dijawab dengan singkat, ya atau tidak.
c. Gangguan konseps diri: harga diri rendah
1) Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri.
2) Data subyektif:
Klien mengatakan : saya tidak bisa, tidak mampu, bodoh / tidak
tahu apa-apa, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan
malu terhadap diri.
G. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan
menarik diri.
2. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
H. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan 1:Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
berhubungan dengan menarik diri.
Tujuan umum: Tidak terjadi perubahan persepsi sensori: halusinasi
Tujuan khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1) Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik,
memperkenalkan diri, jelaskan tuiuan interaksi, ciptakan
lingkungan yang tenang, buat kesepakatan/janji dengan jelas
tentang topik, tempat, waktu.
2) Beri perhatian dan penghargaan: temani kilen walau tidak
menjawab.
3) Dengarkan dengan empati : beri kesempatan bicara, jangan
terburu-buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan
klien.
b. Klien dapat menyebut penyebab menarik diri
Tindakan:
1) Bicarakan penyebab tidak mau bergaul dengan orang lain.
2) Diskusikan akibat yang dirasakan dari menarik diri.
c. Klien dapat menyebutkan keuntungan hubungan dengan orang lain
Tindakan:
1) Diskusikan keuntungan bergaul dengan orang lain.
2) Bantu mengidentifikasikan kernampuan yang dimiliki untuk
bergaul.
d. Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap:
klien-perawat, klien-perawat-klien lain, perawat-klien-kelompok,
klien-keluarga.
Tindakan:
1) Lakukan interaksi sering dan singkat dengan klien jika mungkin
perawat yang sama.
2) Motivasi temani klien untuk berkenalan dengan orang lain
3) Tingkatkan interaksi secara bertahap
4) Libatkan dalam terapi aktivitas kelompok sosialisasi
5) Bantu melaksanakan aktivitas setiap hari dengan interaksi
6) Fasilitasi hubungan kilen dengan keluarga secara terapeutik
e. Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan
orang lain.
Tindakan:
1) Diskusi dengan klien setiap selesai interaksi/kegiatan
2) Beri pujian atas keberhasilan klien
f. Klien mendapat dukungan keluarga
Tindakan:
1) Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga.
2) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
2. Diagnosa 2: Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri
rendah.
Tujuan umum :Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan
prinsip komunikasi terpeutik
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
Tindakan :
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimilikiklien.
2) Setiap bertemu klien hindarkan dari penilaian negatif.
3) Utamakan memberi pujian yang realistik.
c. Klien dapat menilai kemampun yang dimiliki
Tindakan :
1) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat
digunakan selama sakit.
2) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkn penggunaannya.
d. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampun yang dimiliki.
Tindakan :
1) Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan.
2) Tingkatkan kegiatan sesuai toleransi kondisi klien
3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi sakit dan
kemampuannya.
Tindakan :
1) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
2) Beri pujian atas keberhasilan klien.
3) Diskusikan kemungkinan pelaksanan di rumah
f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien dengan harga diri rendah.
2) Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Azis R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003.
Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric nursing : contemporary practice. Philadelphia :
Lipincott-Raven Publisher. 2003.
Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 2005
Stuart GW, Sundeen SJ. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC.
2005.
Stuart, G.W and Sundeen. Principle and practice of psychiatric nursing. 5thed. St
Louis Mosby Year Book.2005.
Stuart. G.W and Laraia. Principle and practice of psychiatric nursing.7thed. St
Louis Mosby Year Book. 2006.
Townsed, Mary C. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
Psikiatri:pedoman untuk pembuatan rencana keperawatan. Edisi
ketiga.Alih Bahasa: Novi Helera C.D. Jakarta. EGC. Jakarta 2003.
Tim Direktorat Keswa. Standar asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1.
Bandung : RSJP Bandung. 2007
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
Masalah Utama : Isolasi Sosial
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
a.) Data obyektif:
Apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri
dikamar, banyak diam, kontak mata kurang (menunduk), menolak
berhubungan dengan orang lain, perawatan diri kurang, posisi
menekur.

b.) Data subyektif:


Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya
dijawab dengan singkat, ya atau tidak.
2. Diagnosa Keperawatan :Isolasi sosial : menarik diri
B. Strategi pelaksanaan tindakan:
Tujuan khusus :
1. Klien mampu mengungkapkan hal – hal yang melatarbelakangi terjadinya
isolasi sosial
2. Klien mampu mengungkapkan keuntungan berinteraksi
3. Klien mampu mengungkapkan kerugian jika tidak berinteraksi dengan
orang lain
4. Klien mampu mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang
Tindakan keperawatan.
1. Mendiskusikan faktor – faktor yang melatarbelakangi terjadinya isolasi
sosial
2. Mendiskusikan keuntungan berinteraksi
3. Mendiskusikan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
4. Mendiskusikan cara berkenalan dengan satu orang secara bertahap
SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal
penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, dan mengajarkan pasien
berkenalan
ORIENTASI (PERKENALAN):
“Selamat pagi ”
“Saya Aulia Rohman, Saya senang dipanggil Rohman, Saya mahasiswa
STIKES yang akan merawat Ibu.”
“Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”
“Apa keluhan ibu hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang
keluarga dan teman-teman ibu ? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana
kalau di ruang tamu? Mau berapa lama, bu? Bagaimana kalau 15 menit”
KERJA:
(Jika pasien baru)
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan ibu?
Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan ibu? Apa yang membuat ibu jarang
bercakap-cakap dengannya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat)
”Apa yang ibu rasakan selama ibu dirawat disini? O.. ibu merasa
sendirian? Siapa saja yang ibu kenal di ruangan ini”
“Apa saja kegiatan yang biasa ibu lakukan dengan teman yang ibu
kenal?”
“Apa yang menghambat ibu dalam berteman atau bercakap-cakap dengan
pasien yang lain?”
”Menurut ibu apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ?
Wah benar, ada teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat
menyebutkan beberapa) Nah kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya
ibu ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman
ya. Kalau begitu inginkah ya ibu ? belajar bergaul dengan orang lain ?
« Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang
lain”
“Begini lho ibu ?, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu
nama kita dan nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama
Saya T, senang dipanggil T. Asal saya dari Flores, hobi memancing”
“Selanjutnya ibu menanyakan nama orang yang diajak berkenalan.
Contohnya begini: Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/
Hobinya apa?”
“Ayo ibu dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan ibu. Coba berkenalan
dengan saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah ibu berkenalan dengan orang tersebut ibu bisa melanjutkan
percakapan tentang hal-hal yang menyenangkan ibu bicarakan. Misalnya tentang
cuaca, tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”
TERMINASI:
”Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan berkenalan?”
” ibu tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya ibu dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama
saya tidak ada. Sehingga ibu lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S
mau praktekkan ke pasien lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan
pada jadwal kegiatan hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak ibu
berkenalan dengan teman saya, perawat N. Bagaimana, ibu mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa.”
SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap
(berkenalan dengan orang pertama -seorang perawat)
ORIENTASI :
“Selamat pagi bu! ”
“Bagaimana perasaan ibu hari ini?
« Sudah dingat-ingat lagi pelajaran kita tetang berkenalan »Coba sebutkan
lagi sambil bersalaman dengan perawat ! »
« Bagus sekali, ibu masih ingat. Nah seperti janji saya, saya akan
mengajak ibu mencoba berkenalan dengan teman saya perawat T. Tidak lama
kok, sekitar 10 menit »
« Ayo kita temui perawat T disana »
KERJA :
( Bersama-sama klien saudara mendekati perawat N)
« Selamat pagi perawat N, ini ingin berkenalan dengan N »
« Baiklah bu, ibu bisa berkenalan dengan perawat T seperti yang kita
praktekkan kemarin «
(pasien mendemontrasikan cara berkenalan dengan perawat T : memberi
salam, menyebutkan nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya)
« Ada lagi yang ibu ingin tanyakan kepada perawat T . coba tanyakan
tentang keluarga perawat T »
« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, ibu bisa sudahi perkenalan
ini. Lalu ibu bisa buat janji bertemu lagi dengan perawat T, misalnya jam 1 siang
nanti »
« Baiklah perawat T, karena ibu sudah selesai berkenalan, saya dan ibu
akan kembali ke ruangan ibu. Selamat pagi »
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat T untuk melakukan
terminasi dengan klien di tempat lain)
TERMINASI:
“Bagaimana perasaan ibu setelah berkenalan dengan perawat T”
” ibu tampak bagus sekali saat berkenalan tadi”
”Pertahankan terus apa yang sudah ibu lakukan tadi. Jangan lupa untuk
menanyakan topik lain supaya perkenalan berjalan lancar. Misalnya menanyakan
keluarga, hobi, dan sebagainya. Bagaimana, mau coba dengan perawat lain. Mari
kita masukkan pada jadwalnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali.
Baik nanti ibu coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10?
Sampai besok.”
SP 3 Pasien : Melatih Pasien Berinteraksi Secara Bertahap (berkenalan
dengan orang kedua-seorang pasien)

ORIENTASI:
“Selamat pagi bu! Bagaimana perasaan hari ini?
”Apakah ibu bercakap-cakap dengan perawat T kemarin siang”
(jika jawaban pasien: ya, saudara bisa lanjutkan komunikasi berikutnya
orang lain
”Bagaimana perasaan ibu setelah bercakap-cakap dengan perawat T
kemarin siang”
”Bagus sekali ibu menjadi senang karena punya teman lagi”
”Kalau begitu ibu ingin punya banyak teman lagi?”
”Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang lain, yaitu
pasien O”
”seperti biasa kira-kira 10 menit”
”Mari kita temui dia di ruang makan”
KERJA:
( Bersama-sama S saudara mendekati pasien )
« Selamat pagi , ini ada pasien saya yang ingin berkenalan. »
« Baiklah bu, ibu sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah
ibu lakukan sebelumnya. »
(pasien mendemontrasikan cara berkenalan: memberi salam, menyebutkan
nama, nama panggilan, asal dan hobi dan menanyakan hal yang sama). »
« Ada lagi yang ibu ingin tanyakan kepada O»
« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, ibu bisa sudahi perkenalan
ini. Lalu ibu bisa buat janji bertemu lagi, misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti »
(ibu membuat janji untuk bertemu kembali dengan O)
« Baiklah O, karena ibu sudah selesai berkenalan, saya dan klien akan
kembali ke ruangan ibu. Selamat pagi »
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat O untuk melakukan
terminasi dengan S di tempat lain)
TERMINASI:
“Bagaimana perasaan ibu setelah berkenalan dengan O”
”Dibandingkan kemarin pagi, T tampak lebih baik saat berkenalan dengan
O” ”pertahankan apa yang sudah ibu lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu
kembali dengan O jam 4 sore nanti”
”Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap
dengan orang lain kita tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi satu hari ibu dapat
berbincang-bincang dengan orang lain sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam 1
siang dan jam 8 malam, ibu bisa bertemu dengan T, dan tambah dengan pasien
yang baru dikenal. Selanjutnya ibu bisa berkenalan dengan orang lain lagi secara
bertahap. Bagaimana ibu, setuju kan?”
”Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman ibu.
Pada jam yang sama dan tempat yang sama ya. Sampai besok.”
1. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
Tujuan:
setelah tindakan keperawatan keluarga mampu merawat pasien isolasi
sosial Tindakan: Melatih Keluarga Merawat Pasien Isolasi sosial
Keluarga merupakan sistem pendukung utama bagi pasien untuk dapat
membantu pasien mengatasi masalah isolasi sosial ini, karena keluargalah
yang selalu bersama-sama dengan pasien sepanjang hari.

Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien isolasi


sosial di rumah meliputi:
1.) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien.
2.) Menjelaskan tentang:
 Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien.
 Penyebab isolasi sosial.
 Cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial, antara lain:
- Membina hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara
bersikap peduli dan tidak ingkar janji.
- Memberikan semangat dan dorongan kepada pasien untuk bisa
melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain yaitu
dengan tidak mencela kondisi pasien dan memberikan pujian
yang wajar.
- Tidak membiarkan pasien sendiri di rumah.
- Membuat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien.
3.) Memperagakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
4.) Membantu keluarga mempraktekkan cara merawat yang telah
dipelajari, mendiskusikan yang dihadapi.
5.) Menjelaskan perawatan lanjutan
SP 1 Keluarga : Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang
masalah isolasi sosial, penyebab isolasi sosial, dan cara
merawat pasien dengan isolasi sosial
Peragakan kepada pasangan saudara komunikasi dibawah ini
ORIENTASI:
“Selamat pagi Pak”
”Perkenalkan saya perawat Rohman....., saya yang merawat, anak bapak”
”Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa?”
” Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Bagaimana keadaan anak
sekarang?”
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang masalah anak Bapak
dan cara perawatannya”
”Kita diskusi di sini saja ya? Berapa lama Bapak punya waktu?
Bagaimana kalau setengah jam?”
KERJA:
”kira-kira bapak tahu apa yang terjadi dengan anak bapak? Apa yang
sudah dilakukan?”
“Masalah yang dialami oleh anak disebut isolasi sosial. Ini adalah salah
satu gejala penyakit yang juga dialami oleh pasien-pasien gangguan jiwa yang
lain”.
” Tanda-tandanya antara lain tidak mau bergaul dengan orang lain,
mengurung diri, kalaupun berbicara hanya sebentar dengan wajah menunduk”
”Biasanya masalah ini muncul karena memiliki pengalaman yang
mengecewakan saat berhubungan dengan orang lain, seperti sering ditolak, tidak
dihargai atau berpisah dengan orang–orang terdekat”
“Apabila masalah isolasi sosial ini tidak diatasi maka seseorang bisa
mengalami halusinasi, yaitu mendengar suara atau melihat bayangan yang
sebetulnya tidak ada.”
“Untuk menghadapi keadaan yang demikian Bapak dan anggota keluarga
lainnya harus sabar menghadapi anak bapak. Dan untuk merawat anak bapak,
keluarga perlu melakukan beberapa hal. Pertama keluarga harus membina
hubungan saling percaya dengan anak bapak yang caranya adalah bersikap peduli
dengan anak bapak dan jangan ingkar janji. Kedua, keluarga perlu memberikan
semangat dan dorongan kepada anak bapak untuk bisa melakukan kegiatan
bersama-sama dengan orang lain. Berilah pujian yang wajar dan jangan mencela
kondisi pasien.”
« Selanjutnya jangan biarkan S sendiri. Buat rencana atau jadwal
bercakap-cakap dengan anak bapak. Misalnya sholat bersama, makan bersama,
rekreasi bersama, melakukan kegiatan rumah tangga bersama.”
”Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara
itu”
” Begini contoh komunikasinya, Pak: anak bapak, bapak lihat sekarang
kamu sudah bisa bercakap-cakap dengan orang lain.Perbincangannya juga
lumayan lama. Bapak senang sekali melihat perkembangan kamu, Nak. Coba
kamu bincang-bincang dengan saudara yang lain. Lalu bagaimana kalau mulai
sekarang kamu sholat berjamaah. Kalau di rumah sakit ini, kamu sholat di mana?
Kalau nanti di rumah, kamu sholat bersana-sama keluarga atau di mushola
kampung. Bagiamana anak bapak, kamu mau coba kan, nak ?”
”Nah coba sekarang Bapak peragakan cara komunikasi seperti yang saya
contohkan”
”Bagus, Pak. Bapak telah memperagakan dengan baik sekali”
”Sampai sini ada yang ditanyakan Pak”
TERMINASI:
“Baiklah waktunya sudah habis. Bagaimana perasaan Bapak setelah kita
latihan tadi?”
“Coba Bapak ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial dan
tanda-tanda orang yang mengalami isolasi sosial »
« Selanjutnya bisa Bapak sebutkan kembali cara-cara merawat anak bapak
yang mengalami masalah isolasi sosial »
« Bagus sekali Pak, Bapak bisa menyebutkan kembali cara-cara perawatan
tersebut »
«Nanti kalau ketemu S coba Bp/Ibu lakukan. Dan tolong ceritakan kepada
semua keluarga agar mereka juga melakukan hal yang sama. »
« Bagaimana kalau kita betemu tiga hari lagi untuk latihan langsung
kepada S ? »
« Kita ketemu disini saja ya Pak, pada jam yang sama »

SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien


dengan masalah isolasi sosial langsung dihadapan pasien
Orientasi:
“Selamat pagi Pak/Bu”
” Bagaimana perasaan Bpk/Ibu hari ini?”
”Bapak masih ingat latihan merawat anak Bapak seperti yang kita pelajari
berberapa hari yang lalu?”
“Mari praktekkan langsung ke klien! Berapa lama waktu Bapak/Ibu Baik
kita akan coba 30 menit.”
”Sekarang mari kita temui anak bapak”
Kerja:
”Selamat pagi mba. Bagaimana perasaan mba hari ini?”
”Bpk/Ibu mba datang besuk. Beri salam! Bagus. Tolong mba tunjukkan
jadwal kegiatannya!”
(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
”Nah Pak, sekarang Bapak bisa mempraktekkan apa yang sudah kita
latihkan beberapa hari lalu”
(Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien
seperti yang telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).
”Bagaimana perasaan mba setelah berbincang-bincang dengan Orang tua
mba?”
”Baiklah, sekarang saya dan orang tua ke ruang perawat dulu”
(Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi
dengan keluarga)
Terminasi:
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi? Bapak/Ibu
sudah bagus.”
« «Mulai sekarang Bapak sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada
anak bapak »
« Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman
Bapak melakukan cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya
sama seperti sekarang Pak »
« Sampai jumpa »

SP 3 Keluarga : Menjelaskan perawatan lanjutan


ORIENTASI:
“Selamat pagi Pak/Bu”
”Karena rencana anak bapak mau pulang, maka perlu kita bicarakan
perawatan lanjutan di rumah.”
”Bagaimana kalau kita membicarakan perawatan lanjutan tersebut disini
saja”
”Berapa lama kita bisa bicara? Bagaimana kalau 30 menit?”
KERJA:
”Bpk/Ibu, ini jadwal anak bapak yang sudah dibuat. Coba dilihat,
mungkinkah dilanjutkan? Di rumah Bpk/Ibu yang menggantikan perawat.
Lanjutkan jadwal ini di rumah, baik jadwal kegiatan maupun jadwal minum
obatnya”
”Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang
ditampilkan oleh anak Bapak selama di rumah. Misalnya kalau anak bapak terus
menerus tidak mau bergaul dengan orang lain, menolak minum obat atau
memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera
lapor ke rumah sakit atau bawa anak bapak ke rumah sakit”
TERMINASI:
”Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian
anak bapak. Jangan lupa kontrol ke rumah sakit sebelum obat habis atau ada
gejala yang tampak. Silakan selesaikan administrasinya!”
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PASIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN

Di SUSUN OLEH :
NOFITA MUNINGGARSARI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS AN NUUR PURWODADI
2019/2020
LAPORAN PENDAHULAN
A. Masalah Utama
Perilaku Kekerasan
B. Proses TerjadinyaMasalah
1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan
untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak
menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purbadkk, 2008).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau
amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2009).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku atau suatu
keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik kepada diri sendiri maupun orang lain
(Yosep, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan
campuran perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini didasarkan
keadaan emosi yang mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting
dari keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan kelingkungan,
kedalam diri atau destruktif (Yoseph, Iyus, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain disertai dengan amuk dan gaduh gelisah
yang tidak terkontrol (Kusumawati dan Hartono, 2010)
2. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
1) Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau perilaku kekerasan,
contohnya: pada masa anak-anak yang mendapat perilaku
kekerasan cenderung saat dewasa menjadi pelaku perilaku
kekerasan.
2) Perilaku
Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka
kekerasan yang diterima sehingga secara tidak langsung hal
tersebut akan diadopsi dan dijadikan perilaku yang wajar.
3) SosialBudaya
Budaya yang pasif-agresif dan control sosial yang tidak pasti
terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
kekerasan adalah hal yang wajar.
4) Bioneurologis
Beberapa berpendapat bahwa kerusakan pada sistem limbik,
lobus frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan
neurotransmitter ikut menyumbang terjadi perilaku kekerasan.
b. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan
sering kali berkaitan dengan (Yosep, 2009):
1) Ekspresidiri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau symbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola,
geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
3) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga
serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan
obat dan alkoholisme dan tidakmampu mengontrol emosinya
pada saat menghadapi rasa frustasi.
6) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan
tahap perkembangan keluarga.
3. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko
tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai
merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
4. Penatalaksanaan
a. Farmakologi :
1) Obat anti psikosis: Penotizin
2) Obat anti depresi: Amitripilin
3) Obat Anti ansietas: Diasepam, bromozepam, clobozam
4) Obat anti insomnia: Phneobarbital
b. Terapi modalitas :
1) Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi
masalah klien dengan memberikan perhatian:
a) BHSP
b) Jangan memancing emosi klien
c) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan
keluarga
d) Berikan kesempatan klien mengemukaan pendapat
e) Dengarkan, bantu dan anjurkan pasien untuk
mengemukakan masalah yang dialaminya.
2) Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan
sosial, atau aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk
mengembalikan keadaan klien karena masalah sebagian orang
merupakan persaan dan tingkah laku pada orang lain.
3) Terapi musik
Dengan musik klien terhibur,rileks dan bermain untuk
mengebalikan kesadaran klien

C. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

PerilakuKekerasan
Core Plobem
/amuk

Gangguan Harga Diri Rendah :Harga Diri Rendah

D. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji


1. Masalah Keperawatan :
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perilakukekerasan / amuk
c. Gangguan harga diri : harga diri rendah
2. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan
1) Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1) Data Subyektif :
a) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b) Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
c) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2) Data Objektif :
a) Mata merah, wajah agak merah.
b) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
c) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
d) Merusak dan melempar barang-barang.
2) Perilakukekerasan/amuk
1) Data Subyektif :
a) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b) Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
c) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2) Data Obyektif :
a) Mata merah, wajah agak merah.
b) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
c) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
d) Merusak dan melempar barang-barang.
3) Gangguan harga diri : harga diri rendah
1) Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan
malu terhadap diri sendiri.
2) Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternative tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri
hidup.
E. Diagnosa
1. Perilaku Kekerasan
2. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
F. Rencana Tindakan
1. Diagnosa 1: Perilaku Kekerasan
Tujuan Umum: Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.
Tujuan Khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1) Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
2) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai
3) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
Tindakan:
1) Beri Kesempatan mengungkapkan perasaan
2) Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel/kesal
3) Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.
c. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
Tindakan:
1) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
2) Observasi tanda perilaku kekerasan
3) Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang
dialamiklien
d. Kliendapatmengidentifikasiperilakukekerasan yang biasadilakukan.
Tindakan:
1) Anjurkanmengungkapkanperilkaukekerasan yang biasa dilakukan
2) Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
3) Tanyakam “apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya
selesai
e. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
Tindakan:
1) Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan
2) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan
3) Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat
f. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruksi dalam berespon
terhadap kemarahan.
Tindakan:
1) Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat
2) Diskusika ncara lain yang sehat. Secara fisik: tarik nafas dalam jika
sedang kesal, berolah raga, memukul bantal/kasur.
3) Secara verbal: kata kana bahwa anda sedang marah atau kesal atau
tersinggung.
4) Secara spiritual: berdoa, sembahyang, memohon kepada Tuhan
untuk diberi kesabaran.
g. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan
Tindakan:
1) Bantu memilihcara yang paling tepat
2) Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih
3) Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih
4) Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
5) Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel/marah
h. Klien mendapat dukungan dari keluarga
Tindakan:
1) Beripendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga.
2) Beriinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
i. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program)
Tindakan:
1) Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping)
2) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama
klien, obat, dosis, cara dan waktu)
3) Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
2. Diagnosa II: Gangguan Konsep Diri: harga diri rendah
Tujuan Umum: Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan Khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1) Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi
2) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai
3) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
Tindakan:
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Hindari penilaian negatives etiap petemuan klien
3) Utamakan pemberian pujian yang realities
c. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan diri sendiri
dan keluarga
Tindakan:
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Diskusikan pula kemapuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang
kerumah.
d. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai
kemampuan yang dimiliki
Tindakan:
1) Rencanakan bersamaan klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari sesuai kemampuan.
2) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
3) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi dan
kemampuan.
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan:
1) Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang
telahdirencanakan
2) Beri pujian atas keberhasilan klien
3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah
f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan:
1) Beripendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawatklien
2) Bantu keluarga member dukungan selama klien dirawat
3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah
4) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Stuart dansundeen. 2007. BukuSakuKeperawatanJiwa : Jakarta. EGC
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung; Refika Aditama
Yoseph, Iyus. 2010. Kepeerawatan Jiwa. (Edisi Revisi). Bandung: Revika
Aditama.
Keliat A,Budi Akemat. 2009. Model Keperawatan Profesional Jiwa, Jakarta
Maramis, W.F.2005. Catatan Ilmu kedokteran Jiwa. Ed.9 Surabaya: Airlangga
University Press.
Yosep Iyus, 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
STRATEGI PELAKSANA
MASALAH UTAMA : Perilaku Kekerasan
1. Tindakan keperawatan untuk pasien
a. Tujuan
1) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2) Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
3) Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
4) Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya
5) Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku
kekerasannya
6) Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara
fisik, spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.

b. Tindakan
1) Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan
agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan
saudara. Tindakan yang harus saudara lakukan dalam rangka
membina hubungan saling percaya adalah:
a) Mengucapkan salam terapeutik
b) Berjabat tangan
c) Menjelaskan tujuan interaksi
d) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu
pasien
2) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini
dan yang lalu
3) Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku
kekerasan
a) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
b) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
psikologis
c) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
d) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
e) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
intelektual
4) Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan pada saat marah secara:
a) verbal
b) terhadap orang lain
c) terhadap diri sendiri
d) terhadap lingkungan
5) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
6) Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan
secara:
a) Fisik: pukul kasur dan batal, tarik nafas dalam
b) Obat
c) Social/verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya
d) Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien
7) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik:
a) Latihan nafas dalam dan pukul kasur –
bantal
b) Susun jadwal latihan dalam dan pukul kasur
– bantal
8) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
a) Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak
dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan
dengan baik
b) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal.
9) Latih mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual:
a) Latih mengontrol marah secara spiritual: sholat, berdoa
b) Buat jadwal latihan sholat, berdoa
10) Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat:
a) Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima
benar (benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum
obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai
penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat
b) Susun jadwal minum obat secara teratur
11) Ikut sertakan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi
Persepsi mengontrol Perilaku Kekerasan
SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab
perasaan marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku
kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta cara mengontrol
secara fisik I
ORIENTASI:
“Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya Moh. Aji Sutrisno,
panggil saya Aji, saya perawat yang dinas di ruang ini .... Nama bapak
siapa, senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan
kesal atau marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang
perasaan marah bapak”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?”
Bagaimana kalau 10 menit?
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak?
Bagaimana kalau di ruang tamu?”
KERJA:
“Apa yang menyebabkan bapak marah?, Apakah sebelumnya
bapak pernah marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang
sekarang?. O..iya, jadi ada 2 penyebab marah bapak”
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak pulang ke
rumah dan istri belum menyediakan makanan(misalnya ini penyebab
marah pasien), apa yang bapak rasakan?” (tunggu respons pasien)
“Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar,
mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang bapak lakukan? O..iya, jadi bapak
memukul istri bapak dan memecahkan piring, apakah dengan cara ini
makanan terhidang? Iya, tentu tidak. Apa kerugian cara yang bapak
lakukan? Betul, istri jadi sakit dan takut, piring-piring pecah. Menurut
bapak adakah cara lain yang lebih baik? Maukah bapak belajar cara
mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan
kerugian?”

”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah


satunya adalah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik
disalurkanrasa marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara
dulu?”
”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan
maka bapak berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu
keluarkan/tiupu perlahan –lahan melalui mulut seperti mengeluarkan
kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup
melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah bisa
melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin,
sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah itu muncul bapak sudah
terbiasa melakukannya”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang
tentang kemarahan bapak?”
”Iya jadi ada 2 penyebab bapak marah ........ (sebutkan) dan
yang bapak rasakan ........ (sebutkan) dan yang bapak lakukan .......
(sebutkan) serta akibatnya ......... (sebutkan)
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah
bapak yang lalu, apa yang bapak lakukan kalau marah yang belum kita
bahas dan jangan lupa latihan napas dalamnya ya pak. ‘Sekarang kita
buat jadual latihannya ya pak, berapa kali sehari bapak mau latihan
napas dalam?, jam berapa saja pak?”
”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara
yang lain untuk mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja
ya pak, Selamat pagi”
SP 2 Pasien: Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
ke-2

ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu
sekarang saya datang lagi”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan
bapak marah?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah
dengan kegiatan fisik untuk cara yang kedua”
“Mau berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit?”
Dimana kita bicara?Bagaimana kalau di ruang tamu?”

KERJA
“Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan
kesal, berdebar-debar, mata melotot, selain napas dalam bapak dapat
melakukan pukul kasur dan bantal”.
“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar
bapak? Jadi kalau nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan
lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal. Nah,
coba bapak lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya, bagus sekali bapak
melakukannya”.
“Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal.”
“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutinjika ada perasaan
marah. Kemudian jangan lupa merapikan tempat tidurnya

TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah
tadi?”
“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan
lagi?Bagus!”
“Mari kita masukkan kedalam jadual kegiatan sehari-hari bapak.
Pukul kasur bantal mau jam berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur?
Baik, jadi jam 05.00 pagi. dan jam jam 15.00 sore. Lalu kalau ada keinginan
marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya pak. Sekarang kita buat
jadwalnya ya pak, mau berapa kali sehari bapak latihan memukul kasur dan
bantal serta tarik nafas dalam ini?”
“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol
marah dengan belajar bicara yang baik. Mau jam berapa pak? Baik, jam 10
pagi ya. Sampai jumpa”

SP 3 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara


sosial/verbal:

ORIENTASI

“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita ketemu
lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul
kasur bantal?, apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?”
“Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya.”
“Bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis M, artinya
mandiri; kalau diingatkan suster baru dilakukan tulis B, artinya dibantu atau
diingatkan. Nah kalau tidak dilakukan tulis T, artinya belum bisa melakukan

“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah


marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat
yang sama?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15
menit?”
KERJA
“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah.
Kalau marah sudah dusalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan
bantal, dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita
marah. Ada tiga caranya pak:
1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata kasar. Kemarin Bapak bilang penyebab marahnya
larena minta uang sama isteri tidak diberi. Coba Bapat minta uang dengan
baik:”Bu, saya perlu uang untuk membeli rokok.” Nanti bisa dicoba di sini
untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba bapak praktekkan. Bagus
pak.”
2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin
melakukannya, katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang
ada kerjaan’. Coba bapak praktekkan. Bagus pak”
3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat
kesal bapak dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena perkataanmu
itu’. Coba praktekkan. Bagus”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
mengontrol marah dengan bicara yang baik?”
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari”
“Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali
sehari bapak mau latihan bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”
Coba masukkan dalam jadual latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, uang,
dll. Bagus nanti dicoba ya Pak!”
“Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?”
“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah
bapak yaitu dengan cara ibadah, bapak setuju? Mau di mana Pak? Di sini lagi?
Baik sampai nanti ya”
SP 4 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang
saya datang lagi” Baik, yang mana yang mau dicoba?”
“Bagaimana pak, latihan apa yang sudah dilakukan?Apa yang dirasakan
setelah melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaimana rasa
marahnya”
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa
marah yaitu dengan ibadah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat
tadi?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15
menit?

KERJA

“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Bapak lakukan! Bagus. Baik,
yang mana mau dicoba?
“Nah, kalau bapak sedang marah coba bapak langsung duduk dan tarik
napas dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak
reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat”.
“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan
kemarahan.”
“Coba Bpk sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana?Coba
sebutkan caranya (untuk yang muslim).”

TERMINASI
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang
ketiga ini?”
“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”.
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadual kegiatan bapak. Mau
berapa kali bapak sholat. Baik kita masukkan sholat ....... dan ........ (sesuai
kesepakatan pasien)
“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila
bapak merasa marah”
“Setelah ini coba bapak lakukan jadual sholat sesuai jadual yang telah
kita buat tadi”
“Besok kita ketemu lagi ya pak, nanti kita bicarakan cara keempat
mengontrol rasa marah, yaitu dengan patuh minum obat.. Mau jam berapa pak?
Seperti sekarang saja, jam 10 ya?”
“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk
mengontrol rasa marah bapak, setuju pak?”

SP 5 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat

ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita ketemu
lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam, pukul kasur
bantal, bicara yang baik serta sholat?, apa yang dirasakan setelah melakukan
latihan secara teratur?. Coba kita lihat cek kegiatannya”.
“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum
obat yang benar untuk mengontrol rasa marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat
kemarin?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15
menit”

KERJA (perawat membawa obat pasien)

“Bapak sudah dapat obat dari dokter?”


Berapa macam obat yang Bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam
berapa Bapak minum? Bagus!
“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ
gunanya agar pikiran tenang, yang putih ini namanya THP agar rileks dan tegang,
dan yang merah jambu ini namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa marah
berkurang. Semuanya ini harus bapak minum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 sian
g, dan jam 7 malam”.
“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk
membantu mengatasinya bapak bisa mengisap-isap es batu”.
“Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya
istirahat dan jangan beraktivitas dulu”
“Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak
obat apakah benar nama bapak tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum,
jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar? Di
sini minta obatnya pada suster kemudian cek lagi apakah benar obatnya!”
“Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter
ya pak, karena dapat terjadi kekambuhan.”
“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam jadual ya pak.”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
minum obat yang benar?”
“Coba bapak sebutkan lagijenis obat yang Bapak minum! Bagaimana cara
minum obat yang benar?”
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?.
Sekarang kita tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa
laksanakan semua dengan teratur ya”.
“Baik, Besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauhma ana bapak
melaksanakan kegiatan dan sejauhmana dapat mencegah rasa marah. Sampai
jumpa”

2. Tindakan keperawatan untuk keluarga


a. Tujuan
Keluarga dapat merawat pasien di rumah
b. Tindakan
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
pasien
2) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan
(penyebab,
tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku
tersebut)
3) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu
segera dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau
memukul benda/orang lain
4) Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan
a). Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan
tindakan yang telah diajarkan oleh perawat
b). Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien
bila pasien dapt melakukan kegiatan tersebut secara tepat
c). Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan
bila pasien menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan
5) Buat perencanaan pulang bersama keluarga
SP 1 Keluarga: Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara
merawat klien perilaku kekerasan di rumah
ORIENTASI
“Selamat pagi bu, perkenalkan nama saya Moh. Aji Sutrisno, saya perawat
dari ruang Soka ini, saya yang akan merawat bapak (pasien). Nama ibu
siapa, senangnya dipanggil apa?”
“Bisa kita berbincang-bincang sekarang tentang masalah yang Ibu
hadapi?”
“Berapa lama ibu kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 30
menit?”
“Di mana enaknya kita berbincang-bincang, Bu? Bagaimana kalau
di ruang tamu?”
KERJA
“Bu, apa masalah yang Ibu hadapi/ dalam merawat Bapak? Apa
yang Ibu lakukan? Baik Bu, Saya akan coba jelaskantentang marah Bapak
dan hal-hal yang perlu diperhatikan.”
“Bu, marah adalah suatu perasaan yang wajar tapi bisa tidak
disalurkan dengan benar akan membahayakan dirinya sendiri, orang lain
dan lingkungan.
“Yang menyebabkan suami ibu marah dan ngamuk adalah kalau
dia merasa direndahkan, keinginan tidak terpenuhi. Kalau Bapak apa
penyebabnya Bu?”
“Kalau nanti wajah suami ibu tampak tegang dan merah, lalu
kelihatan gelisah, itu artinya suami ibu sedang marah, dan biasanya setelah
itu ia akan melampiaskannya dengan membanting-banting perabot rumah
tangga atau memukul atau bicara kasar? Kalau apa perubahan terjadi? Lalu
apa yang biasa dia lakukan?””
“Bila hal tersebut terjadi sebaiknya ibu tetap tenang, bicara lembut
tapi tegas, jangan lupa jaga jarak dan jauhkan benda-benda tajam dari
sekitar bapak seperti gelas, pisau. Jauhkan juga anak-anak kecil dari
bapak.”
“Bila bapak masih marah dan ngamuk segera bawa ke puskesmas
atau RSJ setelah sebelumnya diikat dulu (ajarkan caranya pada keluarga).
Jangan lupa minta bantuan orang lain saat mengikat bapak ya bu, lakukan
dengan tidak menyakiti bapak dan dijelaskan alasan mengikat yaitu agar
bapak tidak mencedari diri sendiri, orang lain dan lingkungan”
“Nah bu, ibu sudah lihat khan apa yang saya ajarkan kepada bapak
bila tanda-tanda kemarahan itu muncul. Ibu bisa bantu bapak dengan cara
mengingatkan jadual latihan cara mengontrol marah yang sudah dibuat
yaitu secara fisik, verbal, spiritual dan obat teratur”.
“Kalau bapak bisa melakukan latihannya dengan baik jangan lupa
dipuji
ya bu”.

TERMINASI
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara
merawat bapak?”
“Coba ibu sebutkan lagi cara merawat bapak”
“Setelah ini coba ibu ingatkan jadual yang telah dibuat untuk bapak
ya bu”
“Bagaimana kalau kita ketemu 2 hari lagi untuk latihan cara-cara
yang telah kita bicarakan tadi langsung kepada bapak?”
“Tempatnya disini saja lagi ya bu?”
SP 2 Keluarga: Melatih keluarga melakukan cara-cara mengontrol
Kemarahan

ORIENTASI
“Selamat pagi bu, sesuai dengan janji kita 2 hari yang lalu sekarang kita ketemu
lagi untuk latihan cara-cara mengontrol rasa marah bapak.”
“Bagaimana Bu? Masih ingat diskusi kita yang lalu? Ada yang mau Ibu
tanyakan?”
“Berapa lama ibu mau kita latihan?”
“Bagaimana kalau kita latihan disini saja?, sebentar saya panggilkan bapak
supaya bisa berlatih bersama”
KERJA
”Nah pak, coba ceritakan kepada Ibu, latihan yang sudah Bapak lakukan.
Bagus sekali. Coba perlihatkan kepada Ibu jadwal harian Bapak! Bagus!”
”Nanti di rumah ibu bisa membantu bapak latihan mengontrol kemarahan
Bapak.”
”Sekarang kita akan coba latihan bersama-sama ya pak?”

”Masih ingat pak, bu kalau tanda-tanda marah sudah bapak rasakan maka
yang harus dilakukan bapak adalah.......?”

”Ya.. betul, bapak berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan
sebentar
lalu keluarkan/tiup perlahan –lahan melalui mulut seperti mengeluarkan
kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui
mulut. Nah, lakukan 5 kali, coba ibu temani dan bantu bapak menghitung latihan
ini sampai 5 kali”.
“Bagus sekali, bapak dan ibu sudah bisa melakukannya dengan baik”.
“Cara yang kedua masih ingat pak, bu?”
“ Ya..benar, kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul
perasaan kesal, berdebar-debar, mata melotot, selain napas dalam bapak
dapat melakukan pukul kasur dan bantal”.
“Sekarang coba kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar
bapak? Jadi kalau nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar
dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal.
Nah, coba bapak lakukan sambil didampingi ibu, berikan bapak semangat
ya bu. Ya, bagus sekali bapak melakukannya”.

“Cara yang ketiga adalah bicara yang baik bila sedang marah. Ada tiga
caranya pak, coba praktekkan langsung kepada ibu cara bicara ini:
1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta
tidak menggunakan kata-kata kasar, misalnya: ‘Bu, Saya perlu uang untuk
beli rokok! Coba bapak praktekkan. Bagus pak”.
2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin
melakukannya, katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang
ada kerjaan’. Coba bapak praktekkan. Bagus pak”
3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang
membuat kesal bapak dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena
perkataanmu itu’. Coba praktekkan. Bagus”
“Cara berikutnya adalah kalau bapak sedang marah apa yang harus
dilakukan?”
“Baik sekali, bapak coba langsung duduk dan tarik napas dalam. Jika tidak
reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air
wudhu kemudian sholat”.
“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur dengan didampingi ibu untuk
meredakan kemarahan”.
“Cara terakhir adalah minum obat teratur ya pak, bu agar pikiran bapak
jadi tenang, tidurnya juga tenang, tidak ada rasa marah”
“Bapak coba jelaskan berapa macam obatnya! Bagus. Jam berapa minum
obat? Bagus. Apa guna obat? Bagus. Apakah boleh mengurangi atau
menghentikan obat? Wah bagus sekali!”
“Dua hari yang lalu sudah saya jelaskan terapi pengobatan yang bapak
dapatkan, ibu tolong selama di rumah ingatkan bapak untuk meminumnya secara
teratur dan jangan dihentikan tanpa sepengetahuan dokter”

TERMINASI
“Baiklah bu, latihan kita sudah selesai. Bagaimana perasaan ibu setelah
kita latihan cara-cara mengontrol marah langsung kepada bapak?”
“Bisa ibu sebutkan lagi ada berapa cara mengontrol marah?”
“Selanjutnya tolong pantau dan motivasi Bapak melaksanakan jadwal
latihan yang telah dibuat selama di rumah nanti. Jangan lupa berikan pujian untuk
Bapak bila dapat melakukan dengan benar ya Bu!”
“ Karena Bapak sebentar lagi sudah mau pulang bagaimana kalau 2 hari
lagi Ibu bertemu saya untuk membicarakan jadwal aktivitas Bapak selama di
rumah nanti.”
“Jam 10 seperti hari ini ya Bu. Di ruang ini juga.
SP 3 Keluarga: Menjelaskan perawatan lanjutan bersama keluarga

ORIENTASI
“Selamat pagi pak, bu, karena kunjungan saya sudah akan berakhir.
Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang perawatan lanjutan
untuk keluarga Bapk/Ibu. Apakah sudah dipuji keberhasilannya?”
“Nah sekarang bagaimana kalau bicarakan jadualkegiatan dan
perawatan lanjutan di rumah, disini saja?”
“Berapa lama bapak dan ibu mau kita berbicara? Bagaimana kalau
30 menit?”
KERJA
“Pak, bu, jadual yang telah dibuat tolong dilanjutkan, baik jadual aktivitas
maupun jadual minum obatnya. Mari kita lihat jadwal Bapak!”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang
ditampilkan oleh bapak selama di rumah. Kalau misalnya Bp menolak
minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika
hal ini terjadi segera hubungi Suster E di Puskesmas ……., puskesmas
terdekat dari rumah ibu dan bapak,
“Selanjutnya suster E yang akan membantu memantau
perkembangan B selama di rumah”

TERMINASI
“ Bagaimana Bu? Ada yang ingin ditanyakan? Coba Ibu sebutkan
apa saja yang perlu diperhatikan (jadwal kegiatan, tanda atau gejala,
follow up ke Puskesmas). Baiklah, silakan menyelesaikan administrasi!”
“Saya akan persiapkan pakaian dan obat.”
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PASIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH

Di SUSUN OLEH :
NOFITA MUNINGGARSARI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS AN NUUR PURWODADI
2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Harga Diri Rendah
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri,
hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan
(Keliat, dalam Fitria, 2009).
Harga diri rendah adalah perasaan seseorang bahwa dirinya
tidak diterima lingkungan dan gambaran-gambaran negatif tentang
dirinya (Barry, dalam Yosep, 2009).
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang
berharga dan tidak dapat bertanggungjawab pada kehidupannya sendiri
Faktor yang mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali,
kurang mempunyai tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang
lain dan ideal diri yag tidak realistis. Sedangkan stresor pencetus
mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal seperti:
Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
kejadian yang mengancam. (Yoedhas, 2010).
Harga diri rendah adalah keadaan ketika individu mengalami
evaluasi diri negatif mengenai diri atau kemampuan diri (Lynda Juall
Carpenito-Moyet, 2007).
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang
berharga dan tidak dapat bertanggung jawab atas kehidupan sendiri,
gagal menyesuaikan tingkah laku dancita-cita(Fk.UNDIP , 2001),
2. Klasifikasi
Menurut Fitria (2009), harga diri rendah dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Harga diri rendah situasional adalah keadaan dimana individu yang
sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif
mengenai diri dalam berespon, terhadap suatu kejadian (kehilangan,
perubahan).
b. Harga diri rendah kronik adalah keadaan dimana individu
mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan
dalam waktu lama.
3. Etiologi
Harga diri rendah dapat terjadi secara :
a. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus
operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan
kerja, perasaan malu karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh
korupsi, dipenjara tiba-tiba).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah, karena :
1) Privacy yang harus diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik
yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan
(pencukuran pubis, pemasangan kateter, pemeriksaan perineal).
2) Harapan akan struktur bentuk dan fungsi tubuh yang tidak
tercapai karena dirawat/sakit/penyakit.
3) Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya
berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai
tindakan tanpa persetujuan.
b. Kronik yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama,
yaitu sebelum sakit/dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang
negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif
terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang
maladaptif.
4. Proses terjadinya
Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan
kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan
mempengaruhi hubungannya dengan orang lain (Stuart & Sunden, 1995).
Konsep diri terdiri atas komponen: citra diri, ideal diri, harga diri,
penampilan peran dan identitas personal. Respons individu terhadap
konsep dirinya berfluktuasi sepanjang rentang konsep diri yaitu dari
adaptif sampai maladatif. Salah satu komponen konsep diri yaitu harga diri
dimana harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri
(Keliat, 1999). Sedangkan harga diri rendah adalah menolak dirinya
sebagai sesuatu yang berharga dan tidak bertanggung jawab atas
kehidupannya sendiri. Jika individu sering gagal maka cenderung harga
diri rendah. Harga diri rendah jika kehilangan kasih sayang dan
penghargaan orang lain. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang
lain, aspek utama adalah diterima dan menerima penghargaan dari orang
lain. Harga diri rendah di gambarkan sebagai perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri,
merasa gagal mencapai keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan
produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain, perasaan tidak
mampu, mudah tersinggung dan menarik diri secara sosial. Faktor yang
mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua
yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai
tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri
yang tidak realistis. Sedangkan stresor pencetus mungkin ditimbulkan dari
sumber internal dan eksternal seperti :
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menaksirkan
kejadian yang mengancam.

b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang


diharapkan dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga jenis
transisi peran, yaitu :
1) Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang
berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap
perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-
norma budaya, nilai-nilai tekanan untuk peyesuaian diri.
2) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
3) Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan
sehat ke keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh
kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan
dan fungsi tubuh, perubahan fisik, prosedur medis dan
keperawatan.
Sedangkan menurut hasil riset Malhi (2008, dalam Yosep,
2009), menyimpulkan bahwa harga diri rendah diakibatkan oleh rendahnya
cita-cita seseorang. Hal ini mengakibatkan berkurangnya tantangan dalam
mencapai tujuan. Tantangan yang rendah menyebabkan upaya yang
rendah. Selanjutnya hal ini menyebabkan penampilan seseorang yang tidak
optimal. Dalam tinjauan Life Span Teori (Yosep,2009), penyebab
terjadinya harga diri rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan,
jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu mencapai masa
remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak
diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal sekolah, pekerjaan dan
pergaulan. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung
mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya.
5. Penyebab
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronik adalah
penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali,
kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada
orang lain, ideal diri yang tidak realistis (Fitria, 2009).
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah kronis adalah hilangnya
sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh,
mengalami kegagalan, serta menurunnya produktivitas (Fitria, 2009).

6. Penatalaksanaan Medis
Terapi pada gangguan jiwa, khususnya skizofrenia dewasa ini
sudah dikembangkan sehingga klien tidak mengalami diskriminasi bahkan
metodenya lebih manusiawi daripada masa sebelumnya. Penatalaksanaan
medis pada gangguan konsep diri yang mengarah pada diagnosa medis
skizofrenia, khususnya dengan perilaku harga diri rendah, yaitu:
a. Psikofarmakologi
Menurut Hawari (2003), jenis obat psikofarmaka, dibagi dalam 2
golongan yaitu:
1) Golongan generasi pertama (typical)
Obat yang termasuk golongan generasi pertama, misalnya:
Chorpromazine HCL (Largactil, Promactil, Meprosetil),
Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine HCL (Melleril),
dan Haloperidol (Haldol, Govotil, Serenace).
2) Golongan kedua (atypical)
Obat yang termasuk generasi kedua, misalnya: Risperidone
(Risperdal, Rizodal, Noprenia), Olonzapine (Zyprexa),
Quentiapine (Seroquel), dan Clozapine (Clozaril).
b. Psikotherapi
Menurut Keliat, B.A (2006) terapi kejiwaan atau psikoterapi pada
klien, baru dapat diberikan apabila klien dengan terapi psikofarmaka
sudah mencapai tahapan dimana kemampuan menilai realitas sudah
kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikotherapi pada
klien dengan gangguan jiwa adalah berupa terapi aktivitas kelompok
(TAK).
c. Therapy Kejang Listrik ( Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara
artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang
dipasang satu atau dua temples. Therapi kejang listrik diberikan pada
skizofrenia yang tidak mempan denga terapi neuroleptika oral atau
injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
d. Therapy Modalitas
Therapi modalitas/perilaku merupakan rencana pengobatan untuk
skizofrrenia yang ditujukan pada kemampuan dan kekurangan klien.
Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi diri sendiri
dan latihan praktis dalam komunikasi interpersonal. Therapi kelompok
bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana dan masalah
dalam hubungan kehidupan yang nyata.
Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy aktivitas
kelompok stimulasi kognitif/persepsi, theerapy aktivitas kelompok
stimulasi sensori, therapi aktivitas kelompok stimulasi realita dan
therapy aktivitas kelompok sosialisasi.
e. Terapi somatik
Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang
adaptif dengan melakukan tindakan dalam bentuk perlakuan fisik
(Riyadi dan Purwanto, 2009).Beberapa jenis terapi somatik, yaitu:
1) Restrain
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau
manual untuk membatasi mobilitas fisik klien (Riyadi dan
Purwanto, 2009).
2) Seklusi
Seklusi adalah bentuk terapi dengan mengurung klien dalam
ruangan khusus (Riyadi dan Purwanto, 2009).
3) Foto therapy atau therapi cahaya
Foto terapi atau sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini
diberikan dengan memaparkan klien sinar terang (5-20 kali lebih
terang dari sinar ruangan) (Riyadi dan Purwanto, 2009).
4) ECT (Electro Convulsif Therapie)
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran
listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun
klonik (Riyadi dan Purwanto, 2009).
f. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan suatu kelompok atau komunitas dimana
terjadi interaksi antara sesama penderita dan dengan para pelatih
(sosialisasi).
C. Pohon Masalah
Menurut Fitria (2009) dan Yosep (2009), pohon masalah pada pasien
dengan harga diri rendah kronik adalah sebagai berikut:
Risiko Perilaku Kekerasan effect

Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah core problem

Koping Individu Tidak Efektif causa

D. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji


Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
harga diri rendah (Fitria, 2009), adalah:
1. Harga diri rendah kronik
2. Koping individu tidak efektif
3. Isolasi sosial
4. Gangguan sensori persepsi: halusinasi
5. Risiko perilaku kekerasan
Sedangkan data yang perlu dikaji pada pasien dengan harga diri
rendah (Fitria, 2009 dan Yosep, 2009), adalah:
a. Data subyektif:
1) Mengungkapkan dirinya merasa tidak berguna.
2) Mengungkapkan dirinya merasa tidak mampu.
3) Mengungkapkan dirinya tidak semangat untuk beraktivitas atau
bekerja.
4) Mengungkapkan dirinya malas melakukan perawatan diri (mandi,
berhias, makan atau toileting).
b. Data obyektif
1) Mengkritik diri sendiri
2) Perasaan tidak mampu
3) Pandangan hidup yang pesimistis
4) Tidak menerima pujian
5) Penurunan produktivitas
6) Penolakan terhadap kemampuan diri
7) Kurang memperhatikan perawatan diri
8) Berpakaian tidak rapi
9) Berkurang selera makan
10) Tidak berani menatap lawan bicara
11) Lebih banyak menunduk
12) Bicara lambat dengan nada suara lemah.
E. Diagnosa Keperawatan
Harga Diri Rendah
F. Rencana Keperawatan
Tujuan umum: sesuai masalah (problem)
Tujuan khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan:
a) Bina hubungan saling percaya
b) Salam terapeutik
c) Perkenalan diri
d) Jelaskan tujuan inteniksi
e) Ciptakan lingkungan yang tenang
f) Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan).
g) Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
h) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
i) Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga dan
bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
Tindakan:
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
b) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan
memberi pujian yang realistis.
c) Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan:
a) Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat digunakan.
b) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang
ke rumah.
4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai kemampuan
yang dimiliki.
Tindakan :
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan.
b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
a) Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
b) Beri pujian atas keberhasilan
c) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tindakan:
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien.
b) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
d) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

DAFTAR PUSTAKA

Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan


DanStrategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika.
Hawari, D. 2003. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa: Skizofrenia. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Riyadi, S. Dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa. Jakarta: Refika Aditama.
Carpenito, Lynda Juall. (2003). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC:
Jakarta.
Keliat, Budi Anna. (2001). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.. EGC: Jakartaa
Stuart dan Sundeen. (2002). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. EGC: Jakarta.
Towsend. (2005). Buku Saku diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri.
Jakarta: EGC.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Masalah : Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

Pertemuan ke I (satu)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi
a. Klien mengatakan malu dan tidak berguna
b. Klien mengatakan ekspresi wajah malu
c. Klien mengatakan “tidak bisa”ketika diminta melakukan sesuatu
d. Klien tampak kurang bergairah
e. Klien selalu mengungkapkan kekurangannya dari pada
kelebihannya.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
3. Tujuan Khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi Bu, saya Wardatul Ghivara, saya mahasiswa Akper
RUSTIDA Banyuwangi yang sedang praktek dirumag sakit ini”, “Ibu
bisa panggil saya suster warda”. ”Nama ibu siapa?”. “........” “Ibu lebih
senang dipanggil siapa?”“o o o ibu siti”. “saya akan menemani ibu
selama 2 minggu, jadi kalau ada yang mengganggu pikiran ibu bisa
bilang ke saya, siapa tahu saya bisa bantu”
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan ibu saat ini? ......... o o o begitu”
“Coba ceritakan pada saya, apa yang dirasakan dirumah, hingga dibawah
ke RSJ”
c. Kontrak
1) Topik
“ Maukah ibu bsiti bercakap – cakap dengan kemampuan yang
dimiliki serta hobi yang sering dilakukan dirumah”
2) Tempat
“Ibu Sti lebih suka bercakap – cakap dimana?, o o o ditaman,
baiklah”
3) Waktu
“kita mau becakap – cakap berapa lama?, Bagaimana kalau 10
menit saja”
2. Kerja
“Kegiatan apa saja yang sering ibu siti lakukan dirumah?”.........
“memasak, mencuci pakaian, bagus itu bu”. “Terus kegiatan apalagi
yang ibu lakukan?”. “kalau tidak salah ibu juga senang menyulam
ya?”, wah bagus sekali!”
“Bagaimana kalau ibu siti menceritakan kelebihan lain/kemampuan
lain yang dimiliki?” kemudian apa lagi.
“Bagaimana dengan keluarga ibu siti, apakah mereka menyenangi apa
yang ibu lakukan selama ini, atau apakah mereka sering mengejek
hasil kerja ibu?”
3. Terminasi
a. Evaluasi subyektif

“Bagaimana perasaan ibu siti selama kita bercakap – cakap?”,


“Senang terima kasih”
b. Evaluasi Obyektif
“Tolong ibu siti ceritakan kembali kemampuan dan kegiatan yang
sering ibu lakukan? ........ Bagus”, “terus bagaimana tanggapan
keluarga ibu terhadap kemampuan dan kegiatan yang ibu
lakukan?”.
c. Rencana Tindak Lanjut
“baiklah Bu siti, nanti ibu ingat ingat ya, kemampuan ibu yang
lain dan belum sempat ibu ceritakan kepada saya?”, “besok bisa
kita bicara lagi”.

d. Kontrak
1) Topik
“Bagaimana kalau besok kita bicarakan kembali kegiatan
/kemampuan yang dapat ibu siti lakukan di rumah dan di RSJ”

2) Tempat

“Tempatnya mau dimana Bu? ”

3) Waktu
“Berapa lama kita akan bercakap – cakap?”. “Bagaimana
kalau 15 menit”

“Setuju!”
“Sampai bertemu lagi besok ya, Bu siti”

Pertemuan ke II (dua)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi
a. Klien telah terbina hubungan saling percaya dengan perawat
b. Klien telah mengetahui/dapt mengenal beberapa
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga
diri rendah

3. Tujuan Khusus
a. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
b. Klien dapat merencanakan kegiatan di rumah sakit sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki
B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Orientasi
a. Salam terapeutik

“Selamat pagi Bu Siti”, “Masih ingat saya?” “................ Bagus!”

b. Evaluasi/Validasi

“Bagaimana perasan Ibu Siti sekarang?” “................ O ............. ya


bagaimana, apakah ada kemampuan lain yang belum ibu siti
ceritakan kemarin”

c. Kontrak

1) Topik

“Apakah ibu siti masih ingat apa yang akan kita bicarakan
sekarang?”. “ya............ bagus”
2) Tempat
“Kalau tidak salah, kemrin kita sudah sepakat akan bercakap – cakap
di taman benar kan?”
3) Waktu
Kita akan bercakap – cakap selama 15 menit, atau mungkin bu
siti ingin bercakap – cakap lebih lama lagi?”

2. 4) Kerja “

“Kegiatan apa saja yang sering ibu siti lakukan


dirumah?”......... “memasak, mencuci pakaian, bagus itu bu”.
“Terus kegiatan apalagi yang ibu lakukan?”. “kalau tidak salah
ibu juga senang menyulam ya?”, wah bagus sekali!

“Bagaimana kalau ibu siti menceritakan kelebihan


lain/kemampuan lain yang dimiliki?” kemudian apa lagi.

“Bagaimana dengan keluarga ibu siti, apakah mereka


menyenangi apa yang ibu lakukan selama ini, atau apakah
mereka sering mengejek hasil kerja ibu?”

3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaan ibu siti setelah berhasil membuat
jadwal kegiatan yang dapat dilakukan di rumah sakit”
b. Evaluasi Obyektif
“Coba ibu bacakan kembali jadwal kegiatan yang telah
dibuat tadi!”. “Bagus”
c. Rencana Tindak Lanjut
“Ibu siti mau kan melaksanakan jadwal kegiatan yang telah
ibu buat tadi!”
“.........nah nanti kegiatan – kegiatan yang telah dilakukan
bersama– sama dengan teman – teman yang lain ya!”.
“Bagaimana kalau nanti siang?”
d. Kontrak

1) Topik
“Baiklah besok kita bertemu lagi, bagaimana kalau
kita bercakap – cakap tentang kegiatan yang dapat
dilakukan di rumah”. “Bagaimana menurut ibu siti?”.
“Setuju”

2) Tempat
“Ibu ingin bercakapn – cakap dimana besok?”, “.........
oooo di taman, baiklah.”

3) Waktu
“Bagaimana kalau kita bercakap – cakap 10 menit?”
Pertemuan ke III (tiga)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi
a. Klien telah mampu mengenal menyusun jadwal kegiatan
yang dapat dilakukan di rumah sakit
b. Klien telah berhasil melaksanakan kegiatan sesuai dengan jadwalyang
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga
diri rendah

3. Tujuan Khusus
a. Klien dapat mengenal kegiatan yang dapat dilakukan di
rumah
b. Klien dapat menyusun jadwal kegiatan yang dapat
dilakukan sesuai kemampuan di rumah
B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
(SP)
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi,ibu siti sedang apa?”
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasan Ibu Siti sekarang?”

“Apakah ibu siti sudah melaksanakan kegiatan sesuai dengan


jadwalyang telah dinuat kemarin?”. “Bagus ibu sudah dapat
membantu membersihkan lingkungan”

“Coba saya lihat jadwal kegiatannya, wah hebat sekali, sudah


diberi tanda semua!”, “Nanti dikerjakan lagi ya bu!”
c. Kontrak

1) Topik
“Nah bagaimana kalau kita bercakap – cakap tentang
kegiatan yang dapat dilakukan di rumah?”

4) Tempat
“Kalau tidak salah, kemrin kita sudah sepakat akan
bercakap – cakap di taman benar kan?”

5) Waktu
“Mau berapalama?, Bagaimana kalau 15 menit lagi”
2. Kerja
“Kemarin ibu telah membuat jadwal kegiatan di rumah sakit,
sekarang kita buat jadwal kegiatan dirumah ya!. Ini kertas dan
bolpointnya, jangan khawatir nanti saya bantu, kalau
kesulitan, Bagaimana kalau kita mulai? ”

“Ibu mulai dari jam 05.00 WIB?.............. ya, tidak apa-apa,


bangun tidur......... terus ya sholat shubuh, terus masak (samapi
jam 20.00 WIB), bagus tapi jangan lupa minum obatnya, ya
Bu!”

3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaan ibu siti setelah dapat membuat jadwal
kegiatan di rumah”
b. Evaluasi Obyektif
“Coba ibu sebutkan lagi susunan kegiatan dalam sehari yang
dapat dilakukan di rumah”
c. Rencana Tindak Lanjut
“Besok kalau sudah dijemput oleh keluarga dalam sehari apa
yang dapat dilakukan di rumah?”
d. Kontrak
1) Topik
“Nah, bagaimana besok kita bercakap – cakap
tentang perlunya dukungan keluarga terhadap
kesembuhan Bu Siti”

2) Tempat
“Bagaimana kalau kita bercakap – cakap di teras,
setuju!, atau mungkin ibu ingin di tempat lain?”

3) Waktu
“Kita mau bercakap –cakap berapa lama, bagaimana
kalau 10 menit?”
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PASIEN DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

Di SUSUN OLEH :
NOFITA MUNINGGARSARI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS AN NUUR PURWODADI
2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Defisit Perawatan Diri
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia
dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya,
kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien
dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan
perawatan diri (Depkes dalam Dermawan;Rusdi, 2013).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting)
(Nurjannah dalam Dermawan;Rusdi, 2013).
Menurut (Poter dan Perry dalam Dermawan;Rusdi, 2013),
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan
dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang
perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan
perawatan kebersihan untuk dirinya.Perawatandiriadalahsalah
satukemampuandasarmanusia dalam memenuhi
kebutuhannya,kesehatan dan kesejateraan sesuai dengan kondisi
kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperatawan dirinya
jikatidak dapat melakukan keperawatan diri(Depkes, 2000).
Defisit perawatan diri adalah kurangnya perawatan diri pada
pasien dengangangguan jiwaterjadi akibatadanyaperubahan prosespikir
sehinggakemampuan untukmelakukanaktivitasperawatan dirimenurun.
Kurang perawatandiriterlihatdariketidakmampuanmerawatkebersihan diri
antaranya mandi, makan minum secara mandiri, berhias secara mandiri,
toileting(BAK/BAB) (Damaiyanti, 2012).
2. Penyebab
MenurutTarwotodanWartonah(2000),penyebabkurang
perawatan diriadalahkelelahanfisikdanpenurunankesadaran.
MenurutDepkes (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah:
a. Faktor prediposisi
Menurut Dermawan;Rusdi (2013), factor prediposisi yaitu sebagai
berikut:
1) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
2) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang
kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
4) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.
b. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah
kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual,
cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan
individu kurang mampu melakukan perawatan diri.Menurut (Depkes
dalam Dermawan;Rusdi,2013),faktor-faktor yang mempengaruhi
personal hygiene adalah:
1) Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik
sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2) Praktik Sosial
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3) Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta
gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan
uang untuk menyediakannya.
4) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya
pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga
kebersihan kakinya.
5) Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-lain.
7) Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
3. Tanda dan Gejala
Menurut (Depkes dalam Dermawan;Rusdi, 2013) tanda dan
gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:
a. Fisik:
1) Badan bau, pakaian kotor.
2) Rambut dan kulit kotor.
3) Kuku panjang dan kotor
4) Gigi kotor disertai mulut bau
5) Penampilan tidak rapi
b. Psikologis:
1) Malas, tidak ada inisiatif.
2) Menarik diri, isolasi diri.
3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c. Sosial
1) Interaksi kurang
2) Kegiatan kurang
3) Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
4) Cara makan tidak teratur
5) BAK dan BAB di sembarang tempat
4. Akibat
Akibat dari defisit perawatan diri adalah Gangguan
Pemeliharaan Kesehatan Gangguan pemelihaaan kesehatan ini bentuknya
bisa bermacam-macam. Bisa terjadinya infeksi kulit (scabies, panu,
kurap) dan juga gangguan yang lain seperti gastritis kronis (karena
kegagalan dalam makan), penyebaran penyakit orofecal (karena hiegene
bab/bak sembarangan) dan lain-lain (Depkes Dermawan;Rusdi, 2013).
5. Jenis
Menurut (Damaiyanti, 2012) jenis perawatan diri terdiri dari :
a. Defisitperawatan diri :mandi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
mandi/beraktivitas perawatan diri sendiri.
b. Defisitperawatan diri : berpakaian
Hambatankemampuanuntukmelakukanata menyelesaikan aktivitas
berpakaian danberhias untuk diri sendiri.
c. Defisitperawatan diri :makan
Hambatan kemampuanuntukmelakukan atau menyelesaikan aktivitas
sendiri.
d. Defisitperawatan diri :eliminasi
Hambatnkemampuanuntukmelakukanatau menyelesaikan aktivitas
eliminasi sendiri.
6. Mekanismekoping
Menurut Damaiyanti (2012), mekanismekopingberdasarkan
penggolongan di bagi menjadi 2yaitu:
a. MekanismeKoping Adaptif
Mekanisme kopingyangmendukungfungsiintegrasipertumbuhan
belajar dan mencapaitujuan. Kategoriini adalah klien bisa memenuhi
kebutuhan perawatan diri secaramandiri.
b. Mekanismekopingmaladaptif
Mekanisme kopingyangmenghambatfungsiintegrasi,memecah
pertumbuhan,menurunkanotonomidancenderung menguasai
lingkungan. Kategorinyaadalah tidak maumerawatdiri
7. Penatalaksanaan
PenatalaksanaanmanurutHerman(Ade, 2011)adalah sebagai
berikut:
a. Meningkatkan kesadarandan kepercayaan diri
b. Membimbingdan menolongklien merawat diri
c. Ciptakan lingkunganyangmendukung.
C. Pohon Masalah
effect
Kebersihan diri tidak adekuat (BAB/BAK, Makan minum
dan berdandan)

Core problem
Defisit perawatan diri

Penurunan kemampuan dan motivasi


cause
merawat diri

Isolasi Sosial

D. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Dikaji


1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
a. Data subyektif : Klien mengatakan saya tidak mampu mandi, tidak
bisa melakukan apa-apa.
b. Data obyektif : Klien terlihat lebih kurang memperhatikan
kebersihan, halitosis, badan bau, kulit kotor.
2. Isolasi Sosial
a. Data subyektif : Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa,
tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan
perasaan malu terhadap diri sendiri.
b. Data obyektif : Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh
memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri
hidup, Apatis, Ekspresi sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas
menurun, Posisi janin pada saat tidur, Menolak berhubungan, Kurang
memperhatikan kebersihan.
3. Defisit Perawatan Diri
a. Data subyektif:
1) Pasien merasa lemah
2) Malas untuk beraktivitas
3) Merasa tidak berdaya.
b. Data obyektif:
1) Rambut kotor, acak-acakan
2) Badan dan pakaian kotor dan bau
3) Mulut dan gigi bau.
4) Kulit kusam dan kotor
5) Kuku panjang dan tidak terawatt
E. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
2. Isolasi Sosial
3. Defisit Perawatan Diri
F. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK
Tujuan Umum : Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri
Tujuan Khusus : Klien mampu melakukan
a. Kebersihan diri secara mandiri
b. Berhias/berdandan secara baik
c. Makan dengan baik
d. BAB/BAK secara mandiri
Tindakan Keperawatan
a. Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
b. Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri
c. Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
d. Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
e. Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
f. Melatih pasien berdandan/berhias
g. Untuk pasien laki-laki latihan meliputi : berpakaian, menyisir rambut,
dan bercukur.
h. Untuk pasien wanita, latihannya meliputi : berpakaian, menyisir
rambut, berhias
i. Melatih pasien makan secara mandiri
j. Menjelaskan cara mempersiapkan makan
k. Menjelaskan cara makan yang tertib
l. Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
m. Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
n. Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
o. Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
p. Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
q. Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti. (2012).Asuhan keperawatan Jiwa.Bandung: PT RefikaAditama.


Depkes, R. (2000).Keperawatan Jiwa : Teori danTindakan keperawatan
Jiwa.Jakarta: Depkes RI.
Herman ade. (2011). buku ajar asuhan keperawatan jiwa.yogyakarta: nuha
medika.
Keliat, Budi Anna., Akemat., Helena, Novy., Nurhaeni, Heni.
(2011).Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta : EGC.
Fitria, Nita. (2009). Prinsip Dasar Aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluandan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP
dan SP). Jakarta : Salemba Medika.
Wilkinson, J,M., & Ahern, Nancy R. (2012). Buku Saku
DiagnosisKeperawatan. (9th ed.). (Penerjemah : Wahyuningsih, Esty.).
Jakarta: EGC.
Tarwoto dan Wartonah. (2000). Kebutuhan Dasar Manusia : Jakarta
Kozier, Barbara. (2010). Fundamental Keperawatan. (7th ed.). Vol
1.(Penerjemah: Karyuni, Pamilih Eko.). Jakarta: EGC
STRATEGI PELAKSANAAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Kondisi Klien
Pakaian terlihat tidak rapi, bau badan tidak sedap, tidak dapat
merawat diri ( tidak mau makan ).
B. Diagnosa Keperawatan
Defisit perawatan diri
C. Tujuan
1. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
2. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
3. Pasien mampu melakukan makan dengan baik
4. Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
D. Tindakan
1. Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
a. Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
b. Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
c. Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
d. Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
2. Melatih pasien berdandan/berhias
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Bercukur
d. Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
1) Berpakaian
2) Menyisir rambut
3) Berhias
3. Melatih pasien makan secara mandiri
a. Menjelaskan cara mempersiapkan makan
b. Menjelaskan cara makan yang tertib
c. Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
d. Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
4. Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
a. Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b. Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
c. Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
STRATEGI PELAKSANAAN
MASALAH : DEFISIT PERAWATAN DIRI
PERTEMUAN KE - 1

SP1 Pasien:
Mendiskusikan pentingnya kebersihan diri, cara-cara merawat
diri dan melatih pasien tentang cara-cara perawatan kebersihan diri
Orientasi
“Selamat pagi, kenalkan saya Gung Sri”

”Namanya anda siapa, senang dipanggil siapa?”

”Saya dinas pagi di ruangan ini pk. 07.00-14.00. Selama di rumah


sakit ini saya yang akan merawat T?”

“Dari tadi suster lihat T menggaruk-garuk badannya, gatal ya?”

” Bagaimana kalau kita bicara tentang kebersihan diri ? ”

” Berapa lama kita berbicara ?. 20 menit ya...?. Mau dimana...?. disini


aja ya.”

Kerja
“Berapa kali T mandi dalam sehari? Apakah T sudah mandi hari ini?
Menurut T apa kegunaannya mandi ?Apa alasan T sehingga tidak bisa
merawat diri? Menurut T apa manfaatnya kalau kita menjaga kebersihan diri?
Kira-kira tanda-tanda orang yang tidak merawat diri dengan baik seperti apa
ya...?, badan gatal, mulut bau, apa lagi...? Kalau kita tidak teratur menjaga
kebersihan diri masalah apa menurut T yang bisa muncul ?” Betul ada kudis,
kutu...dsb.
“Apa yang T lakukan untuk merawat rambut dan muka? Kapan saja T
menyisir rambut? Bagaimana dengan bedakan? Apa maksud atau tujuan
sisiran dan berdandan?”

(Contoh untuk pasien laki-laki)

“Berapa kali T cukuran dalam seminggu? Kapan T cukuran terakhir?


Apa gunanya cukuran? Apa alat-alat yang diperlukan?”. Iya... sebaiknya
cukuran 2x perminggu, dan ada alat cukurnya?”. Nanti bisa minta ke perawat
ya

“Berapa kali T makan sehari?

”Apa pula yang dilakukan setelah makan?” Betul, kita harus sikat gigi
setelah makan.

“Di mana biasanya T berak/kencing? Bagaimana membersihkannya?”.


Iya... kita kencing dan berak harus di WC, Nach... itu WC di ruangan ini, lalu
jangan lupa membersihkan pakai air dan sabun”.

“Menurut T kalau mandi itu kita harus bagaimana ? Sebelum mandi


apa yang perlu kita persiapkan? Benar sekali..T perlu menyiapkan pakaian
ganti, handuk, sikat gigi, shampo dan sabun serta sisir”.

”Bagaimana kalau sekarang kita ke kamar mandi, suster akan


membimbing T melakukannya. Sekarang T siram seluruh tubuh T termasuk
rambut lalu ambil shampoo gosokkan pada kepala T sampai berbusa lalu bilas
sampai bersih.. bagus sekali.. Selanjutnya ambil sabun, gosokkan di seluruh
tubuh secara merata lalu siram dengan air sampai bersih, jangan lupa sikat
gigi pakai odol.. giginya disikat mulai dari arah atas ke bawah. Gosok seluruh
gigi T mulai dari depan sampai belakang. Bagus, lalu kumur-kumur sampai
bersih. Terakhir siram lagi seluruh tubuh T sampai bersih lalu keringkan
dengan handuk. T bagus sekali melakukannya. Selanjutnya T pakai baju dan
sisir rambutnya dengan baik.”

Terminasi
“Bagaimana perasaan T setelah mandi dan mengganti pakaian ? Coba
T

sebutkan lagi apa saja cara-cara mandi yang baik yang sudah T
lakukan tadi ?”. ”Bagaimana perasaan Tina setelah kita mendiskusikan
tentang pentingnya kebersihan diri tadi ? Sekarang coba Tina ulangi lagi
tanda-tanda bersih dan rapi”

”Bagus sekali mau berapa kali T mandi dan sikat gigi...?dua kali pagi
dan sore, Mari...kita masukkan dalam jadual aktivitas harian. Nach... lakukan
ya T..., dan beri tanda kalau sudah dilakukan Spt M ( mandiri ) kalau
dilakukan tanpa disuruh, B ( bantuan ) kalau diingatkan baru dilakukan dan T
( tidak ) tidak melakukani? Baik besok lagi kita latihan berdandan. Oke?
Besok jam berapa mau latihan ? di tempat ini lagi latihannya iya ”

STRATEGI PELAKSANAAN
MASALAH : DEFISIT PERAWATAN DIRI
PERTEMUAN KE - 2

SP 2 Pasien : Percakapan saat melatih pasien laki-laki berdandan:


a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Bercukur
Orientasi

“Selamat pagi Pak Tono?


“Bagaimana perasaan bpk hari ini? Bagaimana mandinya?”sudah
dilakukan? Sudah ditandai di jadual hariannya?
“Hari ini kita akan latihan berdandan, mau dimana latihannya. Bagaimana kalau
di ruang tamu ? lebih kurang setengah jam”.
Kerja

“Apa yang T lakukan setelah selesai mandi ?”apa T sudah ganti baju?
“Untuk berpakaian, pilihlah pakaian yang bersih dan kering. Berganti
pakaian yang bersih 2x/hari. Sekarang coba bapak ganti baju.. Ya, bagus seperti
itu”.
“Apakah T menyisir rambut ? Bagaimana cara bersisir ?”Coba kita
praktekkan, lihat ke cermin, bagus…sekali!
“Apakah T suka bercukur ?Berapa hari sekali bercukur ?” betul 2 kali
perminggu
“Tampaknya kumis dan janggut bapak sudah panjang. Mari Pak dirapikan
! Ya, Bagus !” (catatan: janggut dirapihkan bila pasien tidak memelihara janggut)

Terminasi

“Bagaimana perasaan bapak setelah berdandan”.


“Coba pak, sebutkan cara berdandan yang baik sekali lagi”..
“Selanjutnya bapak setiap hari setelah mandi berdandan dan pakai baju
seperti tadi ya! Mari kita masukan pada jadual kegiatan harian, pagi jam berapa,
lalu sore jam berap ?
“Nanti siang kita latihan makan yang baik. Diruang makan bersama
dengan pasien yang lain.
STRATEGI PELAKSANAAN
MASALAH : DEFISIT PERAWATAN DIRI
PERTEMUAN KE - 2

SP 2 Pasien: Percakapan melatih berdandan untuk pasien wanita


a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Berhias
Orientasi

“Selamat pagi, bagaimana perasaaan T hari ini ?Bagaimana


mandinya?”Sudah di tandai dijadual harian ?
“Hari ini kita akan latihan berdandan supaya T tampak rapi dan cantik.
Mari T kita dekat cermin dan bawa alat-alatnya( sisir, bedak, lipstik )
Kerja

“ Sudah diganti tadi pakaianya sehabis mandi ? Bagus….! Nach…sekarang disisir


rambutnya yang rapi, bagus…! Apakah T biasa pakai bedak?” coba dibedakin
mukanyaT, yang rata dan tipis. Bagus sekali.” “ T, punya lipstik mari dioles
tipis. Nach…coba lihat dikaca!
Terminasi

“Bagaimana perasaan T belajar berdandan”


“T jadi tampak segar dan cantik, mari masukkan dalam jadualnya.
Kegiatan harian, sama jamnya dengan mandi. Nanti siang kita latihan makan yang
baik di ruang makan bersama pasien yang lain”.
STRATEGI PELAKSANAAN
MASALAH : DEFISIT PERAWATAN DIRI
PERTEMUAN KE - 3

SP 4 Pasien : Percakapan melatih pasien makan secara mandiri


a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan
b) Menjelaskan cara makan yang tertib
c) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
Orientasi
“Selamat siang T,”
” Wow...masih rapi dech T”.
“Siang ini kita akan latihan bagaimana cara makan yang baik. Kita latihan
langsung di ruang makan ya..!” Mari...itu sudah datang makanan.“

Kerja
“Bagaimana kebiasaan sebelum, saat, maupun setelah makan? Dimana T
makan?”
“Sebelum makan kita harus cuci tangan memakai sabun. Ya, mari kita
praktekkan! “Bagus! Setelah itu kita duduk dan ambil makanan. Sebelum disantap
kita berdoa dulu. Silakan T yang pimpin!. Bagus..
“Mari kita makan.. saat makan kita harus menyuap makanan satu-satu
dengan pelan-pelan. Ya, Ayo...sayurnya dimakanya.”“Setelah makan kita
bereskan piring,dan gelas yang kotor. Ya betul.. dan kita akhiri dengan cuci
tangan. Ya bagus!” Itu Suster Ani sedang bagi obat, coba...T minta sendiri
obatnya.”

Terminasi

“Bagaimana perasaan T setelah kita makan bersama-sama”.


”Apa saja yang harus kita lakukan pada saat makan, ( cuci tangan, duduk
yang baik, ambil makanan, berdoa, makan yang baik, cuci piring dan gelas, lalu
cuci tangan.)”
” Nach... coba T lakukan seperti tadi setiap makan, mau kita masukkan
dalam jadual?.Besok kita ketemu lagi untuk latihan BAB / BAK yang baik,
bagaiman kalau jam 10.00 disini saja ya...!”
STRATEGI PELAKSANAAN
MASALAH : DEFISIT PERAWATAN DIRI
PERTEMUAN KE - 4

SP 5 Pasien : Percakapan mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK


secara mandiri
a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
Orientasi
“Selamat pagi T ? Bagaimana perasaan T hari ini ?” Baik..! sudah
dijalankan jadual kegiatannya..?”
“Kita akan membicarakan tentang cara berak dan kencing yang baik?
“ Kira-kira 20 menit ya...T. dan dimana kita duduk? Baik disana dech...!

Kerja

Untuk pasien pria:


“Dimana biasanya Tono berak dan kencing?” “Benar Tono, berak atau
kencing yang baik itu di WC/kakus, kamar mandi atau tempat lain yang tertutup
dan ada saluran pembuangan kotorannya. Jadi kita tidak berak/kencing di
sembarang tempat ya.....”
“Sekarang, coba Tono jelaskan kepada saya bagaimana cara Tono
cebok?”
“Sudah bagus ya Tono, yang perlu diingat saat Tono cebok adalah Tono
membersihkan anus atau kemaluan dengan air yang bersih dan pastikan tidak ada
tinja/air kencing yang masih tersisa di tubuh Tono”. “Setelah Tono selesai cebok,
jangan lupa tinja/air kencing yang ada di kakus/WC dibersihkan. Caranya siram
tinja/air kencing tersebut dengan air secukupnya sampai tinja/air kencing itu tidak
tersisa di kakus/ WC. Jika Tono membersihkan tinja/air kencing seperti ini,
berarti Tono ikut mencegah menyebarnya kuman yang berbahaya yang ada pada
kotoran/ air kencing”
“Setelah selesai membersihan tinja/air kencing, Tono perlu merapihkan
kembali pakaian sebelum keluar dari WC/kakus/kamar mandi. Pastikan resleting
celana telah tertutup rapi , lalu cuci tangan dengan menggunakan sabun.”
Untuk pasien wanita:
“Cara cebok yang bersih setelah T berak yaitu dengan menyiramkan air
dari arah depan ke belakang. Jangan terbalik ya, …… Cara seperti ini berguna
untuk mencegah masuknya kotoran/tinja yang ada di anus ke bagian kemaluan
kita”
“Setelah Tono selesai cebok, jangan lupa tinja/air kencing yang ada di
kakus/WC dibersihkan. Caranya siram tinja/air kencing tersebut dengan air
secukupnya sampai tinja/air kencing itu tidak tersisa di kakus/ WC. Jika Tono
membersihkan tinja/air kencing seperti ini, berarti Tono ikut mencegah
menyebarnya kuman yang berbahaya yang ada pada kotoran/ air kencing”
“Jangan lupa merapikan kembali pakaian sebelum keluar dari WC/kakus,
lalu cuci tangan dengan menggunakan sabun.”

Terminasi

“Bagaimana perasaan T setelah kita membicarakan tentang cara


berak/kencing yang baik?”
“Coba T jelaskan ulang tentang cara BAB?BAK yang baik.” Bagus...!
“Untuk selanjutnya T bisa melakukan cara-cara yang telah dijelaskan
tadi ”.

“ Nach...besok kita ketemu lagi, di mana kita bisa ketemu, di sini lagi iya ?
jam 14.00 WIB, untuk melihat sudah sejauhmana T bisa melakukan jadual
kegiatannya.

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


PASIEN DENGAN WAHAM
Di SUSUN OLEH :
NOFITA MUNINGGARSARI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS AN NUUR PURWODADI
2019/2020

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Waham
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak
sesuai dengan fakta dan keyakinan tersebut mungkin aneh (misal mata
saya adalah komputer yang dapat mengontrol dunia) atau bisa pula tidak
aneh hanya sangat tidak mungkin (misal FBI mengikuti saya) dan tetap
dipertahankan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya. Waham
sering ditemukan pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham
yang spesifik sering ditemukan pada skizophrenia. Semakin akut psikosis
semakin sering ditemui waham diorganisasi dan waham tidak sistematis
(Dermawan & Rusdi, 2013).
Waham adalah keyakinan yang tidak berdasarkan realitas, akan
tetapi dipertahankan oleh pasien (Prabowo, 2014).
Gangguan isi pikir dapat diidentifikasi dengan adanya waham.
Waham atau delusi adalah ide yang salah dan bertentangan atau
berlawanan dengan semua kenyataan dan tidak ada kaitannya degan latar
belakang budaya (Keliat, 2009).
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat
terus-menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan(Budi Anna Keliat,
2006).
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian
realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat
intelektual dan latar belakang budaya klien (Aziz R, 2003).
Ramdi (2000) menyatakan bahwa itu merupakan suatu
keyakinan tentang isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataan atau
tidak cocok dengan intelegensia dan latar belakang kebudayaannya,
keyakinan tersebut dipertahankan secara kokoh dan tidak dapat diubah-
ubah.
2. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Menurut Prabowo (2014), faktor yang mempengaruhi yaitu sebagai
berikut :
1) Faktor Perkembangan
Hambatan perkembangan akan menggangu hubungan interpersonal
seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang
berakhir dengan gangguan presepsi, pasien menekankan
perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi
tidak efektif.
2) Faktor Sosial Budaya
Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat
menyebabkan timbulnya waham.
3) Faktor Psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda yang bertentangan
dapat menimbulkan ansietas dan berakhir dengan peningkatan
terhadap kenyataan.
4) Faktor Biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran
ventrikel di otak atau perubahan pada sel kortikal dan lindik.
b. Faktor Presipitasi
Menurut Prabowo (2014), faktor yang mempengaruhi yaitu sebagai
berikut :
1) Faktor Sosial Budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang
berarti atau diasingkan dari kelompok.
2) Faktor Biokimia
Dopamin, norepinepin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat
menjadi penyebab waham pada seseorang.
3) Faktor Psikologis
Kecemasan yang memanjang dan terbatasnya kemampuan untuk
mengatasi masalah sehingga pasien mengembangkan koping untuk
menghindari kenyataan yang menyenagkan.
3. Tanda dan Gejala
Menurut Dermawan & Rusdi (2013), tanda dan gejala yang terjadi yaitu
sebagai berikut :
a. Kongnitif
1) Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata
2) Individu sangat percaya pada keyakinannya
3) Sulit berpikir realita
4) Tidak mampu mengambil keputusan
b. Afektif
1) Situasi tidak sesuai dengan kenyataan
2) Afek tumpul
Perilaku dan Hubungan Sosial
c. Hipersensitif
1) Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal
2) Depresi
3) Ragu-ragu
4) Mengancam secara verbal
5) Aktivitas tidak tepat
6) Streotif
7) Impulsive
8) Curiga
d. Fisik
1) Higiene kurang
2) Muka pucat
3) Sering menguap
4) Berat badan menurun

4. Akibat
Akibat dari waham pasien dapat mengalami kerusakan
komunikasi verbal yang ditandai dengan pikiran tidak realitis, flight of
ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan
kotak mata yang kurang. Akibat yang lain yang ditimbulkannya adalah
beresiko mencederai diri, orang lain, dan lingkungan (Prabowo, 2014).
C. Pohon Masalah
Resiko perilaku kekerasan Effect

Gangguan proses pikir : waham Cor Problem

Isolasi sosial : menarik diri Cause

D. Masalah Keperawatan yang Muncul dan Data yang perlu Dikaji


Masalah keperawatan yang sering muncul yang dapat disimpulkan dari hasil
pengkajian adalah :
1. Masalah keperawatan : perubahan proses pikir : waham
Data subjektif :Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang
agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara
berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.
Data objektif : Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga,
bermusuhan, merusak (diri, orang lain, dan lingkungan), takut, kadang
panik, sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan/realitas, ekspresi
wajah klien tegang, mudah tersinggung.
Berikut ini beberapa contoh pertanyaan yang dapat kita gunakan sebagai
panduan untuk mengkaji pasien dengan waham :
a. Apakah pasien memiliki pikiran/isi pikir yang berulang-ulang
diungkapkan dan menetap?
b. Apakah pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu, atau apakah
pasien cemas secara berlebihan tentang tubuh atau kesehatannya?
c. Apakah pasien pernah merasakan bahwa benda-benda di sekitarnya
aneh dan tidak nyata?
d. Apakah pasien pernah merasakan bahwa ia berada di luar tubuhnya?
e. Apakah pasien pernah merasa diawasi atau dibicarakan oleh orang
lain?
f. Apakah pasien berpikir bahwa pikiran atau tindakannya dikontrol oleh
6orang lain atau kekuatan dari luar?
g. Apakah pasien menyatakan bahwa ia memiliki kekuatan fisik atau
kekuatan lainnya atau yakin bahwa orang lain dapat membaca
pikirannya
E. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perilaku kekerasan berhubungan dengan waham
2. Gangguan proses pikir : waham berhubungan dengan menarik diri
F. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Tujuan :
a. Pasien dapat berorientasi kepada realita secara bertahap
b. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar
c. Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
2. Tindakan
a. Bina Hubungan Saling Percaya
Sebelum memulai mengkaji pasien dengan waham, saudara harus
membina hubungan saling percaya terlebih dahulu agar pasien
merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara.
Tindakan harus saudara lakukan dalam rangka membina hubungan
saling percaya adalah :
1) Mengucapkan salam terapeutik
2) Berjabat tangan
3) Menjelaskan tujuan interaksi
4) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu
pasien
b. Bantu Orientasi Realita
1) Tidak mendukung atau membantah waham pasien
2) Yakinkan pasien berada dalam keadaan aman
3) Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-hari
4) Jika pasien terus-menerus membicarakan wahamnya, dengarkan
tanpa memberikan dukungan atau menyangkal pembicaraan
sampai pasien berhenti membicarakannya.
5) Berikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien sesuai
dengan realita
6) Diskusikan kebutuhan psikologis/emosional yang tidak
terpenuhi sehingga menimbulkan kecemasan, rasa takut dan
marah
7) Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan
emosional pasien
8) Berdiskusi tentang kemampuan positif yang dimiliki
9) Bantu melakukan kemampuan yang dimiliki
10) Berdiskusi tentang obat yang diminum
11) Melatih minum obat yang benar

DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003
Keliat, Budi Anna. (2006). Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Jiwa.
Jakarta : FIK, Universitas Indonesia
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta :
Salemba Medika
Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .
Tim Direktorat Keswa. Standart asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1.
Bandung: RSJP.2000
Strategi Pelaksanaan
Waham
Strategi Pelaksanaan waham menurut (Dermawan, Rusdi, 2013) :
SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi

kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan,

mempraktekkan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi.

Fase Orientasi

“assalamu’alaikum, perkenalkan nama saya Ayu prahman, saya

perawat yang dinas pagi ini di ruang Sena. Saya dinas dari pukul 07.00-

14.00 nanti. Saya akan m0erawat abang hari ini. Nama abang siapa ?

senang dipanggil apa ?”

“Bisa kita berbincang-binacng tentang apa yang abang Beni

rasakan sekarang ?” “Berapa lama Bang Beni mau kita berbincang-

bincang ? bagaimana kalau 15 menit ?”

“Dimana enaknya kita berbincang-bincang Bang?”

Fase Kerja

“Saya mengerti Bang Beni merasa bahwa Bang Beni adalah Nabi,

tapi sulit bagi saya untuk mempercayainya karena setahun saya semua

Nabi sudah tidak ada lagi, bisa kita lanjutkan pembicaraan yang tadi

terputus Bang?”.

“Tampaknya Bang Beni gelisah sekali, bisa abang ceritakan apa

yang Bang Beni rasakan?”.

“Oo...jadi Bang Beni merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain

dan tidak punya hak untuk mengatur diri abang sendiri?”.


“Siapa menurut Bang Beni yang sering mengatur-atur diri abang?”

“Jadi ibu yang terlalu mengatur-atur ya Bang, juga kakak dan adik

abang yang lain?”

“Kalau abang sendiri inginnya seperti apa?”. “Oo..bagus abang

sudah punya rencana dan jadwal untuk diri sendiri”.

“Coba kita tuliskan renaca dan jadwal tersebut Bang”

“Wah..bagus sekali, jadi setiap harinya abang ingin ada kegiatan di

luar rumah karena bosan kalau di rumah terus ya”.

Fase Terminasi

“Bagimana perasaan Bang Beni setelah berbincang-bincang

dengan saya?”

“Apa saja tadi yang telah kita bicarakan ? bagus”

“Bagaimana kalau saya datang kembali dua jam lagi?”

“Kita bercakap-cakap tentang kemampuan yang pernah Abang

miliki ? mau di mana kita bercakap-cakap ? Bagaimana kalau di sini lagi

?”

SP 2 Pasien : Mengidentifikasi kemampuan positif yang dimiliki pasien

dan membantu memperaktikannya

Fase Orientasi

“assalamu’alaikum bang Beni, bagaimana perasaannya saat ini ? bagus!”

“Apakah Bang Beni mengingat-ingat apa saja hobi atau kegemaran

abang?”
“Bagaimana kalau kita bicarakan hobi tersebut sekarang ?”

“Di mana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi Bang Beni

tersebut?”

“Berapa lama Bang Beni mau kita berbincang-bincang? Bagimana kalau

20 menit tentang hal tersebut?”

Fase Kerja

“Apa saja hobi Bang Beni ? saya catat ya bang, terus apa lagi?”

“Wah..rupanya Bang Beni pandai main volly ya, tidak semua orang bisa

bermain volly seperti iyu lho” ( atau nama lain yang sesuai diucapkan pasien)

“Bisa Bang Beni ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar main

6volly/ siapa dulu yang mengajarkannya kepada bang Beni ? di mana ?”

“Bisa Bang Beni peragakan kepada saya bagimana bermain volly yang

baik itu?”

“Wah..baik sekali permainannya”

“Coba kita buat jadwal untuk kemampuan bang Beni ini ya, berapa kali

sehari/seminggu Bang Beni mau bermain volly?”

“Apa yang abang Beni harapkan dari kemampuan bermain volly ini?”

Fase Terminasi

“Bagaimana perasaan Bang Beni setelah kita bercakap-cakap tentang

hobi dan kemampuan abang?”

“Setelah ini coba bang Beni lakukan latihan volly sesuai dengan jadwal

yang 6telah kita buat ya!”

“Besok kita ketemu lagi ya Bang”


“Bagaimana kalau nanti sebelum makan siang ? di ruang makan saja ya,

setuju ?”

“Nanti kita akan membicarakan tentang obat yang harus bang Beni

minum, setuju?”

SP 3 Pasien : Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar.

Fase Orientasi

“assalamu’alaikum Bang Beni”

“Bagaimana bang, sudah dicoba latihan vollynya? Bagus sekali”

“Sesuai dengan janji kita dua hari yang lalu bagimana kalau sekarang

kita membicarakan tentang obat yang bang Beni minum?”

“Di mana kita mau berbicara? Di ruang makan?”

“Berapa lama bang Beni mau berbicara? 20 atau 30 menit?’

Fase Kerja

“Bang Beni berapa macam obat yang diminum/jam berapa saja minum

obat?”

“Bang Beni perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya

juga tenang”

“Obatnya ada tiga macam Bang, yang warnanya oranye namanya CPZ

gunanya agar tenang, yang putih ini namanya THP gunannya agar rileks, dan

yang merah jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran teratur. Semuanya ini

diminum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan 7 malam”.

“Bila nanti setelah minum obat mulut abang terasa kering, untuk
membantu mmengatasinya abang bisa banyak minum dan mengisap-isap es

batu”.

“Sebelum minum obat ini bang Beni dan ibu mengecek label di kotak

obat apakah benar nama Beni tertulis di situ, berapa dosis atau butir yang harus

diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya

sudah benar”

“Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar

harus diminum dalam waktu lama. Agar tidak kambuh lagi sebaiknya bang beni

tidak menghentikan sendiri obat yang harus diminum sebelum berkonsultasi

dengan dokter”

Fase Terminasi

“Bagaimana perasaan bang beni setelah kita berbincang-bincang tentang

obat yang bang Beni minum ? apa saja nama obatnya? Jam berapa minum obat?”

“Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan abang. Jangan lupa minum

obatnya dan nanti saat makan siang minta sendiri obatnya pada perawat”.

“Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya bang!”

“Bang besok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang telah

dilaksanakan. Bagaimana kalau seperti biasa, jam 10 dan di tempat sama ?

sampai besok”.
SP 1 Keluarga : Membina hubungan saling percaya dengan keluarga,

mengidentifikasi masalah, menjelaskan proses terjadinya masalah dan obat

pasien.

Fase Orientasi

“assalamu’alaikum pak, bu, perkenalkan nama saya Ani, saya perawat

yang dinas di ruang melati ini. Saya yang merawat bang Beni selama ini. Nama

bapak dasn ibu siapa? Senang dipanggil apa?”

“Bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang masalah bang

Beni dan cara merawat Beni di rumah?”

“Dimana kita mau berbicara ? bagaimana kalau di ruang wawancaera?

Berapa lama waktu bapak dan ibu ? bagaimana kalau 30 menit?”

Fase Kerja

“Pak, bu, apa masalah bapak/ibu hadapi dalam merawat bang Beni? Apa

yang sudah dilakukan di rumah ? dalam menghadapi siakap anak ibu dan bapak

yang slalu mengaku-ngaku sebagai seorang nabi tetapi nyatanya bukan nabi

merupakan salah satu gangguan proses berpikir. Untuk itu akan saya jelaskan

sikap dan cara menghadapinya. Setiap kali anak bapak/ibu berkata bawha ia

seorang nabi, bapak/ibu dengan mengatakan

“pertama : bapak/ibu mengerti beni merasa seorang nabi, tapi sulit bagi

bapak/ibu untuk mempercayai karena setahu kami semua nabi sudah

merninggal.

“kedua : bapak dan ibu harus lebih sering memuji beni jika ia melakukan

hal-hal yang baik’.


“ketiga : hal-hal ini sebaiknya dilakukan seluruh kerluarga yang

berinteraksi dengan Beni. Bapak ibu dapat bercakap-cakap dengan Beni tentang

kebutuhan yang diinginkan Beni, misalnya : *bapak/ibu percaya Beni punya

kemampuan dan keinginan. Coba ceritakan kepada bapak/ibu. Beni kan punya

kemampuan....”(kemampuan yang pernah dimiliki anak).

“keempat : bagaimana kalau dicoba lagi sekarang?” (jika anak mau

mencoba berikan pujian) “pak/ibu, Beni perlu minum obat ini agar pikirannya

jadi tenang, tidurnya juga tenang”

“obatnya ada tiga macam, yang warnanya oranye namanya CPZ

gunannya agasr tenang, yang putih ini namanya THP gunannya agar rileks, dan

yang merah jambu ini namanya HLP gunannya agar pikiran teratur. Semuanya

harus diminum secara teratur 3 kali seahari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7

malam, jangan dihentikan sebelum berkonsultasi dengan dokter karena dapat

menyebabkan beni kambuh lagi”.

Bang beni sudah mempunyai jadwal minum obat. Jika dia minta obat

sesuai jamnya, segera beri pujian.

Fase terminasi

“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang

cara merawat Beni di rumah?”

“setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah saya jelaskan

tadi setiap kali berkunjung ke rumah sakit”.

“baiklah bagimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali ke

sini dan kita akan mencoba melakukan langsung cara merawat Beni sesuai
dengan pembicaraan kita tadi”

“jam berapa bapak dan ibu bisa kemnari?”

“baik saya tunggu, kita ketemmu lagi di tempat yang ini ya bapak,bu”.

SP 2 melatih keluarga cara merawat pasien

Fase Orientasi

“assalamu’alaikum pak, bu, sesuai janji saya dua hari yang lalu kita

sekarang ketemu lagi”

“Bagaimana pak, bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita

bicarakan dua hari yang lalu?”

“Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya pak, bu?”

“Kita akan coba di sini dulu, setelah itubaru kita coba langsung ke Beni

ya”.

“Berapa lama bapak dan ibu punya waktu?”

Fase kerja

“Sekarang anggap saya Beni yang sedang mengaku –aku sebagai nabi,

coba bapak dan ibu praktekkan cara bicara yang benar bila Beni sedang dalam

keadaan yang seperti ini. Bagus , sekarang coba cara memotivasi Beni minum

obat dan melakukan kegiatan positifnya sesuai jadwal. Bagus sekali, ternyata

bapak dan ibu sudah mengerti cara merawat Beni”

“Bagaimana kalau sekarang kita mencobanya langsung kepada Beni?”

Fase terminasi

“Bagimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat
Beni?”

“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi

setiap kali bapak dan ibu membesuk Beni. Baiklah bagaimana kalau dua hari

lagi bapak dan ibu datang kembali lagi ke sini dan kita akan mencoba lagi cara

merawat Beni sampai bapak dan ibu lancar melakukannya”

“jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?”

“Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak, bu”’.

SP 3 Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

Fase Orientasi :

“assalamu’alaikum pak, bu karena Beni sudah boleh pulang, maka kita

bicarakan jadwal Beni selama di rumah”

“Bagaimana pak, bu, selama bapak dan ibu besuk apakah sudah terus

dilatih cara merawat Beni?”

“Nah sekarang bagaimana kalau kita bicarakan jadwal Beni di rumah?

Mari bapak/ibu duduk di sini”

“Berapa lama bapak dan ibu punya waktu ? baik, 30 menit saja, sebelum

bapak/ibu menyelesaikan administrasi di depan”

Fase Kerja

“Pak/bu, ini jadwal Beni selama di rumah sakit. Coba diperhatikan.

Apakah kira-kira dapat dilaksanakan di rumah? Jangan lupa memperhatikan

Beni, agar ia tetap menjalankannya di rumah, dan jangan lupa memberi tanda M

( Mandiri), B (Bantuan), atau T (tidak mau melakukan)’


“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang

ditampilkan oleh anak ibu dan bapak selama di rumah. Kalau misalnya Beni

mengaku sebagai seorang nabi terus menerus dan tidak memperlihatkan

perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan

orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi Perawat Erlin di Puskesmas Indera

Puri, Puskesmas terdekat dari rumah ibu dan bapak, ini nomor telepon

Puskesmasnya (0651) 554xxxx. Jika tidak teratasi perawat Erlin akan

merujuknya ke rumah sakit terdekat”

“Selanjutnya perawat Erlin yang akan membantu memantau

perkembangan Beni selama di rumah’.

Fase Terminasi :

“Apa yang ingin bapak/ibu tanyakan? Bagaimana perasaan bapak/ibu?

Sudah siap untuk melanjutkan di rumah ?

“Ini jadwal kegiatan hariannya. Ini rujukan untuk Perawat Erlin di PKM

Indera Puri. Kalau ada apa-apa bapak/ibu boleh juga menghubungi kami.

Silakan selesaikan administrasi ke kantor depan”


LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PASIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI

Di SUSUN OLEH :
NOFITA MUNINGGARSARI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS AN NUUR PURWODADI
2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Resiko Bunuh Diri
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri
dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan
keputusan terkahir dari individu untuk memecahkan masalah yang
dihadapi (Budi Anna Kelihat, 2001).
Bunuh diri menurut Gail W. Stuart (2007)dalam buku
“Keperawatan Jiwa” dinyatakan sebagai suatu aktivitas yang jika tidak
dicegah, dimana aktivitas ini dapat mengarah pada kematian.
Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktifitas yang jika tidak
dicegah dapat mengarah kepada kematian (Gail Wiscara Stuart, dan
Sandra J. Sundeen, 2008).
Perilaku bunuh diri meliputu isyarat-isyarat, percobaan atau
ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka atau
mernyakiti diri sendiri.Haroid I. Kaplan & Berjamin J. Sadock
(2002)berpendapat bahwa bunuh diri merupakan kematian yang
diperbuat oleh sang pelaku sendiri secara sengaja.
Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang yang dapat
mengahiri hidupnya sendiri dalam waktu singkat. Selama tahun 1950
sampai dengan 1988 rata-rata bunuh diri pada remaja yaitu usia antara
15 dan 19 tahun (Attempt suicide, 1991). Ditambahkan pula oleh Ann
Isaacs (2004), bahwa bunuh diri adalah pikiran untuk menghilangkan
nyawa sendiri.
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri
yang dapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan
psikiatri karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya.
Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress yang tinggi dan
berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme
koping yang digunakan dalam mengatasi masalah. Beberapa alasan
individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk beradaptasi,
sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat
terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal melakukan
hubungan yang berarti, perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat
merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri
keputusasaan (Stuart, 2006).
Bunuh diri adalah segala upaya perbuatan seseorang dengan
sengaja yang tahu akan akibatnya yang dapat mengakhiri hidupnya
sendiri dalam waktu singkat (Maramis 1998 dalam Yosep, 2009).
Bunuh diri adalah tindakan agresif terhadap diri sendiri untuk
mengakhiri kehidupan (Keliat 1993 dalam Dalami, 2009).
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan
oleh pasien untuk mengakhiri kehidupannya (Keliat, 2011).
2. Etiologi
Resiko bunuh diri dapat disebabkan karena pelarian dari
penganiayaan atau pemerkosaan, situasi keluarga yang kacau,
kehilangan orang yang dicintai, keadaan fisik, perasaan tidak disayang
atau tidak dikritik (Dalami, 2009).
Harga diri rendah adalah perilaku negative terhadap diri dan
perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negative, yang dapat
diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung (Towsend,
1998).
Mekanismenya :
Harga diri klien yang rendah menyebabkan klien merasa malu,
dianggap tidak berharga dan tidak berguna kemudian klien memiliki
keinginan untuk mengakhiri hidupnya karena dengan seperti itu klien
pun merasa tidak satu orangpun yang akan merasa kehilangan setelah
klien mati. Pada klien dengan resiko bunuh diri dapat disebabkan juga
adanya perubahan sensori persepsi berupa halusinasi, baik dengan
visual maupun lainnya.
3. Tanda dan Gejala
Menurut Fitria (2009), tanda gejala klien dengan risiko bunuh diri
anatara lain adalah sebagai berikut:
a. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c. Mengungkapkan rasa bersalah atau keputusasaan.
d. Impulsif.
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi
sangat patuh).
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan
tentang obat dosis mematikan).
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panik,
marah, dan mengasingkan diri).
i. Kesehatan mental (secara klinis klien terlihat sebagai orang yang
depresi, psikosis, dan penyalahgunaan alcohol).
j. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal).
k. Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau
mengalami kegagalan dalam karier).
l. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
m. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
n. Pekerjaan.
o. Konflik interpersonal.
p. Latar belakang keluarga.
q. Orientasi seksual.
r. Sumber-sumber personal.
s. Sumber-sumber sosial.
t. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
4. Klasifikasi
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori (Stuart, 2006):
a. Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal
bahwa seseorang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri.
Orang yang ingin bunuh diri mungkin mengungkapkan secara
verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih lama lagi
atau mengomunikasikan secara non verbal.
b. Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang
dilakukan oleh individu yang dapat menyebabkan kematian jika
tidak dicegah.
c. Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan
terlewatkan atau diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan
yang tidak bunuh diri akan terjadi jika tidak ditemukan tepat pada
waktunya.
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis
bunuh diri, meliputi:
a. Bunuh Diri Anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari
oleh faktor lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga
mendorong seseorang untuk bunuh diri.
b. Bunuh Diri Altruistik
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan
dengan kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan
tugasnya.
c. Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan
faktor dalam diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
5. Mekanisme Koping
Stuart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan
ego yang berhubungan dengan perilaku destruktif-diri tidak langsung
adalah penyangkalan, rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi.
Seorang klien mungkin memakai beberapa mekanisme
koping yang berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk
denial, rasionalization, regression, dan magical thinking. Mekanisme
pertahanan diri yang ada sebaiknya tidak ditentang tanpa memberikan
koping alternative. Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan
mekanisme koping. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan upaya
terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi
masalah. Bunuh diri yang terjadi merupaka kegagalan koping dan
mekanise adaftif seseorang (Fitria, 2009).
C. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Resiko Bunuh Diri

Harga diri rendah


D. Masalah Keperawatan dan Data yang Dikaji
1. Pengkajian Faktor Resiko Perilaku bunuh Diri
a. Jenis kelamin: resiko meningkat pada pria
b. Usia: lebih tua, masalah semakin banyak
c. Status perkawinan: menikah dapat menurunkan resiko, hidup sendiri
merupakan masalah.
d. Riwayat keluarga: meningkat apabila ada keluarga dengan percobaan
bunuh diri / penyalahgunaan zat.
e. Pencetus (peristiwa hidup yang baru terjadi): Kehilangan orang yang
dicintai, pengangguran, mendapat malu di lingkungan social.
f. Faktor kepribadian: lebih sering pada kepribadian introvert/menutup
diri.
g. Lain – lain: Penelitian membuktikan bahwa ras kulit putih lebih
beresiko mengalami perilaku bunuh diri.
2. Masalah keperawatan
a. Resiko Perilaku bunuh diri
DS :
1) Klien mengatakan ingin mati
2) Klien mengatakan cara untuk mengakhiri hidupnya
3) Klien mengatakan keputusasaan dan merasa bersalah
4) Klien mengatakan tentang kematian
DO :
1) Klien terlihat bertindak seenaknya sendiri
2) Klien terlihat menunjukkan perilaku yang mencurigakan
3) Klien memiliki riwayat percobaan bunuh diri
4) Klien terlihat panik dan sering marah
5) Klien terlihat sebagai orang yang depresi
b. Harga diri rendah
DS :
1) Klien mengatakan kritikan terhadap dirinya
2) Klien mengatakan harga dirinya rendah
3) Klien mengatakan kekhawatiran dan merasa bersalah
4) Klien mengatakan ragu untuk mengambil keputusan
5) Klien mengatakan benci pada dirinya
DO :
1) Tekanan darah klien tinggi
2) Klien terlihat menarik diri dari realitas
3) Klien terlihat tidak bias berhubungan dengan orang lain
4) Klien terlihat merusak dirinya
5) Klien terlihat melukai orang lain
E. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Bunuh Diri
2. Harga Diri Rendah
F. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Diagnosa 1 : Resiko bunuh diri
Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1) Perkenalkan diri dengan klien
2) Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
3) Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
4) Bersifat hangat dan bersahabat.
5) Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
b. Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Tindakan :
1) Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau,
silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
2) Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh
perawat.
3) Awasi klien secara ketat setiap saat.
c. Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
1) Dengarkan keluhan yang dirasakan.
2) Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan,
ketakutan dan keputusasaan.
3) Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapannya.
4) Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan,
kematian, dan lain lain.
5) Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan
keinginan untuk hidup.
d. Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
1) Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi
keputusasaannya.
2) Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
3) Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan
antar sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
e. Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan:
1) Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang
menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku
favorit, menulis surat dll.)
2) Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang,
dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan
tentang kegagalan dalam kesehatan.
3) Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang
mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah
mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut
dengan koping yang efektif.
2. Diagnosa 2 : Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Tujuan umum: Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
2) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
3) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
Tindakan:
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
3) Utamakan pemberian pujian yang realitas
c. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri
sendiri dan keluarga
Tindakan:
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang
ke rumah
d. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai
kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan.
2) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
3) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
1) Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
2) Beri pujian atas keberhasilan klien
3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
f. Kliendapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien.
2) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
4) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Khaidir Muhaj. 2009. Askep menarik diri. http://khaidirmuhaj.blogspot.com.

Anna Budi Keliat, SKp. 2000. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial
Menarik Diri, Jakarta : Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.

Nurjanah, Intansari. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa.


Yogyakarta : Momedia

Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.

Stuart, GW and Laraia. 2005. Principles and practice of psychiatric nursing, 8ed.
Elsevier Mosby : Philadelphia.

Stuart, G. W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Dalami, Ermawati, 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa.


Jakarta: TIM.

Fitria Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Tindakan Keperawatan 7 Diagnosa.
Jakarta: Salemba Medika.

Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: EGC.

YosepIyus. 2009. Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: PT Refika


Aditama.

Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.


Jakarta: EGC.
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
Masalah Utama : Resiko bunuh diri
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien :
2. Diagnosa Keperwatan :
Resiko bunuh diri
3. Tujuan
Tujuan Umum :
Klien terhindar dari percobaan bunuh diri
Tujuan Khusus :
a. Klien dapat meningkatkan harga dirinya
b. Klien dapat melakukan kegiatan sehari-hari.
c. Klien mendapat perlindungan dari lingkungannya.
4. Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik.
b. Bantu klien untuk mengenal penyebab melakukan bunuh diri.
c. Diskusikan cara baru untuk menghindari klien dari percobaan bunuh diri.
B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
SP 1 Pasien : Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan
bunuh diri.
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum B kenalkan saya adalah perawat Anggun yang
bertugas di ruang Ongko wijoyo ini, saya dinas pagi dari jam 7 pagi sampai
jam 2 siang.”
“Bagaimana perasaan B hari ini?”
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang B rasakan
selama ini. Dimana dan berapa lama kita bicara?”
KERJA
“Bagaimana perasaan B setelah bencana ini terjadi? Apakah dengan
bencana ini B merasa paling menderita di dunia ini? Apakah B kehilangan
kepercayaan diri? Apakah B merasa tak berharga atau bahkan lebih rendah
daripada orang lain? Apakah B merasa bersalah atau mempersalahkan diri
sendiri? Apakah B sering mengalami kesulitan berkonsentrasi? Apakah B
berniat menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau B berharap bahwa B mati?
Apakah B pernah mencoba untuk bunuh diri? Apa sebabnya, bagaimana
caranya? Apa yang B rasakan?” Jika pasien telah menyampaikan ide bunuh
dirinya, segera dilanjutkan dengan tindakan keperawatan untuk melindungi
pasien, misalnya dengan mengatakan: “Baiklah, tampaknya B membutuhkan
pertolongan segera karena ada keinginan untuk mengakhiri hidup”. “Saya perlu
memeriksa seluruh isi kamar B ini untuk memastikan tidak ada benda-benda
yang membahayakan B.”
“Nah B, Karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat
untuk mengakhiri hidup B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.”
“Apa yang akan B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau
keinginan itu muncul, maka untuk mengatasinya B harus langsung minta
bantuan kepada perawat diruangan ini dan juga keluarga atau teman yang
sedang besuk. Jadi B jangan sendirian ya? Katakan pada perawat, keluarga atau
teman jika ada dorongan untuk mengakhiri kehidupan”.
“Saya percaya B dapat mengatasi masalah, OK B?”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan B sekarang setelah mengetahui cara mengatasi
perasaan ingin bunuh diri?”
“Coba B sebutkan lagi cara tersebut?”
“Saya akan menemui B terus sampai keinginan bunuh diri hilang”
(jangan meninggalkan pasien)

SP 2 Pasien : Percakapan melindungi pasien dari isyarat bunuh diri


ORIENTASI
“Assalamu’alaikum B!, masih ingat dengan saya kan? Bagaimana
perasaan B hari ini? O.. jadi B merasa tidak perlu lagi hidup di dunia ini. Apakah
B ada perasaan ingin bunuh diri? Baiklah kalau begitu, hari ini kita akan
membahas tentang bagaimana cara mengatasi keinginan bunuh diri. Mau berapa
lama? Dimana? Disini saja yah!”

KERJA
“Baiklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan segera karena ada
keinginan untuk mengakhiri hidup.” “Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar B
ini untuk memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan B.”
“Nah B, karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk
mengakhiri hidup B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.”
“Apa yang B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau
keinginan itu muncul, maka untuk mengatasinya B harus langsung minta bantuan
kepada perawat atau keluarga dan teman yang sedang besuk. Jadi usahakan B
jangan pernah sendirian ya..?”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan
kembali apa yang telah kita bicarakan tadi? Bagus B. Bagaimana masih ada
dorongan untuk bunuh diri? Kalau masih ada perasaan/dorongan bunuh diri,
tolong panggil segera saya atau perawat yang lain. Kalau sudah tidak ada
keinginan bunuh diri, saya akan ketemu B lagi, untuk membicarakan cara
meningkatkan harga diri setengah jam lagi dan disini saja.”

SP 3 Pasien: Untuk meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh


diri.
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum B! Bagaiman perasaan B saat ini? Masih adakah
dorongan mengakhiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita 2 jam yang lalu sekarang
kita akan membahas tentang rasa syukur atas pemberian Tuhan yang masih B
miliki. Mau berapa lama? Dimana?”

KERJA
“Apa saja dalam hidup B yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira yang
sedih dan rugi kalau B meninggal. Coba B ceritakan hal-hal yang baik dalam
kehidupan B. Keadaan yang bagaimana yang membuat B merasa puas? Bagus.
Ternyata kehidupan B masih ada yang baik yang patut B syukuri. Coba B
sebutkan kegiatan apa yang masih dapat B lakukan selam ini?.” “Bagaimana kalau
B mencoba melakukan kegiatan tersebut, mari kita latih.”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan
kembali apa-apa saja yang B patut syukuri dalam hidup B? Ingat dan ucapkan hal-
hal yang baik dalam kehidupan B jika terjadi dorongan mengakhiri kehidupan
(afirmasi). Bagus B. Coba B ingat-ingat lagi hal-hal lain yang masih B miliki dan
perlu disyukuri!. Nanti jam 12 kita bahas tentang cara mengatasi masalah dengan
baik. Tempatnya dimana? Baiklah. Tapi kalau ada perasaan-perasaan yag tidak
terkendali segera hubungi saya ya!”
Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien percobaan
bunuh diri
SP 1 keluarga: Percakapan dengan keluarga untuk melindungi pasien
yang mencoba bunuh diri.
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum Bapak/Ibu, kenalkan saya A yang merawat putra
bapak dan ibu dirumah sakit ini”.
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang cara menjaga agar B
tetap selamat dan tidak melukai dirinya sendiri. Bagaimana kalau disini saja kita
berbincang-bincangnya Pak/Bu?” Sambil kita awasi terus B.
KERJA
“Bapak/Ibu, B sedang mengalami putus asa yang berat karena kehilangan
pekerjaan dan ditinggal istrinya, sehingga sekarang B selalu ingin mengakhiri
hidupnya. Karena kondisi B yang dapat mengakhiri kehidupannya sewaktu-waktu,
kita semua perlu mengawasi B terus-menerus. Bapak/Ibu dapat ikut mengawasi
ya.. pokoknya kalau dalam kondisi serius seperti ini B tidak boleh ditinggal
sendirian sedikitpun”
“Bapak/Ibu bisa bantu saya untuk mengamankan barang-barang yang
dapat digunakan B untuk bunuh diri, seperti tali tambang, pisau, silet, tali
pinggang. Semua barang-barang tersebut tidak boleh ada disikitar B.” “Selain itu,
jika bicara dengan B fokus pada hal-hal positif, hindarkan pernyataan negatif”.
“Selain itu sebaiknya B punya kegiatan positif seperti melakukan
hobbynya bermain sepak bola, dll supaya tidak sempat melamun sendiri.”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah mengetahui cara mengatasi
perasaan ingin bunuh diri?”
“Coba Bapak/Ibu sebutkan lagi cara tersebut?” “Baik mari sama-sama kita
temani B, sampai keinginan bunuh dirinya hilang.”

SP 2 Keluarga: percakapan untuk mengajarkan keluarga tentang


cara merawat anggota keluarga beresiko bunuh diri. (isyarat bunuh diri)
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum Bapak/Ibu. Bagaimana keadan Bapak/Ibu?”
“Hari ini kita akan mendiskusikan tentang tanda dan gejala bunuh diri dan
cara melindungi dari bunuh diri.”
“Dimana kita akan diskusi? Bagaimana kalau di ruang wawancara? Berapa
lama Bapak/Ibu punya waktu untuk diskusi?”
KERJA
“Apa yang Bapak/Ibu lihat dari perilaku atau ucapan B?”
“Bapak/Ibu sebaiknya memperhatikan benar-benar munculnya tanda dan
gejala bunu diri. Pada umunya orang yang akan melakukan bunuh diri
menunjukan tanda melalui percakapan misalnya “Saya tidak ingin hidup lagi,
orang lain lebih baik tanpa saya.” Apakah B pernah mengatakannya?”
“Kalau Bapak/Ibu menemukan tanda dan gejala tersebut, maka sebaiknya
Bapak/Ibu mendengarkan ungkapan perasaan dari B secara serius. Pengawasan
terhadap B ditingkatkan, jangan biarkan dia sendirian di rumah atau jangan
dibiarkan mengunci diri di kamar. Kalau menemukan tanda dan gejala tersebut,
dan ditemukan alat-alat yang akan digunakan untuk bunuh diri, sebaiknya dicegah
dengan meningkatkan pengawasan dan memberi dukungan untuk tidak melakukan
tindakan tersebut. Katakan bahwa Bapak/Ibu sayang pada B. Katakan juga
kebaikan-kebaikan B.”
“Usahakan sedikitnya 5 kali sehari Bapak/Ibu memuji B dengan tulus.”
“Tetapi kalau sudah terjadi percobaan bunuh diri, sebaiknya Bapak/Ibu
mencari bantuan orang lain. Apabila tidak dapat diatasi segeralah rujuk ke
Puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan yang lebih
serius. Setelah kembali ke rumah, Bapak/Ibu perlu membantu agar B terus berobat
untuk mengatasi keinginan bunuh diri.”

TERMINASI
“Bagaimana Pak/Bu? Ada yang mau ditanyakan? Bapak/Ibu dapat ulangi
kembali cara-cara merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri?”
“Ya bagus. Jangan lupa pengawasannya ya! Jika ada tanda-tanda
keinginan bunuh diri segera hubungi kami. Kita dapat melanjutkan untuk
pembicaraan yang akan datang tentang cara-cara meningkatkan harga diri B dan
penyelesaian masalah.”

SP 3 Keluarga : Melatih keluarga cara merawat pasien risiko bunuh


diri/isyarat bunuh diri
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum pak, bu, sesuai janji kita minggu lalu kita sekarang
ketemu lagi”
“Bagaimana pak, bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita
bicarakan minggu lalu?”
“Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya pak, bu?”
“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke B ya?”
“Berapa lama bapak dan ibu mau kita latihan?”
KERJA
“Sekarang anggap saya B yang sedang mengatakan ingin mati saja, coba
bapak dan ibu praktekkan cara bicara yang benar bila B sedang dalam keadaan
yang seperti ini”
“Bagus, betul begitu caranya”
“Sekarang coba praktekkan cara memberikan pujian kepada B”
“Bagus, bagaimana kalau cara memotivasi B minum obat dan melakukan
kegiatan positifnya sesuai jadual?”
“Bagus sekali, ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawat B”
“Bagaimana kalau sekarang kita mencobanya langsung kepada B?”
(Ulangi lagi semua cara diatas langsung kepada pasien)

TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat B
di rumah?”
“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap
kali bapak dan ibu membesuk B”
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali
kesini dan kita akan mencoba lagi cara merawat B sampai bapak dan ibu lancar
melakukannya”
“Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?”
“Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak, bu”

SP 4 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga


dengan pasien risiko bunuh diri
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum pak, bu, hari ini B sudah boleh pulang, maka
sebaiknya kita membicarakan jadual B selama dirumah.”
“Berapa lama kita bisa diskusi?”
“Baik mari kita diskusikan.”
KERJA
“Pak, bu, ini jadwal B selama dirumah sakit, coba perhatikan, dapatkah
dilakukan dirumah?’ tolong dilanjutkan dirumah, baik jadual aktivitas maupun
jadual minum obatnya.”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang
ditampilkan oleh B selama di rumah. Kalau misalnya B terus menerus
mengatakan ingin bunuh diri, tampak gelisah dan tidak terkendali serta tidak
memperlihatkan perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku
membahayakan orang lain, tolong bapak dan ibu segera hubungi Suster C dirumah
sakit harapan peduli,rumah sakit terdekat dari rumah ibu dan bapak, ini nomor
telepon rumah sakitnya: (0771) 12345. Selanjutnya suster C yang akan membantu
memantau perkembangan B”
TERMINASI
“Bagaimana pak/bu? Ada yang belum jelas?”
“Ini jadwal kegiatan harian B untuk dibawa pulang. Ini surat rujukan untuk
perawat C di rumah sakit harapan peduli. Jangan lupa kontrol kerumah sakit
sebelum obat habis atau ada gejala yang tampak. Silahkan selesaikan
administrasinya.”

Anda mungkin juga menyukai