Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

Tetraparese et causa Syringomyelia post decompression


Arnold Chiari Malformation type 1

Disusun oleh:
Rizki Syahrifa C111 15 346
Diana Nadine R B C111 15 370
Husnul Hasanah C111 15 371

Supervisor

dr. Nila Mayasari, M.Kes., Sp. KFR

DEPARTEMEN KEDOKTERAN FISIK


DAN REHABILITASI MEDIK
KEPANITERAAN KLINIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
BAB I

STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. Halia
Umur : 48 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Guru
Alamat : Jl. Kompleks IDI, loronng IV no.17, Kec. Panakukkang,
Makassar
Status : Menikah
Tanggal Masuk : 19 Maret 2019
Tanggal Periksa : 19 Maret 2019
No RM : 814108

B. Keluhan Utama
Nyeri Di Leher Sampai Tangan Kiri

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluhkan rasa nyeri dari daerah leher hingga lengan kiri secara terus-
menerus dan memberat sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri yang dirasakan terasa
menusuk dan keluhan ini juga pernah di rasakan setahun yang lalu. Nyeri
dirasakan sepanjang hari. Nyeri semakin berat saat pasien beraktivitas dan
berkurang saat istirahat.
Nyeri ini juga di ikuti rasa lemah dari bahu sampai jari-jari tangan kiri. Pasien
saat ini lebih banyak berbaring di tempat tidur. Riwayat keluhan serupa
sebelumnya ada. Riwayat operasi ada (Laminektomi parsial dan Syringectomi).
Riwayat trauma disangkal. Riwayat infeksi disangkal. Riwayat keganasan
disangkal. Penurunan BB dengan drastis ada. Penurunan nafsu makan ada.
Pengontrolan berkemih dan defekasi baik.

1
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa sebelumnya : pernah (1 tahun yang lalu)
Riwayat operasi : Laminektomi parsial dan Syringectomi
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat infeksi : disangkal
Riwayat keganasan : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keganasan : disangkal

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
Keadaan umum sedang
Compos mentis E4V5M6
IMT = BB = 58 kg = 24,1 (Status gizi baik)
(TB)2 (1,55)2 m
Spastic gait

B. Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36,8o Celcius
Nyeri : VAS 5 (nyeri sedang)
NPRS 5 (nyeri sedang)

C. Head
Inspeksi : Ptosis (+), Deviasi lidah ke arah kiri
Palpasi : Tidak ada kesan bermakna

D. Shoulder
Inspeksi : Asimetris kiri lebih dari kanan
Palpasi : Nyeri tekan (+)

2
E. Elbow
Inspeksi : Oedem (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+)

F. Wrist
Inspeksi : Oedem (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+)

G. Finger
Inspeksi : Oedem (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+)

H. Thoraks
a. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Konfigurasi jantung terkesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler dan bising (-)
b. Paru
Inspeksi : Pengembangan dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

I. Trunk
Inspeksi : Tampak bekas operasi yang mengering
Palpasi : Nyeri tekan (+), oedem (-)
Perkusi : Nyeri ketok costovertebra (-)

J. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : Peristaltik (+) Normal
Perkusi : Tympani
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

3
K. Hip
Inspeksi : Tidak ada kelainan bermakna
Palpasi : Tidak ada kelainan bermakna

L. Knee
Inspeksi : Tidak ada kesan bermakna
Palpasi : Tidak ada kesan bermakna

M. Ankle
Inspeksi : Tidak ada kesan bermakna
Palpasi : Tidak ada kesan bermakna

N. Finger
Inspeksi : Tidak ada kesan bermakna
Palpasi : Tidak ada kesan bermakna

O. Status Neurologis
 Kesadaran : GCS E4V5M6
 Fungsi Luhur : normal

 Fungsi Motorik dan Refleks (Miotom)


Letak Lesi Dextra Sinistra
C5 (m.biceps brachii) 4/5 3/5
C6 (m.deltoideus) 4/5 3/5
C7 (m.triceps brachii) 4/5 3/5
C8 (m.palmar interrosei) 4/5 3/5
T1 (m.dorsal interossei) 4/5 4/5
L2 (m.iliopsoas) 4/5 4/5
L3 (m.quadriceps femoris) 4/5 4/5
L4 (m.tibialis anterior) 4/5 4/5
L5 (m.extensor digitii) 4/5 4/5
S1 (m.tibialis posterior) 4/5 4/5

4
 Refleks Fisiologis dan Patologis
Letak Lesi Dextra Sinistra
C5 (reflex biceps)  

C6 (reflex brachioradialis)  

C7 (reflex triceps)  

L4 (reflex patella)  

S1 (reflex Achilles)  

 Pemeriksaan fungsi nervus cranialis


N. I : (-) N. VII : (-)
N. II : (-) N. VIII : (+) Sulit mengendalikan keseimbangan
N. III : (+) Ptosis pada mata kiri N. IX : (-)
N. IV : (-) N. X : (-)
N. V : (+) Rasa tebal pada wajah kiri N. XI : (-)
N. VI : (+) Ptosis pada mata kiri N. XII : (+) Deviasi lidah ke kiri

 Fungsi sensorik (Dermatom)


Letak Lesi Dextra Sinistra
C5  
C6  
C7  
C8 – T1  
T11 -–T12  
T11 – L1  
L2  
L3  
L4-L5  
L4-S1  

 Fungsi Otonom : Facial anhidrosis (-), Aktivitas seksual normal

5
P. Barthel Index

No Kriteria Score

1 Makan 5
2 Aktivitas toilet 5
Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur dan sebaliknya,
3 10
termasuk duduk di tempat tidur
4 Kebersihan diri mencuci muka menyisir rambut menggosok gigi 5
5 Mandi 5
6 Berjalan di permukaan datar 7
7 Naik turun tangga 2
8 Berpakaian 2
9 Mengontrol defekasi 10
10 Mengontrol berkemih 10
Total 64

Penilaian :
0-20 = Ketergantungan
21-61 = Ketergantungan berat (sangat tergantung)
62-90 = Ketergantungan berat
91-99 = Ketergantungan ringan
100 = Mandiri

III. PEMERIKSAAN NEUROMUSCULAR


A. Range of Motion
Shoulder ROM Aktif Pasif
0 0 0 0
Flexion / /
0 0 0 0
Extension / /
0 0 0 0
Abduksi / /
0 0 0 0
Adduksi / /
0 0 0 0
Int. Rotasi Abduksi / /
0 0 0 0
Ext. Rotasi Abduksi / /

6
Elbow ROM Aktif Pasif
0 0 0 0
Flexion / /
0 0 0 0
Extension / /
0 0 0 0
Supinasi / /
0 0 0 0
Pronasi / /
Wrist ROM Aktif Pasif
0 0 0 0
Flexion / /
0 0 0 0
Extension / /
0 0 0 0
Radial Deviasi / /
0 0 0 0
Ulnar Deviasi / /
0 0 0 0
Supinasi / /
0 0 0 0
Pronasi / /
Hip ROM Aktif Pasif
0 0 0 0
Flexion / /
0 0 0 0
Extension / /
0 0 0 0
Adduksi / /
0 0 0 0
Abduksi / /
0 0 0 0
Int. Rotasi / /
0 0 0 0
Ext. Rotasi / /
Knee ROM Aktif Pasif
0 0 0 0
Flexion / /
0 0 0 0
Extension / /
0 0 0 0
Abduksi / /
0 0 0 0
Adduksi / /
Ankle ROM Aktif Pasif
0 0 0 0
Dorso Flexi / /
0 0 0 0
Plantar Flexi / /
0 0 0 0
Inversi / /
0 0 0 0
Eversi / /

7
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan MRI Cervical T1WI tanpa kontras, T2WI potongan axialdan sagital
dilanjutkan Myelografi (preoperasi operasi pertama):
 Tampak dilatasi dari canalis sentralis pada level CV C2-C7
 Tampak herniasi tonsil cerebellum yang melalui foramen magnum
 Kurva lordotik columna vertebra cervical baik
 Tidak tampak fraktur, destruksi dan spondylolisthesis
 Ligamentum longitudinalis anterior, ligamentum longitudinalis posterior dan
ligamentum flavum tampak normal
 Jaringan lunak paravertebra baik
 MR Myelografi: tidak tampak stenosis canalis spinalis level cervical

Hasil pemeriksaan MRI cervicothoracal T1WI tanpa kontras , T2WI potongan axial dan
sagital dilanjutkan Myelography (Post Operasi Kedua):
 Alignment vertebrae cervical baik
 Curva lordotic collumna vertebra cervical melurus
 Osteofit pada level C4-C7
 Protrusio ke posterior pada level C4-C5 yang menekan thecal sac dan neural
foramen bilateral dan C5-C6 yang menekan thecal sac dan menyempitkan neural
foramen pada sisi kiri exeting nerve root C5
 Protrusio ke posterior pada level C6-C7 dan C7-Th1 yang menekan thecal sac
dan neural foramen bilateral
 Tidak tampak fracture, destruksi, dan spondilolistesis
 Tampak lesi longitudinal yang hipointens pada T1WI dan hiperintens pada
T2WI pada central intramedullare setinggi C2-Th1
 Ligamentum longitudinalis anterior, ligamentum longitudinalis posterior dan
ligamentum flavum tampak normal
 Jaringan lunak paravertebra baik
 Intensitas discus pada semua level menurun
 MR Myelography: tampak stenosis canalis spinalis lev el CV C4-C5 dan C5-
C6

8
V. DIAGNOSIS
Diagnosis : Tetraparase ec syringomelia post dekompresi
Diagnosis Fungsional :
 Impairment : Stenosis canalis spinalis
Kompresi C1-C7
Tetraparese UMN
Herniasi tonsil cerebellum
Defisit sensoris dan motoris
 Disability : Keterbatasan gerak bahu kiri
Kesulitan berjalan
Kesulitan bangun dan duduk
Keterbatasan aktifitas sehari-hari (ADL)
 Handicap : Pasien adalah guru swasta dan terganggu saat melakukan
pekerjaannya
 Goal jangka pendek : Manajemen nyeri (medikamentosa)
Mengurangi oedem
Menguatkan otot
Meningkatkan kemandirian
 Goal jangka menengah: Perbaiki disability
Mengembalikan fungsi motoric dan sensorik
 Goal jangka panjang : Kemajuan mobilisasi ( pasien dapat berjalan )
Kembali ke pekerjaan semula

VI. MONITORING POST OPERASI


 Perencanaan terapi
Ortesa/Protesa (OP) : -
Fisioterapi (FT) : Infrared Reflectography (IRR)
Exercise therapy
ROM exercise
Terapi Okupasi (OT) : Latihan-latihan ADL
 Perencanaan pengawasan: NPRS/VAS, ADL
 Perencanaan edukasi : Penjelasan kondisi pasien
Home exercise program

9
VII. RESUME
Seorang perempuan 48 tahun masuk Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo
dengan keluhan nyeri di leher sampai tangan kiri sejak 1 minggu yang lalu dialami
terus-menerus sepanjang hari dan semakin lama semakin memberat. Rasa nyeri
semakin berat saat pasien beraktivitas dan berkurang saat istirahat. Nyeri juga di ikuti
rasa lemah dari bahu sampai jari-jari tangan kiri. Pasien saat ini lebih banyak berbaring
di tempat tidur. Riwayat keluhan serupa sebelumnya ada. Riwayat operasi ada
(laminektomi parsial dan syringectomi). Riwayat trauma disangkal. Riwayat infeksi
disangkal. Riwayat keganasan disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang. Compos mentis
E4V5M6, gizi kesan cukup. Pada status neurologis didapatkan kekuatan otot ektermitas
atas dextra (4); sinistra (3), extremitas bawah dextra (4) dan sinistra (4). Serta tonus otot
extermitas atas dextra et sinistra meningkat dan extremitas bawah dextra et sinistra juga
meningkat. Didapatkan refleks fisiologis yang meningkat dan reflex patologis yang
positif.
Pada pemeriksaan motorik pasien didapatkan ada keterbatasan ROM pada sendi
shoulder dextra et sinistra, elbow dextra et sinistra, wrist dextra et sinistra, hip sinistra,
knee sinistra dan ankle sinistra.
Pada pemeriksaan penunjang MRI Cervicothoracal tanpa kontras, di dapatkan
adanya protusio ke posterior level C4-C5 yang menekan thecal sac dan neural foramen
bilateral dan C5-C6 yang menekan thecal sac dan menyempitkan neural foramen pada
sisi kiri exeting nerve root C5. Protusio ke posterior level C6-C7 dan C7-Th1 yang
menekan thecal sac dan neural foramen bilateral. Terdapat pula adanya syrinx,
degenerative disc disease, dan spondylosis cervicalis. Pada pemeriksaan MR
Myelography tampak stenosis canalis spinalis level CV C4-C5 dan CV C5-C6.

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Syringomyelia adalah kelainan berupa lubang atau kavitas (syrinx) yang terdapat
pada bagian tengah medula spinalis. Kavitas ini berisi cairan dan tidak berhubungan
secara anatomis maupun fisiologis dengan kanalis sentralis medula spinalis. Kavitas
tersebut bisa terletak sentral atau eksentris, dilapisi oleh sel glia dan tidak berhubungan
dengan ventrikel keempat (siringomielia non-komunikata).1

B. Epidemiologi
Prevalensi syringomyelia adalah 5,6 – 8,6 per 100.000 populasi. Namun tidak ada
angka kejadian yang pasti untuk syringomyelia di seluruh dunia. Penyakit ini dapat
mengenai laki-laki dan perempuan dengan frekuensi yang sama besar.Manifestasi
penyakit ini biasanya muncul pada umur 35 – 45 tahun, tapi bisa juga muncul pada usia
akli balik atau awal remaja.1,2,7

B. Etiologi
Kelainan ini bisa terjadi akibat sebab kongenital dan acquired. Penyebab
kongenital yang sering terkait dengan kelainan ini adalah malformasi Arnold-Chiari.1,2,3
Sedangkan sebab dapatan kelainan ini antara lain karena prosedur pembedahan, trauma,
peradangan, dan tumor.
a. Kongenital
Syringomyelia dapat terjadi karena suatu gangguan pada waktu kanalis sentralis
dibentuk; atau karena terjadi penyusupan spongioblas (kelainan deferensiasi sel otak)
di kanalis sentralis pada tahap embrional; atau karena terjadi perdarahan pada tahap
embryonal. Syringomyelia yang tampak pada masa dewasa sering menyertai
malformasi Chiari tipe I. Sedangkan malformasi Chiari tipe II dan III sering terdapat
pada syringomyelia infantile.1,2,5
b. Acquired
Trauma:Cavitasi pasca trauma medula spinalis adalah kelainan progresif di mana
kerusakan medula spinalis menyebabkan gangguan pada hidrodinamik cairan
serebrospinal dan arakhnoiditis, sehingga terjadi ekspansi progresif dari syrinx.

11
Kasus tersering terdapat pada kecelakaan kendaraan bermotor dan mengenai bagian
bawah segmen servikal medula spinalis.1,3,5

 Pembedahan: pembedahan spinal intradural, misalnya pada reseksi tumor medula


spinalis, dapat menyebabkan Syringomyelia.1
 Peradangan: Syringomyelia paska peradangan dapat terjadi sesudah suatu infeksi
(misalnya tuberkular, jamur, parasit) atau dari meningitis, dan biasanya
berhubungan dengan pembentukan parut arakhnoidal.1,2
 Tumor: beberapa tumor, misalnya ependimoma dan hemangioblastoma memiliki
insidens 50 % disertai dengan syringomyelia.2

C. Patofisiologi
Sampai saat ini patofisiologi terjadinya Syringomyelia masih belum diketahui.
Belum ada kesepakatan tentang patofisiologi Syringomyelia, khususnya yang terjadi
pada malformasi Chiari I.1,2,3
Salah satu dari postulat yang dikemukakan untuk menerangkan patofisiologi
syringomyelia adalah teori Hidrodinamik dari Gardner. Aliran normal cairan
serebrospinal dari ventrikel keempat dapat terganggu oleh kegagalan pembukaan
saluran keluar dari ventrikel keempat secara kongenital. Sebagai akibatnya, pulsasi
tekanan cairan serebrospinal, yang ditimbulkan oleh pulsasi sitolik dari plexus
choroideus, disalurkan melalui ventrikel keempat menuju kanal sentralis medula
spinalis, kemudian menyebabkan pembentukan kavitas sentral yang meluas sepanjang
substansi kelabu dan serat-serat lintasan saraf.1,2
Teori ini didukung oleh seringnya dijumpai syringomyelia bersama-sama dengan
malformasi kongenital pada tautan kranioservikal yang dapat mengganggu aliran
normal cairan serebrospinal, misalnya pada malformasi Arnold-Chiari, dan sindrom
Klippel-Feil (fusi antara satu atau lebih vertebra servikal), dan abnormalitas kongenital
lainnya seperti spina bifida dan hidrosefalus.1,2,3Bendungan sirkulasi cairan
serebrospinal secara anatomis maupun fisiologis, yang terjadi sebagai respon terhadap
ekspansi otak selama sistol jantung, menyebabkan terjadinya aliran dari tengkorak
menuju ke ruangan subarakhnoid spinal dan mendorong tonsil serebelar masuk ke
dalam ruang subarakhnoid. Kemudian terbentuk pulsasi bertekanan, yang mendorong

12
cairan serebrospinal dari ruang subarakhnoid menuju ke medula spinalis melalui ruang
Virchow-Robin.1,2
Pada pasien dengan syringomyelia paska trauma, dapat terjadi nekrosis dan
pembentukan kista pada tempat terjadinya cedera yang disebabkan oleh cairan yang
dihasilkan oleh akson yang rusak. Syringomyelia yang terjadi pada arakhnoiditis spinal
dapat disebabkan oleh mekanisme vaskular. Pada syringomyelia yang terkait dengan
tumor, pertumbuhan tumor dapat mengganggu suplai darah medula spinalis dan
mengakibatkan iskemia, nekrosis, dan pembentukan kavitas.2

Gambar 2.1 Syringomyelia – Malformasi Chiari I

Kista abnormal berisi cairan, dilapisi oleh jaringan gliotik astrositik dan pembuluh
darah, dan berisi cairan jernih dengan kadar protein relatif rendah, seperti cairan
serebrospinal.2 Kelainan ini sering terletak pada bagian tengah massa kelabu medula
spinalis segmen servikal bawah atau torasik atas, tapi dapat juga mengenai seluruh
panjang medula spinalis dan dapat meluas sampai batang otak (syringobulbia) sampai
talamus.Sering juga terdapat abnormalitas perkembangan kolumna vertebralis (skoliosis
toraks, fusi vertebra, atau anomali Klippel-Feil), pada dasar tengkorak (platibasia dan
invaginasi basilar), dan kadang-kadang pada serebelum dan batang otak (malformasi
Chiari tipe I).1,3
Pada mulanya lubang itu tentu kecil dan meluas ke tepi secara berangsur-angsur.
Seluruh substansia grisea sentralis dapat musnah, berikut dengan massa putih yang
dikenal sebagai komisura alba ventralis. Funikulus dorsalis yang membatasi substansia
grisea sentralis dari dorsal tidak pernah terdesak oleh lubang petologik itu. Tergantung
pada luas lubang dalam orientasi rostrokaudal, maka kornu anterius dan kornu laterale

13
berikut serabut-serabut spinotalamik (yang membentuk komisura alba ventralis) dapat
terusak sepanjang satu atau dua segmen.5
Biasanya syringomyelia itu kempis, sehingga pada segmen yang terkena, medula
spinalis memperlihatkan atrofia. Tetapi lubang patologik itu dapat mengandung cairan
serebrospinalis bagaikan kista. Penimbunan cairan itu dapat berlnagsung secara
progresif, sehingga tekanan terhadap substansia alaba di sekelilingnya mengganggu
funikulus posterolateralis (yang mengandung serabut-serabut kortikospinal) dan
funikuklus anterolateralis (yang mengandung serabut-serabut spinotalamik).5

Gambar 2.2 Syringomyelia

D. Klasifikasi
Berdasarkan gambaran patologi dan postulat tentang mekanisme perkembangan
syringomyelia, maka syringomyelia dapat diklasifikasikan sebagai berikut.1,3,7
a. Tipe I. Syringomyelia dengan obstruksi foramen magnum dan dilatasi kanal
sentralis, dapat disertai dengan malformasi Chiari tipe I, atau disertai dengan lesi
obstrukstif foramen magnum yang lain.
b. Tipe II. Syringomyelia tanpa obstruksi foramen magnum (idiopatik).
c. Tipe III. Syringomyelia dengan penyakit medula spinalis yang lain (tumor medula
spinalis, mielopati traumatik, arakhnoiditis spinal dan pakimeningitis,
myelomalasia sekunder).
d. Tipe IV. Hidromyelia murni dengan atau tanpa hidrosefalus.

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis syringomyelia beragam terkait dengan empat jenis klasifikasi
syringomyelia. Perbedaannya tidak hanya karena letak dan perluasan syrinx, tapi juga

14
berkaitan dengan perubahan patologik yang berhubungan dengannya, seperti misalnya
malformasi Chiari.3

Tabel 2.1. Manifestasi Klinis Syringomyelia

Secara umum kelainan ini menyebabkan gejala-gejala neurologis progresif,


biasanya amyotrofi brakhial dan kelumpuhan sensorik segmental, sesuai bagian yang
terkena.Gejala-gejalanya biasanya muncul pada umur 35 – 45 tahun, tapi bisa juga
muncul pada masa usia tua atau remaja.1,2,3,4Gejala yang pertama kali muncul dapat
berupa nyeri dan rasa tebal pada tangan, kekakuan pada kaki, skoliosis, vertigo,
osilopsia, diplopia, disfonia, disfagia, stridor laringeal, gangguan pada kelenjar
keringat, tortikolis, dan artropati neurogenic.2Manifestasi klinis syringomyelia yang
dapat digunakan sebagai petunjuk diagnosis adalah: a) kelemahan otot segmental dan
antrofi otot-otot tangan dan lengan; b) hilangnya sebagian atau seluruh refleks tendon,
terutama pada lengan; dan c) hipo atau anestesia segmental secara disosiatik.1,3,4

F. Diagnosis
Syringomyelia dapat didiagnosis dengan mudah jika ditemukan tanda-tanda yang
khas.1,2,3,4 Tetapi, ada kalanya syringomyelia sulit untuk didiagnosis. Hal ini terjadi jika
gejala-gejala syringomyelia minimal sekali atau bahkan tidak spesifik untuk waktu yang
lama. Gejala-gejala syringomyelia juga dapat dikaburkan oleh adanya gejala-gejala

15
kelainan yang terdapat bersamanya.3 Dalam hal ini, pemeriksaan dengan MRI dapat
membantu menegakkan diagnosis syringomyelia.1,2,3

G. Pemeriksan Fisik
Nyeri neuropatik disebabkan karena lesi struktur junction antara basal cerebral
sampai cerebellum hingga servikal. Ketika sistem saraf terjadi lesi, gejala yang timbul
berbeda-beda, beberapa karena kehilangan fungsinya ketika kerusakan menjadi parah
dan ada kerusakan total pada konduksi sarafnya dan gejala lainnya biasanya karena
terjadinya iritasi pada sekitar lesi.6
1. Refleks pada tangan yang mengalami penurunan paling awal semasa perjalanan
penyakit tersebut.
2. Spastisitas dari tungkai bawah, yang asimetris, muncul dengan tanda traktus
longitudinal lainnya seperti paraparesis, hiperefleksi, dan respon ekstensi plantar.
3. Pemeriksaan rectum untuk mengevaluasi fungsi spingter ani dan penilaian
sensibilitas sepanjang dermatom dari sakral.
4. Gangguan disosiasi sensibilatas bisa muncul.
5. Sirinx bisa meluas kedalam batang otak yang kemudian berpengaruh pada fungsi
dari nervus kranialis dan fungsi serebelum.
6. Tanda batang otak merupakan tanda yang umum pada siringomielia terutama
yang hubungannya dengan chiari malformation.

H. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk membantu menegakkan
diagnosa syringomyelia.2Pemeriksaan cairan serebrospinal tidak dianjurkan untuk
dilakukan karena resiko terjadinya herniasi sangat besar. Seringkali terjadi peningkatan
tekanan intrakranial akibat adanya blokade total dari rongga subarakhnoid. Bisa
didapatkan peningkatan ringan dari jumlah protein. Pada kasus blokade total rongga
subarakhnoid bisa didapatkan jumlah protein sekitar 100 mg/dl.1
Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan untuk saat ini oleh para klinikus adalah
pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging).1,2,3Alat ini dapat mengambil
gambaran dari struktur tubuh seperti otak dan medula spinalis dengan terperinci. Dalam
pemeriksaan akan didapatkan gambaran kista didalam medula spinalis dengan kondisi
yang sama baik seperti pada gambaran adanya tumor. Pemeriksaan ini juga aman,

16
kurang invasif, serta memberikan informasi yang sangat mendukung diagnosis
syringomyelia.1

Gambar 2.3. MRI Syringomyelia yang menyertai Malformasi Chiari I

1,3
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah :

 X-ray Photo
 CT scan dan CT-myelography

I. Diagnosis Banding
 Tumor spinal intramedular (primer maupun sekunder): perkembangannya cepat dan
terdapat peningkatan protein cairan serebrospinal.
 Tumor spinal extramedular: biasanya disertai dengan nyeri akar saraf dan
paraparesis spastik karena penekanan extramedular terhadap segmen medula.
Protein cairan serebrospinal dapat meningkat.
 Spondilosis servikal: defisit sensorik biasanya terdapat pada akar saraf yang
terlibat.

17
 Neuropati diabetik: penyebab nyeri sendi pada bahu, tapi dengan disertai dengan
gejala diabetes.
 Neuropati vaskuler (sistemik : poliartritis nodosa, reumathoid arthritis, taau
nonsistemik): dapat tampak sebagai polinueropati simetris distal, tapi lebih sering
terjadi sebagai mononeuropati multipleks.
 Lepra: menyebabkan nyeri, sensasi suhu dan mungkin menyebabkan sindrom yang
mirip dengan gejala syringomyelia. Akan tetapi pada lepra, gejala dirasakan pada
saraf intrakutan, sehingga defek sensoris tidak diikuti dengan distribusi pada saraf
tepi dan akar saraf. Selain itu gejala kehilangan sensoris selalu disertai dengan gejal
lepra yang lain seperti adanya lesi lepromatous yang khas.

J. Komplikasi
 Komplikasi lain yang dapat berlangsung lama antara lain artropati neurogenik,
spondilosis servikal, koma sentral, dan mati mendadak. Walaupun telah dilakukan
operasi yang adekuat, penderita dapat menunjukkan deteriorasi, seringkali karena
gliosis di sepanjang dinding kavitas, meskipun ukuran syrinx sudah tidak
membesar lagi.2
 Komplikasi dari dekompresi foramen magnum antara lain cedera tulnag belakang
karena hiperekstensi leger atau hiperfleksi selama intubasi, iskemia medula spinalis
karena hipotensi arterial, kekurangan cairan serebrospinal dengan pembentukan
pseudomeningokel, perdarahan fossa posterior, infeksi, hidrosefalus, dan ptosis
serebelar.2
 Komplikasi prosedur pembuatan jalur pintas (shunting) antara lain malfungsi shunt,
hematom lokal, infeksi, dan syrinx yang kolaps.2

K. Penatalaksanaan
 Konservatif
Pada syringomyelia yang kecil dengan progresifitas yang lambat dapat
digunakan karbamazepin, amitriptilin atau tindakan stimulasi saraf
transkutaneus jika nyeri tidak berespon dengan pemberian analgetik saja.1
Tidak ada pengobatan spesifik yang dapat digunakan untuk pengobatan
syringomyelia. Akan tetapi pemberian analgesik dan pelemas otot mungkin
dapat dipergunakan.1,3Kategori obat NSAIDs (Non Steroidal Anti

18
Inflammation Drugs) sering kali digunakan sebagai analgetik pada penderita
syringomyelia. Jika salah satu jenis tidak memberikan efek setelah 2 minggu
pengobatan, maka dapat dicoba dengan kelas yang lain. Sediaan yang sering
dipakai seperti misalnya ibuprofen, asam asetil salisilat, naproxen,
indometasin, asam mefenamat, dan piroxicam. Kategori obat pelemas otot juga
dapat digunakan, dimana obat ini untuk meredakan spasme otot yang dapat
meredakan rasa tidak nyaman yang dialami penderita.3
 Pembedahan
Prosedur pembedahan dilakukan jika defisit neurologis memberat. Deformitas
spinal, seperti kifoskoliosis harus sesegera mungkin dikoreksi.1

L. Rehabilitas Medik
Terapi fisik dilakukan untuk menghilangkan nyeri dan memperbaiki ruang gerak
pada pertautan servikal tulang belakang dan bahu.Selain itu juga dilakukan terapi
okupasi, yakni untuk mengembalikan gerakan yang berarti supaya tidak terjadi
penurunan gerak dari lengan bagian atas dan leher, dan memberikan pasien waktu untuk
melakukan aktivitas hariannya dan kerja.

M. Prognosis
1. Prognosis bergantung pada penyakit dasarnya, besarnya disfungsi neurologis, dan
perluasan syrinx.
2. Beberapa studi menunjukkan pasien meninggal rata-rata diusia 47 tahun, tetapi
dikarenakan kemajuan teknologi dan teknik pembedahan serta perawatan maka hal
ini bisa direduksi.

E. Edukasi
 Hindari latihan berisiko tinggi, seperti berlari dan melompat pada kasus-kasus yang
berhubungan dengan ketidakstbilan servikal.
 Hindari aktivitas yang disertai maneuver Valsava.

19
BAB III
KESIMPULAN

1. Syringomyelia adalah kelainan berupa terbentuknya lubang atau kavitas (syrinx)


yang terdapat pada bagian tengah medula spinalis. Kavitas ini berisi cairan dan tidak
berhubungan secara fungsional dengan kanalis sentralis medula spinalis. Kavitas
tersebut bisa terletak sentral atau eksentris.
2. Manifestasi penyakit ini biasanya muncul pada umur 35 – 45 tahun, tapi bisa juga
muncul pada usia akil balik atau awal remaja.
3. Kelainan ini bisa terjadi akibat sebab kongenital dan dapatan. Penyebab kongenital
yang sering terkait dengan kelainan ini adalah malformasi Arnold-Chiari. Sedangkan
sebab dapatan kelainan ini antara lain karena prosedur pembedahan, trauma,
peradangan, dan tumor.
4. Manifestasi klinis syringomyelia beragam terkait dengan empat jenis klasifikasi
syringomyelia. Perbedaannya tidak hanya karena letak dan perluasan syrinx, tapi
juga berkaitan dengan perubahan patologik yang berhubungan dengannya, seperti
misalnya malformasi Chiari. Secara umum kelainan ini menyebabkan gejala-gejala
gangguan neurologis progresif, biasanya amyotrofi brakhial dan kelumpuhan
sensorik segmental, sesuai bagian yang terkena.
5. Syringomyelia dapat didiagnosis dengan mudah jika ditemukan tanda-tanda yang
khas. Tetapi, ada kalanya syringomyelia sulit untuk didiagnosis. Hal ini terjadi jika
gejala-gejala syringomyelia minimal sekali atau bahkan tidak spesifik untuk waktu
yang lama. Dalam hal ini, pemeriksaan dengan MRI dapat membantu mengakkan
diagnosis syringomyelia.
6. Pada umumnya penatalaksanaan tergantung dari gejala neurologis yang timbul. Jika
ringan maka dapat diberikan terapi simptomatis saja, tetapi jika gejala memburuk
maka terapi pembedahan adalah pilihan utama.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Hankey GJ, and Wardlaw JM. Syringomyelia. dalam Clinical Neurology. Manson
Publishing. pp: 541 – 533. 2012.
2. Alireza Minagar, J. Steven Alexander. 2013. Arnold-Chiari Malformation and
Syringomyelia. dalam Randolph W. Evans. Saunder’s Mannual of Clinical
Practice. pp 903 – 909. WB Saunders
3. Allan H. Ropper, Robert H. Brown. 2015. Diseases of the Spinal Cord. dalam
Adams and Victor’s Principles of Neurology, Eight Edition. pp 1084 – 1087.
McGraw-Hill Publishing
4. Mark Mumenthaler & Heinrich Mattle. 2016. Diseases of the Spinal Cord. dalam
Fundamentals of Neurology. pp 141 – 155. New York: Georg Thieme Verlag
5. Mardjono M, dan Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat. hal 40
– 41. 2014.
6. Sudibjo, Prijo, Satiti, Sekar, Asmedi, Ahmad. Jurnal Syringomielia. SMF Penyakit
Saraf RS Dr. Sardjito. Yogyakarta.

21

Anda mungkin juga menyukai