Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keluarga adalah bagian masyarakat yang peranannya sangat penting


untuk membentuk kebudayaan yang sehat. Dari keluarga inilah pendidikan kepada
individu dimulai dan dari keluarga akan tercipta tatanan masyarakat yang baik,
sehingga untuk membangun suatu kebudayaan maka seyogyanya dimulai dari
keluarga (Setiadi, 2008).

Sejak tiga dasa warsa terakhir peran Ibu dalam kehidupan keluarga
mengalami kemajuan pesat. Dorongan utamanya adalah tuntutan ekonomi.
Keluarga tidak bisa lagi mengandalkan para bapak untuk memenuhi kebutuhan
keluarga secara memadai. Untuk itu, para Ibu terpanggil untuk berperan,
mengambil alih peran bapak yang tak mampu mencukupi. Sementara, posisi Ibu
dalam rumah tangga juga mengalami perubahan, bahkan dengan cara drastis dan
radikal. Wewenang dan wibawa para ibu menanjak dalam keluarga. Mereka turut
memutuskan apa saja yang selama ini dipegang kaum bapak. Disamping itu,
pergeseran dalam kemampuan intelektual, khususnya tingkat pendidikan kaum
perempuan merupakan salah satu kunci perkembangan sekaligus masalah baru
dalam keluarga. Emansipasi dalam kehidupan sosial juga turut menentukan
hubungan harmonisasi antara bapak dan ibu serta anak-anak di rumah.

Dengan demikian, keluarga harus “dimanage” dengan cara yang lebih


demokratis, bukan otoriter. Karena alasan atau reasoning tidak lagi dimonopoli
oleh para bapak. Semua anggota keluarga mempunyai referensi yang hampir sama
secara intelektual. Pemecahan masalah dalam rumah tangga, konkurensi wibawa,
aset sosial ekonomi, seksual dan intelektual semacamnya tidak lagi bisa
dipecahkan dengan cara- cara di masa lalu (Hnur, 2009).

Peran dan tanggung jawab ibu dalam membentuk keluarga sejahtera,


sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dari peran dan tanggung jawab kaum bapak.
Keduanya saling melengkapi dan saling mendukung. Membentuk keluarga
sejahtera pada dasarnya adalah menggerakkan proses dan fungsi manajemen
dalam kehidupan rumah tangga. Oleh karena itu selain tugas-tugas kondrati
(mengandung dan menyusui) segala sesuatu yang berhubungan dengan
membentuk keluarga sejahtera haruslah elastis, terbuka dan demokratis. Tugas
pokok bisa, berbeda tetapi tujuan dan acuan nilainya sama (Hnur, 2009).

1.2 Tujuan

1. 2.1 Tujuan Umum

Membantu mengenal dan mengatasi masalah yang muncul dalam keluarga


Tn. S

1. 2.2 Tujuan Khusus

1. Mengenal keluarga Tn. S

2. Mahasiswa dan keluarga dapat mengidentifikasi masalah yang terjadi


pada keluarga Tn. S

3. Membantu menyelasaikan masalah yang terjadi pada keluarga Tn. S

4. Keluarga mampu mengubah perilaku hidup agar lebih sehat.

5. Melaksanakan evaluasi terhadap intervensi yang diberikan.

1.3 Masalah

Masalah kesehatan yang dialami oleh keluarga ini adalah terdapat ibu
hamil yang sedang hamil anak ke-5 telah dilakukan pemeriksaan HB pada
kegiatan pemeriksaan kehamilan yang dilakukan oleh mahasiswa poltekkes
kemenkes riau dan hasil pemeriksaan menunjukkan HB ibu 10 gr/dl, ibu
mengeluh sakit pinggang dan sudah berlangsung selama 2 minggu, ibu juga
masih merasa mual serta mengatakan kehamilanya sudah menginjak usia
kehamilan 7 bulan. Ibu mengatakan dirinya sudah 2 kali menguunakan KB tetapi
ke dua KB ini tidak cocok digunakan oleh ibu sehingga ibu tidak pernah
menggunakan KB lagi, ibu tinggal bersama suaminya, 4 orang anak, 1 orang
adik perempuan dan kedua orang tuanya, dalam sebuah rumah yang berukuran
lebih kurang 12 x 10 m2 , serta ibu mengatakan suaminya adalah seorang perokok
aktif dalam 1 hari dapat menghabiskan 2 bungkus rokok dalam satu hari satu
malam.
1.4 Manfaat
Pembinaan terhadap keluarga memberikan manfaat yang sangat berarti bagi
keluarga diantaranya menciptakan keluarga sadar akan kesehatan keluarganya
sendiri serta menghasilkan keluarga yang sehat, sejahtera dan harmonis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Keluarga


2.2.1 Pengertian keluarga
Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak tempat anak
belajar dan mengatakan sebagai makhluk sosial. Dalam keluarga umumnya anak
melakukan interaksi yang intim. Keluarga adalah sekumpulan orang yang
dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan
menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota keluarga
(Duval, 1972 dalam Setiadi 2008). Menurut Slameto (2006) keluarga adalah
lembaga pendidikan yang pertama dan utama bagi anak-anaknya baik pendidikan
bangsa, dunia, dan negara sehingga cara orang tua mendidik anak-anaknya akan
berpengaruh terhadap belajar. Sedangkan menurut Mubarak, dkk (2009) keluarga
merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah,
perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga selalu berinteraksi satu
dengan yang lain.

2.2 Fungsi Keluarga


Dalam suatu keluarga ada beberapa fungsi keluarga yang dapat dijalankan
yaitu sebagai berikut :

1. Fungsi biologis adalah fungsi untuk meneruskan keturunan, memelihara,


dan membesarkan anak, serta memenuhi kebutuhan gizi keluarga
(Mubarak, dkk 2009).

2. Fungsi psikologis adalah memberikan kasih sayang dan rasa aman bagi
keluarga, memberikan perhatian diantara keluarga, memberikan
kedewasaan kepribadian anggota keluarga, serta memberikan identitas
pada keluarga (Mubarak, dkk 2009).

3. Fungsi sosialisasi adalah membina sosialisasi pada anak, membentuk


norma- norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan masing-
masing dan meneruskan nilai-nilai budaya (Mubarak, dkk 2009). Fungsi
sosialisasi adalah fungsi yang mengembagkan proses interaksi dalam
keluarga yang dimulai sejak lahir dan keluarga merupakan tempat individu
untuk belajar bersosialisasi (Setiawati, 2008).

4. Fungsi ekonomi adalah mencari sumber-sumber penghasilan untuk


memenuhi kebutuhan keluarga saat ini dan menabung untuk memenuhi
kebutuhan keluarga dimana yang akan datang (Mubarak, dkk 2009).
Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan
seluruh anggota keluarga termasuk sandang, pangan dan papan (Setiawati,
2008).

5. Fungsi pendidikan adalah menyekolahkan anak untuk memberikaan


pengetahuan, keterampilan, membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat
dan minat yang dimilikinya, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa
yang akan datang dalam memenuhi perannya sebagai orang dewasa serta
mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembanganya (Mubarak, dkk
2009).

2.3 Tugas Kesehatan Keluarga

Menurut Mubarak, dkk (2009) keluarga dapat melaksanakan perawatan atau


pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga, yaitu sebagai
berikut :
1. Mengenal masalah kesehatan keluarga
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan.
Karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti. Orang tua perlu
mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami oleh anggota
keluarganya. Perubahan sekecil apa pun yang dialami anggota keluarga, secara
tidak langsung akan menjadi perhatian keluarga atau orang tua. Apabila
menyadari adanya perubahan, keluarga perlu mencatat kapan terjadinya,
perubahan apa yang terjadi, dan seberapa besar perubahanya.
2. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
Tugas ini merupakan upaya utama keluarga untuk mencari pertolongan yang
tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan di antara anggota
keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan sebuah tindakan. Tindakan
kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan
yang sedang terjadi dapat dikurangi atau teratasi. Jika keluarga mempunyai
keterbatasan dalam mengambil keputusan, maka keluarga dapat meminta bantuan
kepada orang lain di lingkungan tempat tinggalnya.
3. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
Sering kali keluarga mengambil tindakan yang tepat, tetapi jika keluarga
masih merasa mengalami keterbatasan, maka anggota keluarga yang mengalami
gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar
masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di institusi
pelayanan kesehatan atau di rumah apabila keluarga telah memiliki kemampuan
melakukan tindakan untuk pertolongan pertama.
4. Mempertahankan suasana rumah yang sehat
Rumah merupakan tempat berteduh, berlindung, dan bersosialisasi bagi
anggota keluarga. Sehingga anggota keluarga akan memiliki waktu yang lebih
banyak berhubungan dengan lingkungan tempat tinggal. Oleh karena itu, kondisi
rumah harus dapat menunjang derajat kesehatan bagi anggota keluarga.
5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat
Apabila mengalami gangguan atau masalah yang berkaitan dengan
kesehatan keluarga atau anggota keluarga harus dapat memanfaatkan fasilitas
kesehatan yang ada disekitarnya. Keluarga dapat berkonsultasi atau meminta
bantuan tenaga keperawatan untuk memecahkan masalah yang dialami anggota
keluarganya, sehingga keluarga dapat bebas dari segala macam penyakit.

2.4 Peran Keluarga


Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai kedudukanya dalam suatu sistem (Mubarak,dkk. 2009).
Peran merujuk kepada beberapa set perilaku yang kurang lebih bersifat homogen,
yang didefinisikan dan diharapkan secara normatif dari seseorang peran dalam
situasi sosial tertentu (Mubarak,dkk. 2009). Peran keluarga adalah tingkah laku
spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peran
keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang
berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu
dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok
dan masyarakat (Setiadi, 2008).
Menurut Setiadi (2008) setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-
masing. Peran ayah yang sebagai pemimpin keluarga yang mempunyai peran
sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung atau pengayom, pemberi rasa aman
bagi setiap anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok
sosial tertentu. Peran ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik
anak-anak, pelindung keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok
sosial tertentu. Sedangkan peran anak sebagai pelau psikososial sesuai dengan
perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual. Menurut Mubarak, dkk (2009)
terdapat dua peran yang mempengaruhi keluarga yaitu peran formal dan peran
informal.

1. Peran Formal

2. Peran formal keluarga adalah peran-peran keluarga terkait sejumlah


perilaku yang kurang lebih bersifat homogen. Keluarga membagi peran secara
merata kepada para anggotanya seperti cara masyarakat membagi peran-perannya
menurut pentingnya pelaksanaan peran bagi berfungsinya suatu sistem. Peran
dasar yang membentuk posisi sosial sebagai suami-ayah dan istri-ibu antara lain
sebagai provider atau penyedia, pengatur rumah tangga perawat anak baik sehat
maupun sakit, sosialisasi anak, rekreasi, memelihara hubungan keluarga paternal
dan maternal, peran terpeutik (memenuhi kebutuhan afektif dari pasangan), dan
peran sosial.
3. Peran Informal kelurga
4. Peran-peran informal bersifat implisit, biasanya tidak tampak, hanya untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan emosional individu atau untuk menjaga
keseimbangan dalam keluarga. Peran adapif antara lain :

a. Pendorong memiliki arti bahwa dalam keluarga terjadi kegiatan


mendorong, memuji, dan menerima kontribusi dari orang lain.
Sehingga ia dapat merangkul orang lain dan membuat mereka
merasa bahwa pemikiran mereka penting dan bernilai untuk di
dengarkan.

b. Pengharmonisan yaitu berperan menengahi perbedaan yang


terdapat diantara para anggota, penghibur, dan menyatukan
kembali perbedaan pendapat.

c. Inisiator-kontributor yang mengemukakan dan mengajukan ide-


ide baru atau cara-cara mengingat masalah-masalah atau tujuan-
tujuan kelompok.

d. Pendamai berarti jika terjadi konflik dalam keluarga maka konflik


dapat diselesaikan dengan jalan musyawarah atau damai.

e. Pencari nafkah yaitu peran yang dijalankan oleh orang tua dalam
memenuhi kebutuhan, baik material maupun non material anggota
keluarganya.

f. Perawaatan keluarga adalah peran yang dijalankan terkait


merawat anggota keluarga jika ada yang sakit.

g. Penghubung keluarga adalah penghubung, biasanya ibu mengirim


dan memonitori kemunikasi dalam keluarga.

h. Poinir keluarga adalah membawa keluarga pindah ke satu wilayah


asing mendapat pengalaman baru.

i. Sahabat, penghibur, dan koordinator yang berarti mengorganisasi


dan merencanakan kegiatan-kegiatan keluarga yang berfungsi
mengangkat keakraban dan memerangi kepedihan.

j. Pengikut dan sanksi, kecuali dalam beberapa hal, sanksi lebih


pasif. Sanksi hanya mengamati dan tidak melibatkan dirinya.
A. KONSEP YANG MENJADI MASALAH
A. Kehamilan Resiko Tinggi

1. Definisi
Kehamilan resiko tinggi adalah kehamilan yang memiliki resiko
meninggalnya bayi, ibu atau melahirkan bayi yang cacat atau terjadi
komplikasi kehamilan, yang lebih besar dari resiko pada wanita normal
umumnya. Penyebab kehamilan risiko pada ibu hamil adalah karena
kurangnya pengetahuan ibu tentang kesehatan reproduksi, rendahnya
status sosial ekonomi dan pendidikan yang rendah. Pengetahuan ibu
tentang tujuan atau manfaat pemeriksaan kehamilan dapat
memotivasinya untuk memeriksakan kehamilan secara rutin.
Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan hidup
sehat meliputi jenis makanan bergizi, menjaga kebersihan diri, serta
pentingnya istirahat cukup sehingga dapat mencegah timbulnya
komplikasi dan tetap mempertahankan derajat kesehatan yang sudah
ada. Umur seseorang dapat mempengaruhi keadaan kehamilannya. Bila
wanita tersebut hamil pada masa reproduksi, kecil kemungkinan untuk
mengalami komplikasi di bandingkan wanita yang hamil dibawah usia
reproduksi ataupun diatas usia reproduksi (Rikadewi,2010).

2. Faktor Kehamilan Resiko Tinggi

a. Kehamilan pada usia di atas 35 tahun atau di bawah 18 tahun.

Usia ibu merupakan salah satu faktor risiko yang berhubungan


dengan kualitas kehamilan. Usia yang paling aman atau bisa dikatakan
waktu reproduksi sehat adalah antara umur 20 tahun sampai umur 30
tahun. Penyulit pada kehamilan remaja salah satunya pre eklamsi lebih
tinggi dibandingkan waktu reproduksi sehat. Keadaan ini disebabkab
belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, sehingga dapat
merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan
janin (Manuaba, 1998).
b. Kehamilan pertama setelah 3 tahun atau lebih pernikahan

c. Kehamilan kelima atau lebih


Paritas atau para adalah wanita yang pernah melahirkan dan di bagi
menjadi beberapa istilah :
1) Primipara yaitu wanita yang telah melahirkan sebanyak satu
kali.

2) Multipara yaitu wanita yang telah pernah melahirkan anak


hidup beberapa kali, di mana persalinan tersebut tidak lebih
dari lima kali.
3) Grandemultipara yaitu wanita yang telah melahirkan janin
aterm lebih dari lima kali.
d. Kehamilan dengan jarak antara di atas 5 tahun atau kurang dari 2
tahun.

Pada kehamilan dengan jarak < 3 tahun keadaan endometrium


mengalami perubahan, perubahan ini berkaitan dengan persalinan
sebelumnya yaitu timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis di
tempat implantasi plasenta. Adanya kemunduran fungsi dan
berkurangnya vaskularisasi pada daerah endometrium pada bagian
korpus uteri mengakibatkan daerah tersebut kurang subur sehingga
kehamilan dengan jarak < 3 tahun dapat menimbulkan kelainan yang
berhubungan dengan letak dan keadaan plasenta.
a. Tinggi badan ibu kurang dari 145 cm dan ibu belum pernah
melahirkan bayi cukup bulan dan berat normal.
Wanita hamil yang mempunyai tinggi badan kurang dari 145 cm,
memiliki resiko tinggi mengalami persalinan secara premature, karena
lebih mungkin memiliki panggul yang sempit.
b. . Kehamilan dengan penyakit (hipertensi, Diabetes, Tiroid,
Jantung, Paru, Ginjal, dan penyakit sistemik lainnya)
Kondisi sebelum hamil seperti hipertensi kronis, diabetes, penyakit
ginjal atau lupus, akan meningkatkan risiko terkena preeklamsia.
Kehamilan dengan hipertensi esensial atau hipertensi yag telah ada
sebelum kehamilan dapat berlangsung sampai aterm tanpa gejala
mejadi pre eklamsi tidak murni. Penyakit gula atau diabetes mellitus
dapat menimbulkan pre eklamsi dan eklamsi begitu pula penyakit ginjal
karena dapat meingkatkan tekanan darah sehingga dapat menyebabkan
pre eklamsi.
c. Kehamilan dengan keadaan tertentu ( Mioma uteri, kista ovarium)

Mioma uteri dapat mengganggu kehamilan dengan dampak berupa


kelainan letak bayidan plasenta, terhalangnya jalan lahir,
kelemahan pada saat kontraksi rahim, pendarahan yang banyak
setelah melahirkan dan gangguan pelepasan plasenta, bahkan bisa
menyebabkan keguguran. Sebaliknya, kehamilan juga bisa berdampak
memperparah Mioma Uteri. Saat hamil, mioma uteri cenderung
membesar, dan sering juga terjadi perubahan dari tumor yang
menyebabkan perdarahan dalam tumor sehingga menimbulkan nyeri.
Selain itu, selama kehamilan, tangkai tumor bisa terputar.
e. Kehamilan dengan anemia ( Hb kurang dari 10,5 gr %)

Wanita hamil biasanya sering mengeluh sering letih, kepala pusing,


sesak nafas, wajah pucat dan berbagai macam keluhan lainnya. Semua
keluhan tersebut merupakan indikasi bahwa wanita hamil tersebut
sedang menderita anemia pada masa kehamilan. Penyakit terjadi akibat
rendahnya kandungan hemoglobin dalam tubuh semasa
mengandung.Faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia pada ibu
hamil adalah kekurangan zat besi, infeksi, kekurangan asam folat dan
kelainan haemoglobin. Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi
ibu dengan kadar nilai hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester satu
dan tiga, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari 10,5 gr% pada
trimester dua. Perbedaan nilai batas diatas dihubungkan dengan
kejadian hemodilusi.
B. Anemia
1. Pengertian Anemia

Anemia adalah penurunan jumlah sel darah merah atau


penurunan konsentrasi hemoglobin di dalam sirkulasi darah.
Definisi anemia yang diterima secara umum adalah kadar Hb
kurang dari 12,0 gram per 100 mililiter ( 12 gram / desiliter ) untuk
wanita hamil. Anemia pada kehamilan disebabkan kekurangan zat
besi mencapai kurang lebih 95 %. ( Varney, Helen 2004 Hal 623 ).
Seorang wanita hamil yang memiliki Hb kurang dari 10 g / 100 ml
barulah disebut menderita anemia dalam kehamilan ( Wiknjosastro.
2007 hal.450 )

Kadar Hb kurang dari 10 gr / dl, disebut anemia sedang jika Hb


7-8 gr / dl, disebut anemia berat, atau bila kurang dari 6 gr /
dl,disebut anemia grafis. Wanita tidak hamil mempunyai nilai
normal 12 – 15 gr/dL dan hematokrit 35 sampai 54 % (dr.H.M.A.
Ashari, Sp.OG.(K), 2002 Hal 29).
2. Pencegahan dan Penanganan

2.1 Pencegahan Anemia

Menghindari terjadinya anemia sebaiknya ibu hamil


melakukan pemeriksaan sebelum hamil sehingga dapat
diketahui data dasar kesehatan ibu tersebut, dalam pemeriksaan
kesehatan disertai pemeriksaan laboratorium termasuk
pemeriksaan tinja sehingga diketahui adanya infeksi parasit.
( Manuaba. I. B. G 1998, Hal 32 ).
2.1.1 Penanganan pada Anemia

Penanganan pada Anemia sebagai berikut :

Anemia Ringan

Kehamilan dengan kadar Hb 11 gr/dL - 10 gr/dL masih


dianggap ringan sehingga hanya perlu diberikan kombinasi
60 ml/hari zat besi dan 500 mg asam folat peroral sekali
sehari (Arisman. 2004, hal 150- 151)
Anemia Sedang

Kehamilan dengan kadar Hb 9 gr/dL masih dianggap


sedang. Pengobatan dapat dimulai dengan preparat besi per
ons 600 mg/hari sampai 1000mg/hari seperti sulfat ferosus
atau glukosa ferosu (Winkjosastro. 2007 hal 452).

Anemia Berat

Kehamilan dengan kadar Hb < 9 gr/dL sudah dianggap


berat. Pemberian preparat besi 60 mg dan asam folat 400 ug,
6 bulan selama hamil, dilanjutkan sampai 3 bulan setelah
melahirkan ( Arisman. 2004, hal 153 )

C. Sel Darah Merah (Eritrosit)

1. Morfologi Eritrosit

Sel darah merah atau yang juga disebut sebagai eritrosit berasal
dari Bahasa Yunani, yaitu erythros berarti merah dan kytos yang berarti
selubung/sel). Sel darah merah berupa cakram kecil bikonkaf, cekung
pada kedua sisinya, sehingga terlihat seperti dua buah bulan sabit yang
bertolak belakang dari sisi samping dengan diameter sekitar 7 mikron.
Warna merah sel darah merah sendiri berasal dari warna hemoglobin
yang unsur pembuatnya adalah zat besi. Eritrosit
terdiri dari hemoglobin, sebuah metalloprotein kompleks yang
mengandung

gugus heme, dimana dalam golongan heme tersebut, atom besi akan
tersambung

secara temporer dengan molekul oksigen (O2) di paru-paru dan


insang, dan
kemudian molekul oksigen ini akan di lepas ke seluruh tubuh. Oksigen
dapat secara mudah berdifusi lewat membran sel darah merah.
Hemoglobin di eritrosit juga membawa beberapa produk buangan
seperti CO2 dari jaringan-jaringan di seluruh tubuh.
2. Sifat eritrosit

Dalam keadaan normal, bentuk sel darah merah dapat berubah – ubah,
sifat ini memungkinkan sel tersebut masuk ke mikrosirkulasi kapiler
tanpa kerusakan. Apabila sel darah merah sulit berubah bentuknya
(kaku), maka sel tersebut tidak dapat bertahan selama peredarannya
dalam sirkulasi (Handayani, dkk. 2008).
Sel darah merah (eritrosit) biasanya digambarkan berdasarkan
ukuran dan jumlah haemoglobin yang terdapat dalam sel seperti berikut ini:
1. Normositik, sel yang ukurannya normal.

2. Normokromik, sel dengan jumlah haemoglobin yang normal.

3. Mikrositik, sel yang ukurannya terlalu kecil.

4. Makrositik, sel yang ukurannya terlalu besar.

5. Hipokromik, sel yang jumlah haemoglobin terlalu sedikit.

6. Hiperkromik, sel yang jumlah haemoglobin terlalu banyak.

D. Kelainan Bentuk Eritrosit

Ada beberapa kelainan morfologi eritrosit antara lain:

1. Anisositosis (abnormalitas ukuran eritrosit).


Contoh mikrosit (eritrosit lebih kecil dari normal) pada kasus
anemia defisiensi besi dan makrosit (eritrosit lebih besar dari
normal) pada kasus anemia defisiensi asam folat.
2. Poikilositosis (bentuk eritrosit ada yang tidak bundar)

Contohnya adalah kondisi hemoglobin patologik dan


beberapa jenis anemia.

3. Polikromasi

Terdapat beberapa eritrosit dengan warna kebiruan di antara


eritrosit normal yang berwarna merah. Polikromasi
menunjukkan adanya eritrosit yang masih muda.
4. Hipokrom

Memiliki bagian pucat di tengah eritrosit meluas. Keadaan


ini menunjukkan rendahnya kadar hemoglobin
5. Sferosit

Eritrosit mendekati bentuk bola, contoh kasus ini adalah


anemia hemolitik.
Bentuk sel darah merah memberikan petunjuk bermanfaat
dalam mendiagnosis abnormalitas membran yang diwariskan,
anemia hemolitik dan hemoglobinopatis (Tambayong, 1999)
E. Pengaruh Morfologi Eritrosit Pada Ibu Hamil Resiko Tinggi

Ibu hamil resiko tinggi memiliki beberapa resiko, diantaranya


adalah anemia. Anemia pada wanita tidak hamil didefinisikan sebagai
konsentrasi hemoglobin yang kurang dari 12 g/dl dan kurang dari 10
g/dl selama kehamilan atau masa nifas. Konsentrasi hemoglobin lebih
rendah pada pertengahan kehamilan, pada awal kehamilan dan kembali
menjelang aterm, kadar hemoglobin pada sebagian besar wanita sehat
yang memiliki cadangan besi adalah 11g/dl atau lebih. Atas alasan
tersebut, anemia sebagai kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dl pada
trimester pertama dan ketiga, dan kurang dari 10,5 g/dl pada trimester
kedua (Suheimi, 2007).

Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani


karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Wanita
hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan
persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan
bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping
itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada
wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang
anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah.
Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang
sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan
abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia,
atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas
(subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stress kurang,
produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas,
mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lain-lain)
B. Konsep Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah anggota keluarga sangat menentukan jumlah
kebutuhan keluarga.Semakin banyak anggota keluarga berarti
semakin banyak pula jumlah kebutuhan keluarga yang harus
dipenuhi.Begitu pula sebaliknya, semakin sedikit anggota keluarga
berarti semakin sedikit pula kebutuhan yang harus dipenuhi
keluarga. Sehingga dalam keluarga yang jumlah anggotanya banyak,
akan diikuti oleh banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi.
Semakin besar ukuran rumahtangga berarti semakin banyak anggota
rumahtangga yang pada akhirnya akan semakin berat beban
rumahtangga untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Demikian
pula jumlah anak yang tertanggung dalam keluarga dan anggota-
anggota keluarga yang cacat maupun lanjut usia akan berdampak
pada besar kecilnya pengeluaran suatu keluarga. Mereka tidak bisa
menanggung biaya hidupnya sendiri sehingga mereka bergantung
pada kepala keluarga dan istrinya. Anak-anak yang belum dewasa
perlu di bantu biaya pendidikan, kesehatan, dan biaya hidup lainnya.
Menurut Mantra (2003) yang termasuk jumlah anggota keluarga
adalah seluruh jumlah anggota keluarga rumah tangga yang tinggal
dan makan dari satu dapur dengan kelompok penduduk yang sudah
termasuk dalam kelompok tenaga kerja.Kelompok yang dimaksud
makan dari satu dapur adalah bila pengurus kebutuhan sehari-hari
dikelola bersama- sama menjadi satu. Jadi, yang termasuk dalam
jumlah anggota keluarga adalah mereka yang belum bisa memenuhi
kebutuhan sehari-hari karena belum bekerja (dalam umur non
produktif) sehingga membutuhkan bantuan orang lain (dalam hal ini
orang tua).

Anda mungkin juga menyukai