Khalifah adalah gelar yang diberikan untuk pemimpin umat Islam setelah wafatnya
Nabi Muhammad SAW (570–632). Kata "Khalifah" ( خليفةKhalīfah) sendiri dapat
diterjemahkan sebagai "pengganti" atau "perwakilan". Pada awal keberadaannya,
para pemimpin Islam ini menyebut diri mereka sebagai "Khalifat Allah", yang berarti
perwakilan Allah (Tuhan). Akan tetapi pada perkembangannya sebutan ini diganti
menjadi "Khalifat rasul Allah" (yang berarti "pengganti Nabi Allah") yang kemudian
menjadi sebutan standar untuk menggantikan "Khalifat Allah". Meskipun begitu,
beberapa akademisi memilih untuk menyebut "Khalīfah" sebagai pemimpin umat
Islam tersebut.
Khalifah juga sering disebut sebagai Amīr al-Mu'minīn ( )المؤمنين أميرatau "pemimpin
orang yang beriman", atau "pemimpin orang-orang mukmin", yang kadang-kadang
disingkat menjadi "amir".
Setelah kepemimpinan Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman
bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib), kekhalifahan yang dipegang berturut-turut oleh
Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, dan Kesultanan Utsmaniyah, dan beberapa
kekhalifahan kecil, berhasil meluaskan kekuasaannya sampai ke Spanyol, Afrika
Utara, dan Mesir.
Khalifah berperan sebagai pemimpin ummat baik urusan negara maupun urusan
agama. Mekanisme pemilihan khalifah dilakukan baik dengan pemilu ataupun
dengan majelis Syura' yang merupakan majelis Ahlul Halli wal Aqdi yakni para ahli
ilmu (khususnya keagamaan) dan mengerti permasalahan ummat. Sedangkan
mekanisme pengangkatannya dilakukan dengan cara bai'at yang merupakan
perjanjian setia antara Khalifah dengan ummat.
Khalifah memimpin sebuah Khilafah, yaitu sebuah sistem pemerintahan yang begitu
khas, dengan menggunakan Islam sebagai Ideologi serta undang-undangnya
mengacu kepada Al-Quran & Hadist.
Secara ringkas, Imam Taqiyyuddin An Nabhani (1907-1977) mendefinisikan Daulah
Khilafahsebagai kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia untuk
menegakkan hukum-hukum Syariat Islam dan mengembang risalah Islam ke seluruh
penjuru dunia (Imam Taqiyyuddin An Nabhani, Nizhamul Hukmi fil Islam, hal. 17).
Dari definisi ini, jelas bahwa Daulah Khilafah adalah hanya satu untuk seluruh dunia.
Jabatan dan pemerintahan kekhalifahan terakhir, yaitu kekhalifahan Utsmani
berakhir dan dibubarkan dengan pendirian Republik Turki pada tanggal 3 Maret
1924 ditandai dengan pengambilalihan kekuasaan dan wilayah kekhalifahan
oleh Majelis Besar Nasional Turki, yang kemudian digantikan oleh Kepresidenan
Masalah Keagamaan (The Presidency of Religious Affairs) atau sering disebut
sebagai Diyainah.
PERANAN MANUSIA SEBAGAI KHALIFAH
Ketika memerankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi, ada
dua peranan penting yang diamanahkan dan dilaksanakan manusia
sampai hari kiamat. Pertama, memakmurkan bumi (al ‘imarah). Kedua,
memelihara bumi dari upaya-upaya perusakan yang datang dari pihak
manapun (ar ri’ayah).
1. Memakmurkan Bumi
2. Memelihara Bumi
Melihara bumi dalam arti luas termasuk juga memelihara akidah dan
akhlak manusianya sebagai SDM (sumber daya manusia). Memelihara
dari kebiasaan jahiliyah, yaitu merusak dan menghancurkan alam demi
kepentingan sesaat. Karena sumber daya manusia yang rusak akan
sangata potensial merusak alam. Oleh karena itu, hal semacam itu perlu
dihindari.
Artinya : dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam kitab itu:
“Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali
dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang
besar“. (QS Al Isra : 4)
Sebagai seorang muslim dan hamba Allah yang taat tentu kita akan
menjalankan fungsi sebagai khalifah dimuka bumi dengan tidak
melakukan pengrusakan terhadap Alam yang diciptakan oleh Allah SWT
karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan. Seperti firmannya dalam surat Al Qashash ayat 77 yang
berbunyi: Teks lihat “google Al-Qur’an onlines”
Artinya: dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS AL Qashash :
7)
KEPEMIMPINAN UMAT ISLAM PASCA NABI WAFAT
Istilah Khulafaur Rasyidin dapat kita jumpai dalam hadits Rasulullah. Nabi bersabda
sebagaimana berikut:
قيل ما, أهل السنة والجماعة: ما هي يا رسول هللا ؟ قال: ” ستفرق أمتي على ثالثة و سبعين كلهم في النار اال واحدة ً قيل
”هي يا رسول هللا ؟ قال ما على سنتي و سنة الخلفاء الراشدين
Keesokan harinya barulah dilakukan baiat umum di Masjid Nabawi . Pidato Abu
Bakar setelah dibaiat adalah: “Wahai manusia, saya telah diangkat sebagai Khalifah,
padahal saya bukanlah orang yang terbaik di antara kamu, maka jikalau aku
menjalankan tugasku dengan baik aka ikutilah aku, jika saya berbuat salah maka
betulkanlah aku.[2]
1. Keutamaan Abu Bakar Ash-Shiddiq
Abu Bakar adalah sahabat Nabi SAW yang paling utama. Pengalamannya amat luas
dan jasanya amat besar terhadap agama. Dia adalah seorang bangsawan Quraisy,
berkedudukan tinggi dalam kaumnya, hartawan dan dermawan. Jabatannya dikala
nabi masih hidup, selain menjadi saudagar yang kaya, ia adalah ahli nasab dan ahli
hukum yang jujur. Dia telah merasakan pahit getirnya hidup bersama rasulullah
sampai pada hari wafatnya Rasulullah. Ialah yang diserahi untuk menjadi imam
shalat, karenanya umat Islam memandang ialah yang paling berhak menjadi khalifah
daripada yang lainnya.
Selain itu, Abu Bakar adalah orang yang sederhana, jabatannya sebagai khalifah
tidak menyebabkannya hidup bermewah-mewah. Ia tidak mau menyalahgunakan
jabatannya sebagai penguasa untuk memperkaya dirinya sendiri ataupun
keluarganya. Ia meninggal dalam kesederhanaan.
1) Mushaf Al Qur’an.
Meskipun begitu, sebelum menentukan Umar, Abu Bakar meminta penilaian para
sahabat besar mengenai Umar. Ia bertanya kepada Abdur Rahman bin Auf, Usman
bin Affan dan Asid bin Hudhair Al-Anshary, Said bin Zaid, dan sahabat-sahabatnya
dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Pada umumnya mereka menyepakati pilihan
Abu Bakar.[5] Dengan meninggalnya Abu Bakar pada hari Senin tanggal 23 Agustus
624 M dalam usia 63 tahun, maka pemerintahan Islam langsung dipegang oleh
Umar bin Khattab yang telah ditunjuk oleh Abu Bakar dan disetujui oleh seluruh
umat Islam secara aklamasi dengan tidak meninggalkan asas demokrasi Islam.
Dengan hati yang ikhlas mereka semua ikut membaiat Umar sebagai Khulafaur
Rasyidin II.[6]Maka demikianlah, kaum muslim pada tahun 634 M(13 H) membaiat
Umar sebagai Khalifah.
1. Keutamaan Umar bin Khattab
Umar adalah seorang yang keras dan tegas. Karena ketegasan dan kekerasannya
membedakan yang benar dari yang salah, ia dijuluki dengan “Al-Faruq”, artinya
pembeda antara yang benar dan yang salah. Bahkan ia pernah menghukum cambuk
anaknya sendiri karena meminum khamr. Bagi Umar, ketegasan pelaksanaan hukum
harus dikenakan tehadap siapapun tanpa pandang bulu. Khalifah Umar juga
gampang tersentuh hatinya melihat kesusahan umatnya. Ia juga seorang pemimpin
yang rendah hati, demi memperhatikan kesejahteraan umatnya, Umar tidak segan-
segan meninjau langsung kondisi kesejahteraan umat. Itulah kebijaksanaan Umar
saat menjabat sebagai khalifah.
Pada hari Rabu waktu Shubuh, 4 Dzulhijjah 23 H, Khalifah Umar yang hendak
mengimami shalat di masjid mengalami nasib naas. Perutnya ditikam oleh Abu
Lu’luah Fairus, seorang budak dari Persia, milik Mughirah bin Syu’ban. Abu Lu’luah
menikam Umar karena merasa kesal dengan kata-kata Umar kepadanya sehari
sebelumnya.[8]
Sesudah Umar wafat, Abdur Rahman bin Auf memulai tugasnya dengan
menghimpun pendapat dari anggota dewan dan dari pemuka-pemuka Muhajirin dan
Anshar, begitu pula mendengar pendapat dari rakyat kecil. Dari usahanya itu,
disampaikan bahwa umumnya kaum muslimin mencalonkan dua orang unggulan
yaitu Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.
3) Thalhah bin Ubaidillah, salah satu diantara enam calon khalifah masih berada
di luar kota, sehingga belum diketahui pendapatnya.
Bekat ketekunan dan kebijaksanaan Abdur Rahman bin Auf, maka terpilihlah
Usman bin Affan menjadi Khalifah pada usia 70 tahun pada tahun 23 H (644 M),
kemudian Ali-pun mengucapkan baiat kepada Usman bin Affan.[9]
Pada hari Rabu waktu Shubuh, 4 Dzulhijjah 23 H, Khalifah Umar yang hendak
mengimami shalat di masjid mengalami nasib naas. Perutnya ditikam oleh Abu
Lu’luah Fairus, seorang budak dari Persia, milik Mughirah bin Syu’ban. Abu Lu’luah
menikam Umar karena merasa kesal dengan kata-kata Umar kepadanya sehari
sebelumnya.
Usman adalah orang yang lemah lembut dan dermawan. Namun dikarenakan
kelembutan dan sifat dermawannya tersebut, Usman bin Affan banyak
dimanfaatkan oleh family-familinya dalam menduduki jabatan pemerintahan
sehingga terkenal dengan family system. Akhir pemerintahan Usman muncul
seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam dengan tujuan mengadu domba umat
Islam untuk menghancurkan Islam. Orang tersebut bernama Abdullah bin Saba’
yang menyebarkan fitnah kesana kemari yang mengakibatkan terbunuhnya Khalifah
Usman oleh Al Ghofiqi.[10]
1. 4. Khalifah Keempat Ali bin Abi Thalib (35 – 40 H/ 656 – 661 M)
2. Proses Pengangkatan Ali bin Abi Thalib
Saat akhir kepemimpinan Khalifah Usman, banyak sekali terjadi fitnah disana sini.
Kaum pemberontak mengepung rumah Usman bin Affan. Beberapa sahabat yang
utama mengirim putra masing-masing untuk melindungi jiwa Khalifah Usman bin
Affan. Setelah pengepungan sampai pada hari ke delapan belas, Usman meminta
bantuan kepada Muawiyah dan kepada wali-wali lain. Mengetahui hal tersebut, para
pemberontak kian marah dan sebagian mereka masuk kediaman Khalifah Usman.
Mereka memukul Khalifah Usman dengan pedang sehingga membawa kematiannya
dan merampas hartanya, keadaan kacau dan berbaur antara anti Usman dan pro
Usman. Kejadian nista yang menyedihkan itu terjadi pada tahun 35 H (656 H).
Selain itu Ali bin Abi Thalib juga mengirim anaknya Hasan dan Husain untuk ikut
melindungi Usman. Namun itu tak mampu mencegah bencana yang menimpa
Khalifah Usman. Pembunuhan secara keji ini menyisakan suasana mencekam,
terutrama di Madinah. Tidak ada satu pemimpin yang bisa menunjukkan apa yang
harus dilakukan. Keadaan ini berlangsung beberapa kali. Beberapa sahabat seperti
Zubair bin Awwam dan Tholhah bin Ubaidillah ingin membaiat Ali sebagai khalifah.
Namun Ali belum mengambil tindakan apapun.
Setelah didesak terus-menerus, akhirnya Ali bersedia dibaiat sebagai Khalifah pada
24 Juni 656 M bertempat di Masjid Nabawi.
1) Khalifah Ali mengganti gubernur yang diangkat oleh Khalifah Usman yang
kebanyakan dari family-famili khalifah tanpa memperhatikan kemampuan, keadilan
dan akhlak mereka (hanya mementingkan pribadinya). Tindakan ini menimbulkan
akibat antara lain munculnya tiga golongan (golongan Ali, golongan Aisyah, dan
golongan Zubair dan Tholhah., meletusnya perang Jamal, perselisihan antara Ali dan
Muawiyah dan terjadinya perang Shiffin. Akibat dari perang Shiffin ini, muncullah
Khawarij dan Syiah.[11]
2) Menarik kembali tanah milik Negara dan harta baitul Mal yang dibagi-bagikan
kepada pejabat dan family-famili khalifah Usman biarpun ditentang oleh para
gubernur lama. Kemudian dikembalikan fungsinya untuk kepentingan Negara dan
golongan lemah.