Anda di halaman 1dari 52

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Penyakit
1.1.1 Definisi
Definisi Stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara
mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan
tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24
jam, disebabkan oleh terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan (stroke
hemoragik) ataupun sumbatan (stroke iskemik) dengan gejala dan tanda sesuai
bagian otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat,
atau kematian (Junaidi, 2011).

1.1.2 Etiologi
Menurut Batticaca (2008; 56), Stroke hemoragik umumnya disebabkan oleh
adanya perdarahan intracranial dengan gejala peningkatan tekana darah systole >
200 mmHg pada hipertonik dan 180 mmHg pada normotonik, bradikardia, wajah
keunguan, sianosis, dan pernafasan mengorok.
Penyebab stroke hemoragik, yaitu :
1. Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak.
2. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah
otak.
3. Adanya sumbatan bekuan darah di otak.

1.1.3 Patofisiologi
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran
dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh
hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di
area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu
defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan
iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya (Silbernagl, 2014).
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan
lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi,

1
meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian
sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik
(penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah
yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut (Silbernagl, 2014). Penyumbatan
pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot dan
spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan
girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi
okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi
spasial, apraksia, dan hemineglect (Silbernagl, 2014). Penyumbatan arteri serebri
anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik kontralateral, kesulitan
berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosumanterior dan
hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu.
Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena
kerusakan dari sistem limbic (Silbernagl, 2014). Penyumbatan arteri serebri
posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial dan kebutaan pada
penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori (Silbernagl,
2014). Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di
daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid
anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis),
dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri
komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik
(Silbernagl, 2014). Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis
semua eksteremitas dan otot-otot mata serta koma.
Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada
serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan
tergantung dari lokasi kerusakan (Silbernagl, 2014):
1. Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf
vestibular).
2. Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan
tetraplegia (traktus piramidal).

2
3. Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian
wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan
traktus spinotalamikus).
4. Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus
salivarus), singultus (formasio retikularis).
5. Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada
kehilangan persarafan simpatis).
6. Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot
lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]),
strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
7. Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun
kesadaran tetap dipertahankan)

3
1.1.4 Manifestasi Klinis
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan
jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa
peringatan, dan sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan
menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.
Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
1. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
2. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
3. Kesulitan menelan.
4. Kesulitan menulis atau membaca.
5. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur,
membungkuk, batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
6. Kehilangan koordinasi.
7. Kehilangan keseimbangan.
8. Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan
motorik.
9. Mual atau muntah.
10. Kejang.
11. Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan
sensasi, baal atau kesemutan.
12. Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.

1.1.5 Komplikasi
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang
paling ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edema serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga
berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut
adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada
pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran
dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal

4
yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas
permanen (Denise, 2010).
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta
ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan
dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila
terdapa volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma,
prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan
tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa meningkatkan
resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang
berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional
yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi (Denise, 2010).

1.1.6 Pemeriksaan penunjang


Menurut Batticaca (2008; 60), Pemeriksaan penunjang diagnostik yang
dapat dilakukan adalah :
1. Laboratorium : darah rutin, gula darah, urine rutin, cairan serebrospinal,
analisa gas darah, biokimia darah, elektolit.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan dan
juga untuk memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan
adanya infark.
3. Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasi penyakit arteriovena ( masalah
sistem arteri karotis ) .
4. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
5. MRI ( magnetic resonance imaging ) : menunjukan daerah yang
mengalami infark, hemoragik ).
6. EEG ( elektroensefalogram ) : memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar-X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah yang berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi karotis
interna terdapat pada trombosit serebral ; klasifikasi parsial dinding
aneurisma pada perdarahan subarachnoid.

5
1.1.7 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan penderita dengan stroke hemoragik adalah sebagai berikut
(Sylvia dan Lorraine, 2010) :
1. Posisi kepala dan badan atas 20 – 30 derajat, posisi miring apabila
muntah dan boleh mulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu
diberikan oksigen sesuai kebutuhan.
3. Tanda – tanda vital diusahakan stabil.
4. Bed rest.
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia.
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu kateterisasi.
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonok.
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction berlebih
yang dapat meningkatkan TIK.
10. Nutrisi peroral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. apabila
kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang
NGT.
11. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat
neuroprotektor, antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic,
antihipertensi, dan tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi.

1.2 Manajemen Keperawatan


1.2.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat,
pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian
diambil.

6
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping
gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum
terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi, tidak
responsif, dan koma.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat –
obat antib koagulan, aspirin, vasodilator, obat – obat adiktif, kegemukan.
Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.
Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian
dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji
lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu.
6. Riwayat psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping
yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam

7
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul
seperti ketakutan akan kecemasan, rasa cemas, rasa tidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya
yang salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan
konsep diri menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,
mudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan stres, klien
biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam pola tata
nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spritual
karena tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada
salah satu sisi tubuh.
7. Pemeriksaan fisik
1)Keadaan umum
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/ afaksia.
Tanda – tanda vital : TD meningkat, nadi bervariasi.
a. B1 (breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak napas, penggunaan obat bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compas mentis, peningkatan
inspeksi pernapsannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan
taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan
bunyi napas tambahan.
b. B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskulardidapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah

8
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg.
c. B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Lesi otak yang rusak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
d. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinesia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandunf kemih karena
kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine
eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinesia urine yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada pasien akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinesia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
f. B6 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga
tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan
untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat.

9
2) Pengkajian tingkat kesadaran
Pada klien lanjut usia tingkat kesadaran klien stroke biasanya
berkisar pada tingkat latergi, stupor, dan semikomantosa.
3) Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
4) Pengkajian saraf kranial
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
5) Pengkajian sistem motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan / kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.
6) Pengkajian refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologi akan muncul kembali di
dahului dengan refleks patologis.
7) Pengkajian sistem sensori
Dapat terjadi hemihipertensi.

1.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan
aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol
otot facial atau oral.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular
4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan.
5. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi.
6. Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan
penekanan pada saraf sensori.

10
7. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang
berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan menelan,
imobilisasi.
8. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
9. Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan
penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi.
10. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi,
intake cairan yang tidak adekuat.

1.2.3 Intervensi keperawatan


1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan
gangguan aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan
intracranial.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24 jam,
diharapkan Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
- GCS 456
- Pupil isokor, reflek cahaya (+)
- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7
C, Pernafasan 16-20 kali permenit).
Intervensi :
1) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab
peningkatan TIK dan akibatnya
Rasional : Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
2) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
Rasional : Untuk mencegah perdarahan ulang
3) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan
intrakranial tiap 2 Jam.

11
Rasional : Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien
secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat.
4) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri
bantal tipis)
Rasional : Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan
drainage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral.
5) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
Rasional : Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra
kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjunng
Rasional : Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat
meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mingkin
diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus
stroke hemoragik / perdarahan lainnya.
7) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
Rasional : Memperbaiki sel yang masih viabel.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan
kontrol otot facial atau oral.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24 jam
diharapkan kerusakan komunikasi verbal klien dapat teratasi.
Kriteria hasil :
- Menerima pesan-pesan melalui metode alternatif (mis; komunikasi
tertulis, bahasa isyarat, bicara dengan jelas pada telinga yang baik).
- Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi.
- Meningkatkan kemampuan untuk mengerti.
- Mengatakan penurunan frustrasi dalam berkomunikasi.
- Mampu berbicara yang koheren.
- Mampu menyusun kata – kata/ kalimat.
Intervensi :
1) Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami
kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian
sendiri.

12
Rasional : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan
serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau
seluruh tahap proses komunikasi. Pasien mungkin mempunyai
kesulitan memahami kata yang diucapkan; mengucapkan kata-kata
dengan benar; atau mengalami kerusakan pada kedua daerah
tersebut.
2) Bedakan antara afasia dengan disartria.
Rasional : Intervensi yang dipilih tergantung pada tipe
kerusakannya. Afasia adalah gangguan dalam menggunakan dan
menginterpretasikan simbol-simbol bahasa dan mungkin melibatkan
komponen sensorik dan/atau motorik, seperti ketidakmampuan
untuk memahami tulisan/ucapan atau menulis kata, membuat tanda,
berbicara. Seseorang dengan disartria dapat memahami, membaca,
dan menulis bahasa tetapi mengalami kesulitan
membentuk/mengucapkan kata sehubungan dengan kelemahan dan
paralisis dari otot-otot daerah oral.
3) Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.
Rasional : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk
memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa
komunikasi yang diucapkannya tidak nyata. Umpan balik
membantu pasien merealisasikan kenapa pemberi asuhan tidak
mengerti/berespon sesuai dan memberikan kesempatan untuk
mengklarifikasikan isi/makna yang gterkandung dalam ucapannya.
4) Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti “buka
mata,” “tunjuk ke pintu”) ulangi dengan kata/kalimat yang
sederhana. Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya
kerusakan sensorik (afasia sensorik).
5) Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda
tersebut.
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan
motorik (afasia motorik), seperti pasien mungkin mengenalinya
tetapi tidak dapat menyebutkannya.

13
6) Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “Sh”
atau “Pus”
Rasional : Mengidentifikasikan adanya disartria sesuai komponen
motorik dari bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas) yang
dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak disertai
afasia motorik.
7) Minta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek.
Jika tidak dapat menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat
yang pendek
Rasional : Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan
dalam membaca yang benar (aleksia) yang juga merupakan bagian
dari afasia sensorik dan afasia motorik.
8) Tempatkan tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan ruangan
pasien tentang adanya gangguan bicara. Berikan bel khusus bila
perlu.
Rasional : Menghilangkan ansietas pasien sehubungan dengan
ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dan perasaan takut
bahwa kebutuhan pasien tidak akan terpenuhi dengan segera.
Penggunaan bel yang diaktifkan dengan tekanan minimal akan
bermanfaat ketika pasien tidak dapat menggunakan system bel
regular.
9) Berikan metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan
tulis, gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-
gambar, daftar kebutuhan, demonstrasi).
Rasional : Memberikan komunikasi tentang kebutuhan
berdasarkan keadaan/deficit yang mendasarinya.
10) Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan
dengan tenang. Gunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban
“ya/tidak,” selanjutnya kembangkan pada pertanyaan yang lebih
kompleks sesuai dengan respons pasien.
Rasional : Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses
komunikasi dan berespons pada informasi yang lebih banyak pada

14
satu waktu tertentu. Sebagai proses latihan kembali untuk lebih
mengembangkan komunikasi lebih lanjut dan lebih kompleks akan
menstimulasi memori dan dapat meningkatkan asosiasi ide/kata.
11) Hargai kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit; hindari
“pembicaraan yang merendahkan” pada pasien atau membuat hal-
hal yang menentang kebanggaan pasien.
Rasional : Kemampuan pasien untuk merasakan harga diri, sebab
kemampuan intelektual pasien seringkali tetap baik.
12) Kolaborasi : Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan 2x 24 jam diharapkan
mobilisasi klien mengalami peningkatan.
Kriteria hasil:
- mempertahankan posisi optimal,
- mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh
yang terserang hemiparesis dan hemiplagia.
- mempertahankan perilaku yang memungkinkan adanya aktivitas.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan
dengan cara yang teratur.
Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam pemilihan
terhadap intervensi sebab teknik yang berbeda digunakan untuk
paralisis spastik dengan flaksid.
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan sebagainya
dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam
posisi bagian yang terganggu.
Rasional : Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan.
Daerah yang terkena mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih
jelek dan menurunkan sensasii dan lebih besar menimbulkan
kerusakan pada kulit/ dekubitus.

15
3) Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sekali jika
pasien dapat mentoleransinya.
Rasional : Membantu mempertahankan ekstensi pinggul
fungsional;tetapi kemungkinan akan meningkatkan ansietas terutama
mengenai kemampuan pasien untuk bernapas.
4) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada
semua ekstremitas saat masuk. Anjurkan melakukan latihan sepeti
latihan quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari
kaki/telapak.
Rasional : Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah kontraktur. Menurunkan risiko terjadinya
hiperkalsiuria dan osteoporosis jika masalah utamanya adalah
perdarahan. Catatan: Stimulasi yang berlebihan dapat menjadi
pencetus adanya perdarahan berulang.
5) Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki
(foot board) seelama periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi
kepala netral.
Rasional : Mencegah kontraktur/footdrop dan memfasilitasi
kegunaannya jika berfungsi kembali. Paralisis flaksid dapat
mengganggu kemampuannya untuk menyangga kepala, dilain pihak
paralisis spastik dapat meengarah pada deviasi kepala ke salah satu
sisi.
6) Tempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada
tangan.
Rasional : Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
7) Tempatkan ”handroll’ keras pada teelapak tangan dengan jari – jari
dan ibu jari saling berhadapan.
Rasional : Alas/dasar yang keras menurunkan stimulasi fleksi jari-
jari, mempertahankan jari-jari dan ibu jari pada posisi normal (posisi
anatomis).
8) Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
Rasional : Mempertahankan posisi fungsional.

16
9) Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti
meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi
tempat tidur, biarkan pasien menggunakan kekuatan tangan untuk
menyokong berta badan dan kaki yang kuat untuk memindahkan
kaki yang sakit; meningkatkan waktu duduk) dan keseimbangan
dalam berdiri (seperti letakkan sepatu yang datar;sokong bagian
belakang bawah pasien dengan tangan sambil meletakkan lutut
penolong diluar lutut pasien;bantu menggunakan alat pegangan
paralel dan walker).
Rasional : Membantu dalam melatih kembali jaras saraf,
meningkatkan respon proprioseptik dan motorik.
10) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/
menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan.
Rasional : Mungkin diperlukan untuk menghilangkan spastisitas
pada ekstremitas yang terganggu.
11) Kolaborasi
o Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latiahn
resistif, dan ambualsi pasien.
o Bantulah dengan stimulasi elektrik, seperi TENS sesuai
indikasi.
o Berikan obat relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi
seperti baklofen dan trolen(Doenges, 2011).
4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
tidak terjadi gangguan nutrisi.
Kriteria hasil :
• Berat badan dapat dipertahankan/ ditingkatkan
• Hb dan albumin dalam batas normal
Intervensi

17
1) Tentukan kemampuan klien dengan mengunyah, menelan dan refleks
batuk.
Rasional : untuk menetapkan jenis makanan yang akan di berikan
kepada klien
2) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah
makan.
Rasional : untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya
gravitasi.
3) Letakkan makanan didaerah mulut yang tidak terganggu.
Rasional : membantu dalam melatih sensorik dan meninggkatkan
kontrol muskuler.
4) Berikan makanan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang.
Rasional : klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makanan tanpa
adanya distrakrasi / gangguan dari luar
5) Mulailah untuk memberi makan peroral setengah cair, makan lunak
ketika klien dapat menelan air.
Rasional : makan lunak/ cairan kental mudah untuk
mengendalikannya di dalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi.
6) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.
Rasional : menguatkan otot fasial dan otot menelan dan menurunkan
resiko terjadinya tersedak.
7) Koloborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui iv
atau makanan melalui selang.
Rasional : mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti
dan juga makanan apabila klien tidak mampu untuk memasukkan
segala sesuatu melalui mulut.

5. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese /


hemiplegi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.
Kriteria hasil :

18
- Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan
kemampuan klien
- Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk
memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Intervensi :
1) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan
perawatan diri.
Rasional : Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan
pemenuhan kebutuhan secara individual.
2) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan
beri bantuan dengan sikap sungguh.
Rasional : Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha
terus-menerus.
3) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien
sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional : Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat
tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat
dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk
melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk
mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan
4) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang
dilakukannya atau keberhasilannya.
Rasional : Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian
serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu.
5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi.
Rasional : Memberikan bantuan yang mantap untuk
mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan
alat penyokong khusus.
6. Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan penekanan
pada saraf sensori.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.

19
Kriteria hasil :
- Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi
- Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan
merasa.
- Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap
perubahan sensori
Intervensi :
1) Tentukan kondisi patologis klien.
Rasional : Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami
gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan.
2) Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin,
tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian.
Rasional : Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan
kinetik berpengaruh terhadap keseimbangan/posisi dan kesesuaian
dari gerakan yang mengganggu ambulasi, meningkatkan resiko
terjadinya trauma.
3) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien
suatu benda untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh
dinding atau batas-batas lainnya.
Rasional : Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan
persepsi dan intepretasi diri. Membantu klien untuk mengorientasikan
bagian dirinya dan kekuatan dari daerah yang terpengaruh.
4) Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan
yang berbahaya. Anjurkan pada klien dan keluarga untuk melakukan
pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang normal.
Rasional : Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko
terjadinya trauma.
5) Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu dan
menyadari posisi bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar akan
semua bagian tubuh yang terabaikan seperti stimulasi sensorik pada
daerah yang sakit, latihan yang membawa area yang sakit melewati
garis tengah, ingatkan individu untuk merawata sisi yang sakit.

20
Rasional : Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan
membantu dalan mengintegrasikan sisi yang sakit.
6) Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.
Rasional : Menurunkan ansietas dan respon emosi yang
berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori berlebih.
7) Lakukan validasi terhadap persepsi klien.
Rasional : Membantu klien untuk mengidentifikasi
ketidakkonsistenan dari persepsi dan integrasi stimulus.
7. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang
berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan menelan,
imobilisasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Jalan
nafas tetap efektif.
Kriteria hasil :
- Klien tidak sesak nafas
- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
- Tidak retraksi otot bantu pernafasan
- Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit

Intervensi :
1) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan
akibat ketidakefektifan jalan nafas.
Rasional : Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah
terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2) Rubah posisi tiap 2 jam sekali.
Rasional : Perubahan posisi dapat melepaskan sekret dari saluran
pernafasan.
3) Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
Rasional : Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
4) Observasi pola dan frekuensi nafas.
Rasional : Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan
nafas

21
5) Auskultasi suara nafas.
Rasional : Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
6) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
Rasional : Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-
paru
8. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil :
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
Intervensi :
1) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan
mobilisasi jika mungkin.
Rasional : Meningkatkan aliran darah kesemua daerah.
2) Ubah posisi tiap 2 jam
Rasional : Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
3) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-
daerah yang menonjol.
Rasional : Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang
menonjol.
4) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami
tekanan pada waktu berubah posisi.
Rasional : Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler.
5) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar
terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi.
Rasional : Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.
6) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas
terhadap kulit.
Rasional : Mempertahankan keutuhan kulit.

22
9. Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan
dengan penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan
untuk berkomunikasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
Klien mampu mengontrol eliminasi urinnya.
Kriteria hasil :
- Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia
- Tidak ada distensi bladder
Intervensi :
1) Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering.
1. Rasional : Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari
distensi kandung kemih yang berlebih.
2) Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari.
Rasional : Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu
mencegah enuresis.
3) Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan
kutaneus dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal).
Rasional : Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung
kemih.
4) Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada
jadwal yang telah direncanakan.
Rasional : Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk
menampung volume urine sehingga memerlukan untuk lebih sering
berkemih.
5) Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya
2000 cc per hari bila tidak ada kontraindikasi)
Rasional : Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran
perkemihan dan batu ginjal.
10. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi,
intake cairan yang tidak adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
Klien tidak mengalami kopnstipasi.

23
Kriteria hasil :
- Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan
obat.
- Konsistensi feses lunak.
- Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )
- Bising usus normal ( 7-12 kali per menit )
Intervensi :
1) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab
konstipasi.
Rasional : Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab
obstipasi
2) Auskultasi bising usus.
Rasional : Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik
3) Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang mengandung serat.
Rasional : Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang
peristaltik dan eliminasi reguler.
4) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada
kontraindikasi.
Rasional : Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan
konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi
reguler.
5) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien.
Rasional : Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan
memperbaiki tonus oto abdomen dan merangsang nafsu makan dan
peristaltik.
6) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif,
suppositoria, enema).
Rasional : Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air
usus, yang melunakkan massa feses dan membantu eliminasi.

24
1.2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah suatu perencanaan dimasukkan dalam tindakan, selama
fase implementasi ini merupakan fase kerja aktual dari proses keperawatan.
Rangkaian rencana yang telah disusun harus diwujudkan dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan. Pelaksanaan dapat dilakukan oleh perawat yang bertugas
merawat klien tersebut atau perawat lain dengan cara didelegasikan pada saat
pelaksanaan kegiatan maka perawat harus menyesuaikan rencana yang telah
dibuat sesuai dengan kondisi klien maka validasi kembali tentang keadaan klien
perlu dilakukan sebelumnya. (Basford. 2013)

1.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses perawatan untuk mengukur
keberhasilan dari rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan klien Bila
masalah tidak dipecahkan atau timbul masalah baru, maka perawat harus berusaha
untuk mengurangi atau mengatasi beban masalah dengan meninjau kembali
rencana perawatan dengan menyesuaikan kembali terhadap keadaan masalah yang
ada. (Basford. 2013).
Hasil Evaluasi yang mungkin didapat adalah :
1. Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
2. Kerusakan komunikasi verbal klien dapat teratasi.
3. Mobilisasi klien mengalami peningkatan.
4. Tidak terjadi gangguan nutrisi.
5. Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.
6. Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
7. Jalan nafas tetap efektif.
8. Integritas kulit baik.
9. Eliminasi urin dapat terkontrol.
10. Konstipasi tidak terjadi.

25
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
2.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. U
Umur : 56 tahun
Jenis Kelamin : Laki – Laki
Suku/Bangsa : Dayak / Indonesian
Agama : Hindu
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : jln sei hanyo
Tgl MRS : 25 Oktober 2019
Diagnosa Medis : Stroke Hemoragik (SH)

2.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan


2..1.2.1Keluhan Utama
Keluarga pasien mengatakan pasien sesak nafas
( pasien tidak bisa bicara )
2.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Keluarga Pasien mengatakan pada tanggal , 25 oktober 2019 pukul 15.52
wib masuk ke rumah sakit dr. Doris Sylvanus Palangka Raya ke IGD
dibawa oleh keluarganya dengan keluhan pasien sesak nafas nyeri
dibagian leher dan badan sebelah kiri tidak bisa digerakan lemas,tidak
ada nafsu makan. Pasien di IGD setelah ditangani oleh perawat di IGD
dengan diberi terapi infus NaCl 0,9% 10 Tpm dan injeksi Citocolin
500 mg dan lansoprazole 20 mg dan injeksi mecabolamin 50 mg selesai
pasien ditangani di IGD pada malamnya pasien langsung masuk ke ruang
Nusa Indah.

26
2.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Keluarga pasien mengatakan baru saja masuk rumah sakit, dan keluarga
pasien mengatakan tidak pernah ada riwayat operasi.
2.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada riwayat diabetes melitus, CKD dan
hipertensi.

GENOGRAM KELUARGA :

x X x x

Keterangan :
: Laki – Laki : Tinggal satu rumah
: Perempuan : Hubungan Keluarga
: klien : Meninggal

2.2 Pemerikasaan Fisik


2.2.1 Keadaan Umum
Pasien tampak gelisah sebelah bagian kiri badan tangan kaki tidak bias
digerakan,kesadaran Compos mentis, pasien berbaring di tempat tidur,
penampilan terlihat cukup bersih, terpasang infus dikaki sebelah kiri dan pasien
terpasang Ngt , dan pasien dibantu penuh oleh keluarga.
2.2.2 Status Mental
Tingkat kesadaran compos menthis, ekspresi wajah meringis, bentuk
badan sedang, suasana hati sedih, pasien tidak bias berbicara , fungsi kognitif
orientasi waktu pasien dapat membedakan antara pagi, siang, malam, orientasi
orang pasien dapat mengenali keluarga maupun petugas kesehatan, orientasi
tempat pasien mengetahui bahwa sedang berada di rumah sakit. Insight baik,
mekanisme pertahanan diri adaptif.

27
2.2.3 Tanda-tanda Vital :
Pada saat pengkajian tanda–tanda vital, tekanan darah 170/80 mmHg, Nadi
96 x/menit, pernapasan 26 x/menit dan suhu 36,7 0C.
2.2.4 Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada simetris, type pernafasan dada dan perut, sesak nafas pada
saat inspirasi, irama pernafasan tidak teratur bunyi napas vesikuler, tidak ada
nafas tambahan.
Masalah Keperawatan : Pola Nafas Tidak Efektif
2.2.5 Cardiovasculer (Bleeding)
Tidak ada nyeri dada, cappilary refill >2 detik, pasien tidak pucat, tidak
odema ekstrimitas atas dan bawah, tidak ada peningkatan Vena Jugularis, Bunyi
Jantung S1 S2 Reguler.
2.2.6 Persyarafan (Brain)
Nilai GCS E:3 ( membuka mata dengan mendegar suara atau dapat
mengikuti perintah untuk membuka mata ), V: 3 ( seseorang dapat
berkomunikasi tapi tidak jelas hanya megeluarkan kata-kata tapi bukan kalimat
jelas ), M : 1 ( tidak ada respon gerakan tubuh walaupun sudah diperintahkan)
dan total Nilai GCS: 7 , kesadaran Tn. u compos menthis, pupil Tn. S isokor tidak
ada kelainan, reflex cahaya kanan dan kiri positif.
Hasil dari uji syaraf kranial, saraf kranial I (Olfaktorius): pada
pemeriksaan menggunakan minyak kayu putih dengan mata tertutup pasien
mampu mengenali bau minyak kayu putih tersebut. Saraf kranial II (Optikus):
pasien mampu membaca nama perawat dengan baik pada saat perawat meminta
pasien untuk membaca namanya. Saraf kranial III (Okulomotor): pasien dapaat
mengangkat kelopak matanya dengan baik. Saraf kranial IV (Troklearis): pasien
dapat menggerakkan bola matanya (pergerakan bola mata normal). Saraf kranial
V (Trigeminalis): pasien diberikan susu dan bubur saring melalui NGT Saraf
kranial VI (Abdusen): pasien mampu menggerakan bola matanya ke kiri dan
kekanan. Saraf kranial VII (Fasialis): pasien dapat membedakan rasa manis dan
asin. Saraf kranial VIII (Auditorius): pasien dapat menjawab dengan benar dimana
suara petikan jari perawat kiri dan kanan. Saraf kranial IX (Glosofaringeus):

28
pasien dapat merasakan rasa asam. Saraf kranial X (Vagus): pada saat makan
pasien dapat memakan melalui NGT Saraf kranial XI (Assesorius): pasien tidak
menggerakkan leher dan bahu. Saraf kranial XII (Hipoglosus): pasien mampu
mengeluarkan lidahnya.
Hasil uji koordinasi ekstremitas atas jari ke jari positif, jari ke hidung
positif. Ekstremitas bawah tumit ke jempol kaki, uji kestabilan positif; pasien
dapat menyeimbangkan tubuhnya, refleks bisep dan trisep kanan dan kiri postif
dengan skala 5, refleks brakioradialis kanan dan kiri positif dengan skala 5,
refleks patela kanan dan kiri positif dengan skala 5, refleks akhiles kanan dan kiri
positif dengan skala 5, refleks babinski kanan dan kiri positif dengan skala 5. Uji
sensasi pasien di sentuh bisa merespon.
Tidak ada masalah keperawatan :Gangguan Perfusi Jaringan serebral
2.2.7 Eliminasi Uri (Bladder)
Produksi urine 600 ml/7 jam warna urine kuning, bau urine amoniak.
Eliminasi tn. U tidak ada masalah.
Tidak ada masalah keperawatan
2.2.8 Eliminasi Alvi (Bowel) :
Sistem pencernaan, bibir kering, gigi ada yang tanggal hampir di semua
(atas, bawah, kanan dan kiri) tidak caries, gusi terlihat tidak ada peradangan dan
perdarahan, lidah berwana merah muda dan tidak ada peradangan, tidak ada
perdarahan pada mukosa, tidak ada peradangan pada tonsil, tidak ada keluhan
nyeri pada tenggorokan saat menelan. Palpasi abdomen tidak teraba massa dan
tidak ada nyeri tekan pada abdomen. Tidak ada hemoroid pada rectum. Pasien
BAB 1x sehari warna kuning dan lunak konsistensinya.
Tidak ada masalah keperawatan.
2.2.9 Tulang - Otot – Integumen (Bone)
Pergerakan Tn. U terbatas bagian tangan dan kaki kiri pasien tidak bias digerakan
, ukuran otot simetris, ekstremitas atas 2/3dan ekstremitas bawah 2/3 normal
pergerakannya dan tidak ada deformitas,tidak ada peradangan, tidak ada
perlukaan.
Masalah keperawatan: Gangguan Mobilitas fisik

29
2.2.10 Kulit-Kulit Rambut
Riwayat alergi Pasien tidak pernah mengalami alergi obat, alergi
makanan, alergi kosmetik. Suhu kulit Tn. U hangat , warna kulit normal tidak ada
kelainan, turgor kulit halus tidak kasar maupun kemerahan tidak ada peradangan,
jaringan parut tidak ada, tekstur rambut lurus, distribusi rambut merata, bentuk
kuku simetris tidak ada kelainan tidak ada masalah keperawatan.
2.2.11 Sistem Penginderaan
Fungsi penglihatan berkurang, bola mata bergerak normal, visus mata
kanan dan mata kiri normal 6/6, sklera normal/putih, kornea bening, konjunctiva
pucat/anemic. Pasien tidak memakai kecamata dan tidak keluhan nyeri pada mata.
Fungsi pendengaran baik, penciuman normal, hidung simetris, dan tidak ada
polip.
Masalah Keperawatan: tidak ada
2.2.12 Leher Dan Kelenjar Limfe
Massa tidak ada, jaringan parut tidak ada, kelenjar limfe tidak teraba,
kelenjar tyroid tidak teraba, mobilitas leher bergerak bebas tidak terbatas.
2.2.13 Sistem Reproduksi
Reproduksi tidak di kaji karena pasien menolak untuk di kaji.
Tidak ada masalah keperawatan.

2.3 Pola Fungsi Kesehatan


2.3.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit
Klien mengatakan sakit yang diderita bisa sembuh asalkan mendengar apa
yang dikatakan dokter dan teratur minum obat
2.3.2 Nutrisida Metabolisme
Tinggi badan 160 cm, berat badan sebelum sakit 65 kg, berat badan saat
sakit 60 kg. Pasien terpasang NGT pasien makan melalui selang NGT

30
Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit
Frekuensi/hari 3x/hari 3x/hari
Porsi 1/2 porsi 1 porsi
Nafsu makan Kurang baik Baik
Jenis Makanan Bubur saring, Nasi,sayur, dan
ikan
Jenis Minuman Susu Air Putih
Jumlah minuman/cc/24 jam 300 ml 1000 ml
Kebiasaan makan Pagi, siang, sore Pagi, siang, sore
Keluhan/masalah Tidak Ada Tidak ada
Masalah Keperawatan: Tidak ada
2.3.3 Pola istirahat dan tidur
Sebelum sakit:siang 1-2 jam, malam 7-8 jam
Sesudah sakit siang;4 jam ,malam 8 jam
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
2.3.4Kognitif
Sebelum sakit pasien dapat berkomunikasi dengan keluarganya, dapat
mendengarkan mengerti dengan baik apa yang di bicarakan, dapat berespon
dengan baik dengan orang – orang sekitar. Setelah sakit pasien masih dapat dapat
mengerti apa yang di bicarakan, dan berespon dengan baik.
Masalah Keperawatan : Tidak ada
2.3.5 Konsep Diri (Gambaran Diri, Ideal Diri, Identitas Diri, Harga Diri,
Peran)
Gambaran diri pasien, pasien selalu bersyukur, ideal diri pasien
mengharapkan agar dia cepat sembuh, identitas diri pasien merupakan seorang
perempuan, harga diri pasien mengatakan pasien puas dengan pelayanan di rumah
sakit, peran pasien sebagai kepala keluarga
Masalah Keperawatan: tidak ada
2.3.6 Aktivitas Sehari-hari
Sebelum dibawa ke RS keluarga klien mengatakan aktivitas sehari-hari
yang dilakukan kepala keluarga dan bekerja. Setelah sakit pasien mengatakan

31
aktivitasnya berkurang, pasien tampak lemah dan aktivitas pasien bisa dibantu
oleh keluarga.
Masalah Keperawatan : tidak ada
2.3.7 Koping –Toleransi Terhadap Stress
Sebelum sakit pasien jika ada masalah pasien selalu membicarakannya
dengan keluarga untuk mendapat jalan keluar yang baik. Sesudah sakit keluarga
pasien mengatakan pasien masih bisa berbicara dengan keluarga.
Masalah Keperawatan : Tidak ada
2.3.8 Nilai-Pola Keyakinan
Pasien beragama Hindu , pasien mengatakan selalu beribadah, dan aktif di
dalam kegiatan di balai
Masalah Keperawatan : tidak ada
2.4 Sosial – Spiritual
2.4.1Kemampuan Berkomunikasi
Pasien tidak mampu berkomunikasi dengan kata- kata yang jelas.
2.4.2 Bahasa sehari-hari
Pasien mengatakan menggunakan bahasa dayak dalam bahasa sehari-
harinya.
2.4.3 Hubungan dengan keluarga
Keluarga pasien mengatakan hubungan pasien dan keluarga baik, tidak ada
masalah.
2.4.5 Hubungan Dengan Teman/Petugas Kesehatan/Orang Lain
Hubungan pasien dengan teman dan petugas seperti perawat, dokter, serta
orang lain baik.
2.4.6 Orang berarti/terdekat
Orang terdekat bagi pasien adalah keluarganya dan anak-ananya.

2.4.7 Kebiasaan Menggunakan Waktu Luang


Sebelum sakit kebiasaan pasien dalam meluangkan waktu berkumpul
bersama keluarganya, saat sakit pasien lebih banyak istirahat.

32
2.4.8 Kegiatan beribadah
Sebelum sakit pasien selalu aktif beribadah, selama sakit pasien hanya
berdoa ditempat tidur.

2.5 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang Lainnya)


2.5.1 Tabel Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 25 0ktober 2019
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
WBC 15.51 10^3/ul 4.00-11.00 10^3/uL
HGB 13.3 g/dl 12.0-18.0 g/dl
HCT 37,4 0% 37.0-48.0 %
RBC 4.59 10^3/ul 4,0 – 6,0 10^3/uL
Ureum 24 mg/dl 21-53 mg/dl
Glukosa sewaktu 114 mg/dl <200 mg/dl
Creatinin 0,74 mg/dl 0,7-1,5 mg/dl
Natrium (Na) 134 Mmol/L 135-148 Mmol/L
Kalium (K) 4,1 Mmol/L 3,5-5,3 Mmol/L
Calcium (Ca) 1,15 Mmol/L 0,98-1,2 Mmol/L

33
PENATALAKSANAAN MEDIS

No Nama Obat Dosis Rute Indikasi


1. Inj.Lansoprazo 40 mg IV Lansoprazole adalah obat
le untuk mengobati masalah
lambung dan esofagus..

2. Inj. 1 mg IV obat ini juga dapat digunakan


Ceftriaxone untuk mencegah infeksi dan
antibiotik
3. Inj. Citicoline 500 mg Iv obat ini berfungsi mencegah
kerusakan otak
(neuroproteksi) dan
membantu pembentukan
membran sel di otak
(neurorepair)Obat ini juga
bisa digunakan untuk
mengobati luka di kepala,
penyakit serebrovaskular
seperti stroke, hilang ingatan
4. Inj. Kalnex 500 mg Iv digunakan untuk membantu
menghentikan kondisi
perdarahan

Palangka Raya, 29 oktober2019


Mahasiswa,

Ni Made Nadia M

34
ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN
MASALAH
DAN DATA PENYEBAB

DS:keluarga mengatakan peningkatan volume Pola nafas tidak efektif


pasien sesak nafas vaskuler
DO :
beban jantung meningkat
1. Pasien tampak lemah
hiperventilasi sekunder
2. Pasien tampak sesak
nafas sesak nafas
3. Terpasang oksigen4
pola nafas tidak efektif
lpm nasal kanul
4. TTV:
TD :190/120 mmHg
N:85 X/Menit
RR:26 x/menit
S:36,2 C

35
Ds: keluarga pasien Stroke Hemoragik Gangguan perfusi
mengatakan Pasien jaringan serebral
kepalanya Tekanan Sistemik
pusing,dan badanya
lemas Pendarahan
Arachold/Ventrikel
Do:
1. tekanan darah
Peningkatan TIK
190/120 mmHg
2. pasien tidak bisa
Suplai darah ke jaringan
berbicara
serebral tidak adekuat
3. pasien mengalami
penurunan kesadaran
Gangguan perfusi jaringan
serebral
TTV
TD : 190/120 mmHg
N:85 X/Menit
RR:26x/menit
S:36,2 C

36
Stroke hemoragik Gangguan mobilitas
Ds: keluarga pasien fisik
mengatakan tangan Iskemik /infork
pasien dan kaki
kirinya lemas susah Defisit neurologis
digerakan
Do:-pasien tampak Hemifer kanan
mengelami Hemiparase /plegi kiri
kelemahan pada kaki
bagian kiri dan
tangan Gangguan mobilitas fisik
-hanya bisa
beraktivitas diatas
tempat tidur
-kemampuan
pergerakan sendi
terbatas
-Ekstermitas atas 2/3
-Ekstermitas bawah
2/3
- Skala aktivitas 5
tergantung secara
total

37
DS: keluarga pasien Infark cerebellum Gangguan komunikasi
mengatakan pasien verbal
mengalami kesulitan Kerusakan pada syaraf
berbicara sejak sakit hipoglosus
sesudah masuk rumah
sakit. Gangguan fungsi motorik
DO:
Gangguan fungsi bicara
1. Pasien tampak pelo.
2. Suara terdengar tapi Disatria
kurang jelas kata-
kata yang diucapkan. Gangguan komunikasi
verbal
Pasien tampak
menggunakan bahasa
non verbal saat
berkomunikasi
dengan keluarga atau
perawat.

38
PRIORITAS MASALAH
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi sekunder
ditandai dengan Pasien tampak lemah, Pasien tampak sesak nafas,
Terpasang oksigen4 lpm nasal kanul, TTV: TD: 190/ 120 mmHg, N : 96
x/menit, S : 36,1°C, RR: 26x/menit.
2. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan Suplai darah ke
jaringan serebral tidak adekuat ditandai dengan :
Ds: -Pasien mengatakan kepalanya pusing,dan badanya lemas
Do: -tekanan darah 190/120 mmHg
-pasien berbicara tidak bisa berbicara lambat kadang tidak terdengar
-pasien mengalami penurunan kesadaran
TTV;TD;190/120 mmHg
N:85 X/Menit
RR:26x/menit
S:36,1 C

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler


ditandai dengan :
Ds:Pasien mengatakan tangan kanan dan kaki kiri lemas susah digerakan
Do:-pasien tampak mengelami kelemahan pada kaki dan tangan bagian
kiri
-hanya bisa beraktivitas diatas tempat tidur
-kemampuan pergerakan sendi terbatas
-Ekstermitas atas 2/3
-Ekstermitas bawah 2/3
- Skala aktivitas 5 tergantung secara total
1. 4. Gangguan komunikasi verbal b/d Kerusakan pada syaraf hipoglosus
ditandai dengan Pasien tampak pelo, Suara terdengar tapi kurang jelas kata-
kata yang diucapkan, Pasien tampak menggunakan bahasa non verbal saat
berkomunikasi dengan keluarga atau perawat.

39
40
RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. U

Ruang Rawat : Nusa Indah

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional

Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji TTV pasien. 1. Untuk mengetahui keadaan
berhubungan dengan keperawatan selama 2 x 7 jam 2. Auskultasi bunyi nafas pasien umum pasien
hiperventilasi sekunder diharapkan dengan kriteria hasil: 3. Ajarkan untuk batuk efektif dan nafas 2. Untuk mengetahui bunyi nafas
dalam pasien.
- Pasien tampak nyaman
4. Atur posisi senyaman mungkin 3. Membersihkan jalan nafas dan
- Nafas dalam batas normal
5. Batasi untuk beraktivitas memudahkan aliran O2
- Tidak sesak nafas lagi
6. Kolaborasi dengan dokter dalam 4. Mencegah terjadinyasesak
pemberian obat nafas dan hipoksia.
5. Mengurangi beban dan
mencegah sesak nafas
6. Untuk memaksimalkan
pengobatan.

41
Gangguan perfusi jaringan serebral Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV Pasien 1. TTV dalam batas normal
berhubungan dengan Suplai darah keperawatan selama 2x7 jam 2. Berikan Pasien Untuk Posisi Supinasi menunjukan perbaikan
ke jaringan serebral tidak adekuat diharapkan dengan kriteria hasil : 3. Anjurkan Pasien Supaya Tidak Banyak kondisi
Duduk 2. mengetahui keadaan umum
1. TTV dibatas normal pasien
4. Kolaborasi Dengan Dokter Dalam
2. Tingkat kesadaran membaik 3. mencegah terjadinya
Pemberian injeksi
peningkatan tekanan darah
4. dapat mencegah terjadinya
perdarahan serta
memperbaiki aliran darah
serebral

1. mengetahui kemampuan
1. Kaji kemampuan pasien dalam
Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan mobilitas pasien
keperawatan selama 2 x 7 jam mobilisasi
berhubungan dengan kerusakan 2. mengetahui perkembangan
diharapkan pasien tidak mengalami 2. Kaji kekuatan otot pasien
neuromuskuler gangguan mobilitas fisik dengan kekuatan otot pasien
kriteria hasil: 3. Berikan pasien latihan gerakan ROM
3. melatihan pergerakan otot dan
4. Atur posisi pasien senyaman mungkin
1. Nilai kekuatan otot meningkat
sendi mencegah otot kaku
2. Dapat mengerakan ekstermitas
4. agar pasien merasa nyaman
tangan kiri dan kaki kiri

42
Gangguan komunikasi verbal b/d Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti 1. Membantu menentukan daerah
Kerusakan pada syaraf keperawatan selama 2x7 jam pasien tidak tampak memahami kata dan derajat kerusakan serebral
hipoglosus. diharapkan dengan kriteria hasil: atau mengalami kesulitan berbicara atau yang terjadi dan kesulitan
membuat pengertian sendiri. pasien dalam beberapa atau
1. Memperlihatkan suatu
2. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi seluruh tahap proses
peningkatan kemampuan
dan berikan umpan balik. komunikasi. Pasien mungkin
berkomunikasi.
3. Mintalah pasien untuk mengikuti mempunyai kesulitan
2. Meningkatkan kemampuan untuk
perintah sederhana. memahami kata yang
mengerti.
4. Tunjukkan objek dan minta pasien diucapkan; mengucapkan
3. Mampu berbicara yang baik.
untuk menyebutkan nama benda kata-kata dengan benar; atau
4. Mampu menyusun kata – kata/
tersebut. mengalami kerusakan pada
kalimat.
5. Minta pasien untuk menulis nama kedua daerah tersebut.
dan/atau kalimat yang pendek. Jika 2. Pasien mungkin kehilangan
tidak dapat menulis, mintalah pasien kemampuan untuk memantau
untuk membaca kalimat yang pendek. ucapan yang keluar dan tidak
menyadari bahwa komunikasi
yang diucapkannya tidak
nyata. Umpan balik membantu
pasien merealisasikan kenapa
pemberi asuhan tidak

43
mengerti/berespon sesuai dan
memberikan kesempatan
untuk mengklarifikasikan
isi/makna yang gterkandung
dalam ucapannya.
3. Melakukan penilaian terhadap
adanya kerusakan sensorik
(afasia sensorik).
4. Melakukan penilaian terhadap
adanya kerusakan motorik
(afasia motorik), seperti pasien
mungkin mengenalinya tetapi
tidak dapat menyebutkannya.
5. Menilai kemampuan menulis
dan kekurangan membaca
yang benar yang juga
merupakan bagian dari afasia
sensorik dan afasia motorik.

44
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. U


Ruang Rawat : Nusa Indah

Tanda tangan
dan
Hari / Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama
Perawat

Selasa 29 Oktober 1. Mengkaji TTV pasien. S : Pasien sudah sesak nafas berkurang.
2019 2. Mengauskultasi bunyi nafas pasien O : 1. pasien sudah mulai nyaman.
3. Mengajarkan untuk batuk efektif
06.00 wib 1. pasien tidak tampak sesak nafas.
dan nafas dalam. 2. Nafas mulai normal Ni Made N.M
3. pasien koperatif
4. Mengatur posisi senyaman
4. TTV: TD: 170/80 mmhg
mungkin. N: 96 x/menit
5. Membatasi untuk beraktivitas S: 36,7°C
6. Berkolaborasi dengan dokter dalam RR: 26 x/menit
pemberian obat
A: Masalah sebagian teratasi
P: Lanjutkan intervensi 3-6

45
S: pasien sudah tidak pusing lagi Ni Made N
O:-kesadaran pasien meningkat
1. Memonitor TTV Pasien
2. Memberikan Pasien Untuk Posisi -pasien tidak lemas lagi
Supinasi -TD:140/90 mmHg
3. Menganjurkan Pasien Supaya Tidak N:80X/M
Banyak Duduk
RR:21X/M
4. Berkolaborasi Dengan Dokter Dalam
Pemberian injeksi S:36,1 C
A:Masalah sebagian teratasi
P: lanjut Intervensi

46
S ; Pasien sudah mulai bisa mengerakan kaki
1. Mengkaji kemampuan pasien dalam dan tangannya meskipun sebentar
mobilisasi
2. Mengkaji kekuatan otot pasien O:- kekuatan otot meningkat Ni Made N
-pasien bisa melakukan latihan
3. Memberikan pasien latihan gerakan
gerakan ROM mandiri
ROM - Pasien melakukan latihan mengangkat
4. Mengatur posisi pasien senyaman kaki dan tangan
mungkin A:Masalah sebagian teratasi
P: lanjut intervensi

47
1. Mengkaji tipe/derajat disfungsi, seperti S : keluarga pasien mengatakan pasien masih
pasien tidak tampak memahami kata atau kesulitan dalam berbicara.
Ni Made N
mengalami kesulitan berbicara atau O :
membuat pengertian sendiri. 1. Pasien masih tampak kesulitan dalam
2. Memperhatikan kesalahan dalam berbicara.
komunikasi dan berikan umpan balik. 2. Suara terdengar tapi kurang jelas
3. Meminta pasien untuk mengikuti mengucapkan kata-kata dan
perintah sederhana. kalimatnya
4. Menunjukkan objek dan minta pasien 3. Pasien kooperatif
untuk menyebutkan nama benda A : Masalah sebagian teratasi
tersebut. P : Lanjutkan Intervensi
5. Meminta pasien untuk menulis nama
dan/atau kalimat yang pendek. Jika tidak
dapat menulis, mintalah pasien untuk
membaca kalimat yang pendek.

48
CATATAN PERKEMBANGAN

Nama pasien : Tn. U


Ruang rawat : Nusa Indah

No Hari/tanggal Implementasi Catatan perkembangan Diagnosa Paraf


1 Selasa, 29 1. Mengukur TTV pasien S: pasien mengatakan sesak nafas Pola nafas tidak efektif
oktober2019 2. Mengauskultasi bunyi nafas O: - TTV
dan catat bunyi nafas TD: 170/80 mmhg
N: 96 x/menit
tambahan.
S: 36,7°C
3. memberikan pasien posisi RR: 26 x/menit
yang nyaman.
bunyi nafas Rochi basah
4. melanjutkan pemberian
- sesak nafas klien berkurang
terapi infus Nacl 0,9 dan
A: masalah belum teratasi
aminophyline
P: Lanjutkan intervensi
1. Mengukur TTV pasien
2. Mengauskultasi bunyi nafas dan
catat bunyi nafas tambahan.

49
3. memberikan pasien posisi yang
nyaman.
4. melanjutkan pemberian terapi infus
Nacl 0,9 dan aminophylline

2 Rabu 30 1. Memonitor TTV Pasien : pasien sudah tidak pusing lagi


2. Memberikan Pasien Untuk
oktober O:-kesadaran pasien meningkat Gangguan perfusi
Posisi Supinasi
3. Menganjurkan Pasien -pasien tidak lemas lagi jaringan serebral
Supaya Tidak Banyak
-TD:140/90 mmHg
Duduk
4. Berkolaborasi Dengan N:80X/M
Dokter Dalam Pemberian
RR:21X/M
injeksi
S:36,1 C
A:Masalah sebagian teratasi
P: lanjut Intervensi

50
3 Kamis, 31 1. Mengkaji kemampuan S ; Pasien sudah mulai bisa mengerakan
pasien dalam mobilisasi kaki dan tangannya meskipun
Oktober Gangguan hambatan
2. Mengkaji kekuatan otot sebentar
2019 pasien O:- kekuatan otot meningkat mobilitas fisik
3. Memberikan pasien latihan -pasien bisa melakukan latihan
gerakan ROM gerakan ROM mandiri
4. Mengatur posisi pasien - Pasien melakukan latihan
senyaman mungkin mengangkat kaki dan tangan
A:Masalah sebagian teratasi
P: lanjut intervensi

Jumat, 1 S : keluarga pasien mengatakan pasien Gangguan komunikasi


1. Mengkaji tipe/derajat
masih kesulitan dalam berbicara.
4 November verbal
disfungsi, seperti pasien O :
2019
tidak tampak memahami 1. Pasien masih tampak kesulitan
kata atau mengalami dalam berbicara.
kesulitan berbicara atau 2. Suara terdengar tapi kurang jelas
membuat pengertian mengucapkan kata-kata dan
sendiri. kalimatnya
2. Memperhatikan kesalahan 3. Pasien kooperatif
dalam komunikasi dan A : Masalah sebagian teratasi
berikan umpan balik. P : Lanjutkan Intervensi
3. Meminta pasien untuk

51
mengikuti perintah
sederhana.
4. Menunjukkan objek dan
minta pasien untuk
menyebutkan nama benda
tersebut.
5. Meminta pasien untuk
menulis nama dan/atau
kalimat yang pendek. Jika
tidak dapat menulis,
mintalah pasien untuk
membaca kalimat yang
pendek.

52

Anda mungkin juga menyukai