Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia antara lain disebabkan oleh tatacara
penyelenggaraan pemerintahan yang tidak dikelolah dan diantur dengan baik.
Akibatnya timbul berbagai masalah seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)
dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat yang
memburuk.
Masalah-masalah tersebut juga telah menghambat proses pemulihan ekonomi
Indonesia, sehingga jumlah pengangguran semakin meningkat, jumlah penduduk
miskin bertambah, tingkat kesehatan menurun dan bahkan telah menyebabkan
munculnya konflik-konflik di berbagai daerah yang dapat mengancam persatuan
dan kesatuan Negara Republik Indonesia. Bahkan kondisi saat inipun
menunjukkan masih berlangsungnya praktek dan perilaku yang bertentangan
dengan kaidah tata pemerintahan yang baik, yang bisa menghambat terlaksananya
agenda reformasi.
Kehidupan masyarakat dari waktu ke waktu terus berubah seiring dengan
berkembangnya zaman, hal ini berdampak pada seluruh aspek kehidupan
masyarakat dan bernegara seperti halnya pada kehidupan bernegara di Indonesia.
Sejak adanya gerakan reformasi tahun 1998, paradigma yang berkembang dalam
pemerintahan Indonesia adalah tuntutan pelayanan yang lebih baik dari
sebelumnya dan terdapatnya ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam
kehidupan bernegara. Terciptanya sebuah pemerintahan yang bersih dan
berwibawa merupakan hal yang sangatlah urgen. Untuk menuju kepada
pemerintahan yang baik dan bersih diperlukan pengelolaan berbagai bidang
kehidupan seperti politik, hukum, ekonomi, sosial dan budaya secara lebih serius,
transparan, dan terarah serta melibatkan semua komponen bangsa guna bersama-
sama bangkit dari keterpurukan dan kehinaan di mata dunia internasional. Namun
pada tatanan realita, tuntutan reformasi menuju pemerintahan yang bersih hanya
fatamorgana yang bersifat nisbi dan semu. Sungguh disesalkan apabila niat dan

1
keinginan ini terus terpasung tanpa ada solusi berupa gerakan yang tepat untuk
mewujudkannya.
Belakangan ini permasalahan yang dialami oleh bangsa Indonesia semakin
komplek dan semakin sarat. Oknum-oknum organisasi pemerintah yang
sesungguhnya menjadi panutan rakyat banyak yang tersandung masalah hukum.
Eksistensi pemerintahan yang baik atau yang sering disebut good governance
yang selama ini dielukan-elukan faktanya masih menjadi mimpi dan hanyalah
sebatas jargon belaka. Indonesia harus segera terbangun dari tidur panjangnya.
Revolusi disetiap bidang harus dilakukan karena setiap produk yang dihasilkan
hanya mewadahi kepentingan partai politik, fraksi dan sekelompok orang. Padahal
seharusnya penyelenggaraan negara yang baik harus menjadi perhatian serius.
Transparansi memang bisa menjadi salah satu solusi tetapi apakah cukup hanya
itu untuk mencapai good governance.
Maka dari itu timbulah istilah Clean and good Governance di Indonesia.
Dalam mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih, diperlukan berbagai cara,
salah satunya dengan menegakkan beberapa prinsip Good and Clean Governance.
Good and clean governance (tata pemerintahan yang baik dan bersih) sudah lama
menjadi mimpi buruk banyak orang di Indonesia. Kendati pemahaman mereka
tentang good governance berbeda-beda, namun setidaknya sebagian besar dari
mereka membayangkan bahwa dengan good governance mereka akan dapat
memiliki kualitas pemerintahan yang lebih baik. Banyak di antara mereka
membayangkan bahwa dengan memiliki praktik good governance yang lebih baik,
maka kualitas pelayanan publik menjadi semakin baik, angka korupsi menjadi
semakin rendah, dan pemerintah menjadi semakin peduli dengan kepentingan
warga.
Berdasarkan uraian diatas penulis mengangkat judul Upaya Mewujudkan
Clean Government untuk mengatasi permasalahan yang ada di ruang lingkup
Indonesia, yang betujuan untuk mewujudkan upaya Clean Government yang telah
ditetapkan dan juga proses pemulihan ekonomi dapat dilaksanakan dengan baik
dan lancar. Disadari, mewujudkan tata pemerintahan yang baik membutuhkan
waktu yang tidak singkat dan juga upaya yang terus menerus. Disamping itu,
perlu juga dibangun kesepakatan serta rasa optimis yang tinggi dari seluruh

2
komponen bangsa yang melibatkan tiga pilar berbangsa dan bernegara, yaitu para
aparatur negara, pihak swasta dan masyarakat madani untuk
menumbuhkembangkan rasa kebersamaan dalam rangka mencapai tata
pemerintahan yang baik.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telag diuraikan diatas, pembahsan dalam
penulisan makalah ini di rumuskan sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari Clean Government ?
2. Bagaiaman mewujudkan asas Clean Government ?
3. Bagaiamana upaya mewujudkan Clean Government pada sila pancasila ?
4. Apa saja prinsip-prinsip Clean Government ?
5. Apa saja unsur-unsur yang ada dalam Clean Government ?

C. Tujuan Penulisan
Bersdasarkan latar belakang dan rumusan makalah yang telah diuraikan diatas,
maka tujuan penulisan makalah ini sebagain berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian Clean Government
2. Untuk mewujudkan asas Clean Government
3. Untuk mengetahui upaya mewujudkan Clean Government pada pancasila
4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip Clean Government
5. Untuk mengeahui unsur- unsur yang ada dalam Clean Goverment

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Clean Government


Istilah pemerintah berasal dari kata “perintah” yang berarti menyuruh
melakukan sesuatu sehingga dapat dikatakan bahwa pemerintah adalah kekuasaan
memerintah sesuatu negara (daerah negara) atau badan tertinggi yang memerintah
suatu negara seperti kabinet yang merupakan suatu pemerintah. Jadi,
pemerintahan diartikan sebagai perbuatan (cara, hal urusan dan sebagainya)
memerintah (Subaedah, 2005).
Secara etimologis pemerintahan dapat pula diartikan sebagai tindakan yang
terus-menerus (kontinyu) atau kebijaksanaan yang menggunakan suatu rencana
maupun akal (rasio) dan tata cara tertentu untuk mencapai suatu tujuan tertentu
yang dikehendaki (Utrecht, 1963).
Ada pula pakar yang menganggap bahwa pemerintahan adalah suatu ilmu
seni. Disebut sebagai ilmu karena memenuhi syarat-syaratnya yaitu dapat
dipelajari dan diajarkan, memiliki objek material dan formal, universal, sistematis
dan khas (spesifik) dan dikatakan sebagai seni karena banyak pemimpin
pemerintahan yang tanpa pendidikan pemerintahan, mampu berkiat serta dengan
kharismatik menjalankan roda pemerintahan (Syafii, 2002).
Konsep pemerintahan yang baik Lahirnya konsep clean governance berawal
dari adanya kepentingan lembaga-lembaga donor seperti PBB, Bank Dunia, ADB
maupun IMF dalam memberikan bantuan pinjaman modal kepada negara-negara
yang sedang berkembang. Dalam perkembangan selanjutnya good governance
ditetapkan sebagai syarat bagi negara yang membutuhkan pinjaman dana,
sehingga good governance digunakan sebagai standar penentu untuk mencapai
pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan. Hal tersebut dapat dimaklumi,
karena konsep dan program lembaga-lembaga donator dunia berorientasi pada
pengentasan kemiskinan, dan kemiskinan menjadi salah satu faktor penghambat
berkembangnya pembangunan dalam suatu negara. Konsep good governance
mengemuka menjadi paradigma tidak dapat dilepaskan dari adanya konsep
governance, yang menurut sejarah pertama kali diadopsi oleh para praktisi di

4
lembaga pembangunan internasional, yang mengandung konotasi kinerja efektif
yang terkait dengan management publik dan korupsi. Di dalam literatur
governance didefinisikan secara variatif oleh beberapa penulis dan beberapa
lembaga nasional maupun dunia (Sadjijono, 2008).
Konsep governance memang bukan merupakan suatu konsep baru. Meski
konsep ini rumit dan bahkan kontroversial, terdapat satu pemahaman yang relatif
sama mengenai pengertiannya. Governance secara sederhana dapat dipahami
sebagai “proses pembuatan keputusan dan proses bagaimana keputusan-keputusan
diimplementasikan atau tidak diimplementasikan.” Dengan pengertian ini,
governance berlaku dan berlangsung di semua tingkatan nasional maupun daerah,
dan bahkan di organisasi-organisasi non-pemerintah. Mencermati governance
berarti mencermati aktor-aktor, baik formal maupun informal, dalam proses
pembuatan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang sudah dibuat,
dan struktur-struktur formal dan informal yang sudah ditetapkan dan berpengaruh
dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan (Legowo, 2005).
Lembaga Administrasi Negara (LAN), mengartikan governance adalah proses
penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public good
and service. Lebih lanjut LAN menegaskan dilihat dari functional aspect,
governance dapat ditinjau dari apakah pemerintah telah berfungsi efektif dan
efisien dalam upaya mencapai tujuan yang telah digariskan atau sebaliknya
(Pembangunan, 2000).
Seperti halnya dikemukakan oleh United Nations Development Programme
(UNDP) dalam Sadu Wasistiono yang mengartikan governance, adalah “the
exercise of political, economic, and administrative authority to manage a nation’s
affairs at all levels”. Dengan demikian kata “governance” berarti “penggunaan”
atau “pelaksanaan”, yakni penggunaan politik, ekonomi dan administrasi untuk
mengelola masalah-masalah nasional pada semua tingkatan. Di sini penekanannya
pada kewenangan, kekuasaan yang sah atau kekuasaan yang memiliki legitimasi.
Selain itu, menurut World Bank, kata governance diartikan sebagai “the way state
power is used in managing economic and social resources for development
society, yang oleh Sadu Wasistiono dimaknai digunakan untuk mengelola sumber

5
daya-sumber daya ekonomi dan sosial guna pembangunan masyarakat
(wasistiono, 2003).
Menurut LAN, pengertian governace yang dikemukakan oleh UNDP ini
didukung oleh tiga kaki yakni politik, ekonomi dan administrasi. Kaki Pertama,
yaitu tata pemerintahan dibidang politik dimaksudkan sebagai proses-proses
pembuatan keputusan untuk formulasi kebijakan publik, baik dilakukan oleh
birokrasi sendiri maupun oleh birokrasi-birokrasi bersama politisi. Kaki kedua,
yaitu tata pemerintahan dibidang ekonomi meliputi proses-proses pembuatan
keputusan untuk memfasilitasi aktivitas ekonomi di dalam negeri dan interaksi di
antara penyelenggara ekonomi. Sedangkan Kaki ketiga, yaitu tata pemerintahan
dibidang administrasi adalah berisi implementasi proses kebijakan yang telah
diputuskan oleh institusi politik (Pembangunan, 2000).
Menurut UNDP dalam Sadu Wasistiono, governance atau tata pemerintahan
memiliki tiga domain yaitu : (wasistiono, 2003) (1) negara atau tata pemerintahan
(state); (2) Sektor swasta atau dunia usaha dan (private sector); (3) Masyarakat
(society). Ketiga domain tersebut berada dalam kehidupan berbangsa, bernegara
dan bermasyarakat. Sektor pemerintahan lebih banyak memainkan peranan
sebagai pembuat kebijakan, pengendalian dan pengawasan. Sektor swasta lebih
banyak berkecimpung dan menjadi penggerak aktifitas di bidang ekonomi.
Sedangkan sektor masyarakat merupakan obyek sekaligus subyek dari sektor
pemerintahan maupun swasta. Karena di dalam masyarakatlah terjadi interaksi
dibidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya. Pinto dalam Nisjar S. Karhi dan
Joko Widodo, mengartikan governance sebagai praktek penyelenggaraan
kekuasaan dan kewenangan oleh pemerintah dalam pengelolaan urusan
pemerintahan secara umum dan pembangunan ekonomi pada khususnya (Widodo,
2001).
Ganie Rochman dalam Joko Widodo, mengartikan governance adalah,
mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan
pengaruh sektor negara dan sektor non-pemerintah dalam suatu kegiatan kolektif.
Lebih lanjut Ganie mengatakan, bahwa dalam pengelolaan dimaksud tidak
terbatas melibatkan pemerintah dan negara (state), akan tetapi juga peran berbagai

6
aktor di luar pemerintah dan negara tersebut, sehingga pihak-pihak yang terlibat
sangat luas.
Pemerintahan yang baik (good governance) adalah merupakan proses
menyelenggarakan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public
good and service disebut governance (pemerintahan atau kepemerintahan)
sedangkan praktik terbaik disebut dengan “good governance” (kepemimpinan
yang baik). Agar good governance dapat menjadi kenyataan dan berjalan dengan
baik, maka dibutuhkan komitmen dan keterlibatan semua pihak yaitu
pemerintahan dan masyarakat. Suatu sistem good governance di dalam
pelaksanaan pemerintahan berorientasi di antara lain yaitu: Pertama, orientasi
ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional. Kedua,
pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien dalam
melakukan upaya mencapai tujuan nasional. Ketiga, pengawasan. Di Indonesia
semangat untuk menerapkan prinsip-prinsip good governance mengedepankan
setelah peristiwa reformasi. Hal ini ditandai dengan adanya perubahan yang
mendasar antara lain sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah yang berbasis
utama pada prinsip desentralisasi yaitu: Pertama, perubahan wewenang dan fungsi
MPR. Kedua, reformasi dalam sistem birokrasi militer (TNI). Ketiga, perubahan
sistem pemilu (Thaib, 2009).
Merujuk pada kriteria-kriteria tersebut di atas, maka penulis mengartikan
clean government sebagai para penyelenggara pemerintahan, baik eksekutif,
legislatif, yudikatif maupun pejabat lain yang diatur sesuai dengan peraturan
perundang-undangan suatu negara yang menaati asas-asas umum penyelenggaraan
negara yang bersih, serta memiliki iktikad baik untuk membangun negara dan
bangsanya dengan tetap menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan dan
norma hukum.

B. Asas mewujudkan Clean Government


Adapun asas-asas umum penyelenggaraan clean government adalah:
1. Asas kepastian hukum, adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan
landasan peraturan perundang-undangan peraturan dan keadilan dalam setiap
kebijakan penyelenggara negara.

7
2. Asas tertib penyelenggaraan negara, adalah asas yang menjadi landasan
keteraturan, keserasian dan keseimbangan dalam pengendalian
penyelenggaraan negara.
3. Asas kepentingan umum, adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum
dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif.
4. Asas keterbukaan, adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak
pribadi, golongan dan rahasia negara.
5. Asas proporsionalitas, adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara
hak dan kewajiban penyelenggara negara.
6. Asas profesionalitas, adalah asas yang mengutamakan keahlian yang
berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
7. Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegangn
kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Ketentuan clean government yang kedua menyebutkan tentang penyelenggara
negara yang bebas dari korupsi kolusi dan nepotisme. Bahkan, dalam literatur
lain, istilah clean government hanya dikonsepsikan sebagai pemerintah yang
bersih dari unsur KKN. Doddy Wuryanto misalnya, memandang agenda clean
government dari perspektif pemberantasan korupsi. Hal tersebut menandakan
pentingnya unsur ini sebagai karakter utama pemerintah yang bersih yang dapat
diukur dengan tolok ukur yang jelas.

C. Upaya mewujudkan Clean Government pada sila pancasila


1. Ketuhanan Yang Maha Esasila ini mengandung penegrtian, bahwa tanggung
jawab utama dalam penyelnggaraan pemerintahan negara ditujukan kepada
Allah SWT atau Tuhan Yang Maha Esa. Dengan kata lain, kegiatan
penyelenggaran pemerintahan negara merupakan ibadah kalau itu dilakukan

8
secara baik, da menajadi perbuatan mungkar kalau dilakukanj secara curang.
Karena itu korupsi adalah perbuatan mungkar yang dilaknati Allah
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab setiap orang harus diperlakuakan sama
didepan hukum dan dalam seluruh penyelenggaraan pemerintahan negara.
Tidak boleh ada perbedaan perlakuan terhadap setiap oranfg karena
berbedaan warna kulit, bangsa, suku, agama, daerah asal, keturunan dan
kekeyaan.
3. Persatuan Indonesia adanya sikap, bahwa setiap jengkal tanah dalam wilayah
Indonesia adalah “Tanah Airku”. Setiap manusia Indonesia, dimanapun dia
berada dan dalam keadaan apapun dia, adalah “Bangsaku, bangsa indonesia”
sejalan dengan itu, eksploitasi sumber daya alam dan setip tindakan lain yang
dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara serta nmenimbulkan
kemiskinan rakyat adalah penghianatan terhadap bangsa dan negara.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan perwakilan
Dalam kaitan dengan pemberantasan korupsi, prinsip ini berhubungan dengan
akuntabilitas. Artinya, setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan itu harus
dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai pemilik kedaulatan
negara. Mengamalkan Pancasila berarti selalu menyadari dan mengamalkan
akuntabilitas pada setiap perbuatan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat rakyat Indonesia
Penyelenggaraan Pemerintahan dan pembangunan ditujukan untuk
mewujudkan kesamaan nasib dan kesetaraan diantara semua daerah dan suku
bangsa dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Khusus dalam
konteks pembangunan nasional, persatuan Indonesia ini diwujudkan dalam upaya
pemerataan pembangunan dan pemerataan hasil-hasilnya di seluruh Tanah Air.
Tidak boleh hanya terjadi pemerataan kegiatan pembangunan, sementara hasil-
hasilnya tidak merata. Kegiatan pembangunan berlangsung di semua daerah,
hasilnya hanya dinikmati oleh satu dua daerah saja. Demikian juga tidak boleh
terjadi pemerataan hasil-hasil pembangunan, sementara kegiatan pembangunan
hanya terpusat di sesuatu daerah saja.

9
D. Prinsip prinsip Clean Government
Prinsip Kepemerintahan yang Baik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
UNDP merumuskan karakteristik pemerintahan yang baik (good governance)
sebagaimana dikutip oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN), yang meliputi :
a) Partisipasi (Participation)
Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban untuk mengambil bagian
dalam proses bernegara, berpemerintahan serta bermasyarakat, baik secara
langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili
kepentingannya. Partisipasi warga negara ini dilakukan tidak hanya pada
tahapan implementasi, akan tetapi secara menyeluruh mulai dari tahapan
penyusunan kebijakan, pelaksanaan, evaluasi serta pemanfaatan hasil-hasilnya.
b) Penegakan Hukum (Rule of Law)
Good Governance dilaksanakan dalam rangka demokratisasi kehidupan
berbangsa dan bernegara. Salah satu syarat kehidupan demokrasi adalah
adanya penegakan hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.
Oleh karena itu langkah awal penciptaan good governance adalah membangun
sistem hukum yang sehat, baik perangkat lunak (software), perangkat kerasnya
(hardware), maupun sumber daya manusia yang menjalankan sistemnya
(human ware).
c) Transparansi (Transparancy)
Keterbukaan adalah salah satu karakteristik good governance terutama adanya
semangat zaman serba terbuka dan akibat adanya revolusi informasi.
Keterbukaan mencakup semua aspek aktivitas yang menyangkut semua
kepentingan publik. Menurut Mardiasmo, transparansi berarti keterbukaan
(openness) pemerintah dalam memberikan informasi yang terkait dengan
aktivitas pengelolaan sumber daya publik kepada pihak-pihak yang
membutuhkan informasi. Pemerintah berkewajiban memberikan informasi
keuangan dan informasi lainnya yang akan digunakan untuk pengambilan
keputusan oleh pihak-pihak yang berkepentingan (Mardiasmo, 2002). Menurut
badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Departemen Dalam Negeri,

10
bahwa transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi
setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan
pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan proses pembuatan dan
pelaksanaannya serta hasil-hasil yang dicapai (Depdagri, 2002). Menurut
Meuthia Ganie Rochman, transparansi adalah adanya kebijakan terbuka bagi
pengawasan. Sedangkan yang dimaksud dengan informasi adalah informasi
mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau publik.
Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang
sehat, toleran, dan kebijakan dibuat berdasarkan preferensi public (Rochman,
2000).
d) Daya Tanggap (Responsiveness)
Responsiveness sebagai konsekuensi logis dari keterbukaan, maka setiap
komponen yang terlibat dalam proses pembangunan good governance perlu
memiliki daya tanggap terhadap keinginan maupun keluhan setiap
stakeholders.
e) Consesus Orientation
Good Governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk
memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal
kebijakan maupun prosedur.
f) Keadilan (Equity)
Semua warga negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh
kesejahteraan.
g) Effectiveness and Efficiency
Proses dan lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan
dengan menggunakan sumber yang tersedia sebaik mungkin.
h) Akuntabilitas (Accountability)
Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta, dan masyarakat
(civil society) bertanggung jawab kepada publik dan lembaga stakeholders.
Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi tersebut untuk kepentingan
internal atau eksternal organisasi. Wahyudi Kumorotomo memberikan
pengertian, bahwa akuntabilitas adalah pertanggungjawaban bawahan atas
pemenuhan wewenang yang dilimpahkan kepadanya, sehingga akuntabilitas

11
merupakan faktor di luar individu dan perasaan pribadinya. Menurut Alan
Lawton dan Aidan Rose mendefinisikan akuntabilitas sebagai: “a process
where a person or groups of people are required to present an account of their
activities and the way in which they have or have not discharged their duties”
(Akuntabilitas merupakan suatu proses di mana seseorang atau kelompok
orang diharuskan menyajikan laporan kegiatan mereka dan cara mereka sudah
atau belum melaksanakan tugas-tugas mereka). Menurut Taliziduhu Ndraha,
konsep akuntabilitas berawal dari konsep pertanggungjawaban, konsep
pertanggungjawaban sendiri dapat dijelaskan dari adanya wewenang.
Wewenang disini berarti kekuasaan yang sah. Menurut Weber ada tiga macam
tipe ideal wewenang. Pertama, wewenang tradisional; Kedua, wewenang
karismatik dan Ketiga, wewenang legal rational. Yang ketigalah ini yang
menjadi basis wewenang pemerintah. Dalam perkembangannya, muncul
konsep baru tentang wewenang yang dikembangkan oleh Chester I. Barnard,
yang bermuara pada prinsip bahwa penggunaan wewenang harus
dapatdipertanggungjawabkan.Pertanggungjawaban sebagai akuntabilitas
(accountability) merupakan suatu istilah yang pada awalnya diterapkan untuk
mengukur apakah dana publik telah digunakan secara tepat untuk tujuan di
mana dana publik tadi ditetapkan dan tidak digunakan secara ilegal. Dalam
perkembangannya akuntabilitas digunakan juga bagi pemerintah untuk melihat
akuntabilitas efisiensi ekonomi program. Usaha-usaha tadi berusaha untuk
mencari dan menemukan apakah ada penyimpangan staf atau tidak, tidak
efisien apa tidak prosedur yang tidak diperlukan. Akuntabilitas menunjuk pada
institusi tentang “checks and balance” dalam sistem administrasi (Widodo,
2001).
i) Visi Strategis (Strategic Vision)
Para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif good governance dan
pengembangan manusia yang luas serta jauh ke depan sejalan dengan apa yang
diperlukan untuk pembangunan semacam ini.
Robert Hass dalam Bintang R. Saragih, juga memberi indikator tentang “good
governance”, yang rumusannya meliputi lima indikator, antara lain :
a) Melaksanakan hak asasi manusia;

12
b) Masyarakat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan politik;
c) Melaksanakan hukum untuk melindungi kepentingan masyarakat;
d) Mengembangkan ekonomi pasar atas dasar tanggung jawab kepada masyarakat;
dan
e) Orientasi politik pemerintah menuju pembangunan.
Menurut pendapat Ganie Rochman dalam Joko Widodo, good governance
memiliki empat unsur utama, yang meliputi accountability, kerangka hukum (rule
of law), informasi, dan transparansi. Bhatta juga menyebutkan good governance
ada empat unsur, antara lain: akuntabilitas (accountability), transparansi
(transparency), keterbukaan (openness), dan aturan hukum (rule of law) (Widodo,
2001).

E. Unsur-Unsur Clean Government


Dalam tata kelola pemerintahan clean governance terdapat unsur-unsur yang
mendukung adanya clean governance yaitu:
a. Negara
Negara adalah alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk
mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan
gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat. Negara dengan birokrasi
pemerintahannya dituntut untuk mengubah pola pelayanan public dari perspektif
birokrasi elitis menjadi birokrasi populis. Birokrasi populis merupakan tata kelola
pemerintahan yang berorientasi melayani dan berpihak kepada kepentingan
masyarakat.
b. Masyarakat Madani
Masyarakat madani menurut Anwar Ibrahim merupakan sebuah sistem sosial
yang tumbuh berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara
kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat. Kemapuan suatu negaraa
dalam mencapai tujuan-tujuan pembangunan itu sangat bergantung pada kualitas
tata pemerintahannya dimana pemerintah melakukan interaksi dengan organisasi-
organisasi komersial dan masyarakat madani.
Dasar utama masyarakat madani menurut Dawam Rahardjo adalah persatuan
dan integrasi sosial yang didasarkan pada suatu pedoman hidup, menghindarkan

13
diri dari konflik dan permusuhan yang menyebabkan perpecahan dan hidup dalam
suatu persaudaraan.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Clean governent berarti pemerintahan yang bersih yaitu model
pemerintahan yang efektif, efisien, jujur, transparan dan bertanggung
jawab. Jadi pemerintahan yang bersih yaitu pemerintahan yang terbuka
terhadap public dan bebas dari permasalahan Korupsi Kolusi dan
Nepotisme (KKN). Pemerintahan yang bersih akan membuat rakyat percaya
terhadap pemerintah sehingga tidak ada saling curiga antara rakyat kepada
pemerintah.
Clean government sebagai para penyelenggara pemerintahan, baik
eksekutif, legislatif, yudikatif maupun pejabat lain yang diatur sesuai dengan
peraturan perundang-undangan suatu negara yang menaati asas-asas umum
penyelenggaraan negara yang bersih, serta memiliki iktikad baik untuk
membangun negara dan bangsanya dengan tetap menjunjung tinggi norma
kesusilaan, kepatutan dan norma hukum.
Ketentuan clean government yang kedua menyebutkan tentang
penyelenggara negara yang bebas dari korupsi kolusi dan nepotisme. Bahkan,
dalam literatur lain, istilah clean government hanya dikonsepsikan sebagai
pemerintah yang bersih dari unsur KKN. Doddy Wuryanto misalnya,
memandang agenda clean government dari perspektif pemberantasan korupsi.
Hal tersebut menandakan pentingnya unsur ini sebagai karakter utama
pemerintah yang bersih yang dapat diukur dengan tolok ukur yang jelas.

B. Saran
Mungkin dari makalah kami ini masih banyak kekurangan oleh karena itu
kami butuh saran dan kritik dari pembaca sekalian karena dengan kekurangan
dari hasil saran dan kritik dari pembaca bisa menjadi acuan kami dalam
menyusun dan menyelesaikan isi dari makalah kami serta menambah wawasan
buat kami semua

15
DAFTAR PUSTAKA

Alan Lawton, A. R. (1991). Organization & Management in the Public Sector.


London: Pitman Publishing.

Depdagri, B. d. (2000). Buku Pedoman Penguatan Pengamana Program


Pembangunan Daerah . Jakarta: Bapenas dan Depdagri.

Kumorotomo, W. (1999). Etika Administrasi Negara. Jakarta: PT. RajaGrafndo


Persada.

Legowo, A. T. (2005). Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung, Good


Governance, dan Masa Depan Otonomi Daerah. Jurnal Desentralisasi Vol.
6 No. 4, -.

Mardiasmo. (2002). Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah . Yogykarta :


ANDI.

Ndraha, T. (2003). Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru). Jakarta: Rineka Cipta.

Pembangunan, L. d. (2000). Akuntabilitas dan Good Governance. Jakarta: LAN


dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembagunan.

Rochman, G. M. (2000). Good Governance, Prinsip, Komponen, dan


Penerapanya dalan Hak Asasi Manusia (Penyelenggaraan Negara Yang
Baik). Jakarta: Komnas HAM.

Sedarmayanti. (2003). Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam


Rangka Otonomi Daerah. Bandung: Mandar Maju.

Subaedah, P. S. (2005). Hukum Pemerintah Daerah . Bandung: Pustka Bani


Quraisy.

Syafii, K. I. (2002). Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Thaib, D. (2009). Ketatanegaraan Indonesia:Perspektif Konstitusional .


Yogyakarta: Total Media.

16
Utrecht, E. (1963). Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia . Jakarta:
PT. Ikhtiar.

wasistiono, s. (2003). Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.


Bandung: Fokusmedia.

Widodo, J. (2001). Good Governance. Surabaya: Insan Cendekia.

17

Anda mungkin juga menyukai