Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saluran pencernaan merupakan suatu saluran kontinu yang berjalan dari mulut sampai
anus. Fungsi utama sistem pencernaan adalah untuk memindahkan zat gizi atau nutrient seperti
air dan elektrolit dari makanan yang dimakan ke dalam lingkungan internal tubuh.
Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapi. Manifestasinya
bervariasi mulai dengan perdarahan masif yang mengancam jiwa hingga perdarahan samar
yang tidak dirasakan. Pendekatan pada pasien dengan perdarahan dan lokasi perdarahan
saluran cerna adalah dengan menentukan beratnya perdarahan dan lokasi perdarahan.
Perdarahan saluran cerna dapat menyerang semua orang dan semua golongan.
Perdarahan saluran pencernaan akut merupakan masalah kegawatan medis dengan jumlah
penderita yang masuk rumah sakit 7000 orang per tahun di Skotlandia. Berdasarkan laporan
penelitian di Inggris tahun 2007, angka mortalitas akibat perdarahan saluran pencernaan akut
mencapai tujuh persen. Sedangkan insidensi kejadian perdarahan saluran pencernaan akut di
Skotlandia Barat mencapai 170/100.000 penduduk dengan angka mortalitas 8,2% (SIGN,
2008).
Perdarahan saluran cerna dapat dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan saluran cerna bagian
atas dan perdarahan saluran cerna bagian bawah. Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah
perdarahan yang terjadi di saluran cerna yang dimulai dari mulut hingga ke 2/3 bagian dari
duodenum atau perdarahan saluran cerna proksimal dari ligamentum Treitz. Perdarahan saluran
cerna bagian atas merupakan masalah kegawatan dengan angka mortalitas di rumah sakit
sebesar 10%. Walaupun sudah ada perbaikan manajemen penanganan perdarahan saluran cerna
bagian atas, akan tetapi belum mampu menurunkan angka mortalitas secara signifikan sejak 50
tahun yang lalu (National Institute for Health and Clinical Execellence, 2012).
Perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah perdarahan yang berasal dari usus di
sebelah distal ligamentum Treitz. Pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian bawah datang
dengan keluhan darah segar sewaktu buang air besar. Hampir 80% dalam keadaan akut berhenti
dengan sendirinya dan tidak berpengaruh pada tekanan darah. Hanya 25% pasien dengan
perdarahan berat dan berkelanjutan berdampak pada tekanan darah (Edelman, 2007).
Angka kejadian perdarahan saluran cerna bagian bawah di Amerika Serikat mencapai 22
kasus per 100.000 penduduk dewasa pada tahun 2007. Walaupun sudah berkembang

1
pemeriksaan diagnostik yang canggih, namun 10% dari jumlah kasus perdarahan saluran cerna
bagian bawah, lokasi perdarahan tidak bisa teridentifikasi (Edelman, 2007).
Pengobatan dan perawatan pada pasien dengan perdarahan saluran cerna seharusnya
memperhatikan kebutuhan pasien, hal yang disukai pasien, serta memperhatikan aspek spiritual
dan kepercayaan pasien. Komunikasi yang baik dan efektif antara pasien dan petugas kesehatan
mutlak diperlukan. Selain itu pelayanan keperawatan yang diberikan harus mengacu pada
aspek biopsikososiokultural dan spiritual pasien (National Institute for Health and Clinical
Execellence, 2012).
Berdasarkan fenomena tersebut, maka penulis tertarik menulis makalah asuhan
keperawatan pada klien dengan perdarahan saluran pencernaan.

B.Rumusan Masalah
1. Bagaimana Definisi dari perdarahan saluran cerna bagian atas dan bawah
2. Bagaimana Etiologi dari perdarahan saluran cerna bagian atas dan bawah
3. Bagaimana Patofisiologi dari perdarahan saluran cerna bagian atas dan bawah
4. Bagaimana Manifestasi Klinis dari perdarahan saluran cerna bagian atas dan bawah
5. Bagaimana Penatalaksanaan dari perdarahan saluran cerna bagian atas dan bawah
6. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang dari perdarahan saluran cerna bagian atas dan
bawah
7. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan dari perdarahan saluran cerna bagian atas dan
bawah
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi perdarahan saluran cerna bagian atas dan bawah.
2. Untuk mengeatahui etiologi perdarahan saluran cerna bagian atas dan bawah.
3. Untuk mengetahui patofisiologi perdarahan saluran cerna bagian atas dan bawah.
4. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis dari perdarahan saluran cerna bagian atas dan
bawah
5. Untuk mengetahui Penatalaksanaan dari perdarahan saluran cerna bagian atas dan
bawah
8. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang dari perdarahan saluran cerna bagian atas
dan bawah
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan perdarahan saluran
pencernaan.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP PERDARAHAN SALURAN PENCERNAAN BAGIAN ATAS


A. Definisi
Perdarahan saluran cerna bagian atas didefinisikan sebagai perdarahan yang
terjadi di sebelah proksimal ligamentum Treitz pada duodenum distal. Sebagian besar
perdarahan saluran cerna bagian atas terjadi sebagai akibat penyakit ulkus peptikum
(PUD, peptic ulcer disease) yang disebabkan oleh H. Pylori, penggunaan obat-obat
anti-inflamasi non-steroid (OAINS), alkohol. Robekan Mallory-Weiss, varises
esofagus, dan gastritis merupakan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yang
jarang (Dubey, 2008).
Perdarahan saluran cerna bagian atas merupakan perdarahan yang bersumber dari
proksimal sampai ligamentum Treitz. Pada kasus, perdarahan biasanya bersumber dari
esophagus, gaster, dan duodenum (SIGN, 2008).

B. Etiologi

Secara umum penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas adalah (Cappell, 2008) :
a. Varises esophagus dan gaster
Perdarahan saluran cerna bagian atas karena varises terjadi pada 25-30 % pasien
sirosis hati, dengan angka kematian dari tahun 1971 sampai 1981 diberbagai penelitian
di Indonesia 30-60 %. Harapan hidup selama 1 tahun sesudah perdarahan pertama
sekitar 32-80%.
Varices esofagus dan gaster disebabkan karena peningkatan aliran darah dalam
vena-vena kolateral dari aliran darah porta melalui vena gastrica coronaria akibat
hipertensi portal. Perdarahan varices ini terjadi bila hepatic venous gradient melebihi
12 mmHg. Pasien dengan gastropati hipertensi portal tidak selalu disertai dengan
varices gastroesofageal yang nyata. Bila terjadi perdarahan pada pasien kelompok
gastropati ini, biasanya lebih banyak kronik dan tersamar (Utama, 2012).

3
b. Perdarahan pada gastritis
Gastritis merupakan inflamasi atau iritasi pada lapisan gaster/lambung. Gastritis
merupakan penyakit dengan banyak penyebab. Sebagian besar penderita gastritis
akan merasakan nyeri atau ketidaknyamanan pada perut bagian atas. Helicobacter
pylori merupakan bakteri yang sering menginfeksi lambung. Infeksi akibat bakteri
ini bisa menyebabkan gastritis kronik. Gastritis merupakan masalah medis yang
sering terjadi. Sepuluh persen dari pasien yang datang ke unit emergensi mengeluh
nyeri pada perut sebelum akhirnya didiagnosa gastritis (Balentine, 2012).

c. Esophagitis dan gastropati


Esophagitis dan gastropati adalah suatu peradangan esofagus dan lambung
disebabkan biasanya oleh asam lambung/refluxate lain misalnya pada GERD atau obat-
obat tertentu seperti OAIN/NSAIDs. Gastropati bisa juga terjadi pada pasien dengan
sakit berat misalnya pasien dengan ventilator, sepsis/multi organs failure (MOF).

d. Duodenitis
Duodenitis merupakan inflamasi pada duodenum. Penyebabnya adalah
Helicobacter pylori. Duodenitis dapat menyebabkan nyeri pada perut, perdarahan, serta
gejala gastrointestinal lain. Banyak orang terinfeksi Helicobacter pylori sejak usia
mudah, tetapi tanda dan gejala akan muncul saat usia dewasa.

e. Mallory-Weiss tear
Sindroma Mallory-Weiss merupakan bentuk perdarahan dari lapisan lendir
diantara lambung dan esophagus. Adapun gejala utama yang sering ditimbulkan akibat
sindroma ini adalah suatu sensasi mual muntah yang hebat. Robekan ini bisa
disebabkan akibat batuk-batuk yang hebat, kejang hebat pada epilepsi, gangguan pola
makan, hernia hiatal, dan kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jumlah yang banyak
atau alkoholisme, atau pada beberapa kasus sindroma morning sickness akibat frekuensi
mual muntah yang terlalu tinggi juga berpotensi menyebabkan robekan Mallory-Weiss.
Tidak selamanya muntah-muntah adalah suatu bentuk gejala dari Mallory-Weiss itu
sendiri, melainkan gejala yang nyata bisa disertai dengan muntah yang disertai dengan
darah, atau warna feses yang kehitaman atau melena sebagai akibat penguraian darah
oleh asam lambung yang membentuk hematin. Pengobatan utama biasanya dengan
obat-obatan dan operasi penghentian perdarahan, dan adalah suatu kejadian yang sangat

4
langka sindroma ini berkelanjutan pada tingkat kematian. Diagnosis pasti untuk
menegakkan sindroma ini adalah hanya dengan melalui pemeriksaan endoskopi.
Berikut ini adalah gambar Mallory-Weiss tear :

Gambar 2.1. Gambaran endoscopy Mallory-Weiss syndrome (Sumber : Caesar,


2010)

f.. Angiodisplasia
Angiodisplasia merupakan lesi vascular pada saluran pencernaan, dan biasanya
bersifat asymptomatik sehingga bisa menyebabkan perdarahan saluran pencernaan.
Dinding pembuluh darah tipis dengan otot polos atau tidak dengan pembuluh darah
yang tipis. Angiodisplasia paling sering terjadi pada caecum dan juga kolon ascenden
proksimal. 77% kejadian angiodisplasia terjadi di kolon ascenden dan caecum, 15%
terjadi di jejunum dan ileum, sisanya terjadi di sepanjang saluran pencernaan. Typical
lesi pada angiodisplasia adalah kecil (<5 mm).
Angiodisplasia merupakan kelainan pembuluh darah yang sering dijumpai pada
saluran cerna. Angiodisplasia merupakan penyebab kedua terjadinya perdarahan
saluran pencernaan setelah divertikulosis selama kurun waktu 60 tahun ini. Prevalensi
angiodisplasia pada saluran cerna bagian atas sekitar satu sampai dua persen, sedangkan
pada saluran cerna bagian bawah dan bisa berdampak pada perdarahan saluran cerna
bagian bawah adalah enam persen.
Angiodisplasia pada usus kecil, 30-40% merupakan penyebab kasus perdarahan
pada saluran pencernaan. Hasil analisis kolonoscopy retrospectif menunjukkan bahwa
12,1% dari 642 orang tanpa gejala Irritable Bowel Syndrome (IBS) dan 11,9% dari

5
orang dengan gejala Irritable Bowel Syndrome (IBS) memiliki angiodisplasia kolon
(Thomson, 2011).

Gambar 2.2. Gambaran endoscopy angiodisplasia (Sumber : Thomson, 2011)

g. Tumor saluran cerna bagian atas


h. Anastomotic ulcers (setelah pembedahan pada penyakit peptic ulcer)
i. Dieulafoy lesion
Dieulafoy lesion adalah suatu keadaan arteri submukosa yang dilatasi dan ruptur
sehingga timbul perdarahan saluran cerna. Biasanya terdapat pada cardiak lambung
namun bisa juga terjadi sepanjang saluran cerna. Sumber perdarahan sukar terlihat
dengan endoskopi bila tidak sedang berdarah karena lesi ini dikelelingi mukosa yang
normal. Pengobatan dengan endoskopi atau angiografi.

C. Patofisiologi
Penyakit ulkus peptikum adalah penyebab yang paling utama dari perdarahan
gastrointestinal bagian atas. Ulkus ini ditandai oleh rusaknya mukosa sampai mencapai
mukosa muskularis. Ulkus ini biasanya dikelilingi oleh sel-sel yang meradang yang
akan menjadi granulasi dan akhirnya jaringan parut.
Sekresi asam yang berlebihan adalah penting untuk pathogenesis penyakit
ulkus. Kerusakan kemampuan mukosa untuk mensekresi mucus sebagai pelindung juga
telah diduga sebagai penyebab terjadinya ulkus. Faktor-faktor risiko untuk terjadinya
penyakit ulkus peptikum yang telah dikenal, termasuk aspirin dan obat anti-inflamasi
nonsteroid, keduanya dapat mengakibatkan kerusakan mukosa. Merokok kretek juga
berkaitan dengan penyakit ini dan selain itu, sangat merusak penyembuhan luka.
Riwayat keluarga yang berhubungan dengan ulkus juga diketahui sebagai salah satu
faktor risiko.

6
Ulkus akibat stress ditemukan pada pasien yang mengalami sakit kritis dan ditandai
dengan erosi mukosa. Lesi yang berkaitan dengan pasien yang mengalami trauma hebat
secara terus-menerus, pasien yang mengalami sepsis, luka bakar yang parah, penyakit
pada system saraf pusat dan kranial, dan pasien yang menggunakan dukungan ventilator
untuk jangka lama. Rentang abnormalitas adalah hemoragi pada permukaan yang kecil
sampai ulserasi dalam dengan hemoragi massif. Hipoperfusi mukosa lambung diduga
sebagai mekanisme utama. Penurunan perfusi diperkirakan memiliki andil dalam
merusak sekresi mucus, penurunan pH mukosa dan penurunan tingkat regenerasi sel
mukosa. Semua faktor ini turut andil dalam terjadinya ulkus.
Dalam gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam
submukosa esophagus dan rectum serta pada dinding abdominal anterior untuk
mengalihkan darah dari sirkulasi splanknik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya
tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi mengembang oleh darah dan
membesar. Pembuluh yang berdilatasi ini disebut varises dan dapat dipecah,
mengakibatkan hemoragi gastrointestinal massif.
Hemoragi gastrointestinal bagian atas mengakibatkan kehilangan volume darah
tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung, dan penurunan curah jantung. Jika
perdarahan menjadi berlebihan, maka akan mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
Dalam berespons terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme
kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme ini menerangkan
tanda-tanda dan gejala-gejala utama yang terlihat pada pasien saat pengkajian awal.
Jika volume darah tidak digantikan, penurunan perfusi jaringan mengakibatkan
disfungsi selular. Sel-sel akan berubah menjadi metabolisme anaerobik, dan terbentuk
asam laktat. Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh system tubuh,
dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi system tersebut akan mengalami kegagalan
(Hudak, 2010).

D. Manifestasi Klinis
Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering mengalami perdarahan.
Secara umum perdarahan saluran cerna diklasifikasikan sebagai perdarahan akut (dapat
berupa hematemesis, melena, atau hematoschizia), atau kronik dengan manifestasi
adanya darah samar di feses atau anemia.

7
Perdarahan saluran cerna bagian atas dapat bermanifestasi klinis mulai dari yang
seolah ringan, misalnya perdarahan tersamar sampai pada keadaan yang mengancam
hidup. Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam
seperti kopi) yang merupakan indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian atas atau
proksimal ligamentum Treitz. Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA), terutama
dari duodenum dapat pula bermanifestasi dalam bentuk melena (Djojoningrat, 2006).
Upper gastrointestinal tract bleeding (UGI bleeding) atau lebih dikenal sebagai
perdarahan saluran cerna bagian atas memiliki prevalensi sekitar 75% hingga 80% dari
seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah menurun, tetapi angka
kematian dari perdarahan akut saluran cerna masih berkisar 3% hingga 10%, dan belum
ada perubahan selam 50 tahun terakhir. Dari seluruh kasus perdarahan saluran cerna
sekitar 80% sumber perdarahannya berasal dari esofagus, gaster, dan duodenum. Gejala
klinis pasien dapat berupa :
1. Hematemesis : Muntah darah berwarna hitam seperti bubuk kopi.
2. Melena : Buang air besar berwarna hitam seperti teh atau aspal.
3. Hematoschizia : Buang air besar berwarna merah marun, biasanya dijumpai pada
pasien dengan perdarahan masive dimana transit time dalam usus yang pendek.
Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah sinkope, instabilitas
hemodinamik karena hipovolemik, dan gambaran klinis dari komorbid seperti penyakit
hati kronis, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit ginjal dsb.

2.2 KONSEP PERDARAHAN SALURAN PENCERNAAN BAGIAN BAWAH


A. Definisi
Perdarahan saluran cerna bagian bawah didefinisikan sebagai perdarahan yang
berasal dari organ traktus gastrointestinal yang terletak di bagian distal dari ligamentum
Treitz yang menyebabkan ketidakseimbangan hemodinamik dan anemia simptomatis.
Pada umumnya perdarahan ini (sekitar 85%) ditandai dengan keluarnya darah segar per
anal/per rektal yang bersifat akut, transient, berhenti sendiri (Edelman, 2007).

8
B. Etiologi
Berdasarkan penelitian dari 695 pasien yang masuk di ruang emergency, penyebab
dari perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah (Edelman, 2007) :
a. Diverticulosis
Perdarahan dari divertikulum biasanya tidak nyeri dan terjadi pada 3% pasien
divertikulosis. Feces biasanya berwarna merah marun, kadang-kadang bisa juga
menjadi merah. Meskipun divertikel kebanyakan ditemukan di kolon sigmoid, namun
perdarahan divertikel biasanya terletak di sebelah kanan. Umumnya terhenti secara
spontan dan tidak berulang. Oleh karena itu tidak ada pengobatan khusus yang
dibutuhkan oleh para pasien.

b. Hemorrhoids
Penyakit perianal contohnya: hemorrhoid dan fisura ani biasanya menimbulkan
perdarahan dengan warna merah segar tetapi tidak bercampur dengan feces. Berbeda
dengan perdarahan dari varises rectum pada pasien dengan hipertensi portal kadang-
kadang bisa mengancam nyawa. Polip dan karsinoma kadang-kadang menimbulkan
perdarahan yang mirip dengan yang disebabkan oleh hemorrhoid, oleh karena itu pada
perdarahan yang diduga dari hemorrhoid perlu dilakukan pemeriksaan untuk
menyingkirkan kemungkinan polip dan karsinoma kolon.

c. Kanker
Tumor kolon yang jinak maupun ganas yang biasanya terdapat pada pasien usia
lanjut dan biasanya berhubungan dengan ditemukannya perdarahan berulang atau darah
samar. Kelainan neoplasma di usus halus relatif jarang namun meningkat pada pasien
inflammatory bowel disease seperti Crohn’s disease atau celiac sprue.

d. Inflammatory bowel disease


Macam-macam kondisi peradangan dapat menyebabkan perdarahan saluran
cerna bagian bawah yang akut. Perdarahan jarang muncul menjadi tanda, melainkan
berkembang dalam perjalanan penyakitnya, dan penyebabnya diduga berdasarkan
riwayat pasien. Kebanyakan pendarahan berhenti secara spontan atau dengan terapi
spesifik pada penyebabnya.

9
Penyebab infeksi meliputi Escherichia coli, tifus, sitomegalovirus, dan
Clostridium difficile. Cedera radiasi paling umum terjadi pada rectum setelah
radioterapi panggul untuk prostat atau keganasan ginekologi. Perdarahan biasanya
terjadi 1 tahun setelah pengobatan radiasi, tetapi dapat juga terjadi hingga 4 tahun
kemudian.

a. Kolitis iskemia
Kebanyakan kasus kolitis iskemia ditandai dengan penurunan aliran darah
viseral dan tidak ada kaitannya dengan penyempitan pembuluh darah mesenteik. Kolitis
iskemik, merupakan bentuk yang paling umum dari cedera iskemik pada sistem
pencernaan, sering melibatkan daerah batas air (watershed ), termasuk fleksura lienalis
dan rectosigmoid junction. Umunya pasien kolitis iskemia berusia tua. Dan kadang-
kadang dipengaruhi juga oleh sepsis, perdarahan akibat lain, dan dehidrasi.
Iskemia menyebabkan peluruhan mukosa dan peluruhan ketebalan parsial
dinding kolon, edema, dan pendarahan. Kolitis iskemik tidak berhubungan dengan
kehilangan darah yang signifikan atau hematochezia, walaupun sakit perut dan diare
berdarah adalah manifestasi klinis yang utama.

b. Angiodisplasia
Angiodisplasia merupakan penyebab 10-40% perdarahan saluran cerna bagian
bawah. Angiodisplasia merupakan salah satu penyebab kehilangan darah yang kronik.
Angiodisplasia kolon biasanya multipel, ukuran kecil dengan diameter < 5 mm dan
biasa terlokalisir di daerah caecum dan kolon sebelah kanan. Sebagaimana halnya
dengan vaskular ektasia di saluran cerna, jejas di kolon umumnya berhubungan dengan
usia lanjut, insufisiensi ginjal, dan riwayat radiasi.

c. Solitary rectal ulcer syndrome


Solitary rectal ulcer syndrome merupakan suatu kondisi yang terjadi ketika
terdapat ulcer yang berkembang pada rectum. Rectum merupakan sebuah saluran
yang dihubungkan sampai pada akhir kolon. Solitary rectal ulcer syndrome jarang
terjadi dan juga jarang terdeteksi pada penderita dengan konstipasi kronik. Solitary
rectal ulcer syndrome dapat menyebabkan perdarahan pada rectal saat aktivitas
mengejan pada waktu BAB.

10
C. Pathway

D. Manifestasi klinis
Secara umum, manifestasi klinik perdarahan saluran cerna bagian bawah sama dengan
manifestasi klinis perdarahan saluran cerna bagian atas. Tetapi, ada beberapa perbedaan,
diantaranya hematoschizia (darah segar keluar per anus) biasanya berasal dari perdarahan
saluran cerna bagian bawah (kolon). Maroon stools (feses berwarna merah hati) dapat berasal
dari perdarahan kolon bagian proksimal (ileo-caecal).

E. PENATALAKSANAAN PADA PERDARAHAN SALURAN PENCERNAAN


Penatalaksanaan pasien dengan perdarahan gastrointestinal akut adalah usaha
kolaboratif. Intervensi awal mencakup empat langkah :
a. Kaji keparahan perdarahan.
b. Gantikan cairan dan produk darah dalam jumlah yang mencukupi untuk mengatasi
syok.

11
Pasien dengan perdarahan gastrointestinal akut membutuhkan akses intravena
segera dengan intra kateter atau kanula berdiameter besar. Untuk mencegah
perkembangan syok hipovolemik, mulai lakukan penggantian cairan dengan
larutan intravena seperti ringer laktat dan normal saline. Tanda-tanda vital dikaji
secara terus-menerus pada saat cairan diganti. Kehilangan lebih dari 1.500 ml
membutuhkan penggantian darah selain cairan. Golongan darah pasien diperiksa
dicocoksilangkan, dan sel darah merah diinfusikan untuk membangkitkan kembali
kapasitas angkut oksigen darah. Produk darah lainnya seperti trombosit, faktor-
faktor pembekuan dan kalsium mungkin juga diperintahkan sesuai dengan hasil
pemeriksaan laboratorium dan kondisi yang mendasari pasien.
Kadang-kadang, obat-obat vasoaktif digunakan sampai tercapai keseimbangan
cairan untuk mempertahankan keseimbangan cairan untuk mempertahankan
tekanan darah dan perfusi pada organ-organ tubuh yang vital. Dopamine, epinefrin,
dan norepinefrin adalah obat-obat yang dapat digunakan untuk menstabilkan
pasien sampai dilakukan perawatan definitif.

c. Tegakkan diagnosis penyebab perdarahan.


Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, endoskopi fleksibel adalah pilihan
prosedur untuk menentukan penyebab perdarahan. Dapat dipasang selang nasogastrik
untuk mengkaji tingkat perdarahan, tetapi ini merupakan intervensi yang kontoversial.
Dapat juga dilakukan pemeriksaan barium, meskipun seringkali tidak menentukan jika
terdapat bekuan dalam lambung, atau jika terdapat perdarahan superfisial. Angiografi
digunakan jika sumber perdarahan tidak dapat dikaji dengan endoskopi.

d. Rencanakan dan laksanakan perawatan definiti


1) Terapi Endoskopi
Scleroterapy adalah pilihan tindakan jika letak perdarahan dapat
ditemukan dengan menggunakan endoskopi. Letak perdarahan hampir selalu
disclerosiskan menggnukan agen pengsclerosis seperti natrium morhuat atau
natrium tetradesil sulfat. Agen ini melukai endotel menyebakan nekrosis dan
akhirnya menyebabkan sklerosis pada pembuluh yang berdarah. Metode
endoskopi tamponade thermal mencakup probe pemanas foto koagulasi laser
dan elektro koagulasi.

12
2) Bilas Lambung
Bilas lambung mungkin diperintahkan selama periode perdarahan akut,
tetapi ini merupakan modalitas pengobatan kontroversial. Beberapa dokter yakin
bahwa tindakan ini dapat mengganggu pembekuan mekanisme pembekuan normal
tubuh diatas tempat perdarahan. Sebagian dokter yang lain meyakini bahwa bilas
lambung dapat membantu membersihkan darah dari dalam lambung, membantu
mendiagnosis penyebab perdarahan selama endoskopi. Jika diinstruksikan bilas
lambung, maka 1000-2000 ml air atau normal salin steril dalam suhu kamar
dimasukan dalam selang nasogasatrik. Cairan tersebut kemudian dikeluarkan
menggunakan tangan dengan spuit atau dipasang pada suction intermiten sampai
sekresi lambung jernih. Irigasi lambung dengan cairan normal saline agar
menimbulkan vasokontriksi. Setelah diabsorbsi lambung, obat dikirim melalui
sistem vena porta ke hepar dimana metabolisme terjadi, sehingga reaksi sistemik
dapat dicegah. Pengenceran biasanya menggunakan 2 ampul dalam 1000 ml
larutan.
Pasien beresiko mengalami apsirasi lambung karena pemasangan
nasogastrik dan peningkatan tekanan intragastrik karena darah atau cairan yang
digunakan untuk membilas. Pemantauan distensi lambung dan membaringkan
pasien dengan kepala ditinggikan penting untuk mencegah refluk isi lambung. Bila
posisi tersebut kontraindikasi, maka diganti posisi dekubitus lateral kanan
memudahkan mengalirnya isi lambung melewati pilorus.

3) Pemberian Pitresin
 Dilakukan bila dengan bilas lambung atau skleroterapi tidak menolong,
maka diberikan vasopresin (Pitresin) intravena.
 Obat ini menurunkan tekanan vena porta dan oleh karenanya menurunkan
aliran darah pada tempat perdarahan. Dosis 0,2-0,6 unit permenit.
 Karena vasokontsriktor maka harus diinfuskan melalui aliran pusat.
 Hati-hati dalam penggunaan obat ini karena dapat terjadi hipersensitif.
 Obat ini dapat mempengaruhi output urine karena sifat antidiuretiknya.

13
4) Mengurangi Asam Lambung
Karena asam lambung menyebabkan iritasi terhadap tempat perdarahan
pada traktus gastrointestinal bagian atas, adalah penting untuk menurunkan
keasaman asam lambung. Ini dapat digunakan dengan obat-obat antihistamin (H2)-
antagonistik. Contohnya : simetidin (tagamet), ranitidine hipoklorida (zantac), dan
famotidin (pepsid). Obat-obat ini menurunkan pembentukan asam lambung dengan
menghambat antihistamin.
Antasid juga biasanya diberikan. Kerja antasid sebagai buffer alkali
langsung diberikan untuk mengontrol pH lambung. Perawat bertanggung jawab
terhadap ketepatan aspirasi isi lambung untuk pemeriksaan pH dan pemantauan
efek-efek samping dari terapi. Sucralfate, garam alumunium dasar dari sukrosa
oktasulfat, yang beraksi secara lokal sebagai obat pelindung mukosa juga dapat
diperintahkan untuk profilaksis perdarahan stress.

5) Memperbaiki Status Hipokoagulasi


Adalah bukan hal yang tidak lazim untuk mendapati pasien yang
mengalami perdarahan gastrointestinal berat yang mempunyai status
hipokuagulasi karena defisiensi berbagai faktor pembekuan. Salah satu masalah
yang paling penting dalam kategori ini adalah kegagalan hepar pada pasien yang
tidak mampu untuk menghasilkan faktor-faktor pembekuan darah. Situasi klinis
umum lainnya adalah pemberian makanan melalui intravena jangka panjang pada
pasien yang mendapat berbagai antibiotik dan pasien yang mengalami defisiensi
vitamin K. tanpa memperhatikan penyebabnya seseorang harus memperbaiki
keadaan ini untuk mengurangi jumlah perdarahan. Jika diduga adanya faktor
defisiensi utama lain, plasma segar diberikan untuk memperbaiki abnormalitas.

6) Balon Tamponade
Terdapat bermacam balon tamponade antara lain tube Sangstaken-
Blakemore, Minnesota, atau Linton-Nachlas. Alat ini untuk mengontrol perdarahan
gastrointestinal bagian atas karena varises esofagus.

Tube Sangstaken-Blakemore mengandung 3 lumen:


a) Balon gastrik yang dapat diinflasikan dengan 100-200 ml udara.

14
b) Balon esopagus yang dapat diinflasikan dengan 40 mm Hg (menggunakan
spigmomanometer).

c) Lumen yang ke-3 untuk mengaspirasi isi lambung.

Tube Minnesota, mempunyai lumen tambahan dan mempunyai lubang untuk


menghisap sekresi paring. Sedangkan tube Linton-Nachlas terdiri hanya satu balon
gaster yang dapat diinflasikan dengan 500-600 ml udara. Terdapat beberapa
lubang/bagian yang terbuka baik pada bagian esofagus maupun lambung untuk
mengaspirasi sekresi dan darah.
Tube/selang Sangstaken-Blakemore setelah dipasang di dalam lambung
dikembangkan dengan udara tidak lebih dari 50 ml. Kemudian selang ditarik perlahan
sampai balon lambung pas terkait pada kardia lambung. Setelah dipastikan letaknya
tepat (menggunakan pemeriksaan radiografi), balon lambung dpat dikembangkan
dengan 100-200 ml udara. Kemudian selang dibagian luar ditraksi dan difiksasi.
Jika perdarahan berlanjut balon esopagus dapat dikembangkan dengan tekanan
250 40 mmHg (menggunakan spigmomanometer) dan dipertahankan dalam 24-48 jam.
Jika lebih lama depat menyebabkan edema, esopagitis, ulserasi atau perforasi esopagus.
Hal yang penting dilakukan saat menggunakan balon ini adalah observasi konstan
dan perawatan cermat, dengan mengidentifikasi ketiga ostium selang, diberi label
dengan tepat dan diperiksa kepatenannya sebelum dipasang.

7) Terapi-terapi Pembedahan
Pembedahan dilakukan pada pasien yang mengalami perdarahan massive yang
sangat membahayakan nyawa dan pada pasien yang mengalami perdarahan yang terus
menerus meskipun telah menjalani terapi medis agregasif. Terapi pembedahan untuk
penyakit ulkus peptikum atau ulcer yang disebabkan oleh stress mencakup reseksi
lambung (antrektomi), gastrektomi, gastroenterostomi, atau kombinasi operasi untuk
mengembalikan keutuhan gastrointestinal. Vagotomi akan mengurangi sekresi asam
lambung. Antrektomi mengangkat sel-sel penghasil asam dalam lambung. Billroth I
adalah prosedur yang mencakup vagotomi dan antrektomi dengan anastomosis
lambung pada duodenum. Billroth II meliputi vagotomi, reseksi antrum, dan

15
anastomosis lambung pada jejunum. Perforasi lambung dapat diatasi hanya menutup
atau menggunakan patch untuk menutup lubang pada mukosa.
Operasi dekompresi hipertensi porta dapat dilakukan pada pasien yang mengalami
varises esophagus dan varises gaster. Dalam pembedahan ini, disebut pirai kava porta,
dimana dibuat hubungan antara vena porta dengan vena kava inferior yang mengalihkan
aliran darah ke dalam vena cava untuk menurunkan tekanan.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Darah : Hb menurun / rendah
b. SGOT, SGPT yang meningkat merupakan petunjuk kebocoran dari sel
yang mengalami kerusakan
c. Albumin, kadar albumin yang merendah merupakan cerminan
kemampuan sel hati yang kurang
d. Pemerikaan CHE ( Kolineterase ) penting dalam menilai kemampuan
sel hati bila terjadi kerusakan kadar CHE akan turun.
e. Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan deuretik dan
pembatasan garam dalam diet
f. Peninggian kadar gula darah
g. Pemeriksaan marker serologi pertanda ureus seperti Hbs Ag / Hbe AB,
Hbe Agg, dll
2. Radiologi
a. USG untuk melihat gambaran pembesaran hati, permukaan
spenomegali, acites
b. Esophagus untuk perdarahan esophagus
c. Angiografi untuk pengukuran vena portal

16
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN
SALURAN PENCERNAAN

3.1 KONSEP KEPERAWATAN


A. pengkajian
1) Pengkajian sekunder
a. Identitas pasien
b. Keluhan utama
Biasanya keluhan utama klien adalah mual, muntah darah atau BAB darah yang
datang secara tiba-tiba
c. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utamah pasien adalah muntah darah / BAB darah yang datang secara
tiba-tiba
b. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien mempunyai riwayat penyakit hepatitis kronis,sirosis hepatis,
hepatoma,ulkus peptikum,kanker saluran pencernaan bagian atas, Riwayat
penyakit darah (misal : DM ), dan kebiasaan gaya hidup (alkoholisme, gaya
hidup/ kebiasaan makanan )
c. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya apabila salah satu anggota keluarga nya mempunyai kebiasaan
makanan yang dapat memicu keluarga lainnya.

2) Pengkajian primer
Pengkajian yang dilakukan menggunakan pendekatan Airway, Breathing,
Circulation, dan Diasability (ABCD).
a. Airway
Untuk mengkaji airway, maka yang dilakukan perawat adalah dengan
teknik look, listen and feel. Look yang dilakukan adalah melihat kebersihan
jalan nafas. Pada kasus perdarahan saluran pencernaan, khususnya saluran
cerna bagian atas biasanya terjadi muntah darah. Oleh karena itu, perawat
harus melakukan pengkajian terhadap risiko terjadinya aspirasi pada saluran
napas. Pada teknik listen, biasanya pada perdarahan saluran cerna bagian
atas terdapat suara napas gurgling karena adanya cairan (darah) pada saluran
pernapasan. Untuk feel, perawat merasakan hembusan napas pasien. Pada
kasus perdarahan saluran pencernaan bagian atas, biasanya bisa terjadi

17
sumbatan parsial atau total pada saluran napas akibat menggumpalnya
(clothing) darah.
b. Breathing
Pada breathing yang perlu dikaji oleh perawat adalah adanya perubahan
frekuensi napas pasien, adanya penggunaan otot-otot pernapasan. Pada
kejadian perdarahan saluran pencernaan, biasanya terjadi penurunan kadar
haemoglobin dalam darah, sehingga transportasi oksigen ke sel terganggu
akibat berkurangnya pengangkut oksigen (Hb) dan berdampak pada
peningkatan frekuensi napas dan penggunaan otot-otot bantu pernapasan.
c. Circulation
Hipotensi (termasuk postural), takikardia, disritmia (hipovolemia,
hipoksemia), kelemahan/nadi perifer lemah, pengisian kapiler
lambat/perlahan (vasokontriksi), warna kulit: Pucat, sianosis, (tergantung
pada jumlah kehilangan darah, kelembaban kulit/membrane mukosa:
berkeringat (menunjukkan status syok, nyeri akut, respon psikologik).
a) Nadi lemah/tidak teratur.
b) Takikardi dan bradikardi bisa terjadi
c) TD meningkat/menurun.
d) Edema.
e) Gelisah.
f) Akral dingin.
g) Gangguan sistem termoregulasi (hipertermia dan Hipotermia)
h) Kulit pucat atau sianosis.
i) Output urine menurun / meningkat
d. Disability
Pada disability yang perlu dikaji perawat adalah tingkat kesadaran.
Untuk mengkaji tingkat kesadaran digunakan GCS (Glasgow Coma Scale).
Selain itu reaksi pupil dan juga reflek cahaya juga harus diperiksa.
e. Exposure
Pada exposure, yang dilakukan perawat adalah membuka seluruh
pakaian pasien dan melakukan pengkajian dari ujung rambut sampai ujung
kaki. Perawat mengkaji adanya etiologi lain yang mungkin menyebabkan
gangguan pencernaan.

18
3) Pola-pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat


Biasanya klien mempunyai kebiasaan alkolisme,pengguna obat-obatan
ulseroge

b. Pola nutrisi dan metabolism


Terjadi perbahan karena adanya keluhan pasien berupa
mual,muntah,kembung,dan nafsu makan menurun, dan intake nutrisi harus
dalam bentuk makanan yang lunak yang mudah dicerna

c. Pola Eliminasi
Biasanya mengalami gangguan baik BAB maupun BAK . pada BAB
terjadi konstipasi atau diare perubahan warna feses menjadi hitam,konsistensi
pekat. Sedangkan BAK warna gelap dan konsistensi pekat.

d. Pola aktivitas dan latihan


Gangguan aktifitas/ kebutuhan istirahat,kekurangan protein (hyroprotein)
yang dapat menyebabkan keluhan subjektif pada pasien berupa kelemahan
otot dan kelelahan, sehingga aktifitas sehari-hari termasuk pekerjaan harus
dibatasi atau harus berhenti bekerja

e. Pola istirahat dan tidur


Terjadi perubahan tentang gambaran dirinya seperti badan menjadi kurus
,perut membesar karena acites dan kulit mongering, bersisik agak kehitaman
.
f. Pola hubungan peran
Dengan adanya perawatan yang lama maka akan terjadi hambatan dalam
menjalankan peran seperti semula.

g. Pola reproduksi seksual


Akan terjadi perubahan karena ketidakseimbangan hormone, androgen dan
estrogen, bila tejadi pada laki-laki (suami) dapat menyebabkan penurunan
libido dan impoten, bila terjadi pada wanita (istri) menyebabkan gangguan
pada siklus haid atau dapat terjadi aminore dan hal ini tentu saja
mempengaruhi pasien sebagai pasangan suami istri.

h. Pola penanggulangan stress


Biasanya dengan koping stress yang baik, maka dapat mengatasi
maalahnya namun sebaliknya maka dapat destruktif lingkungan sekitarnya.

i. Pola tata nilai dan kepercayaan


Paada pola ini tidak terjadi gangguan.

19
4) Pemeriksaan fisik

a. Keadaan Umum
Keadaan umum klien dengan perdarahan pada saluran atas / bawah akan
terjadi ketidak seimbangan nutrisi akibat anoreksia , mual, muntah, kembung
b. Sistem Respirasi
Akan terjadi sesak, takipneu, pernafasan dangkal, ada bunyi nafas tambahan
hipoksia, acites
c. Sistem Kardiovaskuler
Riwayat pericarditis, penyakit jantung reumatik, kanker ( malfungsi hati
menimbulkan gagal hati)
d. Sistem Gastrointestinal
Nyeri tekan abdomen / nyeri kuadran kanan atas, pruritus, neuratus perifer.
e. Sistem Persyarafan
Penurunan kesadaran, perubahan mental, bingung, halusinasi,koma,bicara
lambat tak jelaas.
f. Sistem genetalia/ eliminasi
Terjadi flatus, distensi abdomen ( hepatomegaly,splenomegaly,,asites),
penurunan/ tidak adanya bising usus, feses berwarna hitam,urin gelap
pekat,diare/konstipasi.

B. Diagnose Keperawatan Emergency dan Kritis


a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan (kehilangan cairan
tubuh secara aktif) ditandai dengan perubahan pada status mental, penurunan
tekanan darah, tekanan nadi, volume nadi, turgor kulit, haluaran urine, pengisian
vena, dan berat badan tiba – tiba, membrane mukosa kering, kulit kering,
peningkatan hematokrit, suhu tubuh, frekuensi nadi, dan konsentrasi urine, haus,
dan kelemahan.
b. Risiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal dan/atau ginjal berhubungan dengan
hipovolemik karena perdarahan.
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (rasa panas/terbakar pada
mukosa lambung dan rongga mulut atau spasme otot dinding perut).
d. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan akibat perdarahan pada saluran pencernaan
e. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi tentang
penyakitnya.
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian.

20
C. Intervensi Keperawatan
a. Dx : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan (kehilangan
cairan tubuh secara aktif)
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x… jam diharapkan terjadi
pemulihan keseimbangan cairan dan elektrolit yang optimal
Kriteria hasil :
- Kesadaran pasien composmentis
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Haluaran urine 0,5-1,0 m l/kg BB/jam, warna urine kuning dan jernih
- Kadar elektrolit serum dalam batas normal
- Berat badan stabil
- Membran mukosa lembab
- Turgor kulit normal
- Tidak mengalami muntah

Intervensi Keperawatan :
a) Amati tanda-tanda vital
R/ : Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon
kardiovaskuler. Hipovolemia merupakan risiko utama yang segera terdapat
sesudah perdarahan masif. Pantau haluaran urin sedikitnya setiap jam sekali
dan menimbang berat badan pasien setiap hari.
b) Pantau haluaran urine setiap jam, perhatikan warna urine dan timbang berat
badan tiap hari
R/ : Haluaran urin dan berat badan memberikan informasi tentang perfusi
renal, kecukupan penggantian cairan, dan kebutuhan serta status cairan.
Warna urine merah/hitam menandakan kerusakan otot massif
c) Catat karakteristik muntah dan/ atau drainase.
R/ : Membantu dalam membedakan distress gaster. Darah merah cerah
menandakan adanya atau perdarahan arterial akut, mungkin karena ulkus
gaster; darah merah gelap mungkin darah lama (tertahan dalam usus) atau
perdarahan vena dari varises.

21
d) Catat respons fisiologis individual pasien terhadap perdarahan, misalnya
perubahan mental, kelemahan, gelisah, ansietas, pucat, berkeringat,
takipnea, peningkatan suhu.
R/ : Memburuknya gejala dapat menunjukkan berlanjutnya perdarahan atau
tidak adekuatnya penggantian cairan.
e) Awasi masukan dan haluaran dan hubungkan dengan perubahan berat
badan. Ukur kehilangan darah/ cairan melalui muntah dan defekasi.
R/ : Memberikan pedoman untuk penggantian cairan.
f) Pertahankan pemberian infuse dan mengaturan tetesannya pada kecepatan
yang tepat sesuai dengan program medik.
R/ : Pemberian cairan yang adejuat diperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit serta perfusi organ-organ vital adekuat.
g) Pertahankan tirah baring; mencegah muntah dan tegangan pada saat
defekasi. Jadwalkan aktivitas untuk memberikan periode istirahat tanpa
gangguan. Hilangkan rangsangan berbahaya.
R/ : Aktivitas/ muntah meningkatkan tekanan intra-abdominal dan dapat
mencetuskan perdarahan lanjut.
h) Kolaborasi pengamatan hasil elektrolit serum
R/ : Natrium urine kurang dari 10 mEq/L di duga ketidakakuatan
penggantian cairan.
i) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium; misalnya Hb/ Ht
R/ : Alat untuk menentukan kebutuhan penggantian darah dan mengawasi
keefektifan terapi.

b. Dx : Risiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal dan/atau ginjal berhubungan


dengan hipovolemik karena perdarahan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x…. jam diharapkan
perfusi jaringan gastrointestinal dan/atau ginjal efektif
Kriteria hasil :
- Kesadaran pasien composmentis
- Tanda vital stabil: Suhu
- Haluaran urine 0,5-1,0 ml/kg BB/jam
- Akral teraba hangat

22
- Turgor kulit normal
- Capillary Refill Time dalam batas normal (< 2 detik)

Intervensi Keperawatan :
a) Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing/ sakit kepala
R/ : Perubahan dapat menunjukkan ketidakadekuatan perfusi serebral
sebagai akibat tekanan darah arterial.
b) Auskultasi nadi apikal. Awasi kecepatan jantung/irama bila EKG kontinu
ada
R/ : Perubahan disritmia dan iskemia dapat terjadi sebagai akibat hipotensi,
hipoksia, asidosis, ketidakseimbangan elektrolit, atau pendinginan dekat
area jantung bila lavage air dingin digunakan untuk mengontrol perdarahan.
c) Amati tanda-tanda vital
R/ : memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon
kardiovaskuler. Hipovolemia merupakan risiko utama yang segera terdapat
sesudah perdarahan masif. Pantau haluaran urin sedikitnya setiap jam sekali
dan menimbang berat badan pasien setiap hari.
d) Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pengisian kapiler lambat, dan
nadi perifer lemah.
R/ : Vasokontriksi adalah respon simpatis terhadap penurunan volume
sirkulasi dan/ atau dapat terjadi sebagai efek samping pemberian
vasopresin.
e) Catat laporan nyeri abdomen, khususnya tiba-tiba nyeri hebat atau nyeri
menyebar ke bahu.
R/ : Nyeri disebabkan oleh ulkus gaster sering hilang setelah perdarahan
akut karena efek bufer darah.
f) Observasi kulit untuk pucat, kemerahan. Pijat dengan minyak. Ubah posisi
dengan sering.
R/ : Gangguan pada sirkulasi perifer meningkatkan risiko kerusakan kulit.
g) Kolaborasi pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi
R/ : Mengobati hipoksemia dan asidosis laktat selama perdarahan akut.
h) Berikan cairan IV sesuai indikasi.
R/ : Mempertahankan volume sirkulasi dan perfusi.

23
c. Dx : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (rasa panas/terbakar pada
mukosa lambung dan rongga mulut atau spasme otot dinding perut).
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x20 menit dalam 3 hari
diharapkan nyeri terkontrol
Kriteria hasil :
- Klien menyatakan nyerinya menurun atau terkontrol
- Klien tampak rileks
- Tanda vital stabil
Intervensi keperawatan:
a) Catat keluhan nyeri, lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-1).
R/ : Nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan dengan gejala
nyeri klien sebelumnya dimana dapat membantu mendiagnosa etiologi
perdarahan dan terjadinya komplikasi.
b) Amati tanda-tanda vital
R/ : nyeri dapat mempengaruhi perubahan frekuensi jantung, tekanan darah
dan frekuensi nafas.
c) Kaji ulang faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
R/ : Membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.
d) Anjurkan makan sedikit tapi sering sesuai indikasi untuk klien.
R/ : Makanan mempunyai efek penetralisir, juga mencegah distensi dan
haluaran gastrin.
e) Identifikasi dan batasi makanan yang menimbulkan ketidaknyamanan.
R/ : Makanan khusus yang menyebabkan distress bermacam-macam antara
individu.
f) Bantu latihan rentang gerak aktif/ aktif dan teknik relaksasi nafas dalam.
R/ : Menurunkan kekakuan sendi, meminimalkan nyeri/ ketidaknyamanan.
g) Kolaborasi pemberian obat analgesik sesuai indikasi.
R/ : Mengobati nyeri yang muncul.

d. Dx : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan mencerna makanan akibat perdarahan pada saluran pencernaan

24
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x ….. jam diharapkan
status nutrisi seimbang
Kriteria hasil :
- Klien melaporkan intake cukup dari kebutuhan yang dianjurkan.
- Berat badan ideal
- Tonus otot baik
- Nyeri abdomen tidak ada
- Nafsu makan baik
- Kadar protein serum berada dalam kisaran normal (3.40 – 4.80 g/dL)

Intervensi Keperawatan:
a) Pantau berat badan pasien dan jumlah asupan kalorinya setiap hari.
R/: Tindakan ini membantu menentukan apakah kebutuhan makanan telah
terpenuhi.
b) Kaji adanya distensi abdomen,volume residu lambung yang besar atau
diare.
R/: Tanda-tanda ini dapat menunjukkan intoleransi terhadap jalur atau tipe
pemberian nutrisi.
c) Berikan diet tinggi kalori dan tinggi protein; mencakup kesukaan pasien dan
makanan yang dibuat di rumah. Berikan suplemen nutrisi sesuai dengan
ketentuan medik.
R/: Pasien memerlukan nutrient yang cukup untuk peningkatan kebutuhan
metabolisme.
d) Berikan suplemen vitamin dan mineral sesuai dengan ketentuan medic
R/: Suplemen ini memenuhi kebutuhan nutrisi; vitamin dan mineral yang
adekuat perlu untuk fungsi selular
e) Berikan nutrisi enteral atau parenteral total melalui prototokol penanganan
jika kebutuhan diet tidak terpenuhi lewat asupan per oral
R/: Teknik intervensi nutrisi menjamin terpenuhinya kebutuhan nutrisi

e. Dx : Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi


tentang penyakitnya.

25
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x….. jam diharapkan
pengetahuan klien tentang hematemesis melena bertambah
Kriteria hasil :
- Klien menyatakan pemahaman mengenai penyakitnya (pengertian,
penyebab, tanda dan gejala, dan pengobatan/ perawatan)
- Klien tampak kooperatif mendengarkan penjelasan petugas

Intervensi Keperawatan:
a) Kaji sejauh mana ketidakmengertian klien dan keluarga tentang penyakit
yang diderita.
R/ : Mengidentifikasi area kekurangan pengetahuan/ salah informasi dan
memberikan kesempatan untuk memberikan informasi tambahan sesuai
kebutuhan.
b) Diskusikan dengan klien untuk melakukan pendidikan kesehatan.
R/ : Partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusias dan kerja sama
dengan klien.
c) Berikan penjelasan tentang penyakit yang klien derita, cara pengobatan dan
perawatan di rumah serta pencegahan kekambuhan penyakit.
R/ : Memberikan pengetahuan dasar dimana klien dapat membuat pilihan
informasi/ keputusan tentang masa depan dan control masalah kesehatan.
d) Berikan kesempatan klien dan keluarga untuk berpartisipasi aktif dalam
pendidikan kesehatan.
R/ : Memberikan kesempatan klien dan keluarga untuk lebih memahami
tentang penyakitnya.
e) Berikan evaluasi terhadap keefektifan pendidikan kesehatan.
R/ : Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien setelah diberi pendidikan
kesehatan.

f. Dx : Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian.


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x ….. jam diharapkan
ansietas berkurang

26
Kriteria hasil :
- Klien melaporkan rasa ansietas berkurang
- Klien tampak rileks

Intervensi Keperawatan :
a) Awasi respon fisiologis, misalnya takipnea, palpitasi, pusing, sakit kepala
dan sensasi kesemutan.
R/ : Dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami pasien tetapi dapat
juga berhubungan dengan kondisi fisik/ status syok.
b) Catat petunjuk perilaku seperti gelisah, kurang kontak mata dan perilaku
melawan.
R/ : Indikator derajat takut yang dialami klien.
c) Dorong pernyataan takut dan ansietas, berikan umpan balik.
R/ : Membantu klien menerima perasaan dan memberikan kesempatan
untuk memperjelas konsep.
d) Berikan lingkungan tenang untuk istirahat.
R/ : Meningkatkan relaksasi dan keterampilan koping.
e) Dorong orang terdekat tinggal dengan klien. Berespons terhadap tanda
panggilan dengan cepat. Gunakan sentuhan dan kontak mata dengan tepat.
R/ : Membantu menurunkan rasa takut karena kesepian.

27
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Perdarahan bisa terjadi dimana saja di sepanjang saluran pencernaan, mulai dari mulut
sampai anus. Bisa berupa ditemukannya darah dalam tinja atau muntah darah,tetapi gejala bisa
juga tersembunyi dan hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan tertentu. Perdarahan pada
system pencernaan antara lain dapat disebabkan oleh : robekan jaringan, kanker kerongkongan,
iritasi gastritis, luka pada usus, kanker pada usus, tumor pada usus, penyakit divertikulum,
pembuluh darah abnormal, hemoroid dan robekan pada anus.
Pada penderita pendarahan saluran pencernaan, manifestasi klinis yang terlihat antara
lain: Muntah darah (hematemesis), Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena) dan
Mengeluarkan darah dari rektum (hematoskezia). Selain itu juga menunjukkan gejala-gejala
anemia, seperti mudah lelah, terlihat pucat, nyeri dada dan pusing.
Untuk pengobatan atau penatalaksanaan pada pasien gawat darurat dengan perdarahan
saluran pencernaan dilakukan sesuai dengan penyebab terjadinya perdarahan. Secara umum
penatalaksanaan tersebut ialah dengan cara menghentikan perdarahan yang terjadi

B. Saran
Adapun perdarahan akut gastrointestinal adalah salah satu penyakit yang dapat
mengancam nyawa penderitanya, maka kami menyarankan untu melakukan penanganan
segera mungkin.
Dan lebih baiknyalagi jika para pembaca dapat menghindari penyebab dari penyakit
Perdarahan Akut Gastrointestinal

28
DAFTAR PUSTAKA

Balentine, J.R, 2012, Gastritis overview,


http://www.emedicinehealth.com/gastritis/article_em.htm, Diakses tanggal 24 September
2012

Caesar, R, 2010, Sindroma Mallory-Weiss, http://www.medicalera.com, Diakses tanggal 24


September 2012.

Cagir, B, 2012, Lower Gastrointestinal Bleeding,


http://emedicine.medscape.com/article/188478-overview, Diakses tanggal 24 September
2012.

Cappell, M.S, Friedel, D, 2008, Initial Management of Acute Upper Gastrointestinal Bleeding:
From Initial Evaluation up to Gastrointestinal Endoscopy, Med Clin N Am, vol. 92, pp.
491–509, http://misanjuandedios.org/files/19_HGIS.pdf, Diakses tanggal 22 September
2012.

Dubey, S, 2008, Perdarahan Gastrointestinal Atas, Dalam Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan
Greenberg, vol. 1, pp. 275, Jakarta : Erlangga.

Edelman, D.A, Sugawa, C, 2007, Lower Gastrointestinal Bleeding: a review, Surg Endosc, vol.
21, pp. 514-520, http://misanjuandedios.org/files/20_HGII_A_.pdf, Diakses tanggal 22
September 2012.

Goddard, A.F, et al, 2010, The management of gastric polyp, Gut, vol. 59, pp. 1270-1276,
http://files.i-md.com/medinfo/material/, Diakses tanggal 24 September 2012.

29

Anda mungkin juga menyukai