“Emulsi”
Dosen pengampu :
Dra. Suhartinah, M.Sc.,Apt
Oleh :
Kelompok A-4
Claudia Cindy N. 21154387A
Selvi Sutanto 21154388A
Tamara Niken Sari 21154389A
Lyga Ristyana 21154390A
Nur Azizah Awaliyah 21154391A
A. Tujuan
Mengetahui pengaruh emulgator terhadap stabilitas emulsi
B. Dasar teori
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat,
terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan
yang cocok (DepKes RI, 1979).
Komponen dari emulsi dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:
a. Komponen dasar
Adalah pembentuk emulsi yang harus terdapat didalam emulsi. Terdiri dari:
Fase dispers/ fase internal/ fase diskontinue
Yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil ke dalam zat cair lain.
Fase kontinue/ fase exsternal/ fase luar
Yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung)
dari emulsi tersebut.
Emulgator
Adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.
b. Komponen tambahan
Corigen saporis, corigen odoris, corigen colouris, preservative, antioksidan (Anonim,
2009).
Jenis emulsi ada 2, yaitu:
a. Zat yang tak larut (umpamanya minyak) terdispers dalam air. Terdiri dari tetesan-
tetesan minyak yang halus yang melayang dalam air. Emulsi ini dapat diencerkan
dengan air dan disebut emulsi O/W (minyak dalam air).
b. Air berbentuk tetesan-tetesan terbagi dalam zat yang tidak larut, disebut emulsi tipe
W/O (air dalam minyak).
Dalam praktik kita bagi dalam:
a. Emulsi alam (emulsi vera), dibuat dari bahan-bahan bakal, dimana terdapat minyak
yang harus diemulsikan bersama emulgatornya atau emulgatornya sudah terdapat
dalam biji. Contoh: emulsi Amygdalae dulces, Semen Lini, Semen Cucurbitae, dan
Fructus Canabis.
b. Emulsi buatan (emulsi spuria), dimana harus ditambahkan emulgator dan air.
Contoh: Oleum Ricini (Duin, 1954).
Ketidakstabilan dalam emulsi farmasi dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Flokulasi dan Creaming
Merupakan pemisahan dari emulsi menjadi beberapa lapis cairan, dimana masing-
masing lapis mengandung fase dispers yang berbeda.
b. Koalesen dan pecahnya emulsi (cracking)
Proses cracking bersifat tidak dapat kembali.
c. Inversi
Peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe emulsi M/A ke tipe A/M atau
sebaliknya (Anief, 2000).
Faktor yang memecah emulsi:
a. Pemecahan emulsi secara kimia, dengan penambahan zat yang mengambil air,
seperti CaCl2 eksikatus dan CaO.
b. Pemecahan emulsi secara fisika:
Kenaikan suhu menyebabkan perubahan viskositas, mengubah sifat emulgator
dan menaikkan benturan butir-butir tetesan.
Pendinginan menyebabkan terpisahnya air dari sistem emulsi.
Penambahan granul kasar
Pengenceran emulsi yang berlebihan
Penyaringan
Pemutaran dengan alat sentrifugal
c. Efek elektrolit terhadap stabilitas emulsi
Faktor- faktor yang mempengaruhi stabilnya emulsi adalah:
a. Ukuran partikel
b. Viskositas
c. Rasio fase volume
d. Muatan listrik pada lapisan ganda listrik
Pembuatan emulsi:
a. Metode gom basah (metode Inggris)
Dibuat mucilago yang kental dengan sedikit air lalu ditambahkan minyak sedikit demi
sedikit dengan diaduk cepat.
b. Metode gom kering
Korpus emulsi dibuat dengan 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian gom,
sselanjutnya sisa air dan bahan lain ditambahkan. Metode ini juga disebut metode
4:2:1.
c. Metode HLB
Untuk memperoleh efisiensi emulgator perlu diperhatikan sifat-sifat dari emulgator
untuk tipe sistem yang dipilih (Anief, 2007).
C. Alat dan bahan
Bahan
1. Parafin liquidium
2. Tween 80
3. Span 80
4. Syrup Simplex
5. Nipagin, Nipasol
6. Aquades
Alat
1. Mortir dan Stamper
2. Tabung reaksi
3. Mikroskop
4. Viskometer
5. Tabung berskala
6. Kaca arloji
7. Timbangan
8. Alat sentrifugasi
D. Cara kerja
PEMBUATAN FORMULA
F. Pembahasan
Emulsi adalah sustem dispersi kasar yang terdiri dari minimal dua atau lebih
cairan yang tidak bercampur satu sama lain dimana cairan yang satu terdispersi
didalam cairan dalam bentuk bulatan-bulatan kecil untuk menstabilkannya diperlukan
penambahan emulgator. Emulsi mempunya dua type yaitu W/O dan type O/W.
Emulsi dapat digunakan untuk sediaan oral maupun topikal. Dalam praktikum ini kita
menggunakan 3 formula yang berbeda (FA, FB, dan FC). Bahan yang dipakai adalah
parafin liquifium digunakan untuk zat aktif, tween 80, span 80 berjumlah 18,75 g,
syrup simplex sebagai pemanis, nipagin dan nipasol sebagai pengawet agar bakteri
tidak tumbuh dan agar emulsi tidak rusak karena reaksi oksidasi, serta aquadest
digunakan sebagai pelarut. Pada formulasi A, B dan C menggunakan emulgator tween
span dengan perbandingan yang berbeda sehingga dapat diamati adanya pengaruh
emulgator terhadap stabilitas emulsi.
Evaluasi yang dilakukan adalah determinasi tipe emulsi (metode pemberian
warna, metode pengenceran emulsi, dan mengukur daya hantar listrik), uji
penyimpanan pada suhu kamar dan suhu 40-50'C, uji pemisahan karena
sentrifugasi,viskositas dan pengukuran ukuran partikel. Pada praktikum ini didapatkan
formula A paling stabil karena HLB campurannya yang paling mendekati dengan
nilai HLB Paraffin liquidum dimana HLB Parafin liquidum adalah 11,8 sementara
HLB Formula A adalah12,325.
Uji kestabilan dengan penyimpanan emulsi pada suhu kamar hasil skala
pemisahannya tidak terlalu kontras sehingga butuh waktu lama untuk mengetahui
kestabilan dari emulsi. Sedangkan penyimpanan shocking thermal yang disimpan
pada temperature tinggi dan rendah secara bergantian pada waktu tertentu merupakan
test penyimpanan yang dipercepat untuk memperpendek waktu pengamatan
sedimentasi emulsi agar diperoleh gambaran yang perlu dicari dalam kondisi
pengamatan yang dipercepat dengan pengamatan sesungguhnya dalam kondisi suhu
normal dan skala pemisahan yang tentuk juga terlihat jelas sehingga lebih mudah
diamati. Hasil persen pemisahan yang didapatkan adalah suhu kamar pada minggu ke
4 formula A, B, dan C secara berurutan adalah 99, 97, dan 95. Sedangkan pemisahan
pada suhu 40'C-50'C (thermal shocking) pada minggu ke 4 secara berurutan adalah
97, 62, dan 60 sehingga dapat disimpulkan bahwa formula A lebih stabil karena
kecepatan sedimentasi yang pelan.
Pemeriksaan viskositas minggu pertama pada formulasi A,B dan C secara
berurutan adalah 0.3, 0.6, dan 1 dPa-s serta pada minggu ke 4 didapatkan 0.4, 0.7, dan
0.8 dPa-s. Pemerikasaan viskositas ini dilakukan dengan menggunakan alat
viskometer pada minggu ke 0 dan minggu ke 4. Uji viskositas tidak berhubungan
dengan nilai absolut dari viskositas emulsi dan berhubungan dengan perubahan
viskositas selama penyimpanan. Jika terjadi kenaikan ukuran partikel tetesan cairan
yang terdispersi maka akan terjadi penurunan viskositas selama penyimpanan dan
emulsi tidak stabil.
Pada pemeriksaan ukuran partikel fase dispersi dan diameter rata-ratanya
dapat digunakan untuk mengevaluasi stabilatas emulsi terhadap waktu. Hasil yang
kami dapatkan formula A, B, dan C secara berturut adalah 51.426 mikron, 57.14
mikron, 65.711 mikron. Sedangkan pada minggu ke 4 didapatkan hasil formula A, B
dan C secara berurutan adalah 8.5 mikron, 59.997 mikron dan 11.988 mikron. Sifat
antar muka partikel kecil sehingga luas permukaannya meningkat dan meningkatkan
energi bebas permukaan. Bila sesuai dengan teori terjadi koalesensi pada minggu
berikutnya ukuran partikelnya mengalami peningkatan ukuran partikel rata-rata
karena adanya penggabungan antar partikel tetapi dihasilkan percobaan yang
penurunan ukuran partikel. Pada praktikum ini disimpulkan bahwa pemeriksaan
ukuran partikel tidak sesuai dengan teori.
G. Kesimpulan
Emulgator yang digunakan pada praktikum ini adalah Tween 80 dan Span 80,
emulgator berperan sebagai pengurang tegangan permukaan antarfase air dan
minyak sehingga dapat tercampur.
Pada praktikum ini didapatkan formula A (tween 80 75% dan span 80 25%)
paling stabil karena HLB campurannya yang paling mendekati dengan nilai
HLB Paraffin liquidum dimana HLB Parafin liquidum adalah 11,8 sementara
HLB Formula A adalah 12,325.
H. Daftar Pustaka
Anief, Moh. 2000. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Anief, Moh. 2007. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Anonim. 2009. Ilmu Resep Jilid II. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Duin, Van. 1947. Reseptir. Jakarta: Soeroengan
I. Lampiran
Gambar determinasi tipe emulsi bagian metode pengenceran