Anda di halaman 1dari 6

Jeni dan Tius bersalaman.

Jeni menatap wajah Tius dengan senyum ramah,begitu juga dengan


Tius,tetapi baginya ini hanyalah bagian dari sopan santun yang selalu diajarkan oleh orang
tuanya untuk selalu menatap mata orang yang mengajaknya berbicara sambil tersenyum ramah.

"Motornya udah bisa?"tanya Jeni

"Ehmm...belum bisa.Lebih tepatnya sudah nggak bisa lagi" kata Tius lemah

"Memangnya Kak Tius mau kemana?kalau aku lihat dari plat motornya,itu dari
Semarang kan?"

Tius menangguk kemudian berkata,"iya,mau ke semarang.Kemarin ceritanya cuma nganterin


adik saya untuk pulang ke kos di jogja,tapi malah begini jadinya"

"Oh ya sudah,Kak Tius bareng aku aja.kebetulan banget aku mau ke Semarang" kata Jeni
bersemangat

"Eh eh,nggak usah.ehmm..saya pinjam hp saja boleh tidak?saya mau mencoba


menelepon adik saya" katanya merasa tak enak

Jeni terkekeh geli mendengar logat bicara Tius yang nenurutnya terlalu formal.Arman langsung
mengeluarkan ponselnya karena ia tahu jika Jeni tidak memiliki ponsel.Tius menerima ponsel
tersebut kemudian berfikir sejenak.Ia mendesah pasrah sebelum mengembalikan ponsel milik
Arman.Arman dan Jeni menatap Tius dengan tatapan,kenapa?

“Saya baru ingat,saya nggak tahu nomor hp adik ataupun temen saya"

Jeni tertawa pelan mendengar perkataan Tius."Ya udah,bareng aku aja nggak apa apa kak,nanti
aku minta ijin sama Bang Rae,pasti diijinin deh.tenang aja."

"O..oke deh"

Waktu telah menunjukan pukul 11.30 saat sebuah mobil Toyota Rush berhenti di depan
panti.Seorang pria keluar dari pintu kemudi.Pria itu mengenakan T-shirt polos bewarna abu-abu
dan jeans panjang bewarna biru pudar dipadukan dengan sneakers bewarna biru.Pria itu berjalan
santai memasuki area panti.Didalam,ia bertemu dengan Bi minah yang sedang duduk ,berkutat
dengan pembukuan panti ini.

“eh,Den Rae sudah sampai” sapa Bi Minah. Rae langsung menyalami tangan Bi Minah
dan mencium tangannya.

“iya Bi.” Jawabnya. “Jeni dimana?”

“Non Jeni lagi di halaman belakang.Sedang ada tamu”

Rae mengerutkan keningnya.

“Tadi malam ada pemuda yang motornya mogok di depan panti.” Kata Bi Minah yang
menyadari bahwa Rae kebingungan,“Non Jeni kasihan,terus diajak masuk dan istirahat disini”

Bibir Rae membentuk huruf O diikuti dengan anggukan kecil.kemudian Rae ingat dengan
perkataan Jeni pagi tadi di telepon.Ia melirik pada Bi Minah kemudian duduk di seberang nya

“Oh iya bi,Saya sudah dapat informasi mengenai atap panti yang bocor dari Jeni”
Rae dapat menangkap raut terkejut di wajah Bi Minah

“Bi Minah kenapa nggak mau terbuka soal kondisi panti ini sama saya?” tanyanya to the
point.

“Saya bukannya nggak mau den.Saya Cuma nggak enak aja,ngerepotin keluarga Den Rae
terus.Nyonya Haenam juga sudah baik banget sama Bibi dan anak-anak.Rumah pemberian ini
sudah lebih dari cukup buat kami,Den.Lagipula,Den Rae kan juga perlu biaya untuk perawatan
Non Jeni.” kata Bi Minah sambil menunduk
Rae mendesah pelan,ia tahu jika Bi Minah akan menggunakan alasan ini, “Bi,Saya
ataupun Jeni nggak ada yang merasa repot untuk membantu panti ini.Ini bukan karena janji saya
ke Oma,ini memang murni dari hati saya ingin membantu panti ini.Untuk masalah biaya,Bibi
nggak perlu khawatir,saya punya tabungan tersendiri untuk biaya pengobatan Jeni. Dan
juga,Oma meninggalkan banyak tabungan untuk operasional panti ini.Jadi saya mohon bi,saya
mohon agar bibi mau terbuka mengenai panti ini ke saya atau ke Jeni.”

Bi Minah mengangguk pelan kemudian berkata “Ba..baik,Den”

“Bang,nggak bisa nunggu bentar lagi ya?please!!!” Jeni memohon untuk yang kesekian
kalinya sambil mendekap lengan Rae yang telah siap di kemudi.Saat ini,Rae,Jeni dan Tius telah
berada dalam mobil untuk pergi ke semarang.Di samping mobil,berdiri Bi Minah dan Arman
yang mengantar kepindahan Jeni.
“Nggak bisa,dek.Sore ini,kakak ada jadwal operasi.Ini juga sudah sangat terlambat.” kata
Rae sambil berusaha melepaskan tangan Jeni dari lengannya.Namun,Jeni justru semakin kuat
memeluk lengan kakaknya.
“lepasin,dek!kamu nggak malu dilihatin cowok?Jadi cewek kok manja banget.” Suara
Rae menininggi,memperingatkan Jeni sambil melirik Tius di jok tengah.Tius hanya bisa
tersenyum canggung melihatnya.Jeni akhirnya menyerah,lalu melepaskan pelukannya dengan
sedikit mendorong lengan Rae karena kesal.
“yahh abang gitu sih!!Nunggu lima belas menit doank bang,adik-adik pasti udah sampe
panti.Aku mau kangen-kangenan dulu sama mereka.Pliss bang…lima belas menit aja.” Jeni
masih berusaha memohon.

Rae mendengus kesal,kemudian berkata, “shireo”

Rae langsung memacu mobilnya meninggalkan panti.Jeni semakin kesal dengan tindakan Rae
dan memilih untuk membuang muka lalu menghadap ke arah keluar jendela mobil.

25 menit berlalu,kini mereka memasuki kawasan Magelang.Jalanan cukup ramai di padati oleh
kendaraan pribadi dan angkutan umum.Cuaca sangat terik membuat mata minimalis Rae
semakin mengecil berusaha memfokuskan pandangannya ke jalanan.
“Tius,umur lo berapa?” tanya Rae tiba tiba

Tius terkejut dengan pertanyaan Rae.Maklum saja,Tius sudah merasa bahwa Rae tidak
menyukainya sejak pertama kali bertemu.Ia ingat sekali dengan tatapannya yang sangat menusuk
saat melihat Tius tertawa bersama Jeni.

“Tahun ini 22,Bang”

“Bicara santai aja ya.Pakai ‘Lo’ ‘Gue’ juga nggak apa apa.kita seumuran kok”

“o..oke” Tius tergagap

“lo masih kuliah atau udah kerja?”

“udah kerja”

Rae hanya mengangguk paham.Kemudian ia melirik kaca spion sebelum menepikan mobilnya di
pinggir jalan.Tius menatap Rae kebingungan

“Jeni harus minum obat dulu.” katanya menyadari kebingungan di wajah Tius.Rae
melepaskan seat bealtnya lalu membungkuk kearah tubuh Jeni dan membuka dashboard yang
berada di depannya.Ia mengeluarkan sebuah botol obat yang mengeluarkan suara gemeletuk saat
diangkat.Tius tak berani untuk memperhatikan secara jelas karena merasa ia tak berhak ikut
campur.

“Dek,bangun.Minum obat dulu.” kata Rae sambil menggoncangkan tubuh Jeni.Jeni


hanya menggeliat pelan,matanya masih terpejam dengan sempurna.Kali ini Rae mengarahkan
tangannya menuju rambut Jeni,menyelipkan rambut ke belakang telinga Jeni lalu memegang
daun telinga Jeni .Tius yang melihatnya merasa was-was,ia pikir Rae akan menarik telinga Jeni
agar ia terbangun,namun,Rae justru memijat daun telinga itu dari yang paling bawah lalu
merambat hingga kebagian atas lekukan daun telinga.Tak berapa lama kemudian,Jeni membuka
matanya lalu menatap orang yang mengganggu tidurnya

“kenapa?” tanyanya

“Sudah waktunya minum obat.” kata Rae sambil menyerahkan botol obat.

Tanpa banyak protes,Jeni mengambil botol obat itu,membuka tutupnya dan memasukan sebutir
obat bewarna putih itu ke mulutnya,Rae membantunya dengan menyerahkan sebotol air mineral
yang tutupnya telah terbuka.Tius yang telah berjanji tidak akan melihatnya justru menjadi
penonton setia perlakuan Rae ke Jeni.Tius sangat tersentuh dengan kelembutan Rae kepada Jeni.

Setelah selesai meminum obatnya.Rae menatap mata Jeni sangat dalam,siku kirinya
bertumpu pada sandaran kursi Jeni,sedangkan tangan kanannya merapikan rambut Jeni.

“Kenapa sih bang!” Jeni protes dengan perilaku Rae dengan suara yang cukup keras.Rae
terenyum geli dengan ucapan Jeni.Ia langsung menganti posisinya lagi,kini ia telah siap kembali
sebagai pengemudi mobil.

“Makanya jangan marah-marah terus,malu kan kamu dilihatin Tius?” ucapya sebelum
melajukan mobilnya kembali.Jeni yang mendengar nama Tius disebut langsung tersadar dan
membalikan tubuhnya mengahadap Tius lalu tertawa malu

“hehehe,maaf.Aku lupa kalau kak Tius ikut.Aku malah ketiduran.Maaf ya”

“iya nggak apa apa kok.Kalau kamu capek istirahat aja nggak apa-apa”

“iya dek,kamu tidur aja.Kakak masih bisa ngajak ngobrol Tius,kok.Lagipula sebentar lagi
pasti kamu tepar.” Ujar Rae
“Abang kasih aku obat tidur?” tanya Jeni sambil melotot kearah Rae

Rae tertawa pelan sebelum berkata, “Kakak nggak kasih obat tidur,dek.Cuma Aspirin
doank,kok.suerrr!!” Rae mengacungkan dua jarinya membentuk huruf V,sementara Jeni meringis
kesal.

Anda mungkin juga menyukai