Anda di halaman 1dari 10

Laporan Ko-asistensi Kasus Mandiri Klinik Interna

ASITES AKIBAT GANGGUAN GINJAL KRONIK

Oleh:
FEBRI RAMADANA, S.KH
1802101020052

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur penulis ucapkan kepad Allah S.W.T yang telah memberikan

nikmat dan karunia, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir Klinik

Interna Program Profesi Dokter Hewan (PPDH) Universitas Syiah Kuala yang

dilaksanakan pada tanggal 02 Juli 2019 s/d 16 Juli 2019.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada drh. M. Hasan, M.P selaku

koordinator Laboratorium Klinik Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah

Kuala dan kepada drh. Zuhrawati, M.Si selaku pembimbing yang telah bersedia

meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga untuk memberikan bimbingan dan arahan

kepada penulis dalam menyelesaikan kasus mandiri ini. Ucapan terimakasih juga

penulis ucapkan kepada kawan-kawan Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH)

gelombang XIV kelompok 5, serta semua pihak yang telah mendukung penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih banyak kekurangan. Kritik

dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan

datang. Atas bantuan, motivasi serta perhatian semua pihak penulis hanya dapat

mendo’akan semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal.

Amin Ya Rabbal ‘Alamin

Banda Aceh, 06 Juli 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Ginjal
Gangguan Ginjal Kronik

BAB III PEMBAHASAN


Penyebab Asistes
Patofisiologi Asites
Epidemiologi Asites
Diagnosa
Prognosa
Pengobatan
Perawatan dan Monitoring

BAB IV PENUTUP
Kesimpulan
Saran
BAB I

PENDAHULUAN

Anjing merupakan hewan yang banyak dipelihara sebagai hewan

kesayangan karena sifat anjing setia dan penyayang. Sifat anjing yang penyayang

membuat pencinta anjing tidak pernah bosan dan tidak pernah lalai untuk

memelihara maupun menjaga kesehatannya. Seiring berjalannya waktu popolasi

anjing menjadi meningkat diikuti dengan munculnya masalah kesehatan. Masalah

kesehatan yang banyak muncul yaitu gangguan metabolik, salah satu diantaranya

gangguan ginjal kronis.

Ginjal merupakan oragan vital berfungsi sebagai kestabilan dalam tubuh,

mengatur cairan tubuh, elektrolit, dan asam basa dengan cara menyaring darah yang

melalui ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non-elektrolit, serta

mengekskresikan kelebihannya sebagai kemih. Ginjal juga mengeluarkan sampah

metabolisme (urea, kreatinin, dan asam urat) dan zat kimia asing. Adanya gangguan

fungsi ginjal dalam melakukan fungsi vital ini menyebabkan suatu keadaan gagal

ginjal baik secara akut maupun kronik yang menggangu keseimbangan cairan

dalam tubuh dan penyebab terjadinya aistes (Wilson, 2006).

Asites adalah suatu kondisi dimana terjadi akumulasi cairan dalam rongga

perut. Hewan penderita asites akan menunjukan klinis berupa perut yang menonjol,

terkadang juga terjadi hernia umbilikalis, kulit pada perut yang menonjol terlihat

tegang dan mengkilap, urat yang menonjol dibawah kulit perut, kenaikan berat
badan yang pesat tidak sesuai dengan pertumbuhan normal, sesak napas dan nafsu

makan berkurang.

Diagnosa asites dilakukan untuk menegakan penyebabnya berdasarkan

pemeriksaan fisik dengan melakukan palpasi dan inspeksi di daerah abdomen, dan

dapat dilakukan dengan pemeriksaan sinar x. Pemeriksaan dapat diperkuat dengan

menganalisis hasil pemeriksaan darah dan cairan abdomen. Setelah itu pemeriksaan

fungsi organ seperti hati, ginjal, jantung, paru-paru yang dilanjutkan dengan

mengambilan sample untuk identifikasi penyebab. Penanganan secara simtomatis

harus dilakukan seperti pengeluaran cairan dengan menggunakan obat diuritika,

pembedahan, pemberian obat antibiotik dan anti radang.

Rumusan Masalah

1. Apa itu Asites?

2. Bagaimana diagnosa Asites?

3. Bagaimana penanangan asites?

Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu asites

2. Untuk mengetahui teknik diagnosa asites

3. Untuk mengetahui penanganan asites


Manfaat

Menambah wawasan dan memperdalam ilmu terkait pengertian, indikasi,

diagnosa, dan penangan asites


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi, Anatomi dan Fungsi Ginjal

Ginjal adalah organ penting yang memiliki peran cukup besar sebagai

pengatur keseimbanga cairan dan elektrolit. Fungsinya membuang sisa-sisa

metabolisme dan racun yang ada di dalam tubuh kedalam bentuk urin. Proses

pengaturan keseimbangan air ini diawali oleh kemampuan bagian ginjal, seperti

glomerolus dalam menyaring cairan. Rata-rata setiap satu liter darah mengandung

500cc plasma yang mengalir melalu glomerulus, sepuluh persenya disaring keluar.

Cairan yang tersaring, kemudian mengalir melalui tubulus renalis yang sel-selnya

menyerap semua bahan yang dibutuhkan.

Ginjal merupakan organ yang terletak pada area retroperitoneal, unit

anatomik fungsi ginjal adalah nefron. Nefron merupakan struktur kapiler

berkelmpok dengan fungsi yang sama, terdiri dari glomerulus dan tubulus renalis

yang dilengkapi oleh kapsula Bowman. Glomerulus merupakan tempat dimana

fungsi filtrasi berlangsung, sedangkan tubulus renalis merupakan tempat untuk

reabsorbsi air dan garam yang masih diperlukan tubuh.

Glomerulus berdiameter 200 µm dan terdiri dari arteriol aferen, dan

sekelompok kapiler yang dibatasi oleh sel endotel dan dilapisi dengan sel epitel

yang membentuk lapisan kapsula bowman dan tubulus renalis. Tubulus renalis

terdiri dari tubulus kontortus proksimal, ansa henle, dan tubulus kontortus distal.

Pada daerah tubulus kontortus proksimal, air dan elektrolit direabsorbsi dalam
jumlah 80%. Pada daerah ansa henle terjadi pemekatan urin, sedangkan Pada daerah

tubulus kontortus distal mengatur keseimbangan air dan elektrolit yang diubah

berdasarkan kontrol hormonal (Barret dkk., 2012).

Gangguan Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronik merupakan suatu perubahan fungsi ginjal yang progresif

dan ireversibel, ditandai oleh penurunan laju filtrasi glomerulus secara medadak

dan cepat. Pada gagal ginjal kronik, ginjal tidak bisa untuk mempertahankan

keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia (Padila, 2012).

Ginjal berperan penting dalam regulasi tekanan darah berkat efeknya pada

keseimbangan natrium, suatu penentu utama tekanan darah. Konsentrasi natrium

didalam tubuh dideteksi di macula densa, yaitu bagian aparatus jukstaglomerulus.

Apartus jukstaglomerulus berperan dalam menilai tekanan darah. Melalui kerja dua

sensor, baik kadar natrium yang rendah atau tekanan perfusi yang rendah berfungsi

sebagai stimulasi untuk pelepasan renin.

Renin yaitu suatu protease yang dibuat di sel jukstaglomerulus,

menguraikan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensin I, yang

kemudian diuraikan menjadi angiotensin II oleh angiotensin-converting enzyme

(ACE). Angiotensin II meningkatkan tekanan darah dengan memicu vasokonstriksi

secara langsung dan dengan merangsang sekresi aldosteron sehingga terjadi retensi

natrium dan air oleh ductus collingens. Semua efek ini menambah cairan ekstrasel

(CES) (Mcphee & Wiliam, 2010).


Menurut Rendy, Margareth, 2012 GGK disebabkan dengan berbagai

macam keadaan seperti Gangguan pada pulmoner yaitu nafas dangkal, kussmaul,

dan batuk dengan sputum. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan

basa. Gangguan pada kardiovaskuler seperti hipertensi, nyeri dada, gangguan irama

jantung dan edema. Edema merupakan tanda dan gejala yang umum pada kelebihan

volume cairan. Edema merujuk kepada penimbunan cairan di jaringan subkutis dan

menandakan ketidak seimbangan gaya-gaya starling (kenaikan tekanan

intravaskuler atau penurunan tekanan intravaskuler) yang menyebabkan cairan

merembes ke dalam ruang interstisial. Edema akan terjadi pada keadaan

hipoproteinemia dan gagal ginjal yang parah seperti GGK

(Thomas & Tanya, 2012).

Pada gagal ginjal kronik terjadi penurunan fungsi renal. Produksi akhir

metabolisme protein tertimbun dalam darah dan terjadilah uremia yang

mempengaruhi setiap sistem tubuh. Retensi natrium dan cairan mengakibatkan

ginjal tidak mampu dalam mengkonsentrasikan atau mengencerkan urine secara

normal pada penyakit gagal ginjal kronik. Pasien biasanya menahan natrium dan

cairan yang dapat meningkatkan resiko edema, gagal jantung kongesif dan

hipertensi. Untuk menghindari hal-hal tersebut maka dapat dilakukan pencegahan

untuk kelebihan volume cairan dengan berbagai terapi yang dapat diberikan

(Smetzer & Bare, 2013).

Komplikasi yang terdapat pada GGK menyebabkan banyak perubahan

fisiologik yang dapat mengakibatkan kegawatan seperti gagal jantung, aritmia,

hiperkalemia, anemia, imunitas yang menurun, gangguan mineral dan lain-lain


(Setyohadi, Sally & Putu, 2016). Hasil dari pemeriksaan laboratorium dari penyakit

gagal ginjal kronik yaitu peningkatan kadar ureum dan kreatinin. Keadaan ini

paling sering disebabkan oleh ekskresi ureum yang terhambat oleh kegagalan

fungsi ginjal. Menurut penelitian Rivalta & Olifie (2015) untuk pemeriksaan kadar

kreatinine darah dibandingkan dengan nilai rujukan kadar kreatinin normal maka

hasilnya penelitian menunjukan ada peningkatan kadar kreatinin darah. Kreatinine

dalam darah meningkat apabila fungsi renal berkurang. Jika pengurangan fungsi

ginjal terjadi lambat dan massa otot juga menyusut secara berangsur. Maka ada

kemungkinan kadar kreatinin dalam serum tetap sama, meskipun ekskresi per 24

jam kurang dari normal.

Untuk karakteristik umum dari GGK yaitu letih, penurunan haluaran urine,

peningkatan edema, ketidak seimbangan elektrolit dan kelebihan cairan. Hasil dari

pemeriksaan fisik dari GGK yaitu penurunan haluaran urine, turgor kulit buruk,

nyeri abdomen saat dipalpasi dan edema perifer (Williams & Wilkins, 2012).

Menurut Nurarif (2013) Kelebihan volume cairan adalah suatu keadaan dimana

tubuh mengalami kelebihan cairan isotonik, penyakit GGK fatal kecuali diobati,

untuk menopang hidup mungkin memerlukan dialisis rumatan atau transpaltasi

ginjal (Williams & Wilkins, 2012).

Anda mungkin juga menyukai