Anda di halaman 1dari 29

Laporan Kasus

SKIZOAFEKTIF TIPE MANIK

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan


Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kedokteran Jiwa
BLUD Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Aceh

Disusun oleh :

Sartiwi
1807101030032
Dokter Pembimbing

dr. Subhan Rio Pamungkas, Sp.KJ(K)

BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BLUD RUMAH SAKIT JIWA ACEH
BANDA ACEH
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Gangguan Skizoafektif merupakan suatu gangguan dengan gambaran berupa
gejala skizofrenia dan gangguan afektif. Kriteria diagnostik gangguan skizoafektif
telah berubah seiring berjalannya waktu, sebagian besar merupakan refleksi
perubahan kriteria diagnostik skizofrenia dan gangguan mood, namun diagnosis ini
merupakan yang terbaik untuk pasien yang memiliki gejala campuran keduanya.(1)
Gangguan Skizoafektif lebih sering ditemukan pada perempuan dibandingkan
pada laki-laki. Awitan diketahui lebih tinggi pada perempuan dengan usia lanjut
dibandingkan laki-laki. Meskipun prevalensi pada perempuan didapatkan lebih tinggi,
namun angka remisi pada perempuan lebih baik dibandingkan pada laki-laki. (1)
Penyebab gangguan skizoafektif masih tidak diketahui secara pasti, namun
demikian data penelitian menunjukkan bahwa gangguan skizofrenia dan gangguan
afektif mungkin berhubungan secara genetik. Ada peningkatan risiko terjadinya
gangguan skizofrenia diantara keluarga dengan gangguan skizoafektif.(1,2)
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif
adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang
bersamaan, atau dalam beberapa hari sesudah yang lain, dalam episode yang sama.
Sebagian diantara pasien gangguan skizoafektif mengalami episode skizoafektif
berulang, baik yang tipe manik, depresif, maupun campuran keduanya.(3)
Pengobatan pada skizoafektif terdiri dari pengobatan secara psikofarmaka dan
psikoterapi. Gangguan skizoafektif umumnya merespon baik terhadap pengobatan
antipsikotik, baik itu antipsikotik tunggal maupun yang dikombinasikan dengan mood
stabilizer. Pengobatan harus sesuai dengan tipe atau episode skizoafektif yang sedang
berlangsung. Prognosis dari gangguan skizoafektif lebih baik bila dibandingkan
dengan skizofrenia, dan lebih buruk bila dibandingkan dengan gangguan afektif.(1,3)

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gangguan skizoafektif merupakan suatu penyakit dengan gejala psikotik yang
persisten seperti halusinasi atau delusi, dimana gejala ini terjadi bersamaan dengan
masalah suasana perasaan (mood disorder) seperti depresi, manik atau episode
campuran. Gangguan skizoafektif merupakan permasalahan mental yang bersifat
kronis. Kebanyakan pasien dengan gangguan skizoafektif mengalami kesalahan
diagnosis dengan gangguan bipolar ataupun skizofrenia dikarenakan manifestasi
klinis yang muncul tampak sangat mirip dengan diagnosis yang lainnya.(2,4)
Menurut DSM-IV-TR, orang yang mengalami gejala psikotik lebih dari dua
minggu dengan tidak adanya gangguan mood yang parah atau kemudian memiliki
gejala depresi atau gangguan bipolar mungkin telah mengalami gangguan
skizoafektif.(5) Apabila ditemukan gejala skizofrenik dan manik menonjol pada
episode penyakit yang sama, maka hal ini disebut gangguan skizoafektif tipe manik.
Dikatakan gangguan skizoafektif tipe depresif apabila ditemukan gejala skizofrenik
dan depresif yang menonjol pada episode penyakit yang sama.(3)

2.2 Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup gangguan skizoafektif kurang dari satu persen,
mungkin berkisar antara 0,5 sampai 0,8 persen. Namun, gambaran tersebut
merupakan perkiraan; berbagai studi mengenai gangguan skizoafektif telah
menggunakan berbagai kriteria diagnostik. Pada praktik klinis, diagnosis permulaan
gangguan skizoafektif sering digunakan bila seorang klinisi tidak yakin akan
diagnosis.(1)
Gangguan skizoafektif tipe depresi mungkin lebih sering terjadi pada orang
tua daripada orang muda, dan tipe campuran lebih sering pada dewasa muda daripada
dewasa tua. Prevalensi gangguan tersebut dilaporkan lebih rendah pada laki-laki
daripada perempuan, terutama perempuan menikah; usia awitan untuk perempuan

2
3

lebih lanjut daripada laki-laki, seperti pada skizofrenia. Laki-laki dengan gangguan
skizoafektif mungkin memperlihatkan perilaku antisosial dan mempunyai afek
tumpul yang nyata atau tidak sesuai.(1)

2.3 Etiologi
Penyebab gangguan skizoafektif belum diketahui secara pasti, tetapi empat
model konseptual telah dikembangkan. Berikut penjabarannya : (1)
1. Gangguan skizoafektif dapat berupa tipe skizofrenia atau tipe gangguan
mood.
2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi simultan skizofrenia dan
gangguan mood.
3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan tipe psikosis ketiga yang berbeda,
yang bukan merupakan gangguan skizofrenia maupun gangguan mood.
4. Gangguan skizoafektif adalah kelompok heterogen gangguan yang mencakup
ketiga kemungkinan pertama. (1)

Meskipun banyak riset famili dan genetik mengenai gangguan skizoafektif


didasarkan pada alasan bahwa skizofrenia dan gangguan mood merupakan entitas
terpisah, beberapa data menunjukkan bahwa kedua gangguan tersebut terkait secara
genetik. Beberapa kebingungan yang timbul pada studi famili pasien gangguan
skizoafektif dapat merefleksikan perbedaan nonabsolut antara dua gangguan primer
Oleh karena itu, tidak mengherankan bila studi keluarga pasien dengan gangguan
skizoafektif melaporkan hasil yang tidak konsisten. Peningkatan prevalensi
skizofrenia tidak ditemukan dalam kerabat proban dengan gangguan skizoafektif tipe
bipolar; namun keluarga pasien dengan gangguan skizoafektif tipe depresif berisiko
lebih tinggi mengalami skizofrenia daripada gangguan mood.
Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai
prognosis lebih baik daripada pasien skizofrenia dan prognosis lebih buruk daripada
pasien dengan gannguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan
skizoafektif memberikan respons terhadap lithium dan cenderung mengalami
perjalanan penyakit yang tidak memburuk.
4

2.4 Tanda dan Gejala


Seseorang yang mengalami gangguan skizoafektif akan mengalami gejala
waham (delusi) dan halusinasi yang merupakan gejala khas dari skizofrenia disertai
dengan gangguan perubahan suasana hati yang signifikan.(5) Pasien juga harus
memiliki setidaknya satu (lebih baik bila dua) dari gejala khas skizofrenia yang
tercantum dalam International Classification of Disease-10 (ICD-10).(6)
Tabel 1. Diagnosis Skizofrenia menurut ICD-10
ICD-10 diagnostic guidelines for schizophrenia(7)
One or more of the following symptoms :
a. Thought echo, insertion, withdrawal or broadcast
b. Delusions of control or passivity; delusional perception
c. Hallucinatory voices giving a running commentary; discussing the patient among
themselves or “originating” from some part of the body
d. Bizzare delusions
OR
Two or more of the following symptoms :
e. Other hallucinations that either occur every day for weeks or that are associated with
fleeting delusions or sustained overvalued ideas
f. Thought disorganization (loosening of association, incoherence, neologism)
g. Catatonic symptoms
h. Negative symptoms
i. Change in personal behavior (loss of interest, aimlessness, social withdrawal)

 Symptoms should be present for most of the time during at least 1 month
 Schizophrenia should not be diagnosed in the presence of organis brain disease
or during drug intoxication or withdrawal

Gejala-gejala afektif yang dijumpai khususnya pada gangguan skizoafektif


tipe manik diantaranya mood yang elasi dan adanya ide-ide kebesaran, terkadang
kegelisahan atau iritabilitas disertai oleh perilaku agresif. Terdapat peningkatan
energi, aktivitas yang berlebihan, konsentrasi yang terganggu, dan hilangnya
hambatan norma sosial, adanya waham kebesaran dan waham kejaran juga sering
ditemukan. Onset pada gangguan ini biasanya bersifat akut.(8)
Berikut gejala klinis skizofrenia berdasarkan pedoman penggolongan dan
diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ-III).(9)
 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
5

a. “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda ; atau “thought insertion or withdrawal” = isi yang asing dan
luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar
oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan “thought broadcasting”= isi
pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;
b. “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar; atau “delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak
berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” = secara
jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus). “delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak
wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat.
c. Halusinasi Auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus
terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien pasein di antara
mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara
halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau
politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya
mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan
dunia lain).
 Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
e. Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau
berbulan-bulan terus menerus.
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation),
yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.
6

g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh


tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
h. Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus
jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi
neuroleptika.
 Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu
satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal).
 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan
penarikan diri secara social.

2.5 Diagnosis
Diagnosis dari gangguan skizoafektif ditegakkan dari hasil pemeriksaan yang
seksama mengingat luasnya tipe gejala klinis yang ditimbulkan.(5) Berikut merupakan
paduan diagnostik gangguan skizoafektif menurut Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ-III) ; (9)
 Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif
adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang
bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang
lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi
dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun
episode manik atau depresif.
 Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan
gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang berbeda.
 Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah mengalami
suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi pasca skizofrenia).
7

Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang, baik berjenis


manik (F25.0) maupun depresi (F25.1) atau campuran dari keduanya (F25.2).
Pasien lain mengalami satu atau dua episode skizoafektif terselip di antara
episode manik atau depresif (F30-F33).

Pedoman diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif tipe Manik (F25.0)


menurut PPDGJ-III ialah sebagai berikut : (9)
 Kategori ini digunakan baik untuk episode skizofrenia tipe manik yang tunggal
maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode skizoafektif
tipe manik.
 Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tak
begitu menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang
memuncak.
 Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik lagi
dua, gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk skizofrenia,
F20,- pedoman diagnostic (a) sampai dengan (d)).

Pedoman diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif tipe Depresif (F25.1)


menurut PPDGJ-III ialah sebagai berikut : (9)
 Kategori ini harus dipakai baik untuk episode skizoafektif tipe depresif yang
tunggal, dan untuk gangguan berulang dimana sebagian besar episode didominasi
oleh skizoafektif tipe depresif.
 Afek Depresif harus menonjol, disertai oleh sedikitnya dua gejala khas, baik
depresif maupun kelainan perilaku terkait seperti tercantum dalam uraian untuk
episode depresif (F32);
 Dalam episode yang sama, sedikitnya harus jelas ada satu, dan sebaiknya ada
dua, gejala khas skizofrenia (sebagaimana ditetapkan dalam pedoman diagnostik
skizofrenia, F20.-, (a) sampai (d)).
Gangguan Skizoafektif tipe Campuran (F25.2), dapat ditegakkan diagnosisnya
apabila gangguan dengan gejala skizofrenia (F20.-) berada secara bersama-sama
8

dengan gejala-gejala afektif bipolar campuran (F31.6).(9)


Penegakkan diagnosis Gangguan Skizoafektif menurut Diagnostic and
Statistical Manual for Mental Disorder 5 (DSM-V) mencakup : (7)
Tabel 2. Kriteria Diagnosis Skizoafektif menurut DSM-V
Diagnostic Criteria :
a. An uninterrupted period of illness during which there is a major mood episode ( major
depressive or manic) concurrent with Criterion A of schizophrenia.
b. Delusions or hallucinations for 2 or more weeks in the absence of a major mood episode
(depressive or manic) during the life time duration of the illness.
c. Symptoms that meet criteria for a major mood episode are present for the majority of the
total duration of the active and residual portions of the illness.
d. The disturbance is not attributable to the effects of a substance (eg., a drug of abuse, a
medication) or another medical condition.
295.70 (F25.0) : Schizoaffective Disorder
Specify :
295.70 (F25.0) : Schizo-affective Disorder, Bipolar Type
295.70 (F25.1) : Schizo-affective Disorder, Depressive Type
Specify if : First episode, currently in acute episode; First episode, currently in partial
remission; First episode, currently in full remission; Multiple episodes, currently in acute
episode; Multiple episodes, currently in partial remission; Multiple episode, currently in full
remission; With catatonia; Unspecified.
Specify current severity : 0 (not present) to 4 (present and severe)

2.6 Diagnosis Banding


Diagnosis banding gangguan skizoafektif biasanya mencakup semua bentuk
gangguan mood dan skizofrenia. Pada setiap diagnosis banding gangguan psikotik,
pemeriksaan medis lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik
gejala. Riwayat penyalahgunaan obat dengan atau tanpa uji penapisan toksikologi
positif dapat mengindikasikan gangguan terinduksi zat. (1)
Keadaan medis sebelumnya, pengobatan, atau keduanya dapat menyebabkan
gangguan psikotik dan mood. Setiap kecurigaan terhadap kelainan neurologis perlu
didukung dengan pemeriksaan pemindaian (scan) otak untuk menyingkirkan patologi
9

anatomis dan elektroensefalogram untuk menentukan setiap gangguan bangkitan


yang mungkin (cth. epilepsi lobus temporalis). Gangguan psikotik akibat gangguan
bangkitan lebih sering terjadi daripada yang terlihat pada populasi umum. Gangguan
tersebut cenderung ditandai dengan paranoia, halusinasi, dan ide rujukan. Pasien
epileptik dengan psikosis diyakini mempunyai tingkat fungsi yang lebih baik
daripada pasien dengan gangguan spectrum skizofrenik. Kontrol bangkitan yang lebih
baik dapat mengurangi psikosis.(1)

2.7 Perjalanan Penyakit dan Prognosis


Mengingat ketidakpastian dan berkembangnya diagnosis gangguan
skizoafektif, perjalanan jangka panjang dan prognosis gangguan ini sulit ditentukan.
Berdasarkan definisi diagnosis, kita dapat mengharapkan pasien dengan gangguan
skizoafektif mengalami perjalanan yang sama seperti gangguan mood episodik,
skizofrenik kronik, atau beberapa hasil intermedia. Telah diduga bahwa peningkatan
adanya gejala skizofrenik memprediksi prognosis lebih buruk. Setelah satu tahun,
pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai hasil berbeda yang bergantung
terhadap apakah gejala dominannya afektif (prognosis lebih baik) atau skizofrenik
(prognosis lebih buruk). Satu studi yang mempelajari pasien yang didiagnosis
gangguan skizoafektif selama delapan tahun mendapatkan hasil pasien tersebut lebih
menyerupai skizofrrenia daripada gangguan mood dengan gambaran psikotik.

2.8 Terapi

a. Psikofarmaka
Mood stabilizer adalah cara utama pengobatan gangguan bipolar dan
diharapkan dapat bermanfaat pada pengobatan pasien dengan gangguan skizoafektif.
Satu studi yang membandingkan lithium dengan karbamazepin memperlihatkan
superioritas karbamazepin pada gangguan skizoafektif tipe depresif, tetapi tidak ada
perbedaan kedua agen tersebut untuk tipe bipolar. Namun, pada praktiknya,
10

pengobatan tersebut digunakan luas secara tersendiri, digunakan bersamaan, atau


kombinasi dengan agen antipsikotik.(1)
Pada episode manik, pasien skizoafektif sebaiknya diobati secara agresif
dengan pemberian dosis mood stabilizer dalam kisaran konsenterasi terapeutik
sedang sampai tinggi di dalam darah. Ketika pasien memasuki fase pemeliharaan,
pemberian dosis dapat dikurangi sampai rentang rendah sampai sedang untuk
menghindari efek samping dan efek potensial terhadap sistem organ (cth., tiroid dan
ginjal) dan memudahkan konsumsi dan kepatuhan pengobatan. Pemantauan
laboratorium terhadap konsenterasi obat dalam plasma dan penapisan periodic tiroid,
ginjal, dan fungsi hematologis harus dilakukan. Seperti pada semua kasus mania yang
sulit disembuhkan, pemakaian terapi elektrokonvulsif (ECT) harus dipertimbangkan.
(1)

Berdasarkan definisi, banyak pasien skizoafektif menderita akibat episode


depresif mayor. Pengobatan dengan antidepressan menyerupai pengobatan depresi
bipolar. Perawatan dilakukan tetapi bukan untuk mencetuskan suatu siklus pergantian
cepat dari depresi menjadi mania dengan antidepresan. Pilihan antidepresan
sebaiknya memperhatikan kegagalan atau keberhasilan antidepresan sebelumnya.
Inhibitor re-uptake serotonin selektif (SSRI) (cth., fluoxetine [Prozac] dan sertraline
[Zoloft] sering digunakan sebagai agen lini pertama. Namun pasien teragitasi atau
insomnia dapat disembuhkan dengan antidepresan trisiklik. Seperti pada semua kasus
depresi, pemakaian ECT sebaiknya dipertimbangkan. Seperti telah disinggung
sebelumnya, agen antipsikotik bermanfaat pada pengobatan gejala psikotik gangguan
skizoafektif.(1)
Berikut ditampikan penggolongan obat anti psikotik tipikal dan atipikal : (10)
I. Obat Anti-psikosis Tipikal (Typical Anti Psychotics)
1. Phenotiazine
 Rantai Aliphatic : Chlorpromazine (Largacil)
 Rantai Piperazine : Perphenazine (Trilafon)
Trifluoperazine (Stelazine)
Fluphenazine (Anatensol)
11

 Rantai Piperidine : Thioridazine (Melleril)


2. Butyrophenone : Haloperidol (Haldol, Serenace,dll)
3. Diphenyl-butyl-piperidine : Pimozide (Orap)
II. Obat Anti-psikosis Atipikal (Atypical Anti Psychosis)
1. Benzamide : Supiride (Dogmatil)
2. Dibenzodiazepine : Clozapine (Clozaril)
Olanzapien (Zyprexa)
Quetiapine (Seroquel)
Zotepine (Ludopin)
3. Benzisoxazole : Risperidone (Risperidol)
Aripiprazole (Abilify)

Mekanisme kerja obat anti-psikosis tipikal adalah memblokade Dopamine


pada reseptor pasca-sinaptik neuron di otak, khususnya di sistem limbic dan sistem
ekstrapiramidal (Dopamine D2 receptor antagonist), sehingga efektif untuk gejala
positif. Sedangkan obat anti-psikosis atipikal disamping berafinitas terhadap
“Dopamine D2 Receptors” juga terhadap “Serotonin 5HT2 Receptors” (Serotonin-
dopamine antagonist), sehingga efektif juga untuk gejala negatif.(10)

b. Psikososial
Pasien dapat terbantu dengan kombinasi terapi keluarga, latihan keterampilan
sosial, dan rehabilitasi kognitif. Oleh karena bidang psikiatri sulit memutuskan
diagnosis dan prognosis gangguan skizoafektif yang sebenarnya, ketidakpastian
tersebut harus dijelaskan kepada pasien. Kisaran gejala mungkin sangat luas, karena
pasien mengalami keadaan psikosis dan variasi kondisi mood yang terus berlangsung.
Anggota keluarga dapat mengalami kesulitan untuk menghadapi perubahan sifat dan
kebutuhan pasien tersebut. Perlu diberikan regimen obat yang mungkin lebih rumit,
dengan banyak obat, dan pendidikan psikofarmakologis.
Menurut pedoman National Institute for Health and Care Excellent (NICE),
setiap pasien dengan gejala skizofrenia harus diberikan terapi Cognitive Behavioural
12

Therapy (CBT) dan bagi keluarga dekat pasien harus di edukasikan untuk melakukan
terapi keluarga. Terapi CBT bisa membantu pasien dalam mengatasi waham dan
halusinasi berkepanjangan. Tujuannya ialah untuk meringankan penderitaan dan
kecacatan, dan tidak untuk menghilangkan gejala dari gangguan tersebut. Terapi CBT
mencakup :(11)
 Mencoba untuk menantang atau memiliki pikiran yang berbeda mengenai suara
(halusinasi auditorik) yang didengarkan.
 Membuat strategi untuk mengatasi suara yang didengarkan. Contohnya seperti
mendengarkan musik atau meminta suara yang didengarkan untuk pergi saja.
Dukungan psikologis merupakan hal yang sangat penting bagi pasien yang
mengalami gejala skizofrenia beserta keluarganya. Terapi keluarga dapat membantu
keluarga untuk mengurangi ekspresi yang berlebihan terkait gejala yang dialami
pasien, hal ini terbukti efektif untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada
pasien.(11)
Art therapies (Terapi seni) juga sangat membantu dalam mengatasi gejala
negatif pada pasien. Pasien juga diharapkan bisa berbagi pengalaman bersama
temannya yang mengalami gejala yang sama, hal ini diharapkan dapat membantu
pasien mendapatkan solusi yg tepat untuk mengatasi gejala-gejala yang
dialaminya.(11)
BAB III
LAPORAN KASUS

I IDENTITAS PASIEN
Nama : Siti Aminah
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 01 Agustus 2001
Umur : 18 tahun
Alamat : Langsa lama
Status Pernikahan : Belum menikah
Pekerjaan : Tidak bekerja
Pendidikan Terakhir : S1
Agama : Islam
Suku : Aceh
TMRS : 18 Juni 2019
Tanggal Pemeriksaan : 12 April 2019

II RIWAYAT PSIKIATRI
Data diperoleh dari:
1. Rekam medis : 17231
2. Autoanamnesis : 12 April 2019

A. Keluhan Utama
Mengamuk dan memukul.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Autoanamnesis:
Pasien dibawa ke rsj oleh keluarga dengan keluahan mengamuk, memukul,
merusak barang, dan berbicara kacau keluahan ini sudah terjadi sejak 1 tahun yang
lalu dan memberat dalam dalam 1 bulan ini, selain itu pasien juga sering berbicara
dan tertawa sendiri, keluhan ini muncul setelah hp pasien diambil oleh gurunya,

13
14

pasien merasa sangat sedih sejak kejadian tersebut, setahun yang lalu pasie juga
pernah mengalami hal yang sama seperti ini, kondisi itu muncul secara tib-tiba saat di
sekolah, sebelumnya pasien belum pernah berobat ke rumah sakit jiwa untuk keluhan
tersebut, pasien adalah anak ke 5 dari lima bersaudara, pasien tinggal bersama
makciknya karena ibu dan ayah pasien sudah meninggal. Ibu kandung pasien juga
menderita gangguan jiwa. Riwayat suicide tidak ada, riwayat kaku tidak ada,riwayat
kejang tidak ada.
Pasien akhir akhir ini sering mengamuk, tidak mau minum obat, dan sering
berbuat usil dengan pasien lain yang ada diruangan. Pasien juga mengatakan masih
ada bisikan bisikan aneh pada telinga yangmembuat pasien jadi marah-marah tanpa
sebab yang jelas. Pasien juga mengatakan tidak suka dengan sepupunya karena
meniru hp yang sama dengan dirinya, karena hal tersebut pasien jadi marah dan
merusak hp miliknya. Pasien mengatakan susah untuk mengontrol emosinya, dan
mudah marah jiwa keinginannya tidak dituruti.

C. Riwayat Penyakit Sebelumnya


1. Riwayat psikiatrik: Pasien belum pernah dirawat di RSJ sebelumnya
2. Riwayat penyakit medis umum: Tidak ada
3. Riwayat merokok : Tidak ada
4. Penggunaan NAPZA : Tidak ada

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Berdasarkan hasil Aloanemnesis dengan bibi pasien diperoleh informasi
bahwa ibu pasien juga menderita ganguan jiwa.

E. Riwayat Pengobatan
Pasien sebelumnya tidak pernah mengkonsumsi obat.
F. Riwayat Sosial
Pasien merupakan anak ke 5 dari 5 bersaudara. Pasien tinggal bersama
makciknya sebelum masuk ke rumah sakit. Makcik pasien juga memiliki anak
15

perempuan yang sebaya dengan pasien, sehingga pasien merasa perlakuan


makciknya berdeda terhadap pasien.
G. Riwayat Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien ialah kelas 1 Man Di kota langsa

H. Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Riwayat perinatal : Normal
2. Riwayat masa bayi : Normal
3. Riwayat masa anak : Normal
4. Riwayat masa remaja : Normal

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Internus
1. Kesadaran : Compos Mentis
2. Tekanan Darah : 110/80 mmHg
3. Frekuensi Nadi : 86 x/ menit
4. Frekuensi Napas : 18 x/ menit
5. Temperatur : 36,7

B. Status Generalisata
1. Kepala : Normocephali (+)
2. Leher : Distensi vena jugular (-), pembesaran KGB (-)
3. Paru : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
4. Jantung : BJ I >BJII , bising (-), iktus cordis di ICSV Linea
midclavicular sinistra
5. Abdomen : Asites (-), hepatomegali (-), nyeri tekan (-)

6. Ekstremitas
Superior : Sianosis (-/-), ikterik (-/-) tremor (-/-)
Inferior : Sianosis (-/-), ikterik (-/-) tremor (-/-)
16

7. Genetalia : Tidak diperiksa

C. Status Neurologi
1. GCS : E4V5M6
2. Tanda rangsangan meningeal : (-)
3. Peningatan TIK : (-)
4. Mata : Pupil isokor (+/+), Ø3mm/3mm,
RCL (+/+), RCTL (+/+)
5. Motorik : Dalam batas normal
6. Sensibilitas : Dalam batas normal
7. Fungsi luhur : Dalam batas normal
8. Gangguan khusus : Tidak ditemukan

IV. STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan : Rapi
2. Kebersihan : Bersih
3. Kesadaran : Compos mentis
4. Perilaku & Psikomotor : Hiperaktif
5. Sikap terhadap Pemeriksa : Kooperatif
B. Mood dan Afek
1. Mood : Irritable
2. Afek : Labil
3. Keserasian Afek : Appropriate Affect

C. Pembicaraan
Spontan
Logorrhea
D. Pikiran
17

1. Arus pikir
 Koheren : (-)
 Inkoheren : (+)
 Neologisme : (-)
 Sirkumstansial : (-)
 Tangensial : (-)
 Asosiasi longgar : (+)
 Flight of idea : (-)
 Blocking : (-)

2. Isi pikir
 Waham
1. Waham Bizzare : (-)
2. Waham Somatik : (-)
3. Waham Erotomania : (-)
4. Waham Paranoid
 Waham Persekutor : (+)
 Waham Kebesaran : (+)
 Waham Referensi : (-)
 Waham Dikendalikan : (+)
 Thought
1. Thought Echo : (-)
2. Thought Withdrawal : (-)
3. Thought Insertion : (+)
4. Thought Broadcasting : (-)
18

E. Persepsi
1. Halusinasi
 Auditorik : (+)
 Visual : (-)
 Olfaktorius : (-)
 Taktil : (-)
2. Ilusi : (-)

F. Intelektual
1. Intelektual : Baik
2. Daya konsentrasi : Terganggu
3. Orientasi
 Diri : Baik
 Tempat : Baik
 Waktu : Baik
4 Daya ingat
 Seketika : Baik
 Jangka Pendek : Baik
 Jangka Panjang : Baik
5 Pikiran Abstrak : Baik

H. Daya nilai
 Normo sosial : Baik
 Uji Daya Nilai : Baik
I. Pengendalian Impuls: Terganggu
J. Tilikan : T1
K. Taraf Kepercayaan : Dapat dipercaya
19

V. RESUME
Pasien dibawa ke RSJ karena keluhan mengamuk dan menghancurkan
barang- barang yang da di rumah. Menurut pengakuan pasien pasien dia marah
karena kesal dengan sepupunya yang meniru merek hp yang dia punya. Pasien merasa
susah untuk mengontrol emosinya, selama di sekolah dia juga pernaah bertengkar
dengan teman sekelas tanpa sebab yang jelas. Pasien juga sering mengalami hausinasi
pendengaran, ibu pasien juga menderita gangguan jiwa.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tekanan darah
110/80 mmHg, frekuensi nadi 86x /menit, frekuensi napas 18x /menit, temperatur
afebris. Hasil pemeriksaan umum didapatkan dalam batas normal. Pada pemeriksaan
status mental, tampak seorang perempuan, berpenampilan tidak rapi, perawakan
sesuai usia, aktivitas psikomotor: normoaktif, sikap terhadap pemeriksa: kurang
kooperatif, mood: irritable, afek : labil, keserasian afek: appropriate, pembicaraan:
spontan, arus pikir : Asosiasi longgar , isi pikir : preokupasi, halusinasi auditorik (+).
Pasien mengalami tilikan T1 karena merasa dirinya tidak sakit dengan taraf
kepercayaan dapat dipercaya.

VI. DIAGNOSIS BANDING


1. F25.1 Gangguan Skizoafektif Tipe Depresi
2. F20.0 Skizofrenia
3. F30.2 Mania dengan gejala psikotik

VII. DIAGNOSIS KERJA


F20.0 Skizoafektif Tipe manik

III. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


Axis I :Skizoafekti8f tipe manik
Axis II : Tidak ada diagnosis
Axis III : Tidak ada diagnosis
Axis IV : Masalah dengan “primary support group” (keluarga)
20

Axis V : GAF 40-31

IX. TATALAKSANA
A. Farmakoterapi
Clozapine 100mg tab (1x100mg)
Haloperidol 5 mg tab ( 1x5mg)
Depakote 500mg tab ER (1x250mg)
Lorazepam 2mg tab (1x2mg)

B. Terapi Psikososial
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya dan menjelaskan
pentingnya kepatuhan minum obat bagi kesembuhan penyakit pasien.
2. Meningkatkan kemampuan sosial pasien seperti membina komunikasi
interpersonal yang baik, serta meningkatkan kemampuan pasien dalam
mengendalikan emosi
3. Menjelaskan kepada keluarga & orang disekitar pasien mengenai kondisi
pasien dan meyakinkan mereka untuk selalu memberi dukungan kepada
pasien agar proses penyembuhannya lebih baik.

X. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad malam
21

XI. FOLLOW-UP HARIAN


Tgl Pemeriksaan Evaluasi Terapi
S/ Pasien tampak bersemangat, Clozapine 2x100mg
4 Juli 2019
banyak berbicara, malam menjerit- Haloperidol 2x 5mg
jerit, tidak mau minum obat, tidur Depakote 1x500mg
malam tidak ada, bicara kacau Lorazepam1x2mg

O/Penampilan: perempuan,
berpakaian tidak rapi
Kesadaran : compos mentis
Sikap : Tidak kooperatif
Psikomotor : Gaduh gelisah
Pembicaraan : spontan
Proses pikir : Asosiasi longgar
Isi pikir :
waham bizzare : (-)
waham somatik : (-)
waham erotomania : (-)
waham paranoid : (+)
- waham kebesaran : (+)
- waham persekutor : (+)
- waham referensi : (-)
- waham dikendalikan : (+)
Mood : irritable
Afek : terbatas
Keserasian : Appropiate
Halusinasi Auditorik (+)
Tilikan : T1

A/ Gangguan Skizoafektif tipe


Manik
22

S/ pasien marah marah dan Clozapine 2x100mg


5 Juli 2019 seketika bernyanyi dengan suara Haloperidol 2x 5mg
yang keras, tidak mau minum obat. Depakote 1x500mg
O/Penampilan : perempuan, tidak Lorazepam1x2mg
rapi sesuai usia, Kesadaran :
compos mentis
Sikap : kooperatif
Psikomotor : normoaktif
Pembicaraan : spontan
Proses pikir : Asosiasi longgar
Isi pikir :
waham bizzare : (+)
waham somatik : (-)
waham erotomania : (-)
waham paranoid : (+)
- waham kebesaran : (-)
- waham persekutor : (+)
- waham referensi : (-)
- waham dikendalikan : (+)
Mood : Labil
Afek : Terbatas
Keserasian : Appropiate
Halusinasi (+)
Tilikan : T1

A/ Skizofrenia paranoid

A/ Gangguan Skizoafektif tipe


Manik
S/ Pasien tidur malam hanya Clozapine 2x100mg
6 Juli 2019 sekitar 2 jam, sering mengganggu Haloperidol 2x 5mg
dan usil dengan pasien lainsudah
Depakote 1x500mg
mulai mau minum obat
23

O : kurang kooperatif, tampak Lorazepam1x2mg


curiga, asosiasi longgar, waham
bizare(+), mood tampak labil,
afek terbatas inapopriate,
menmjawab pertanyaan tidak
sesuai.

A/ Gangguan Skizoafektif tipe


Manik
BAB IV

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil Aloanamnesis didapatkan bahwa pasien dibawa ke RSJ
Banda Aceh oleh keluarganya karena keluhan mengamuk, merusak barang barang
yang ada di rumah, bicara kacau dan senyum-senyum sendiri. Menurut Keluarga
sebelumnya ia sudah pernah mengalami hal seperti ini setahun yang lalu terjadi
secara tiba-tiba di sekolah. Pasien juga sering mengalami halusinasi pendengaran
yang membuat pasien marah marah tanpa sebab yang jelas. Sebulan yang lalu
pasien sempat merasa sangat sedih karena hpnya diambil oleh guru di sekolahnya.
Pasien merasa sangat kesal dan sedih saat hpnya diambil oleh guru. Selama di
rawat di rumah sakit jiwa pasien sering bernyanyi sendiri dengan suara yang sangat
keras, pasien juga sering berbuat usil dengan pasien lain yang satu ruangan
dengannya. Selama di rawat di rumah sakit jiwa pasien sering mengamuk dan telah
mendapatkan obat clozapine, Selain itu pasien juga mendapat obat minum berupa
Haloperidol 2x 2mg, Depokot ER 1x250, dan Lorazepam 2x 2mg. Namun terkadang
pasien jarang meminum obat.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan pasien
kebanyakan bicara (logorrhea), mood irritable, mengaku tidak tidur selama dua hari,
perilaku hiperaktif, halusinasi auditorik (+), waham paranoid (+). Oleh karena itu
pasien ini didiagnosis skizoafektif Tipe manik. dikarenakan adanya skizofrenia dan
gejala afektif menonjol yang sudah menetap dalam 1 bulan terakhir. Gejala psikotik
pada pasien dijumpai adanya halusinasi audiotorik dan dijumpai pula adanya delusion
of paranoid pada pasien yang menjadi kriteria diagnosis skizofrenia.
Pasien ini mendapatkan terapi Clozapin 1x 100 mg, Clozapine merupakan salah
satu obat golongan anti psikosis atipikal yang sangat efektif dengan sedikit efek
samping neurologik dibandingkan dengan obat anti psikosis golongan tipikal.
Clozapine merupakan anti psikosis atipikal pertama yang ditemukan, dan
tidak menyebabkan EPS, tardive dyskinesia, serta tidak menyebabkan peningkatan
dari prolaktin. Clozapin sangat di indikasikan untuk pasien skizofrenia yang tidak

26
27

responsif atau intoleran dengan antipsikosis generasi pertama. Clozapine bekerja


dengan cara memblokade reseptor 5HT2A, D2, D1, D3, D4, 5HT1A, 5HT2c, 5HT3,
5HT6, 5HT7, M1, H1, α1 dan α2. Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh
Clozapine diantaranya granulositopenia, agranulositosis, leukositosis, lelah,
mengantuk, perubahan EEG, hipersalivasi, mulut kering, hipotensi postural, muntah,
konstipasi, hipertermia, hiperglikemia, dan peningkatan BB. Dosis anjuran clozapine
untuk skizofrenia dan gangguan psikosis adalah 25-100mg/hari.
Depakote merupakan obat anti-mania dengan kandungan Divalproex Na yang
digunakan sebagai terapi tunggal atau terapi tambahan pada pengobatan seizure
parsial dan seizure absence, pengobatan manik (ditandai dengan peningkatan
aktivitas psikomotor, berbicara tanpa henti, disertai jalan pikiran yang tidak teratur
dan perhatian labil). Divalproex Na juga memiliki peran penting untuk menstabilkan
suasana hati pada gangguan skizoafektif. Divalproex Na memiliki efek samping
mual, muntah, gangguan pencernaan, diare, keram perut, konstipasi, anoreksia dan
lain sebagainya. Depakote tersedia dalam tablet 250-500mg. Dosis anjuran untuk
Depakote ialah 3x250mg atau 1-2x500mg.
Haloperidol merupakan salah satu obat anti psikotok generasi pertama.
Mempunyai kemampuan mengurangi dopamine reseptor supersensitivity. Dengan
meningkatakan Cholinergic-muscarinic activity yang mengahambat Cyclic AMP dan
Phosphoinositides. Sedangkan penggunan obat lorazepam berfungsi sebagai anti
anxietas. Sindrom anxietas disebabkan hiperaktivasi dari sistem limbik SSP yang
terdiri dari dopaminergic, noradrenergic, serotoninergic neurons yang dikendalikan
oleh GABA-ergic neurons. Obat anti anxietas yang bereaksi denganreseptornya akan
meng-reinforce the inhibitory action of GABA-ergic sehingga hiperaktivitas tersebut
mereda.
Pasien juga memiliki riwayat sakit yang sama setahun yang lalu akan tetapi
belum pernah di rawat dirumah sakit jiwa. Pasien mengatakan kekambuhan terjadi
apabila ia mengalami suatu kondisi yang membebani pikirannya secara berlebihan,
hal ini semakin diperburuk dengan kondisi pasien yang tidak mengkonsumsi obat
secara teratur. Literatur mengatakan apabila seseorang telah bereaksi terhadap
28

perawatan medis (farmakologis), hal yang sangat penting dilakukan adalah tetap
melanjutkam pengobatan sesuai resep yang telah dibuat oleh dokter. Secara umum,
orang dengan gangguan skizoafektif sangat diharuskan untuk melanjutkan konsumsi
mood stabilizer dalam waktu yang lama (setidaknya dua tahun). Putusnya terapi
farmakologi dengan cepat dapat menimbulkan kekambuhan dari gangguan
skizoafektif. Apabila seseorang dengan skizoafektif mengalami beberapa episode
depresi ataupun mania, dokter yang bertanggung jawab akan meresepkan pengobatan
tersebut dalam jangka waktu yang lebih panjang. Apabila episode mania atau depresi
muncul ketika pasien sedang mengkonsumsi mood stabilizer, dokter nantinya akan
meresepkan obat jangka pendek yang dapat menekan gejala tersebut. Untuk
mencegah gejala muncul kembali atau semakin memburuk, pasien diharapkan tidak
untuk menghentikan terapi farmakologis secara mendadak, walaupun pasien sudah
merasa cukup baik, karena hal ini akan memicu terjadinya kekambuhan. Proses
pemberhentian terapi farmakologis tentunya harus berdasarkan hasil konsultasi
dengan dokter yang bersangkutan.(12)
Untuk mencegah kekambuhan, banyak hal lainnya yang dapat dilakukan
selain menganjurkan pasien untuk konsisten dalam terapi farmakologi, diantaranya
dengan cara memberikan psikoedukasi yang baik kepada pasien terkait kondisinya.
Selain itu perawatan berbasis keluarga juga sangat diperlukan, keluarga diharapkan
lebih memahami kondisi sakit mental yang dialami pasien, memahami pula berbagai
cara yang dapat dianjurkan kepada pasien untuk menangani gejala yang timbul, serta
keluarga dapat menunjang perbaikan komunikasi pada pasien. Hal ini bisa
membangkitkan perbaikan fungsi sosial di dalam diri pasien sehingga pasien bisa
semakin produktif dari hari ke hari, dan tentunya dapat meminimalisir angka
kekambuhan. Cognitive Behavioural Therapy (CBT) dan Electro-convulsive Therapy
(ECT) juga dinilai sangat baik dalam mencegah terjadinya kekambuhan pada pasien
dengan gangguan skizoafektif.
BAB V

KESIMPULAN

Gangguan skizoafektif merupakan suatu penyakit dengan gejala psikotik yang


persisten seperti halusinasi atau delusi, dimana gejala ini terjadi bersamaan
(simultaneously) dengan masalah suasana perasaan (mood disorder) seperti depresi,
manik atau episode campuran. Gangguan skizoafektif merupakan permasalahan
mental yang bersifat kronis. Sebagian diantara paasien gangguan skizoafektif
mengalami episode skizoafektif berulang, baik yang tipe manik, depresif, maupun
campuran keduanya.

Terapi pada pasien skizoafektif terbagi menjadi terapi farmakologis dan terapi
non-farmakologis. Pada kasus gangguan skizoafektif tipe manik terapi kombinasi
yang diberikan adalah terapi anti-psikotik dan mood stabilizer, diantaranya mencakup
Clozapine 100mg, Depakote 250mg, haloperidol 5 mg, dan Lorazepam2mg. Terapi
non-farmakologis yang dianjurkan untuk gangguan skizoafektif tipe manik
diantaranya Cognitive-Behavioural Therapy, Psikoedukasi, Family-Based Service,
Art therapies, dan lain sebagainya. Prognosis bisa diperkirakan dengan melihat
seberapa jauh menonjolnya gejala skizofrenia nya, atau gejala gangguan afektif nya.
Semakin menonjol dan persisten gejala skizofrenianya, maka prognosisnya akan
semakin buruk. Sebaliknya apabila gejala-gejala afektifnya tampak lebih menonjol,
maka prognosis diperkirakan akan lebih baik.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan HI, Sadock BJ. 2010. Buku ajar Psikiatri Klinis Edisi ke 2. Jakarta:
EGC
2. Supratanda, Feri Eka. 2015. Penatalaksanaan Skizoafektif Tipe Depresif
Dengan Sindrom Ekstrapiramidal. Lampung : Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung
3. Rades,Miranda, Wulan,AJ. 2016. Skizoafektif Tipe Campuran. Lampung :
Jurnal Medula Unila
4. Marneros,A. 2015. Schizoaffective Disorder. Arlington Virginia: National
Alliance of Mental Illness
5. The National Alliance on Mental Illness. 2012. Schizoaffective Disorder.
Arlington Virginia : NAMI
6. Birrel, Marwick. 2013. Psychiatry 4th ed. United Kingdom: Elsevier Inc
7. American Psychiatryc Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders 5th ed. Arlington VA: American Psychiatryc Association
Publishinh
8. Kharisma, A.A Gede Ocha Rama KP. 2015. Gangguan Skizoafektif Tipe
Manik. Denpasar : Fakultas Kedokteran Universitas Udayan
9. Maslim, Rusdi.2016. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FKUnika Atmajaya
10. Maslim, Rusdi. 2014 Penggunaan Klinis Obat Psikotropik 4th ed. Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya
11. Katona,Cornelius, Cooper,Claudia, Robertson,Mary. 2012. Psychiatry at a
Glance. 5th ed. London: Wiley Blackwell
12. Mental Illness Research, Education and Medical Center. 2016. What Is
Schizoaffective Disorder? Causes, Symptoms, Diagnosis, and Treatment.
California : VA Desert Pacific Health Care Network

30

Anda mungkin juga menyukai