Politik Dan Cinta Tanah Air Dalam Perspektif Islam
Politik Dan Cinta Tanah Air Dalam Perspektif Islam
Politik berasal dari kata Yunani “polis” yang berarti kota. Secara sederhana,
politik merupakan istilah yang merujuk pada kegiatan mengatur pemerintahan suatu
negara. Politik sebagai kata benda mencakup tiga pemahaman, yaitu: pengetahuan
mengenai kenegaraan, segala urusan dan tindakan mengenai pemerintahan, dan
kebijakan atau cara bertindak dalam menangani suatu masalah. Politik adalah segala
aktivitas atau sikap yang bermaksud mengatur kehidupan masyarakat. Di dalamnya
terkandung unsur kekuasaan untuk membuat hukum dan menegakkannya dalam
kehidupan mayarakat yang bersangkutan (Salim, 1994: 291). Berdasarkan pengertian
ini, maka dalam berpolitik terkandung tugas pemeliharaan (ri’ayah), perbaikan
(ishlah), pelurusan (taqwim), pemberian petunjuk (irsyad), dan mendidik atau,
membuat orang menjadi beradab (ta’dib).
Dalam Islam, politik harus netral dari keinginan nafsu dan merupakan wujud
fungsi sebagai khilafah Allah. Karena itu, jiwa politik dalam Islam adalah keikhlasan
dan keterbukaan, sebab dengan cara ini fungsi kontrol terhadap aktivitas
pemerintahan akan berfungsi maksimal. Secara historis sikap politik yang ideal
tersebut bisa diperoleh contohnya pada masa awal kepemimpinan dalam Islam yang
dipegang oleh Rasulullah kemudian para Khulafaur Rasyidin (empat khalifah
pengganti Nabi). Masa-masa ini merupakan masa yang banyak dijadikan rujukan
orang dalam mengkonsep perpolitikan Islam.
Politik Islam dikenal juga dengan istilah siyasah syar’iyah. Definisi siyasah
syar’iyah menurut Abdul Wahhab Khallaf adalah pengaturan urusan pemerintahan
kaum muslimin secara menyeluruh dengan cara mewujudkan kemaslahatan,
mencegah terjadinya kerusakan melalui aturan-aturan yang ditetapkan Islam dan
prinsip-prinsip umum syariat, kendati hal itu tidak ada dalam ketetapan nash (Al-
Qur’an dan hadits) dan hanya merujuk pada pendapat para imam mujtahid (Taimiyah,
1419 H).
B. Variasi Pandangan Umat Islam Dalam Melihat Relasi Islam dan Negara
a. Tipologi Teo-demokrasi
Tipologi ini menganggap bahwa agama sekaligus negara, keduanya
merupakan entitas yang menyatu. Kelompok ini disebut juga Islam Politik (al-
Islam as-Siyasiy) karena menganggap politik sebagai bagian integral dari
Islam. Mereka memandang Islam sebagai suatu agama yang serba lengkap,
termasuk ketatanegaraan atau politik. Oleh karena itu, dalam pandangan
teoritis integrasi ini, negara adalah lembaga keagamaan sekaligus lembaga
politik.
b. Tipologi Sekuler
Menurut kelompok ini, persoalan politik merupakan persoalan historis,
bukan teologis yang harus diyakini dan diikuti oleh setiap muslim. Praktek
politik bukan suatu kewajiban agama, melainkan praktek kehidupan manusia
yang bisa salah dan bisa benar. Tindakan politik yang salah dan
diatasnamakan agama justru akan membuat hakekat agama menjadi dangkal
dan hina.
c. Tipologi Moderat
Aliran ini berpendirian bahwa Islam tidak mengatur sistem
ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan
bernegara. Relasi agama dan negara adalah relasi simbiosis mutualisme, dalam
bidang etik dan moral. Bagi kelompok ini, konsep negara dan pemerintahan
merupakan bagian dari ijtihad kaum muslimin. Jadi, untuk pelaksanaannya,
umat Islam bebas memilih sistem manapun yang terbaik dan tidak menentang
prinsip-prinsip dalam agama Islam.