PENDAHULUAN
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah:
1. Apakah pengertian atribusi secara umum?
2. Bagaimana pengertian atribusi menurut para tokoh?
3. Bagaimana teori-teori atribusi?
4. Apasaja kesalahan atribusi?
5. Bagaimana aplikasi teori atribusi?
C. Tujuan
Sejalan dengan rumusan masalah maka tujuan penulisan makalah adalah
untuk mengetahui :
1. Pengertian atribusi secara umum
2. Pengertian atribusi menurut para tokoh
3. Teori-teori atribusi
4. Kesalahan atribusi
5. Aplikasi teori atribusi
D. Manfaat Penulisan
1. Memberikan informasi kepada pembaca, agar mengetahui akan pentingnya teori-
teori atribusi untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
2. Dapat memahami seluruh fungsi dan aplikasi yang terkandung dalam teori
atribusi psikologi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Walgito, Bimo, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), (Andi, Yogyakarta, 2003), hal. 45
2
Faturochman, Pengantar Psikologi Sosial, (Pustaka, Yogyakarta, 2006), hal. 11
3
1. Atribusi merupakan proses-proses untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab
perilaku orang lain dan kemudian diketahui tentang sifat-sifat menetap dan
disposisi mereka (Baron dan Byrne)
2. Menurut Myers, kecenderungan memberi atribusi disebabkan oleh
kecenderungan manusia untuk menjelaskan segala sesuatu, termasuk apa yang
ada dibalik perilaku orang lain.
3. Setiap individu pada dasarnya adalah seseorang ilmuwan semu (pseudo scientist)
yang berusaha untuk mengerti tingkah laku orang lain dengan mengumpulkan
dan memadukan potongan-potongan informasi sampai mereka tiba pada sebuah
penjelasan masuk akal tentang sebab-sebab orang lain bertingkah laku tertentu.
(Kajian tentang atribusi oleh Frizt Heider).3
Proses atribusi telah menarik perhatian para pakar psikologi sosial dan telah
menjadi objek penelitian yang cukup intensif dalam beberapa dekade terakhir. Cikal
bakal teori atribusi berkembang dari tulisan Fritz Heider (1958) yang berjudul
“Psychology of Interpersonal relations). Dalam tulisan tersebut Heider
menggambarkan apa yang disebutnya “native theory of action”, yaitu kerangka kerja
konseptual yang digunakan orang untuk menafsirkan, menjelaskan, dan meramalkan
tingkah laku seseorang. Dalam kerangka kerja ini, konsep intensional (seperti
keyakinan, hasrat, niat, keinginan untuk mencoba dan tujuan) memainkan peran
penting.
C. Teori-teori Atribusi
1. Psikologi “Naif” dari Heider
Minat Psikologi Sosial terhadap proses atribusi diawali dengan teori Fritz
Heider (1958) yang peduli tentang usaha kita untuk memahami arti perilaku orang
lain, khususnya bagaimana kita mengidentifikasi sebab-sebab tindakannya. Secara
umum, perilaku dapat disebabkan oleh daya-daya personal (personal forces), seperti
kemampuan atau usaha dan oleh daya-daya lingkungan (environmental forces),
seperti keberuntungan atau taraf kesukaran suatu tugas. Jika suatu tindakan diatribusi
3
Nashori, Fuad, Agenda Psikologi Islami, (Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta, 2002), hal. 78
4
sebagai daya personal, akibatnya akan berbeda dengan tindakan yang diatribusi
dengan daya lingkungan.4
Kita mengatribusi suatu tindakan disebabkan daya personal, hanya jika orang
yang kita persepsi tersebut mempunyai kemampuan untuk bertindak, berniat untuk
melakukan dan berusaha untuk menyelesaikan tindakannya. Jika demikian, kita
beranggapan bahwa atribusi tersebut berhubungan dengan sifatnya, sehingga dapat
kita gunakan untuk meramalkan tindakan-tindakan di masa yang akan datang. Di sisi
lain, jika kita mengatibusi sebagai daya lingkungan, hal ini tidak ada hubungannya
dengan sifat orang yang kita persepsi, sehingga tidak dapat digunakan untuk
meramalkan tindakan-tindakan di masa yang akan datang.
2. Teori Atribusi dari Kelley
Teori Harold Kelley merupakan perkembangan dari Heider. Fokus teori ini,
apakah tindakan tertentu disebabkan oleh daya-daya internal atau daya-daya
eksternal. Kelley berpandangan bahwa suatu tindakan merupakan suatu akibat atau
efek yang terjadi karena adanya sebab.5 Oleh karena itu, Kelley mengajukan suatu
cara untuk mengetahui ada atau tidaknya hal-hal yang menunjuk pada penyebab
tindakan, apakah daya internal atau daya eksternal. Kelley mengajukan tiga faktor
dasar yang kita gunakan untuk memutuskan hal tersebut, yaitu:
a. Konsistensi : respon dalam berbagai waktu dan situasi, yaitu sejauh mana
seseorang merespon stimulus yang sama dalam situasi atau keadaan yang yang
berbeda. Misalnya A bereaksi sama terhadap stimulus pada kesempatan yang
berbeda, maka konsistensinya tinggi.
b. Informasi konsensus : bagaimana seseorang bereaksi bila dibandingankan dengan
orang lain, terhadap stimulus tertentu. Dalam artian sejauh mana orang-orang
lain merespon stimulus yang sama dengan cara yang sama dengan orang yang
kita atribusi. Misalnya bila A berperilaku tertentu, sedangkan orang-orang lain
tidak berbuat demikian, maka dapat dikatakan bahwa consensus orang yang
bersangkutan rendah.
4
Reber S, Arthur, Kamus Psikologi, (Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010), hal. 27
5
Walgito, Bimo, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar)…, hal. 45
5
c. Kekhususan (distinctiveness) : sejauh mana orang yang kita atribusi tersebut
memberikan respon yang berbeda terhadap berbagai stimulus yang kategorinya
lama.
Atribusi eksternal konsistensi tinggi, konsensus tinggi dan
kekhususan tinggi.
Atribusi Internal konsistensi tinggi, konsensus rendah dan
kekhususan rendah.
Atribusi Eksternal- konsistensi tinggi, konsensus rendah dan
Internal kekhususan tinggi.6
6
b. Dimensi stabil-tidak stabil sebagai sifat kausalitas
Dimensi-dimensi Atribusi Menurut Weiner :
a. Stabil secara internal : kemampuan, intelegensi, karakteristik-karakteristik fisik.
b. Stabil secara eksternal : kesulitan tugas, hambatan lingkungan.
c. Tidak stabil secara internal : Effort, mood, fatique.
d. Tidak stabil secara eksternal: keberuntungan (luck), kebetulan (chance),
kesempatan (opportunity).7
D. Kesalahan Atribusi
1. Distorsi Kognitif
Dalam versi ini, teori atribusi menguraikan proses yang sangat rasional dan
pada pokoknya logis. Pada bentuk itu, teori atribusi mengasumsi bahwa orang awam
memproses informasi secara rasional, sehingga mereka menilai informasi secara
cukup objektif dan demikian pula dalam mengkombinasikannya untuk memperoleh
kesimpulan.
a. Penonjolan
Satu cara kita menyederhanakan pemrosesan kognitif adalah dengan
memberikan reaksi terlalu banyak kepada stimuli yang menonjol. Distorsi ini
akan mengarahkan kita untuk mengamati stimuli yang paling menonjol sebagai
suatu yang sangat berpengaruh.
Taylor dan Fiske menguji gagasan ini: yakni, apa saja yang nampak
menonjol akan terlihat sebagai penyebab yang dominan. Dua pasangannya
berlaku sebagai “aktor”. Mereka terlibat dalam sebuah percakapan sambil duduk
berhadapan. Para subjek biasa merupakan “pengamat” yang duduk di belakang
para pasangan atau di sebelah mereka.8
b. Pemberian Atribusi yang berlebihan kepada Disposisi
Salah satu konsekuensi distorsi ini adalah bahwa kita cenderung menjelaskan
perilaku orang lain sebagai akibat disposisi yang merupakan ciri kepribadian
umum atau sikap mereka, sementara kita cenderung mengabaikan pentingnya
situasi di mana mereka berada. Jika kita meminta informasi lewat jendela gedung
7
Walgito, Bimo, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar)…, hal. 61
8
Reber S, Arthur, Kamus Psikologi…, hal. 31
7
dan karyawannya nampak bersikap kaku, kasar, dan tidak membantu, maka kita
akan menganggapnya orang yang dingin, dan tidak ramah.
c. Aktor lawan pengamat
Para aktor agaknya lebih mengagungkan peranan faktor ekstern. Kedua
kelompok secara kausal menjelaskan perilaku yang sama, namun dengan atribusi
yang masing-masing berlainan.
Contohnya: Ada orang tua yang membuat peraturan keras kepada anak-anaknya
yang beranjak dewasa, sehingga mereka diijinkan pergi berkencan hanya pada
malam minggu saja Para “pengamat”, anak-anak remaja, sering memandang
peraturan tersebut sebagai akibat disposisi mereka sendiri, yaitu: Orang tua yang
kejam, otoriter, dan kuno.9
d. Distorsi aktor-pengamat
Pengaruh aktor-pengamat dapat dihasilkan semata-mata melalui titik
pandang berbeda yang dimiliki aktor dan pengamat. Boleh jadi, masing-masing
menjadi lebih penting dalam kondisi yang berlainan. Umumnya, jika faktor
historik atau keadaan intern merupakan penentu utama perilaku, maka para aktor
mungkin akan menjadi atributor yang lebih akurat.
e. Terlampau meremehkan Informasi yang Berdasarkan Konsensus
Salah satu pelindung terhadap kekeliruan atribusi fundamental seharusnya
atas dasar konsensus. Dengan konsensus tinggi, kita harus membuat atribusi
situasional. Jika kita tahu bahwa hampir setiap orang memberikan respons yang
sama kepada suatu kesatuan tertentu dalam konteks tertentu, maka atribusi
berdasarkan disposisi akan menjadi tidak tepat.
Contoh: Jika kita tahu bahwa hampir setiap orang berpikir bahwa ilmu hitung itu
sukar, maka kita tidak akan mengatribusikan kesulitan Karman dalam ilmu
hitung dengan kemampuan atau usaha yang kurang. Kita pasti akan
mengatribusikannya kepada situasi yang sulit. Akan tetapi, orang cenderung
meremehkan penggunaan informasi yang berdasarkan konsensus, kejelasan, dan
konsistensi terhadap informasi selalu dipergunakan secara sama. Dari ketiganya,
tidak ada yang dipandang lebih informatif dari yang lain.10
9
Baharuddin, 2004, Paradigma Psikologi Islami, (Pustaka Pelajar, Yogyakarta), hal. 78
10
Nashori, Fuad, Agenda Psikologi Islami…, hal. 84
8
2. Distorsi Motivasional
Kategori distorsi umum yang kedua akan muncul dari usaha manusia
untuk memuaskan kebutuhan serta motivasi mereka sendiri. Manusia mempunyai
berbagai kebutuhan lain-seperti mencintai, membalas dendam, harga diri, prestise,
materi, dsb. Banyak sekali yang tidak dapat kita nilai seandainya faktor-faktor ini kita
abaikan. Dan faktor-faktor tersebut memainkan peranan penting dalam mencapai
atribusi sebab-akibat.
a. Distorsi yang Berjalan Sendiri
Distorsi yang berjalan sendiri menggambarkan atribusi yang mengagung-
agungkan ego atau mempertahankan penilaian terhadap diri sendiri. Sebagai
contoh yang sederhana: Kita cenderung mengatribusikan keberhasilan yang kita
capai kepada penyebab intern seperti kemampuan kita, kerja keras atau
keutamaan lainnya. Kita cenderung menyalahkan kegagalan kita kepada faktor-
faktor ekstern seperti nasib buruk, struktur politik yang menekan, dsb.
b. Ilusi Kendali
Orang tidak hanya melihat dunia sebagai lebih teratur dari keadaan
sebenarnya. Mereka memutar balikannya ke arah yang lebih dapat dikendalikan.
Secara sistematik mereka menilai secara berlebihan kendali mereka atas berbagai
peristiwa, dan merendahkan peranan yang bersifat kebetulan atau faktor yang
tidak dapat dikendalikan.
9
2) Efek pelaku pengamat
Kesalahan ini adalah kecenderungan mengatribusi perilaku kita yang
disebabkan oleh faktor eksternal, sedangkan perilaku orang lain disebabkan
oleh faktor internal.
Contohnya: Misalnya, jika ada orang lain yang jatuh terpeleset, kita katakana
dia tidak hati-hati. Akan tetapi, jika kita sendiri yang terpeleset dan jatuh, kita
katakan bahwa lantainya yang licin. Hal ini disebabkan karena kita memang
cenderung lebih sadar pada faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi
perilaku kita dari pada yang mempengaruhi perilaku orang lain.
3) Pengutamaan diri sendiri (self-serving biss)
Kesalahan mengutamakan diri sendiri adalah kecenderungan mengatribusi
perilaku kita yang positif pada faktor-faktor internal, dan mengatribusi
perilaku yang negative pada faktor-faktor eksternal.
Contoh: Misalnya, jika kita mengerjakan tugas dan mendapatkan pujian
“tugas yang luar biasa” mungkin kita akan menjabarkan dengan faktor-faktor
internal (kita berbakat, kita mengerjakannya dengan serius, dan lain
sebagainya), tetapi jika sebaliknya, tugas kita mendapat celaan “tugas yang
sangat buruk” maka kemungkinan besar kita akan mengatakan bahwa
penyebabnya adalah faktor-faktor eksternal (dosen tidak adil dalam memberi
nilai, kita tidak punya cukup waktu untuk mengerjakan, dan lain-lain).11
E. Aplikasi Teori Atribusi
1. Atribusi dan depresi
Depresi adalah gangguan psikologis yang paling umum, yang sering
disebabkan oleh pola atribusi untuk menyalahkan diri sendiri (self-defeating).
Biasanya orang depresi mengatribusi hasil-hasil negative dari prilaku mereka yaitu
faktor-faktor internal seperti sifat dan ketidakmampuan. Sebaliknya hasil-hasil positif
dinilai sebagai hal yang bersifat temporer dan berasal dari faktor eksternal seperti
nasib baik atau pertolongan orang lain.hasilnya orang tersebut tidak merasa memiliki,
11
Faturochman, Pengantar Psikologi Sosial…, hal. 23
10
atau sedikit sekali, kontrol atas hal-hal yang terjadi pada dirinya. Akhirnya mereka
menjadi demikian depresi dan cenderung mudah menyerah dalam hidup.
Berbagai teknik terapi yang bertujuan untuk membuat orang yang depresi
merubah atribusinya yaitu dengan mulai memberi nilai tambah personal pada
kesuksesan mereka, berhenti menyalahkan diri sendiri atas setiap kegagalan, dan
mencoba memandang beberapa kegagalan tersebut sebagai faktor eksternal yang ada
diluar jangkauan mereka. Terapi seperti ini tidak mengeksplorasi lebih dalam tentang
berbagai hal seperti kehendak yang terpendam, konflik pribadi, atau peristiwa-
peristiwa traumatik yang terjadi semasa kecil.
2. Atribusi dan prasangka
Misalnya, ketika ada seorang berasal dari dari kelompok minoritas yang
melamar pekerjaan kemudian ditolak. Orang itu berprasangka bahwa ia ditolak
karena dia berasal dari kelompok minoritas.12
12
Faturochman, Pengantar Psikologi Sosial…, hal. 23
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Atribusi adalah memperkirakan apa yang menyebabkan orang lain itu
berperilaku tertentu. Attribution theory (teori sifat,) merupakan posisi tanpa perlu
disadari pada saat melakukan sesuatu menyebabkan orang-orang yang sedang
menjalani sejumlah tes bisa memastikan apakah perkataan-perkataan dan perbuatan-
perbuatan orang lain dapat merefleksikan sifat-sifat karakteristik yang tersembunyi
dalam dirinya, atau hanya berupa reaksi-reaksi yang dipaksakan terhadap situasi
tertentu.
B. Saran
Saran dari kelompok kami sebagai mahasiswa layaknya kita berupaya untuk
lebih memahami dan mengerti perilaku-perilaku yang ada pada manusia, mempelajari
sungguh-sungguh tentang ilmu psikologi. Supaya ketika terjun dalam dunia sosial
kita bisa mempraktekkan ilmu yang sudah didapat dalam perguruan tinggi.
12
DAFTAR PUSTAKA
Nashori, Fuad, 2002, Agenda Psikologi Islami, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta
Walgito, Bimo, 2003, Psikologi Sosial (suatu pengantar), Penerbit ANDI, Yogyakarta
13
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nyalah, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, tepat
pada waktunya. Shalawat dan salam kepada junjungan kita nabi besar Muhammad
SAW yang telah merobah pola pikir manusia menjadi manusia yang berilmu
pengetahuan serta dapat berguna bagi orang lain. Adapun tujuan penulisan makalah
ini adalah untuk memenuhi tugas perkuliahan dengan judul pembahasan “Atribusi
Psikologi”. Dengan membuat tugas ini kami berharap untuk mampu memahami
tentang dasar-dasar pendidikan Islam.
Kami sadar, sebagai seorang penuntut ilmu yang masih dalam proses
pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna
penulisan karya ilmiah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Harapan kami,
semoga makalah yang sederhana ini, dapat memberi manfaat tersendiri bagi teman-
teman sekalian.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
ii
ATRIBUSI PSIKOLOGI
(Teori-Teori Atribusi)
DI
S
U
S
U
N
OLEH
KELOMPOK 2
NAMA : MILDA
NEYLIL AMALIA
IKHYAL HUDDIN
UNIT : II (DUA)
SEMESTER : III (TIGA)
JURUSAN : MPI
DOSEN PEMBIMBING : IVANDI AKMAL, M.Pd