Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui


1. Pengertian Nifas
Postpartum atau masa nifas adalah masa sesudah persalinan
terhitung dari saat selesai persalinan sampai pulihnya kembali alat
kandungan ke keadaan sebelum hamil dan lamanya masa nifas kurang
lebih 6 minggu (Rahayu, 2016).
2. Tahapan Masa Nifas
Nifas dibagi menjadi 3 tahapan yaitu :
a. Puerpurium dini
Waktu 0-24jam post partum. Yaitu kepulihan dimana ibu telah
diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama islam telah
bersih dan boleh bekerja setelah 40hari (Anggraini, 2010)
b. Puerperium intermedial
Yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lain sekitar 6-8
minggu (Rini, 2016)
c. Remote puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama
apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasi (Rini,
2016).
3. Perubahan Fisiologis Pada Masa Nifas
Perubahan sistem reproduksi dan struktur terkait yaitu :
a. Involusi Uterus
Menurut Anggraini (2010) involusi uterus merupakan proses dimana
uterus kembali ke kondisi sebelum hamil.
1) Menurut Rahayu (2016) Proses involusi uterus : akibat kontraksi
otot-otot polos uterus
2) Menurut Anggraini (2010) Perubahan Tinggi Fundus Uteri normal
pada uterus selama post partum

4
5

Pada akhir persalinan : setinggi pusat


Akhir minggu ke-1 : ½ pusat sympisis
Akhir minggu ke-2 : tidak teraba
Akhir minggu ke-6 : normal
3) Menurut Rahayu (2016) berat uterus normal selama post partum
Setelah plasenta lahir : 1000gram
Seminggu postpartum : 500gram
2 minggu postpartum : 300gram
6 minggu postpartum : 40-50 gram
4) Menurut Rahayu (2016) Kontraksi uterus normal selama post patum
Palpasi : teraba bulat dan keras, maka kontraksi uterus kuat atau
baik, sedangkan ketika uterus teraba lunak : kontraksi uterus lemah
atau tidak baik
b. Lochea
Menurut Nurjanah, dkk (2013) lochea terdapat beberapa macam, yaitu:
1) Rubra : waktu 1-3 hari. Berwarna merah kehitaman. Terdiri dari darah
segar, jaringan sisa-sisa plasenta, daging rahim, lemak bayi, lanugo
dan sisa-sisa mekonium.
2) Sanguilenta : berwarna ke coklatan, berisi darah dan lendir. Waktu 4-7
hari post partum
3) Serosa : waktu 7-14 hari. Bewarna kuning. Ciri-ciri lebih sedikit darah
dan lebih banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan/laserasi
plasenta.
4) Alba : cairan putih berisi leukosit, berisi selaput lendir servik dan
serabut jaringan yang mati setelah 2 minggu sampai 6 minggu
postpartum
5) Purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk
6) Statis : lochea tidak lancar keluarnya atau tertahan
c. Serviks
Menurut Rahayu (2016) bentuk servik terdapat dua, yaitu :
a) Seperti corong : karena korpus uteri berkontraksi dan serviks tidak,
6

seolah ada perbatasan antara korpus-serviks, terbentuk semacam


cincin. Warna serviks merah kehitam-hitaman karena penuh
pembuluh darah
b) Konsistensi lunak
Serviks : setelah janin lahir, dapat dimasuki tangan pemeriksa, 2 jam
postpartum 2-3 jari pemeriksa, 1 minggu postpartum 1 jari
pemeriksa.
d. Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang
sangat besar selama proses melahirkan bayi dan dalam beberapa hari
pertama sesudah proses tersebut kedua organ ini tetepa dalam keadaan
kendur setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan
tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan
muncul kembali sementara labia menjadi lebih menonjol. Setelah
melahirkan perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh
tekanan kepala bayi yang bergerak maju (Anggraini, 2010).
e. Sistem kardiovaskuler
Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba, volume
darah ibu relatif bertambah, keadaan ini akan menimbulkan beban pada
jantung semakin bertambah sehingga menimbulkan decompensation
cordia pada vitum cordia. Keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme
kompesasi dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah
kembali seperti sedia kala, umumnya hal ini terjadi hari ke-3 sampai 5
postpartum (Nurjanah, dkk. 2013).
4. Proses Adaptasi Psiko logis Pada Masa Nifas
Menurut Heryani (2012), Fase-fase yang akan dialami oleh ibu pada masa
nifas antara lain:
a. Fase Taking in
Fase ini merupakan periode ketergantungan, yang berlangsung dari
hari pertama sampai hari ke dua setelah melahirkan. Ibu terfokus pada
dirinya sendiri, sehingga cenderung pasif terhadap lingkungannya.
7

Ketidaknyamanan yang dialami antara lain rasa mules, nyeri pada luka
jahitan, kurang tidur, kelelahan. Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini
adalah istirahat cukup, komunikasi yang baik dan asupan nutrisi.
Gangguan psikologis yang dapat dialami oleh ibu pada fase ini :
1) Kekecewaan pada bayinya
2) Ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan fisik yang dialami
3) Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya
4) Kritikan suami atau keluarga tentang perawatan bayinya
b. Fase Taking Hold
Fase ini berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan. Ibu merasa
khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab dalam
perawatan bayinya. Perasaan ibu lebih sensitif sehingga mudah
tersinggung. Hal yang perlu diperhatikan adalah komunikasi yang baik,
dukungan dan pemberian penyuluhan/ pendidikan kesehatan tentang
perawatan diri dan bayinya. Tugas bidan antara lain: mengajarkan cara
perawatan bayi, cara menyusui yang benar, cara perawatan luka jahitan,
senam nifas, pendidikan kesehatan gizi, istirahat, kebersihan diri, dan
lain-lain.
c. Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggungjawab akan peran
barunya. Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah
mulai dapat menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Terjadi
peningkatan akan perawatan diri dan bayinya. Ibu merasa percaya diri
akan peran barunya, lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan dirinya
dan bayinya. Dukungan suami dan keluarga dapat membantu merawat
bayi. Kebutuhan akan istirahat masih diperlukan ibu untuk menjaga
kondisi fisiknya.
8

5. Kebutuhan Dasar Ibu Masa Nifas


Menurut Saleha (2009) kebutuhan dasar ibu pada masa nifas meliputi:
a. Nutrisi dan Cairan
Ibu yang menyusui harus memenuhi kebutuhan akan gizi sebagai berikut:
1) Mengonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari.
2) Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral,
dan vitamin yang cukup.
3) Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari.
4) Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi, setidaknya
selama 40 hari pascapersalinan.
5) Minum kapsul vitamin A 200.000 unit agar dapat memberikan vitamin
A kepada bayinya melalui ASI.
b. Ambulasi
Ambulasi dini (early ambulation) ialah kebijaksanaan agar secepat
mungkin bidan membimbing ibu postpartum bangun dari tempat tidurnya
dan membimbing ibu secepat mungkin berjalan. Ibu postpartum sudah
diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-28 jam postpartum.
Keuntungan mobilisasi dini yaitu:
1) Ibu merasa lebih baik, lebih sehat dan lebih kuat.
2) Fungsi usus, sirkulasi, paru-paru dan perkemihan lebih baik.
3) Memungkinkan untuk mengajarkan perwatan bayi pada ibunya.
4) Sesuai dengan keadaan indonesia (sosial ekonomis).
c. Eliminasi
1) Buang air kecil
Ibu diminta untuk buang air kecil 6 jam postpartum. Jika dalam
8 jam postpartum belum dapat berkemih atau sekali berkemih belum
melebihi 100 cc, maka dilakukan kateterisasi. Akan tetapi kalau
ternyata kandung kemih penuh, tidak perlu menunggu 8 jam untuk
kateterisasi.
9

2) Buang air besar


Ibu postpartum diharapkan buang air besar setelah hari kedua
postpartum. Jika hari ketiga belum juga BAB, maka perlu diberi obat
pencahar per oral atau per rectal.
d. Personal hygiene
Pada masa postpartum seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi.
Oleh karena itu kebersihan diri sangat penting untuk mencegah infeksi.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan diri
ibu postpartum adalah:
1) Anjurkan kebersihan seluruh tubuh, terutama perinium.
2) Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan
sabun dan air. Pastikan bahwa ibu mengerti untuk membersihkan
daerah vulva terlebih dahulu dari depan ke belakang, kemudian
membersihkan daerah sekitar anus. Nasihati ibu untuk membersihkan
vulva setiap kali selesai buang air kecil atau air besar.
3) Sarankan ibu untuk mengganti pembalut setidaknya dua kali sehari.
4) Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan
sesudah membersihkan daerah kelaminnya.
5) Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada
ibu untuk menghindari menyentuh daerah tersebut.
e. Istirahat dan tidur
Hal-hal yang bisa dilakukan pada ibu untuk memenuhi kebutuhan
istirahat dan tidur adalah sebagai berikut:
1) Anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang
berlebihan.
2) Sarankan ibu untuk kembali pada kegiatan-kegiatan rumah tangga
secara perlahan-lahan, serta untuk tidur siang atau beristirahat selagi
bayi tidur.
3) Kurang istirahat akan memengaruhi ibu dalam beberapa hal seperti
mengurangi jumlah ASI yang diproduksi, memperlambat proses
10

involusi uterus dan memperbanyak perdarahan dan menyebabkan


depresi serta ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri.
f. Aktivitas seksual
Aktivitas seksual yang dapat dilakuan oleh ibu postpartum harus
memenuhi syarat berikut ini:
1) Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah
merah berhenti dan ibu dapat memasukkan 1-2 jarinya kedalam vagina
tanpa rasa nyeri, maka ibu aman untuk memulai melakukan hubungan
suami istri kapan saja ibu siap.
2) Banyak budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan suami
istri sampai masa waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6
minggu setelah persalinan. Keputusan ini bergantung pada pasangan
yang bersangkutan.
g. Latihan dan senam nifas
Setelah persalinan terjadi involusi pada hampir seluruh organ tubuh
wanita. Involusi ini sangat jelas terlihat pada alat-alat kandungan.
Sebagai akibat kehamilan dinding perut menjadi lembek dan lemas di
sertai adanya striae gravidarum yang keindahan tubuh akan sangat
terganggu. Cara untuk mengembalikan bentuk tubuh menjadi indah dan
langsing seperti semula adalah dengan melakukan latihan dan senam
nifas.
6. Komplikasi Masa Nifas
Menurut Heryani (2012), ada beberapa komplikasi pada masa nifas
yaitu:
a. Perdarahan pervaginam.
b. Infeksi masa nifas.
c. Pembengkakan di wajah atau ekstremitas.
d. Demam, muntah dan rasa sakit waktu berkemih.
e. Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan terasa sakit.
f. Rasa sakit, merah, lunak dan pembengkakan di kaki.
11

g. Merasa sedih atau tidak mampu mengasuh sendiri bayinya dan dirinya
sendiri
7. Program dan Kebijakan Teknis Masa Nifas
Menurut (Ambarwati dan Diah, 2009) kunjungan pada masa nifas
sedikitnya 4 kali dilakukan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir serta
untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi
dalam asuhan masa nifas.
Tabel 2.1. Program dan kebijakan teknis masa nifas
Kunjungan Waktu Tujuan
1. 6 – 8 jam 1. Mencegah perdarahan masa nifas
setelah 2. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan:
persalinan rujuk bila perdarahan berlanjut
3. Memberikan konseling kepada ibu atau salah satu
anggota keluarga mengenai bagaimana mencegah
perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
4. Pemberian ASI pada masa awal menjadi ibu.
5. Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir
6. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah
hipotermi.
7. Jika seorang bidan menolong persalinan, ia harus
tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam
pertama setelah kelahiran atau sampai ibu dan bayi
dalam keadaan stabil.
2. 6 hari 1. Memastikan involusi uterus berjalan normal: uterus
setelah berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, tidak ada
persalinan perdarahan abnormal, tidak ada bau.
2. Menilai adanya tanda – tanda demam, infeksi atau
perdarahan abnormal
3. Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan,
cairan dan istirahat
4. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak
memperlihatkan tanda – tanda penyulit
5. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan
12

pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat.


3. 2 minggu Sama seperti diatas (6 hari setelah persalinan)
setelah
persalinan
4. 6 minggu 1. Menanyakan pada ibu tentang penyulit yang ia dan
setelah bayi alami
persalinan 2. Memberikan konseling untuk KB secara dini
Sumber : Ambarwati dan Diah (2009)

B. Manajemen Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui


Standar asuhan kebidanan adalah acuan dalam proses pengambilan
keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan
wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat
kebidanan. Mulai dari pengkajian, perumusan diagnose dan atau masalah
kebidanan, perencanaan, implementasi, evaluasi dan pencatatan asuhan
kebidanan (KEPMENKES Nomer 938/Menkes/SK/VIII/2007).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
938/Menkes/SK/VIII/2007 (2011, hal. 13) tentang standar asuhan kebidanan
dalam teknik pendokumentasian asuhan kebidanan pada ibu nifas antara lain
sebagai berikut:
1. Pengkajian
a. Meminta kesediaan klien untuk diperiksa.
b. Bidan menjelaskan alas an dan semua prosedur yang akan dilakukan
c. Melakukan anamnesa pada pasien tentang identitas ibu, riwayat obstetri,
riwayat kesehatan, keadaan social-ekonomi, keluhan utama, pemenuhan
kebutuhan sehari-hari.
d. Melakukan pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan serta tanda vital
dan selanjutnya melakukan pemreriksaan payudara, pemeriksaan perut,
dan pemeriksaan vulva perineum.
2. Merumuskan diagnosa dan atau masalah
Menetapkan diagnosa dan atau masalah
13

3. Perencanaan
Rencana asuhan nifas secara menyeluruh dengan mengatasi masalah sesuai
kondisi dan kebutuhan klien, memberikan pendidikan kesehatan dan
konseling, serta melakukan kunjungan nifas.
4. Pelaksanaan (dilakukan sesuai dengan kebutuhan ibu)
Tahap ini dilakukan dengan melaksanakan rencana memberikan asuhan
masa nifas seperti pemberian vitamin A, perawatan payudara, senam nifas,
memberikan pendidikan kesehatan, mengatasi masalah sesuai kondisi dan
kebutuhan klien.
5. Evaluasi
a. Penilaian dilakukan pada setiap tindakan.
b. Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan kepada klien/keluarga.
c. Jadual kunjungan berikutnya yang sudah disepakati bersama klien.
6. Pencatatan asuhan kebidanan
a. Mencatat seluruh hasil pengkajian diagnose dan atau masalah, dan
kegiatan asuhan sesuai dengan standar yang berlaku (SOAP) dalam status
klien.
b. Mencatat hasil pelayanan dalam buku KIA.
Pengkajian
Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat
dan lengkap dari semua sumber berkaitan dengan kondisi klien. Pengkajian
data terdiri atas anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
(Hani dkk, 2014).
a. Identitas Pasien
Maksud pertanyaan ini adalah untuk identifikasi (mengenal)
penderita dan menetukan status sosial ekonominya yang harus diketahui,
misalnya untuk menetukan anjuran apa atau pengobatan apa yang akan
diberikan (Hani dkk, 2014).
b. Nama
Digunakan untuk membedakan antar klien yang satu dengan yang
lain (Marmi, 2012). Memanggil ibu sesuai dengan namanya, menghargai
14

dan menjaga martabatnya merupakan salah satu asuhan sayang ibu dalam
masa nifas (Depkes RI, 2012).
c. Umur
Untuk mengetahui apakah ibu termasuk resiko tinggi atau tidak.
Usia di bawah 16 tahun atau di atas 35 tahun mempredisposisi wanita
terhadap sejumlah komplikasi. Usia di bawah 16 tahun meningkatkan
insiden preeklamsia. Usia di atas 35 tahun meningkatkan insiden
diabetes, hipertensi kronis, persalinan lama, dan kematian janin (Varney
dkk, 2007).
d. Agama
Untuk menentukan bagaimana kita memberikan dukungan kepada
ibu selama memberikan asuhan (Marmi, 2012).
e. Pendidikan
Pendidikan berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk
mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga bidan dapat
memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya (Ambarwati dan
Diah, 2009).
f. Pekerjaan
Mengetahui pekerjaan ibu, gunanya untuk mengetahui dan
mengukur tingkat sosial ekonominya, karena ini juga mempengaruhi
dalam gizi pasien tersebut (Ambarwati dan Diah, 2009).
g. Suku Bangsa
Untuk menentukan adat istiadat atau budayanya (Marmi, 2012)
h. Alamat
Untuk mengetahui keadaan tempat tinggal (Marmi, 2012).
i. Data mengenai suami/ penanggung jawab
Hal ini akan memberikan jaminan jika saat nifas ibu mengalami
kegawatdaruratan maka bidan sudah tahu harus dengan siapa bidan
berunding.
Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa jika para ibu
diperhatikan dan diberi dukungan selama nifas dan menyusui serta
15

mengetahui dengan baik mengenai asuhan yang akan mereka terima,


mereka akan mendapatan rasa aman dan hasil yang lebih baik.
a. Data Subjektif
1) Alasan datang
Alasan wanita datang ke tempat bidan/klinik, yang diungkapkan
dengan kata-katanya sendiri. (Hani dkk, 2010).
2) Riwayat kesehatan
Penting untuk melakukan penapisan pada ibu secepatnya tehadap
kemungkinan komplikasi antepartum yang dapat mempengaruhi
periode intrapartum (misal preeklamsi, anemia) atau muncul
menyerupai tanda-tanda persalinan (Varney dkk, 2007).
Yang dikaji dalam riwayat kesehatan adalah penyakit-penyakit yang
dapat mempengaruhi nifas dan menyusui.
a) Penyakit Kardiovaskuler
(1)Penyakit Jantung
(2)Hipertensi
b) Penyakit Sistem Pernafasan
(1)Tuberculosis Paru
Dapat menimbulkan masalah pada wanita itu sendiri, bayinya,
dan masyarakat sekitarnya. Janin baru tertular penyakit setelah
lahir karena dirawat /disusui oleh ibunya (Winkjosastro, 2010).
(2)Asma Bronkiale
c) Penyakit Gastrointestinal
(1)Hernia
(2)Hepatitis
d) Penyakit Endokrin
(1)Diabetes Mellitus Gestasional
(2)Hyrertiroid
(3)Hipotiroid
e) Penyakit Sistem Reproduksi
(1)Mioma Uteri
16

Terdapatnya mioma uteri mungkin mengakibatkan inersia uteri


dan atonia uteri, terutama pada mioma yang letaknya di dalam
dinding rahim atau apabila terdapat banyak mioma.
(2)Kista Vagina
f) Penyakit Sistem Syaraf
g) Penyakit Sistem Urogenital
Gagal ginjal akut
Gagal ginjal akut merupakan komplikasi yang sangat gawat dalam
kehamilan dan nifas karena dapat menimbulkan kematian atau
kerusakan fungsi ginjal yang tidak bisa sembuh lagi. Penderita
dapat meninggal dalam waktu 14 hari setelah timbulnya anuria.
Kerusakan jaringan dapat terjadi di beberapa tempat yang tersebar
atau keseluruh jaringan ginjal (Saifuddin, 2009).
h) Penyakit Menular
(1)HIV
Transmisi HIV dari kepada janin dapat terjadi melalui
intrauterine, saat persalinan, dan pasca persalinan (Prawiro
hardjo, 2013).
(2)Sifilis
3) Riwayat obstetri
a) Riwayat Haid
Anamnesa haid meberikan kesan pada kita tentang faal alat
kandungan (UNPAD, 1983).
(1)Sifat Darah
Perlu diketahui untuk mengkaji kemungkinan DIC dengan sifat
beku dan adanya trombin dalam darah.
(2)Disminorea
Dikaji terutama pada saat disminorea sekunder yaitu disminorea
yang disertai kelainan anatomi kelainan genitalis (Manuaba,
2010).
17

4) Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu


a) Kehamilan : adakah gangguan seperti perdarahan, muntah yang
berlebihan.
b) Persalinan : Dikaji antar lain lamanya persalinan sebelumnya
merupakan indikasi yang baik untuk memperkirakan lama
persalinan saat ini. Komplikasi kelahiran sebelumnya untuk
mengidentifikasi masalah potensial pada kelahiran dan postpartum
(Hidayat – Sujatini, 2010). Riwayat persalinan yang merupakan
faktor resiko adalah persalinan prematur, persalinan dengan BBLR,
lahir mati, persalinan dengan induksi persalinan dengan plasenta
manual, persalinan dengan perdarahan post partum, persalinan
dengan tindakan (Ekstrasi forcep , vakum, letak sungsang,
ekstraksi, operasi SC) (Manuaba, 2010). Spontan atau buatan,
aterm atau prematur, perdarahan, ditolong oleh siapa (bidan,
dokter).
c) Nifas : adakah panas atau perdarahan, bagaimana laktasi.
d) Anak : Jenis kelamin, hidup atau tidak, kalau meninggal umur
berapa dan sebabnya meninggal, berat badan waktu
lahir. Pernyataan ini sangat mempengaruhi prognosa persalinan dan
pimpinan persalinan, karena jalannya persalinan yang lampau
adalah hasil ujian-ujian dari segala faktor yang mempengaruhi
persalinan (Wiknjosastro, 2010).
5) Riwayat perkawinan.
Ditanyakan kepada ibu itu berapa lama dan berapa kali kawin. ini
untuk membantu menentukan bagaimana keadaan alat kelamin dalam
ibu misalnya pada ibu yang lama sekali telah kawin dan baru
mempunyai anak, kemungkinan ada kelainan pada alat kelamin ibu
(Ibrahim, 1996).
6) Riwayat KB
KB terakhir yang digunakan sebelum kehamilan dan rencana KB
setelah melahirkan (Hani dkk, 2010).
18

7) Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari


a) Nutrisi dan Cairan
Ibu yang menyusui harus memenuhi kebutuhan akan gizi sebagai
berikut:
(1)Mengonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari.
(2)Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein,
mineral, dan vitamin yang cukup.
(3)Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari.
(4)Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi, setidaknya
selama 40 hari pascapersalinan.
(5)Minum kapsul vitamin A 200.000 unit agar dapat memberikan
vitamin A kepada bayinya melalui ASI.
b) Ambulasi
Ambulasi dini (early ambulation) ialah kebijaksanaan agar
secepat mungkin bidan membimbing ibu postpartum bangun dari
tempat tidurnya dan membimbing ibu secepat mungkin berjalan.
Ibu postpartum sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur
dalam 24-28 jam postpartum. Keuntungan mobilisasi dini yaitu:
(1)Ibu merasa lebih baik, lebih sehat dan lebih kuat.
(2)Fungsi usus, sirkulasi, paru-paru dan perkemihan lebih baik.
(3)Memungkinkan untuk mengajarkan perwatan bayi pada ibunya.
(4)Sesuai dengan keadaan indonesia (sosial ekonomis).
c) Eliminasi
(1)Buang air kecil
Ibu diminta untuk buang air kecil 6 jam postpartum. Jika
dalam 8 jam postpartum belum dapat berkemih atau sekali
berkemih belum melebihi 100 cc, maka dilakukan kateterisasi.
Akan tetapi kalau ternyata kandung kemih penuh, tidak perlu
menunggu 8 jam untuk kateterisasi.
19

(2)Buang air besar


Ibu postpartum diharapkan buang air besar setelah hari
kedua postpartum. Jika hari ketiga belum juga BAB, maka perlu
diberi obat pencahar per oral atau per rectal.
d) Personal hygiene
Pada masa postpartum seorang ibu sangat rentan terhadap
infeksi. Oleh karena itu kebersihan diri sangat penting untuk
mencegah infeksi. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk
menjaga kebersihan diri ibu postpartum adalah:
(1)Anjurkan kebersihan seluruh tubuh, terutama perineum.
(2)Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin
dengan sabun dan air. Pastikan bahwa ibu mengerti untuk
membersihkan daerah vulva terlebih dahulu dari depan ke
belakang, kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Nasihati
ibu untuk membersihkan vulva setiap kali selesai buang air kecil
atau air besar.
(3)Sarankan ibu untuk mengganti pembalut setidaknya dua kali
sehari.
(4)Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air
sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya.
(5)Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan
kepada ibu untuk menghindari menyentuh daerah tersebut.
e) Istirahat dan tidur
Hal-hal yang bisa dilakukan pada ibu untuk memenuhi kebutuhan
istirahat dan tidur adalah sebagai berikut:
(1)Anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan
yang berlebihan.
(2)Sarankan ibu untuk kembali pada kegiatan-kegiatan rumah
tangga secara perlahan-lahan, serta untuk tidur siang atau
beristirahat selagi bayi tidur.
20

(3)Kurang istirahat akan memengaruhi ibu dalam beberapa hal


seperti mengurangi jumlah ASI yang diproduksi, memperlambat
proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan dan
menyebabkan depresi serta ketidakmampuan untuk merawat
bayi dan dirinya sendiri.
f) Aktivitas seksual
Aktivitas seksual yang dapat dilakuan oleh ibu postpartum
harus memenuhi syarat berikut ini:
Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu
darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan 1-2 jarinya
kedalam vagina tanpa rasa nyeri, maka ibu aman untuk memulai
melakukan hubungan suami istri kapan saja ibu siap. Banyak
budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan suami istri
sampai masa waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6
minggu setelah persalinan. Keputusan ini bergantung pada
pasangan yang bersangkutan.
8) Data psikososial dan spiritual
Kualitas asuhan dapat dinilai melalui kompetensi budaya atau
kemampuan seorang penyedia pelayanan untuk mengintegrasikan
pengetahuan tentang keyakinan dan norma budaya karena keyakinan
dan norma budaya terkait dengan pengalaman melahirkan. Pengkajian
budaya harus dilakukan untuk memastikan pemberi asuhan memiliki
pengetahuan yang adekuat mengenai keyakinan terhadap dukungan
persalinan, terapi obat, dan pantangan (Kennedy, 2009).
9) Data pengetahuan
Perlu dikaji dengan berbekal pengetahuan maka pasien akan
lebih mudah diajak memecahkan masalah yang mungkin akan terjadi.
Hal-hal yang dikaji adalah tentang nifas dan menyusui (Saifudin,
2002).
21

b. Data Objektif
1) Pemeriksaan umum
a) Tanda- tanda vital (TD, S, N, R)
Suhu badan sekitar hari ke-4 meningkat sekitar 37,2 -37,5 0C
disebabkan oleh aktivitas payudara. Jika sampai 38 oC pada hari
kedua sampai hari berikutnya waspadai adanya infeksi nifas.
Denyut nadi melambat sampai kira-kira 60 -80 x/menit yakni
pada saat setelah persalinan karena ibu dalam keadaan istirahat
penuh. Jika nadi cepat kira-kira 100 x/menit, waspadai shock
karena infeksi.
Tekanan darah < 140/90 mmHg. TD bisa meningkat 1-3 hari
post partum. Jika tekanan darah menjadi rendah menunjukan
adanya perdarahan. Sebaliknya jika TD tinggi waspadai adanya
tanda preeklampsia.
Respirasi melambat atau bahkan normal. Jika > 30x/mnt
waspadai adanya shock.
b) Berat badan
c) Tinggi badan
2) Status present
Pemeriksaan tidak hanya dilakukan secara pandang tetapi sekaligus
dengan rabaan, pemeriksaan diawali dari :
Kepala : mesocephal, rambut hitam, kulit rambut bersih
Muka : simetris pucat, oedema
Kelopak Mata : bengkak/tidak (Apabila kelopak mata seudah
bengkak, kemungkinan terjadi pre eklamsi berat)
Conjungtiva : merah muda/pucat
Sklera : putih/kuning
Hidung : simetris, nafas cuping hidung, polip
Mulut : simetris, bibir kering/tidak, lidah stomatitis/tidak
Gigi : caries denti.
Telinga : simetris, lecet
22

Leher : pergerakan, pembengkakan kelenjar tiroid/tidak


Dada : simetris, datar, retraksi dinding dada
Payudara : membesar, kebersihan, benjolan abnormal,
pengeluaran
Abdomen : kembung, benjolan abnormal
Kulit : turgor kulit, warna
Punggung : lordosis/kifosis/skoliosis
Vulva : odema/tidak, varises/tidak
Anus : hemoroid
Ekstremitas : simetris, sama panjang/tidak (Baety, 2012)
Reflek Patela
Hiperrefleksia (3+ dan 4+) merupakan salah satu tanda preeklamsi
berat. Klonus biasanya terlihat menjelang eklamsia atau pada eklamsia
actual (Varney dkk, 2007).
3) Status Obstetri
a) Inspeksi/Periksa Pandang
Periksa pandang dimulai semenjak bertemu dengan pasien.
Diperhatikan bagaimana sikap tubuh dan cara berjalannya, apakah
cenderung membungkuk, berjalan pincang, atau yang lainnya.
Periksa pandang meliputi :
(1)Muka : closma gravidarum, oedema, pucat
(2)Mammae : puting susu, hiperpigmentasi areola, kolostrum
(3)Abdomen : menegang/mengendur, pembesaran uterus sesuai
usia kehamilan/tidak, striae dan linea gravidarum
(4)Vulva : perdarahan, cairan keputihan, tanda chadwick (Baety,
2012)
b) Palpasi
Secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga
akhirnya kembali seperti sebelum hamil.
23

Tabel 2.2 Proses Involusio Uteri


Involusi TFU Berat uterus
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 g
Uri lahir Dua jari bawah pusat 750 g
Pertengahan pusat
Satu minggu 500 g
simfis
Tak teraba diatas
Dua minggu 350 g
simfisis
Enam minggu Normal 50 g
Delapan
Sebesar normal 30g
minggu

4) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium sederhana adalah suatu pemeriksaan
yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang umum dan
dikerjakan pada pemeriksaan ibu hamil sebagai pemeriksaan
penunjang untuk mendukung suatu diagnosa.
a) Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan urin ada 2 hal yang diperiksa yaitu kadar protein dan
gula dalam urine.
b) Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah yang dilakukan pada ibu nifas terutama adalah
pemeriksaan kadar Hb dalam darah. Bila kadar Hb ibu kurang dari
11 g% berarti ibu dalam keadaan anemia, terlebih bila kadar Hb
tersebut kurang dari 8 g% berarti ibu anemia berat. (Baety, 2012)
c. Analisa
Merupakan pendokumentasian hasil analisis dan intrepretasi
(kesimpulan) dari data subyektif dan objektif. Karena keadaan pasien
pasien yang setiap saat bisa mengalami perubahan, dan akan ditemukan
informasi baru dalam data subjektif maupun data objektif, maka proses
pengkajian data akan menjadi sangat dinamis. Hal ini juga menuntut
24

bidan untuk sering melakukan analisis data yang dinamis tersebut dalam
rangka mengikuti perkembangan pasien dan analisis yang tepat dan
akurat mengikuti perkembangan data pasien akan menjamin cepat
diketahuinya perubahan pada pasien, dapat terus diikuti dan diambil
keputusan/tindakan yang tepat. Analisis data adalah melakukan
interpretasi data yang telah dikumpulkan, mencakup diagnosis/masalah
kebidanan, diagnosis/masalah potensial dan tindakan segera (Muslihatun
dkk, 2009).
d. Penatalaksanaan
Planning/perencanaan adalah membuat rencana asuhan saat ini dan
yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan
intrepretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk mengusahakan
tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan
kesejahteraannya. Rencana asuhan ini harus bisa mencapai kriteria tujuan
yang ingin dicapai dalam batas waktu tertentu.Tindakan yang akan
dilaksanakn harus mampu membantu pasien mencapai kemajuan dan
harus sesuai dengan hasil kolaborasi tenaga kesehatan lain antara lain
dokter.
P di SOAP juga mengandung Implementasi dan Evaluasi.
Pelaksanaan asuhan sesuai rencana yang telah disusun sesuai dengan
keadaan dan dalam rangka mengatasi masalah pasien. Pelaksanaan
tindakan harus disetujui oleh pasien, kecuali bila tindakan tidak
dilaksanakan akan membahayakan keselamatan pasien. Sebanyak
mungkin pasien harus dilibatkan dalam prosese implementasi ini. Bila
kondisi pasien berubah, analisis juga berubah, maka rencana asuhan
maupun implementasinya pun kemungkinan besar akan ikut berubah atau
harus disesuaikan.
Dalam Planning ini juga harus mencantumkan Evaluation/evaluasi,
yaitu tafsiran dari efek tindakan yang telah diambil untuk menilai
efektivitas asuhan/hasil pelaksanaan tindakan. Evaluasi berisi analisis
hasil yang telah dicapai dan merupakan fokus ketepatan nilai
25

tindakan/asuahn. Jika kriteria tujuan tidak tercapai, proses evaluasi ini


dapat menjadi dasar untuk mngembangkan tindakan alternatif sehingga
tercapai tujuan yang diharapkan (Muslihatun dkk, 2009).

C. Konsep Dasar Evidence Based Midwifery pada Kehamilan


1. Kelancaran ASI
a. Daun Pepaya
Daun Pepaya yang merupakan bahan baku dalam ini
mengandung vitamin A 1850 SI; vitamin BI 0,15 mg; vitamin C 140
mg; kalori 79 kalori; protein 8,0 gram; lemak 2 gram; hidrat arang
11,9 gram; kalsium 353 mg; fosfor 63 mg; besi 0,8 mg; air 75,4 gram;
carposide; papayotin; karpai; kausyuk; karposit; dan vitamin yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan bayi dan kesehatan ibu, sehingga
dapat menjadi sumber gizi yang sangat potensial. Kandungan
protein tinggi, lemak tinggi, vitamin, kalsium (Ca), dan zat besi (Fe)
dalam daun pepaya berfungsi untuk pembentukan hemoglobin dalam
darah meningkat, diharapkan O2 dalam darah meningkat, metabolisme
juga meningkat sehingga sel otak berfungsi dengan baik dan kecerdasan
meningkat. Selain itu, daun Pepaya juga mengandung Enzim Papain
dan kalium, fungsi enzim berguna untuk memecah protein yang
dimakan sedangkan kalium berguna untuk memenuhi kebutuhan
kalium dimasa menyusui.karena jika kekurangan kalium maka badan
akan terasa lelah, dan kekurangan kalium juga menyebabkan
perubahan suasana hati menjadi depresi, sementara saat menyusui
ibu harus berfikir positif dan bahagia (Wiknjosastro,2009).
Berdasarkan jurnal dengan judul Pemberian Serbuk Daun Pepaya
terhadap Kelancaran ASI pada Ibu Nifas di BPM Ny. Henik Dasiyem,
Amd. Keb di Kedungpring Kabupaten Lamongan oleh Lilin dan Rindy
tahun 2015 menunjukan hasil bahwa sebagian besar atau 35,7%
responden ibu postpartum pada kelompok control pengeluaran ASI
lancar dan lebih setengah atau 64,3% pengeluaran ASI tidak lancar.
26

Sedangkan pada kelompok yang diberikan serbuk daun papaya hamper


seluruhnya atau 78,6% pengeluaran ASI lancer dan sebagian kecil atau
21,4% pengeluaran ASI tidak lancer.
b. Buah Pepaya Muda
Buah pepaya merupakan jenis tanaman yang mengandung
laktagogum memiliki potensi dalam menstimulasi hormon oksitoksin dan
prolaktin seperti alkaloid, polifenol, steroid, flavonoid dan substansi
lainnya paling efektif dalam meningkatkan dan memperlancar produksi
ASI. Reflek prolaktin secara hormonal untuk memproduksi ASI, waktu
bayi menghisap puting payudara ibu, terjadi rangsangan neorohormonal
pada puting susu dan areola ibu. Rangsangan ini diteruskan ke hipofisis
melalui nervos vagus, kemudian ke lobus anterior. Dari lobus ini akan
mengeluarkan hormon prolaktin, masuk ke peredaran darah dan sampai
pada kelenjar-kelenjar pembuat ASI. Kelenjar ini akan terangsang untuk
menghasilkan ASI (Murtiana, 2011 dalam Istiqomah, 2015).
c. Daun Katuk
Upaya yang dilakukan oleh masyarakat untuk meningkatkan
produksi ASI adalah dengan cara mengkonsumsi daun Sauropus
androgynus (L.) Merr (katu), baik sebagai sayuran atau dalam bentuk
ekstrak yang diyakini akan memproduksi ASI. Konsumsi sayuran
daun katu membuat ibu kesulitan mencari, mengolah dan konsumsinya,
sehingga mereka lebih mudah mengkonsumsi daun katu yang sudah
dibuat ekstrak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi daun
katu oleh ibu-ibu menyusui akan meningkatkan waktu menyusui
bayi perempuan. Sedangkan pada bayi laki-laki tampak hanya
kecenderungan peningkatan frekuensi dan lama menyusui jika
mengkonsumsi daun katu. Hal ini menunjukkan bahwa memang
mengkonsumsi daun katu dapat meningkatkan produksi air susu ibu.
(Kamariyah, 2012).
Penelitian lain menyatakan pemberian ektraks daun katu
pada kelompok ibu melahirkan dan menyusui bayinya dengan
27

dosis 3 x 300 mg/hari selama 15 hari terus menerus mulai hari ke 2


atau hari ke 3 setelah melahirkan dapat meningkatkan produksi ASI
50,7% lebih banyak dibandingkan dengan kelompok ibu melahirkan
dan menyusui bayinya yang tidak diberi ektraks daun katu (Sa’roni,
2004). Peneliti Nurul Kamariyah tahun 2012 membuktikan bahwa
pemberian ektrak daun katu 24 dan 48 mg/kg BB pada tikus akan
meningkatkan kadar hormon prolaktin pada induk tikus dan
meningkatkan perkembangan sel neuraglia pada anak tikus.
Kemampuan memperbanyak air susu berhubungan dengan peranannya
dalam refleks prolaktin, yaitu refleks yang merangsang alveoli untuk
memproduksi susu. Refleks ini dihasilkan dari reaksi antara prolaktin
dengan hormon adrenal steroid dan tiroksin. Daun katu mengandung
polifenol dan steroid yang berperan dalam refleks prolaktin.
Berdasarkan jurnal Pengaruh Konsumsi Ekstrak Daun Sauropus
Androgynus (L) Meer (Katu) dengan Peningkatan Hormon Prolaktin Ibu
Menyusui dan Perkembangan Bayi di Kelurahan Wonokromo Surabaya
tahun 2017 menunjukan hasil kadar hormon prolaktin pada kelompok
kontrol hari ke 30 adalah hampir setengahnya (50%) berada pada
kategori tidak normal, kelompok perlakuan pada hari ketiga puluh
sebagian besar berada pada kategori normal. Pada hari keenam puluh
pada kelompok kontrol hampir seluruhnya berada pada kategori
tidak normal, sedangkan pada kelompok perlakuan sebagian besar
ada pada kategori normal. Hari kesembilan puluh kelompok kontrol
hamper seluruhnya berada pada kategori tidak normal, sedangkan
kelompok perlakuan setengahnya berada pada kategori normal.
Untuk meningkatkan produksi air susu dan perkembangan bayi
secara maksimal di harapkan ibu yang menyusui dapat mengkonsumsi
ekstrak daun katuk sebanyak 2-3 kali sehari.
28

d. Breastcare dan Pijat Oksitosin


Perawatan payudara merupakan upaya perawatan khusus melalui
pembe-rian rangsang terhadap otot-otot payudara ibu dengan cara
pengurutan atau massage. Aktifitas ini lebih baik dilakukan pada waktu
pagi dan sore sebelum mandi dan diharapkan dapat memberi rangsangan
pada kelenjar Air Susu Ibu agar dapat memproduksi air susu (Wulandari,
2011). Secara fisiologi perawatan payudara dilakukan dengan
merangsang payudara agar mempengaruhi hypofise posterior untuk
mengeluarkan hormon oksitosin lebih banyak melalui upaya pemijatan.
Penge-luaran oksitosin juga dipengaruhi bantuan isapan bayi oleh suatu
reseptor pada sistem duktus. Bila duktus dirangsang dengan pemijatan,
maka duktus akan menjadi lebar atau melunak dengan mengeluarkan
oksitosin oleh hypofise yang berperan untuk memeras Air Susu Ibu dari
alveoli. (Saleha. 2009). Pada hari-hari pertama kelahiran bayi, apabila
pengisap-an puting susu cukup adekuat, maka akan dihasilkan secara
bertahap 10-100 ml ASI.
Pijat oksitosin adalah pemijatan tulang belakang pada daerah
punggung mulai dari costae (tulang rusuk) ke 5-6 memanjang kedua sisi
tulang belakang sampai ke scapula (tulang belikat) yang akan
mempercepat kerja saraf para-simpatis, saraf yang berpangkal pada
medula oblongata dan pada daerah sacrum dari medula spinalis,
merangsang hipofise posterior untuk mengeluarkan oksitosin, oksitosin
menstimulasi kontraksi sel-sel otot polos yang melingkari duktus lakti-
ferus kelenjar mamae menyebabkan kon-traktilitas myoepitel payudara
sehingga dapat meningkatkan pemancaran ASI dari kelenjar mammae
(Depkes, 2007 dalam Rahayuningsih, 2016).
e. Isapan Bayi
Gerakan isapan anak dapat mempengaruhi stimulus pada puting
susu. Dalam puting susu terdapat banyak ujung saraf sensoris. Bila
dirangsang, timbul implus menuju hipotalamus selanjutnya ke kelenjar
hipofise anterior (bagian depan) sehingga kelenjar ini menghasilkan
29

hormone prolaktin. Rangsangan puting susu tidak hanya diteruskan


sampai ke kelenjar hipofise anterior, tetapi juga ke kelenjar hipofise
posterior (bagian belakang), yang menghasilkan hormon oksitosin.
Salah satu usaha untuk memperbanyak ASI adalah dengan
menyusui anak secara teratur. Semakin sering anak menghisap putting
susu ibu, maka akan terjadi peningkatan produksi ASI. Dan sebaliknya
jika anak berhenti menyusu maka terjadi penurunan ASI.
Saat bayi mulai menghisap ASI, akan terjadi dua reflek yang akan
menyebabkan ASI keluar pada saat yang tepat pula, yaitu reflek
pembentukan /produksi ASI atau reflek prolaktin yang dirangsang oleh
hormon prolaktin dan refleks pengaliran/pelepasan ASI (let down reflex).
Bila bayi mengisap putting payudara, maka akan diproduksi suatu
hormon yang disebut prolaktin, yang mengatur sel dalam alveoli agar
memproduksi air susu. Air susu tersebut dikumpulkan ke dalam saluran
air susu. Kedua, reflek mengeluarkan (let down reflex). Isapan bayi juga
akan merangsang produksi hormon lain yaitu oksitosin, yang membuat
sel otot disekitar alveoli berkontraksi, sehingga air susu didorong menuju
puting payudara. Jadi semakin bayi mengisap, maka semakin banyak air
susu yang dihasilkan (Perinasia, 2008 dalam Tauriska, 2014).
2. Penyembuhan Luka Perineum
a. Telur rebus
Percepatan penyembuhan luka jahitan perineum dalam masa nifas
sangat diharapkan untuk menghindarkan ibu nifas dari bahaya infeksi
atau keluhan fisiologis yaitu dengan cara penambahkan asupan atau
konsumsi tinggi protein dalam menu makan kehariannya. Makanan tinggi
protein ini bisa didapatkan dari telur.
Telur merupakan jenis lauk pauk protein hewani yang murah,
mudah ditemukan, ekonomis dan salah satu makanan paling padat nutrisi.
Kandungan nutrisi telur utuh mengandung lebih dari 90% kalsium dan
zat besi, satu telur mengandung 6 gram protein berkualitas dan 9 asam
amino esensial. Nutrisi yang baik akan memfasilitasi penyembuhan dan
30

menghambat atau bahkan menghindari keadaan malnutrisi. Zat besi dapat


menggantikan darah yang hilang, sedangkan protein merupakan zat yang
bertanggung jawab sebagai blok pembangun otot, jaringan tubuh, serta
jaringan tulang, namun tak dapat disimpan oleh tubuh, maka untuk
menyembuhkan luka memerlukan asupan protein setiap hari.
b. Senam Kegel
Latihan kegel merupakan gerakan-gerakan yang berguna untuk mengencangkan
otot-otot, terutama otot-otot perut yang menjadi longgar setelah kehamilan
(Eileen Brayshaw, 2008). Latihan kegel dapat membantu memperbaiki sirkulasi
darah, memperbaiki tonus otot pelvis dan peregangan otot abdomen, dan juga
memperkuat otot dasar panggul setelah melahirkan (Eileen
Brayshaw, 2008). Latihan kegel akan mengakibatkan kontraksi dan relaksasi
otot-otot dasar panggul sehingga membantu ketidaknyamanan perineum serta
meningkatkan sirkulasi lokal, mengurangi edema dan mempercepat
penyembuhan luka perineum (Bahiyatun, 2009), sehingga latihan kegel akan
efektif dalam mempercepat penyembuhan luka perineum.
c. Daun Sirih
Kandungan kimia dan sifat-sifat kimia daun sirih yang terdiri dari
hidroksi chavicol, kavibetol, estragol, eugenol, metileugenol, karvakrol
memiliki daya pembunuh bakteri lima kali lipat dari fenol biasa. Chavicol
adalah salah satu komponen yang terkandung dalam daun sirih yang dapat
berfungsi sebagai antiseptik. Kandungan daun sirih hijau adalah minyak atsiri
yang mengandung antara lain chavicol dan chavibetol, yaitu senyawa yang
mempunyai khasiat antiseptik. Khasiat antiseptik itu diduga erat berkaitan
dengan pemakaiannya sebagai penghambat pertumbuhan bakteri pada luka
(Arifin, 2008 dalam Celly, 2010).
d. Putih Telur
Protein atau Zat Putih Telur merupakan bahan utama dalam pembentukan
sel jaringan yang rusak dan disebut sebagai unsur atau zat pembangun (Moehji,
2017), mengandung protein bermutu tinggi karena terdapat susunan asam amino
esensial lengkap sehingga telur dijadikan patokan dalam menentukan mutu
protein berbagai bahan pangan (Indrawan, dkk, 2012). Pemberian putih telur ini
diberikan dengan cara direbus. Putih telur yang digunakan adalah telur ayam
31

kampung karena kandungan protein pada telur ayam kampung ini lebih tinggi.
Putih telur ini aman dikonsumsi oleh ibu nifas yang memiliki luka jahitan
perineum karena efek dari protein ini sangat membantu dalam pembentukan
kembali sel jaringan yang rusak. Dalam telur rebus mengandung zat kolin yang
mempunyai efek memperbaiki sel tubuh yang rusak sehingga jaringan baru dan
sehat akan lebih mudah terbentuk menggantikan jaringan yang sudah aus.
Karena itu protein disebut sebagai unsur atau zat pembangun (Azizah, 2018).

Anda mungkin juga menyukai