Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Banyak spesies asing telah diperkenalkan dari mancanegara ke sistem air
tawar Jepang. Menurut Handbook of Alien Species in Japan (Ecological Society of
Japan, 2002), 43 jenis ikan, 15 jenis moluska, dan 8 jenis Crustacea telah
membentuk berkelanjutan populasi di air tawar Jepang. Spesies asing dapat
mempengaruhi tidak hanya perikanan, pertanian, dan kesehatan manusia tetapi juga
ekosistem asli (Maezono dan Miyashita 2003). Untuk mengontrol ekspansi spesies
asing dan kerusakan batas potensialnya, penanggulangan berdasarkan ekologi dan
Informasi sangat diperlukan.
Padi merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung gizi dan
penguat yang cukup bagi tubuh manusia sebab didalamnya terkandung bahan-bahan
yang mudah diubah menjadi energi. Oleh karena itu padi disebut makanan
berenergi. Disamping itu jumlah penduduk yang makin meningkat serta penyusutan
lahan yang makin tahun meningkat sehingga kebutuhan bahan makanan yang
berupa beras meningkat pula sehingga pemerintah berupaya meningkatkan produksi
padi melalui perluasan areal tanam dilaksanakan di luar Jawa dan peningkatan
produktivitas padi. Dalam rangka peningkatan produktivitas tanaman padi salah satu
faktor penghambatnya adanya organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang
menyerang tanaman padi. OPT utama pada padi antara lain tikus, penggerek batang,
WBC, Tungro, BLB, dan keong mas. Hama dari golongan moluska sangat
berpotensial menjadi hama utama karena berkembang biak dengan cepat dan
menyerang tanaman yang masih muda.
Keong mas (Pomaceae canaliculata Lamarck) (Gastropoda; Ampullaridae)
ada juga yang menyebut siput murbei merupakan salah satu jenis keong air tawar
yang berasal dari Benua Amerika, tidak jelas mulai kapan masuk ke wilayah
Indonesia. Keong mas secara bebas di pasaran pada tahun 1981 di Yogyakarta dan

1
di Jepang pada tahun 1964 telah dijual belikan sebagai ikan hias karena bentuk dan
warnanya yang menarik. Adanya banyak keong mas yang dijual belikan pada
masyarakat maka penyebaran keong mas makin meluas karena perkembangan
biaknya sangat cepat. Disamping itu banyak keong mas yang dibudidayakan di
kolam-kolam sehingga banyak yang lari ke persawahan. Pada saat itu lemahnya
pengawasan terhadap keberadaan keong mas di Indonesia, diperparah sering
terjadinya bencana banjir yang mempercepat terjadinya penyebaran keong mas yang
sangat cepat.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat diambil dari latar belakang yang telah
dipaparkan diatas adalah sebagai berikut:
1. Seperti apa daya rusak keong mas pada tanaman padi?
2. Bagaimana cara pengendalian keong mas pada tanaman padi dengan
pencegahan penyebarannya dan pengendalian pada daerah yang sudah di
serang (Biologi, Mekanis, dan Kimia)?
3. Kendala apa yang dihadapi pada pengendalian keong mas?
C. Tujuan
Tujuan yang dapat diambil dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui seperti apa daya rusak keong mas pada tanaman padi
2. Mengetahui cara pengendalian keong mas pada tanaman padi dengan
pencegahan penyebarannya dan pengendalian pada daerah yang sudah di
serang (Biologi, Mekanis, dan Kimia).
3. Mengetahui kendala apa yang dihadapi pada pengendalian keong mas.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Daya Rusak Keong Mas pada Tanaman Padi


Mulut keong mas berada di antara tentakel bibir dan memiliki radula, yaitu
lidah yang dilengkapi dengan beberapa baris duri yang tiap baris terdiri atas tujuh
duri. Radula memarut jaringan tanaman pada perbatasan permukaan air, sehingga
tanaman patah dan kemudian dimakan. Keong mas merupakan hewan nocturnal
yang sangat rakus, terutama pada malam hari dan makan hampir semua tumbuhan
dalam air yang masih lunak. Keong mas memakan berbagai tumbuhan seperti
ganggang, azola, eceng gondok, padi, dan tumbuhan sukulen lainnya. Jika
makanan dalam air tidak ada atau tidak cukup, keong mas naik ke daratan untuk
mencari makanan. Keong mas yang masih kecil makan bahan organik yang terlarut
atau remah-remah dari tumbuhan, daging dan bangkai hewan lainnya.
Keong mas dapat makan bahan organik yang terapung di permukaan air,
selain menampung bahan yang ada di permukaan. Untuk makan bahan yang
terapung, keong mas mengulung kaki depan hingga berbentuk corong dan bagian
tengah berbentuk tabung. Pedalcilia menarik makanan dari permukaan ke dalam
corong sampai ke tabung dan terjerat lendir di pangkal tabung. Makanan yang
terkumpul kemudian masuk ke tembolok sambil mendorong kepalanya. Bahan
yang terapung di permukaan air kaya protein. Walaupun herbavorus, dalam
keadaan terdesak, keong mas memakan bangkai atau bahkan kanibal sebagai cara
untuk bertahan hidup. Tanaman padi rentan terhadap serangan keong mas sampai
15 hari setelah tanam untuk padi tanam pindah dan 30 hari setelah tebar untuk padi
sebar langsung. Tingkat kerusakan tanaman padi sangat tergantung pada populasi,
ukuran keong, dan umur tanaman. Tiga ekor keong mas per m² tanaman padi sudah
mengurangi hasil secara nyata. Pada padi varietas Ciherang yang berumur 15 hari
setelah tebar, keberadaan keong mas dengan tutup cangkang berdiameter 0,5 cm
selama 13 hari hampir tidak menimbulkan kerusakan pada tanaman. Keong mas

3
dengan diameter 1,0 cm menyebabkan sedikit kerusakan, sedangkan yang
berdiameter 1,5; 2,0; dan 2,5cm sudah menyebabkan kerusakan berat pada
tanaman sejak hari pertama dan pada hari ketiga kerusakan tanaman sudah
mencapai lebih dari 97% (Hendarsih dan Kurniawati, 2005). Keong mas
berukuran panjang 4 cm lebih ganas, dapat merusak tanaman padi yang ditanam
pindah maupun tebar langsung (Joshi, 2002).
B. Penyebaran Keong Mas
Penyebaran keong mas dari habitat aslinya di Amerika Selatan ke beberapa
negara untuk berbagai keperluan menyebar dengan cepat. Habitat yang kondusif
bagi keong mas di daerah yang baru menyebabkan populasi meningkat dan telah
menjadi hama baru pada tanaman padi. Keong mas salah satu dari 100 spesies
biota di tempat hidup yang baru dan paling merugikan (Joshi, 2005). Invasi keong
mas berkaitan dengan daya reproduksi yang tinggi, kemampuan beradaptasi yang
cepat dengan lingkungan, dan rakus makan pada kondisi tanaman inang yang
beragam, sehingga dapat mengalahkan perkembangan siput atau keong lokal.
Keong mas yang ada di Indonesia berasal dari Argentina. Mulai pada tahun 1980an
keong mas menyebar dengan cepat ke beberapa negara di Asia, atas campur
manusia. Secara biologi mustahil keong mas dapat menyeberang dari Amerika
Selatan ke Asia. Awal penyebaran ke negara-negara di Asia, keong mas digunakan
untuk bermacam-macam tujuan. Di Filipina, misalnya, keong mas digunakan
sebagai bahan makanan, sementara di Indonesia dijadikan sebagai hewan hias pada
aquarium. Hingga tahun 1987, di Indonesia masih ada keinginan untuk
mengembangbiakkan keong mas sebagai komoditas ekspor. Semula hewan ini
dianggap tidak merugikan. Kemudian muncul polemik tentang kemungkinan
keong mas berkembang menjadi hama tanaman. Kenyataannya keong mas telah
menyebar luas di Sumatera (Bengkulu, Jambi, Lampung, Pariaman, Riau), Papua
(Biak dan Wamena), Sulawesi (Bone, Makasar, Manado, Maros, Palu dan
Pangkep), Kalimantan (Balikpapan dan Samarinda), Buton, Jawa, Bali, dan
Lombok (Hendarsih et al., 2006). Di Jawa Barat sampai tahun 1992 tidak
4
ditemukan keong mas di sawah dan hanya dipelihara di kolam. Sejak tahun 1996,
hama ini ditemukan menyerang tanaman padi pada lahan di 12 kabupaten dan pada
tahun 1999 berkembang menjadi 16 kabupaten (Hendarsih, 2002).
Sebenarnya tidak jelas apakah transportasi manusia atau gerakan bekicot
alami adalah proses utama dimana siput memperluas jangkauan. Namun,
penyebaran yang cepat dari siput pada awal tahun 1980 itu terutama disebabkan
oleh transportasi manusia, karena setelah itu diperkenalkan menjadi aktif
diperdagangkan di seluruh negara seperti Asia tenggara, termasuk Indonesia dan
Jepang (Hamada dan Matsumoto 1985, Miyazaki 1985).
Selain itu, beberapa petani mulai melepaskan keong mas ke ladang mereka
sebagai biologi kontrol agen untuk gulma (Okuma et al 1994a,. Ichinose dan
Yoshida 2001). Perluasan jangkauan siput sehingga mungkin telah dipromosikan
oleh transportasi manusia, baik disengaja atau tidak disengaja (misalnya di tanah
yang terkontaminasi dengan keong mas).
Keong mas berpotensi memiliki kemampuan besar untuk bergerak dengan
jarak yang jauh dalam sistem air. Dalam saluran air, keong mas bisa bergerak lebih
dari 100 m hulu atau lebih dari 500 m hilir dalam satu minggu (Ozawa dan Makino
1989). Namun, penyebaran keong mas tidak selalu terjadi dalam sistem air yang
sama. Ichinose dan Yoshida (2001) menyarankan bahwa siput tidak bisa
memperluas jangkauan ke daerah-daerah atas sistem air, karena diskontinuitas
antara sawah dan aliran air lebih cepat hulu. Selain itu, salah satu penduduk
setempat (didirikan sekitar 20 tahun yang lalu) di batas utara dari kisaran siput
terbatas luas hanya 1,5 km x 0,5 di kanal air yang tenang. Siput belum diamati di
luar kisaran ini setidaknya selama tiga tahun (Ini tidak dipublikasikan). Faktor-
faktor yang membatasi perluasan siput dalam sistem air tidak sepenuhnya
diketahui.
C. Pengendalian Keong Mas
Keong mas di negara asalnya Argentina bukan merupakan hama tanaman,
bukan vektor penyakit, dan tidak bermanfaat (Cazzaniga, 2006). Selain itu tidak
5
ada musuh alami yang pasti. Dalam waktu singkat, introduksi keong mas ke Asia
telah meningkatkan populasi, termasuk di sawah. Dibandingkan dengan di Filipina
dan Jepang, luas sawah yang terserang keong mas di Indonesia masih rendah, pada
tahun 2004 hanya 16.000 ha, sehingga pengendalian ditujukan untuk mencegah
penyebaran.
Baru-baru ini, beberapa petani telah mulai untuk memperlakukan keong
mas bukan sebagai hama padi, tetapi sebagai agen "ramah lingkungan" kontrol
biologi untuk gulma. Bahkan, keong mas efektif dalam mengendalikan gulma
(Okuma et al 1994a,. 1994b). Namun, hampir tidak mungkin untuk mencegah
emigrasi keong mas dari satu sawah ke sawah-sawah disekitarnya, sedangkan
kerusakan tanaman padi muda akibat keong mas tidak dapat dikontrol jika sawah
memiliki permukaan yang tidak rata (Wada 1997, Yusa dan Wada 1999). Selain
itu, efek dari siput pada ekosistem asli Jepang belum jelas. Oleh karena itu,
masuknya keong mas pada pesawahan yang tidak terinfeksi gulma
pengontrolannya harus dihentikan.
D. Pencegahan Penyebaran Keong Mas
Keong mas menyebar melalui air. Mencegah penyebaran merupakan usaha
yang lebih baik. Jika suatu daerah sudah terinvasi, keong mas akan sulit
dikendalikan. Pencegahan penyebaran sebaiknya pada daerah yang belum ada
populasi keong mas. Pencegahan penyebaran keong mas bukan hanya pada
pertanaman padi, tetapi juga untuk menjaga lingkungan dan kesehatan. Keong mas
rakus dengan semua jenis tanaman air. Tersedianya tanaman air menguntungkan
keong mas untuk cepat berkembang. Pada lahan perairan terbuka, keong mas
dengan populasi yang tinggi dapat memusnahkan semua tumbuhan air.
Berkurangnya tumbuhan pada perairan terbuka akan mengurangi biota air dan
fauna di lingkungan tersebut. Di perkotaan negara-negara miskin, limbah yang
mengumpul di perairan terbuka, terutama yang berasal dari rumah tangga, tanpa
disengaja diolah oleh tanaman perairan. Jika populasi tanaman di perairan

6
berkurang akibat dimakan keong mas, maka lingkungan akan kumuh dan
kesehatan masyarakat terganggu (Carlsson, 2006).
E. Pengendalian Keong Mas di Daerah yang Sudah Diserang
Untuk menekan populasi dan mengurangi kerusakan tanaman oleh keong
mas dapat dilakukan pengendalian secara terpadu dengan menggunakan teknologi.
Pengendalian keong mas pada tanaman budidaya perlu dilakukan sejak persiapan
tanam hingga setelah panen. Untuk awal pengendalian dapat menggunakan musuh
alami atau secara biologi, sedangkan apabila musuh alami juga tidak dapat
mengendalikan keong mas dengan baik dan penyebaran bertambah parah maka
cara selanjutnya dengan pengendalian mekanis. Apabila pengendalian dinilai
kurang efektif dan efisien maka gunakan cara pengendalian kultur teknis dana pa
bila masih belum bisa juga cara terakhir dengan pengendalian secara kimiawi yang
akan melibatkan pestisida.
1. Pengendalian Secara Biologi
Penelitian skala laboratorium di Jepang menunjukkan bahwa predator
keong mas yang potensial adalah beberapa spesies kepiting, penyu, dan tikus
(Yusa, 2007). Musuh alami keong mas adalah semut merah Solenopsis
geminata dan belalang Conocephalous longipennis yang memakan telur keong.
Beberapa predator keong mas yang lain adalah burung dan itik, kura-kura, ikan
serta insekta. Penebaran jenis ikan tertentu yang dapat memakan keong mas
(dan juga telurnya) akan memberikan keuntungan dalam pengendalian populasi
keong tersebut. Jenis ikan-ikan yang mampu memakan keong mas ataupun juga
telur keong mas tersebut antara lain Botia sp; Tetraodon sp; Bunocephalus sp.,
danLeiocassis sp (sejenis lele-lelean); kelompok Cichlidae, kelompok gurami
(gurami, sepat), beta, dan lain-lain. Sistem ini telah lama dikenal masyarakat
Indonesia dengan nama mina-padi. Pada sistem ini, manajemen air untuk
memberi kemungkinan dapat memakan telur juga mesti dilakukan, sehingga
peluang menetas dan berkembang biak keong dapat diputuskan. Tikus sawah
juga dapat makan daging atau memangsa keong mas secara utuh.
7
a) Pengendalian dengan Itik (ISG/Itik Sistem Gembala)
Hama Keong mas memiliki populasi yang sangat banyak dan jika tidak
termanfaatkan akan berdampak buruk pada produksi tanaman khususnya
padi. Namun, jika keong mas dapat dimanfaatkan dengan baik maka akan
menjadi suatu inovasi dan dapat menjadi suatu peluang usaha yang sangat
menguntungkan. Jika dapat memanfaatkan sebagai suatu hal yang berguna,
maka secara otomatis populasi hama keong mas akan menjadi suatu hal
yang sangat dibutuhkan. Salah satu inovasi yang dapat diterapkan untuk
mamanfaatkan hama keong mas dan menekan populasinya di lahan adalah
dengan memanfaatkan ternak itik atau biasa.
Penggembalaan itik di lahan persawahan, merupakan pengendalian
yang efektif, dengan tanpa merusak padi yang telah ditanam. Sistem ini
dikenal oleh masyarakat dengan sebutan ISG (itik sistem gembala). Itik
gembala merupakan sistem pemeliharaan itik dengan biaya rendah, dan
sebagai mata pencaharian petani yang memiliki kemampuan/skill rendah
dan modal lemah. Pada prinsipnya sistem itik gembala ini membiarkan itik
untuk berkeliaran diareal sawah agar itik tersebut dapat memanfaatkan
hama keong mas sebagai makanan, sehingga dapat menekan populasi hama
tersebut. Penggembalaan itik di lahan persawahan, merupakan
pengendalian yang efektif, dengan tanpa merusak padi yang telah ditanam.
Bebek merupakan binatang pemangsa keong yang cukup potensial,
sehingga dapat dilepas secara berkala. Pada saat panen biasanya dilepas
bebek untuk mengais rontokan padi serta memakan keong-keong kecil dan
telur.
Pengendalian cara ini merupakan pengendalian alamiah dimana itik
dilepaskan ke areal sawah setelah ditanami padi sampai dengan tanaman
berumur 45 hari setelah tanam. Itik dapat mengendalikan hama keongmas
sehingga tidak merusak tanaman. Untuk meningkatkan efektivitas
pengendalian, areal sawah perlu dibuat macak-macak sampai tergenang
8
dengan ketinggian air 5 cm. Itik dilepaskan ke areal sawah dan selanjutnya
akan memangsa keongmas (ukuran kecil dan sedang) serta membunuh
keongmas besar. Dalam satu hektar dapat dilepaskan itik sekitar 25 ekor
atau lebih. Pelepasan itik dilakukan pagi dan sore hari. Sesungguhnya
pelepasan itik ke lahan sawah memberi manfaat ganda. Pertama,
perkembangan keongmas dan hama-hama lain dapat terkendali, dan ke dua,
dapat memperbaiki aerasi di sekitar perakaran padi. Keadaan tersebut dapat
memperbanyak anakan produktif sehingga produksi tanaman menjadi lebih
banyak.
b) Pengendalian dengan Kura-kura
Untuk mengontrol keong mas, ada beberapa predator yang efektif yang
telah diperkenalkan ke ekosistem pertanian, termasuk bebek, dan berbagai
jenis ikan (Teo, 2001, 2006). Ikan mas, Cyprinuscarpio Linnaeus, juga
dianjurkan untuk kontrol biologis keong mas di sawah setelah
membandingkan lima jenis ikan (Cowie, 2002). Ikan mas hitam,
Mylopharyngodonpiceus, adalah agen kontrol yang sangat efisien untuk
memangsa hama siput yang berada dibawah tanah (Ben-Ami dan Heller,
2001). Namun, baik ikan dan bebek tidak cocok untuk digunakan di sawah
karena ikan mas membutuhkan air lebih dari 10 cm, yang terlalu dalam
untuk sawah normal, dan menjaga bebek di sawah membutuhkan banyak
perawatan, termasuk untuk memberi makan setiap hari (Yoshie dan Yusa,
2008).
Dalam pengendalian ini, kura-kura menunjukkan kapasitas kontrol
yang kuat pada keong mas karena pemangsaan yang kuat mereka pada
keong mas dan toleransi terhadap kelaparan. Kura-kura sangat mudah
untuk dibudidayakan oleh petani, pemeliharaan kura-kura tidak
membutuhkan perawatan lebih ekstra dibandingkan dengan menjaga bebek
(Yoshie dan Yusa, 2008). Dalam kesimpulan penelitian labolatorium di
Jepang baik dari hasil survei lapangan menunjukkan bahwa menggunakan
9
kura-kura untuk pengendalian keong mas secara biologis
direkomendasikan sebagai cara yang optimal di lahan sawah yang
terinfeksi oleh keong mas.
c) Pengendalian dengan Bebek
Bebek juga merupakan predator keong mas sebagai pakannya,
terutama untuk memenuhi kebutuhan protein dan kalsium. Bebek domestik
terbukti efektif untuk pengendalian biologis keong mas muda di sawah dan
bisa memangsa sama baiknya dengan kepadatan OPT rendah dan populasi
yang tinggi (Cowie, 2002). Pada agriekosistem sawah, bebek biasanya
mencari hewan di dalam air sebagai pakan, termasuk keong mas.
Menggembalakan 200 ekor bebek/ha lahan sawah dua hari sebelum tanam
selama 8 jam/hari dapat mengurangi populasi keong mas sampai 89,2%
dan mengurangi kerusakan rumpun padi hingga 47% (Pantua et al., 1992).
Bebek ditempatkan di sawah selama persiapan lahan tahap akhir atau
setelah tanaman tumbuh cukup besar (misalnya 30-35 hari setelah tanam)
agar dapat memakan keong mas secara langsung.
Terdapat banyak sekali cara mengendalikan keong mas dengan musuh
alaminya. Akan tetapi, apabila cara-cara tersebut masih belum dapat
mengendalikan keong mas dengan baik mengingat musuh alami yang
keberadaannya bukanlah di area persawahan atau dalam kata lain kita perlu
menyediakannya dan menambah biaya, maka dapat melakukan pengendalian
dengan cara mekanis dibawah ini.
2. Pengendalian Mekanis
Pengolahan tanah dengan cara dibajak, kemudian diikuti oleh
pelumpuran, dapat mengurangi populasi keong mas. Hasil penelitian
menunjukkan pengolahan tanah mengurangi populasi 77,9% untuk keong mas
dengan tinggi cangkang lebih dari 20 mm, dan 67,6–68,3 % untuk keong mas
dengan tinggi cangkang 11,7–19,0 mm (Wada, 2003). Perbaikan saluran irigasi
perlu diikuti oleh sanitasi gulma seperti kangkung. Memasang saringan pada
10
saluran masuk dan keluar air diperlukan untuk mencegah keong masuk ke petak
sawah. penyaring seperti layar jaring kawat didirikan di titik-titik saluran
masuknya air untuk mencegah penyebaran melalui aliran air. Namun, ukuran
keong mas terkecil adalah 2mm dan jerat hanya berukuran lebih kecil dari 2mm.
Jadi ukuran ini tidak banyak digunakan karena filter yang tersumbat oleh
kotoran atau sampah terlalu cepat. Setelah filter tertutup oleh sampah, air tidak
akan mengalir dan air akan meluap ke tepi saluran irigasi. Kecuali ada tenaga
kerja yang tersedia untuk membersihkan filter secara berkala. Jadi, cara ini
kurang efektif karena keong mas mampu merayap melewati saringan atau
galengan (Joshi, 2005). Untuk mempermudah pengambilan keong mas, pada
petakan sawah yang memiliki pengairan terkendali dapat dibuat caren. Keong
mas akan menuju caren dan berkumpul di dalamnya, sehingga mudah diambil,
terutama pada saat tanaman masih muda atau pada saat aplikasi pestisida.
Pengambilan keong mas akan lebih mudah jika dilakukan pada pagi hari.
a) Pemasangan perangkap dan Pemungutan secara Berkala
Usaha pengendalian hama keong mas merupakan salah satu proses
dengan tujuan menekan populasi hama sekecil mungkin ataupun
penekanan sampai dibawah batas ambang kerusakan ekonomi. Salah satu
teknologi pengendalian yang telah dianggap efektif, murah dan dapat
dilaksanakan oleh petani serta berwawasan lingkungan adalah
pengendalian dengan menggunakan tiang-tiang perangkap telur dan
pemungutan hama secara berkala (3 kali seminggu) sampai umur padi 4
minggu setelah tanam.
Tiang perangkap telur dapat digunakan dari bahan kayu, bambu,
pelepah rumbia, atau ranting-ranting kayu. Panjang tiang perangkap
tersebut berkisar antara 1-1,5 meter dangan diameternya sekitar 1-3 cm
atau lebih. Tiang perangkap telur ditancapkan dalam petakan sawah pada
kawasan jarak dari pematang antara 1-3 meter dan jarak antar tiang
perangkap telur 2-3 meter. Jumlah tiang perangkap telur tidak terbatas,
11
sehingga makin banyak tiang perangkap telur dipasang, maka diharapkan
makin banyak pula kelompok telur yang diletakkan. Telur yang ada pada
tiang perangkap dibuang secara berkala (seminggu satu sampai dua kali)
dengan cara melepaskannya dari tiang perangkap dan selanjutnya
dibenamkan kedalam air atau lumpur.
Satu kelompok telur yang dimusnahkan sama artinya dengan
pemusnahan 300-500 keong mas apabila kelompok telur tersebut berhasil
menetas. Pembuangan kelompok telur keong mas dilakukan secara rutin
sehingga perkembangannya secara lambat laun dapat ditekan, sehingga
populasi hama ini selalu berada pada tingkat yang tidak menimbulkan
kerusakan secara ekonomi. Dalam usaha pengendalian tersebut sangat
diharapkan dilakukan secara serentak dalam kelompok, karena bila
dilakukan secara individu pengendalian cara ini tidak banyak memberi
arti. Telah diketahui bahwa hama ini bermigrasi melalui air irigasi dan
masuk ke petak sawah melalui pintu-pintu air sehingga perkembangannya
akan pesat kembali. Perkembangan hama ini sangat cepat, dari telur
hingga menetas hanya butuh waktu 7-14 hariPemberian Umpan Perangkap
dan Pemungutan secara Berkala
Pengendalian dengan umpan perangkap serta dikombinasikan
dengan pemungutan keong mas secara berkala baik di areal sawah maupun
pada umpan perangkap merupakan salah satu cara yang juga dapat
menekan populasi hama tersebut. Apalagi pemberian umpan perangkap
dan dikombinasikan pula dengan pemasangan perangkap telur sangat besar
pengaruhnya terhadap penekanan populasi hama keong mas. Umpan
perangkap keong mas dapat digunakan daun, tangkai, dan batang pepaya,
daun kuda-kuda (on geureundong pageu), dan lain-lain. Makanan
perangkap tersebut diletakkan secara berjejer didalam petakan sawah baik
sebelum tanam maupun setelah ditanami padi sampai padi berumur 5
minggu setelah tanam. Hal ini tergantung pada banyaknya keong masyang
12
terdapat di petakan sawah. Jarak antara satu umpan perangkap dengan yang
lain antara 1-2 meter dan banyaknya umpan perangkap yang
diberikantergantung padapersedianumpan dan populasi hama tersebut.
Untuk memudahkan pemungutan, umpan perangkap sebaiknya
ditempatkan dekat dengan pematang. Makin banyak pemberian umpan
perangkap lebih baik sehingga hama tersebut akan berkumpul pada umpan
perangkap dan lebih mudah di pungut. Selanjutnya keong mas yang
terdapat pada umpan perangkap dipungut dan dibuang secara berakala.
Sangat dianjurkan keong mas hasil pungutan tersebut diberikansebagai
tambahan pakan itik. Untuk meningkatkan efektivitas pengendalian perlu
pula dikombinasikan dengan pemasangan perangkap telur, sehingga
keongmas dan kelompok telur yang menempel baik pada tiang atau
ditempat lain segera dibuang, dengan demikian kombinasi perlakuan
tersebutakan menjadi lebih efektif.
b) Tanaman Atraktan
Keong mas termasuk sulit untuk dibasmi secara tuntas. Bila
pengendalian dilakukan dengan menggunakan pestisida, Keong mas
dapat terbunuh, tetapi cangkang atau rumahnya akan tertinggal di
dalam tanah sehingga dapat menimbulkan masalah yaitu melukai
telapak kaki bagi petani masuk ke areal sawah. Salah satu upaya
pengendalian yang dapat dilakukan adalah menggunakan tanaman
yang bersifat atraktan untuk menarik hama Keong mas. Menurut
Pyenson (1980), tanaman atraktan adalah senyawa kimia yang
bertindak sebagai umpan terhadap hama, penggunaan tanaman
atraktan untuk, menarik Keong mas adalah salah satu cara yang ramah
lingkungan untuk mengendalikannya. Jenis tanaman yang dapat
digunakan sebagai atraktan adalah daun pisang, pepaya, talas (anonim,
2007) dan pada penelitian ini digabungkan dengan daun tanaman
tagalolo. Beberapa jenis tanaman dapat bersifat atraktan seperti daun
13
pepaya, kulit nangka, kulit mangga, daun talas, dan daun singkong. Keong
akan berkumpul pada bahan atraktan yang diletakkan di petak sawah
sehingga mudah dipungut. Peletakan bahan atraktan pada petak sawah
sebaiknya sore hari.
3. Pengendalian dengan Cara Kultur Teknik
Pengendalian secara kultur teknik sama baiknya dengan cara mekanis,
karena tidak mencemari lingkungan. Dalam hal ini, cara yang dapat dilakukan
antara lain adalah dengan menanam bibit yang lebih tua. Bibit padi yang
berumur lebih dari 28 hari kurang disukai oleh keong. Oleh karena itu, serangan
keong mas pada pertanaman padi yang ditanam secara sebar langsung lebih
berat dari tanam pindah. Memberikan pupuk dasar sebelum tanam dapat
mengurangi tingkat serangan keong mas. Kulit keong yang terkena pupuk
menyebabkan iritasi dan mati karena mengeluarkan banyak lendir. Keong yang
mati akibat pupuk ditandai oleh terbukanya operculum, sedangkan keong yang
mati akibat pestisida ditandai oleh tertutupnya operculum (Cruz et al. 2001).
Kalaupun keong tidak mati, kerakusannya menurun setelah terkena pupuk.
Keong mas akan aktif dan lebih rakus makan jika ketinggian air di sawah sama
dengan tinggi rumah siput. Oleh karena itu, ketinggian air perlu diatur
sedemikian rupa agar terlalu tinggi atau sawah tidak diairi selama 7–10 hari
setelah tanam.
Pengapuran (CaO) dapat menyebabkan keong mas kurang aktif dan
bahkan mati. Pengapuran dengan takaran 50 kg/ha efektif menekan
perkembangan keong mas (Hendarsih dan Kurniawati, 2002). Pengapuran
dianjurkan pada saat populasi keong mas rendah atau pada saat tanam. Selain
menurunkan daya makan keong mas, penggunaan kapur pertanian atau CaO
juga penting artinya untuk meningkatkan pH tanah, terutama pada tanah
masam. Rotasi tanaman padi dengan kedelai, terutama untuk tanaman padi
sebar langsung, dapat menekan populasi keong mas, dibandingkan dengan
tanpa rotasi (Wada, 2003). Di Jepang, rotasi tanaman padi dengan kedelai
14
dilakukan dalam jangka waktu satu tahun. Dalam hal ini padi ditanam pada
tahun kedua. Walaupun di Indonesia belum ada data penelitian tentang
pengaruh rotasi tanaman terhadap serangan keong mas, secara teori cara
tersebut dapat diterapkan untuk mengurangi populasi awal.
4. Pengendalian secara Kimia
Di Indonesia pengendalian keong mas dengan pestisida belum
populer. Di Pantai Utara Jawa Barat petani mengaplikasikan bahan nabati
Saponin jika serangan tetap tinggi walaupun keong sudah dipungut. Di Filipina
pengendalian keong mas sangat bergantung pada pestisida. Meskipun
pengendalian kimia disertakan dalam paket PHT, Departemen Pertanian petani
kurang setuju untuk menggunakan bahan kimia karena berbahaya bagi
lingkungan, dan juga dapat membahayakan kesehatan masyarakat.
Pengendalian kimia lebih baik hanya ketika kepadatan populasi hama melebihi
5 keong mas m-2 dan bila ada kekurangan tenaga kerja atau ketika waktu adalah
kendala untuk cara pengendalian. Bahan kimia yang dianjurkan untuk
pengendalian keong mas termasuk teh serbuk biji, pelet dari metaldehid 5% dan
niclosamide. Teh bubuk biji dianjurkan di 51kg/ha dibawah genangan air dari
kedalaman 5 - 7 cm. Teh bubuk biji adalah produk olahan dari ekstraksi minyak
dari biji teh. Ini berisi 5,2-7,2% saponin, yang menyebabkan hemolisis pada
hewan (Minsalan dan Chiu, 1988). Ini adalah racun bagi organisme kebanyakan
air seperti ikan dan katak. Namun, sisa umur yang berlangsung selama 4 hari
saja. Pelet dari metaldehid 5% digunakan bila teh bubuk biji tidak tersedia.
Tingkat yang disarankan adalah 15kg/ha tetapi biasanya dalam jumlah kecil
digunakan karena itu adalah tempat-diterapkan di daerah tergenang air atau
kolam kecil setelah pengeringan lapangan di plot padi. Sebuah percobaan di
Sabah pada seleksi tanaman dengan sifat molluscicidal berhasil
mengidentifikasi spesies tanaman yang dikenal sebagai Furcraea selloa var.
Marginata, yang sangat efektif terhadap keong mas. Tepung daun kering dari

15
Yellow Furcraea dianjurkan untuk kontrol keong mas di 45kg/ha (Teo, 2002),
jauh lebih rendah daripada tingkat yang direkomendasikan untuk bubuk biji teh.
a) Pestisida Nabati
Beberapa jenis tanaman dapat bertindak sebagai moluskisida nabati
untuk mengendalikan keong mas. Nizmah (1999) dan Lobo et al. (1991)
menemukan tanaman widuri (Calotropis gigantea) yang efektif
mengendalikan keong mas. Kardinan dan Iskandar (1997) mendapatkan
tanaman tuba (Derris elliptica) yang efektif mengendalikan keong mas. Di
Indonesia tanaman tuba lebih efektif dibandingkan dengan daun sembung,
daun patah tulang, dan daun teprosia. Pinang, tembakau, dan daun sembung
juga efektif mengendalikan keong (Anonim, 2006b). Biji teh merupakan
bahan yang paling toksik terhadap keong mas. Limbah teh juga dapat
dipakai untuk mengendalikan keong mas dan siput lokal, namun
dibutuhkan dalam jumlah banyak, yaitu 10 g/l air. Gadung basah juga dapat
digunakan untuk mengendalikan keong mas. Mindi dan nimba berperan
sebagai moluskisida namun toksik terhadap ikan mas (Kertoseputro dkk.,
2007).
Saponin dan buah rerak (Sapindicus rarak) dapat mengurangi tingkat
serangan keong mas dan efektivitasnya tidak berbeda dengan moluskisida
sintetis niklosamida (Hendarsih dan Kurniawati, 2005). Saponin yang
dipasarkan di Indonesia merupakan ampas dari minyak biji teh yang
banyak dipakai oleh pengelola tambak untuk membunuh ikan liar. Minyak
biji teh ini mengandung 12% saponin (Anonim, 2002b). Kulit biji buah
rerak dapat dipakai untuk mencuci pakaian dan shampo. Kandungan
saponin dalam buah rerak tinggi sehingga dapat merusak pakaian dan
rambut (Burkill, 1935). Hasil penelitian Aminah dkk. (1992) menunjukkan,
buah rerak mengandung 12% saponin dan alkaloid. Sebelum ada pestisida
anorganik, rerak dipakai sebagai insektisida, tetapi tidak berkembang
(Burkill, 1935). Saponin atau glikosida merupakan metabolit sekunder
16
yang mempunyai sifat detergen, berbusa, rasa pahit, dan beracun bagi
hewan berdarah dingin (Cheeke, 1989). Saponin tidak beracun pada hewan
berdarah panas. Saponin banyak digunakan sebagai detergen, pembasmi
hama udang, busa dalam pemadam kebakaran, busa shampo dan industri
farmasi.
Hasil penelitian Kurniawati dkk. (2007) menunjukkan bahwa rerak
selain efektif terhadap keong mas juga efektif mengendalikan penggerek
batang padi kuning. Efektivitas pestisida nabati bergantung pada ukuran
keong mas. Penggunaan rerak dan saponin menyebabkan lebih banyak
keong kecil (diameter 1,0 cm) yang mati lebih awal dibandingkan dengan
keong yang lebih besar. Insektisida dan bahan nabati tidak bersifat ovisidal
dan tidak berpengaruh terhadap daya tetas telur keong mas. Namun aplikasi
insektisida kartap, bahan nabati biji teh, dan rerak pada telur berumur 4 dan
7 hari mengurangi daya hidup keong muda (juvenil) yang menetas dari
telur yang diaplikasi tersebut (Kurniawati dkk., 2007). Pengujian empat
bahan nabati dan lima insektisida pada 5 dan 10 hari setelah aplikasi
pestisida tidak berpengaruh nyata terhadap populasi keong, kecuali aplikasi
saponin. Kerusakan tanaman yang disebabkan oleh keong mas pada 5 hari
setelah tanam pada perlakuan rerak dan kartap nyata lebih rendah
dibandingkan dengan kontrol. Pada 10 hari setelah aplikasi, kerusakan
tanaman meningkat pada semua perlakuan. Aplikasi saponin menyebabkan
tingkat kerusakan tanaman juga nyata lebih rendah dari control.
b) Pestisida Sintetik
Sampai saat ini hanya satu bahan aktif moluskisida sintetik
niklosamida dan satu moluskisida nabati yang mengandung saponin yang
telah terdaftar sebagai bahan pengendalian keong mas (Anonim, 2006a).
Niklosamida merupakan moluskisida untuk siput air tawar dan di Afrika
diaplikasikan untuk mengendalikan keong vector penyakit manusia.
Niklosamida terdaftar di beberapa negara untuk mengendalikan keong,
17
kecuali di Jepang karena dianggap terlalu toksik terhadap lingkungan
(Wada, 2003). Aplikasi niklosamida dengan takaran 0,5 l/ha dapat
membunuh 80% populasi keong mas. Selain efektif terhadap keong mas,
niklosamida juga bersifat ovisidal terhadap telur keong mas, telur yang
menetas hanya 15% (Joshi et al., 2002). Efektivitas niklosamida hanya tiga
hari. Kalau ada keong baru yang masuk ke lahan yang telah diaplikasi
niklosamida, keong tidak mati. Aplikasi niklosamida juga dapat
mengganggu pertumbuhan padi tanam sebar langsung. Di Jepang, umpan
yang mengandung moluskisida metaldehida cukup efektif mengurangi
kerusakan tanaman padi sebar langsung (Wada, 2003). Aplikasi insektisida
kartap juga dapat mengurangi kerusakan tanaman (Kiyota and Sogawa,
2006).
F. Masalah dan Kendala
Pengendalian hama keong mas mengalami berbagai masalah sosial. Pada
awalnya banyak petani mengira keong mas sebagai siput Pila lokal spp. dan tidak
mempercayai bahwa itu adalah hama eksotik sampai mereka mengalami kerusakan
pada tanaman mereka. Bahkan, manusia sendiri adalah faktor utama penyebaran
OPT. Petani membawa pulang siput untuk keperluan memasak, yang pada saat
yang sama tersebar di beberapa ke sawah atau halaman belakang yang
memungkinkan berkembang biak untuk sumber makanan di masa depan.
Operasi pengendalian bisa berisi hama di lapangan tetapi tidak bisa
menghentikan keong mas dari penyebaran ke tempat lain meskipun peringatan
berulang dikeluarkan selama operasi pengendalian. Respon dari para petani masih
kurang, ini terlihat dari banyaknya petani yang tidak menghadiri sesi pengarahan
tentang pengendalian hama keong mas. Banyak memilih untuk menggunakan
bubuk biji teh dalam preferensi untuk tindakan pengendalian lainnya. Petani juga
lambat dalam mengadopsi inovasi seperti menggembala bebek untuk kontrol
keong.

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keong mas Pomacea canaliculata (Lamarck), berasal dari Amerika Selatan
tropis dan subtropis. Keong mas ini merupakan hama padi yang serius di Asia
Tenggara dan Asia Timur karena merusak bibit padi muda. Hama keong mas di
Indonesia dan di negara lainnya yang terserang perlu diwaspadai dan diantisipasi
keberadaan hama tersebut karena berkembang biak dengan cepat dan menyerang
tanaman yang masih muda. Bila kita lengah terhadap keberadaan keong mas akan
menjadi hama utama pada tanaman padi terutama pada daerah yang mempunyai
pola tanam padi terus menerus. Keberhasilan Pengendalian keong mas pada
tanaman padi dilakukan secara dini, berkala, masal dan terus menerus.
Teknik pengendalian keong mas diantaranya dengan cara pencegahan
penyebaran; pengendalian di daerah yang sudah terserang; pengendalian secara
mekanis yang meliputi tanaman atraktan dan secara kultur teknik; pengendalian
secara biologi yang meliputi pengendalaian dengan kura-kura dan penggembalaan
bebek; serta pengendalian secara kimiawi yang meliputi pestisida sintetik dan
pestisida nabati. Pengendalian dilakukan dari Pengendalian musuh alami yang
ramah lingkungan dana pa bila kurang bisa diandalkan menggunakan
pengendalian mekanis dilanjutkan dengan pengendalian teknik kultur dan pilihan
terakhir adalah secara kimia, karena zat kimia yang ada dapat mencemari
lingkungan sehingga digunakan untuk cara paling akhir.
B. Saran
1. Melakukan pencegahan penyebaran dari keong mas apabila sudah mengetahui
gejala serangan atau mendapati keong mas pada lahan dengan pencegahan
yang tepat.
2. Pengendalian dari hama keong mas sebaiknya dimulai dengan kebergantungan
pada musuh alami, karena paling ramah lingkungan. Dan paling akhir adalah
secara kimia karena zat kimia dapat mencemari lingkungan.
19

Anda mungkin juga menyukai