Anda di halaman 1dari 7

SLEEP HYGIENE DENGAN GANGGUAN TIDUR REMAJA

Ni Luh Agustini Purnama


STIKES Katolik St.Vincentius a Paulo Surabaya, Jln Jambi 12-18 Surabaya
e-mail: niluh@stikvinc.ac.id

ABSTRAK
Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang penting untuk pertumbuhan fisik dan
perkembangan intelektual. Masa remaja rentang mengalami gangguan tidur. Gangguan tidur yang
dialami remaja merupakan dampak dari perilaku sleep hygiene yang buruk. Sleep hygiene ini
sangat penting untuk memprediksi kualitas dan kuantitas tidur pada remaja. Penelitian ini betujuan
mengidentifikasi hubungan sleep hygiene dengan gangguan tidur remaja. Desain penelitian
observasi dengan rancangan cross sectional. Subjek penelitian 80 siswa di SMA Katolik Karitas 3
Surabaya memenuhi kriteria inklusi. Perilaku sleep hygiene dinilai menggunakan kuesioner The
Adolescent Sleep Hygiene Scale. Penilaian gangguan tidur pada remaja menggunkan kuesioner
SDSC (Sleep Disturbances Scale for Children). Perilaku sleep hygiene dalam aspek koqnitif
signifikan berhubungan negative dengan gangguan tidur (ρ=-0,35 p=0,001). Hal ini menunjukkan
bahwa semakin baik perilaku sleep hygene dalam aspek kognitif maka semakin menurun skor
gangguan tidur. Perilaku sleep hygiene dalam aspek stabilitas tidur berhubungan negatif dengan
gangguan tidur (ρ= - 0,358 p=0,001), hal ini berarti semakin baik perilaku hygiene dalam aspek
stabilitas tidur maka semakin menurun skor gangguan tidur. Program pendidikan kesehatan di
sekolah tentang sleep hygiene efektif perlu dilakukan meningkatkan kualitas tidur masa remaja.

Kata kunci: gangguan tidur, sleep hygiene, remaja

ABSTRACT
Sleep is one of the basic human needs that is important for physical growth and intellectual
development. Adolescence is prone to sleep disorders. Sleep disorders experienced by adolescents
are the result of poor sleep hygiene behavior. Sleep hygiene is very important to predict the quality
and quantity of sleep in adolescents. This study aims to identify sleep hygiene relationships with
adolescent sleep disorders. Design of observational research with cross sectional design. The
research subjects 80 students at the Karitas 3 Surabaya High School Catholic fulfilled the inclusion
criteria. Sleep hygiene behavior was assessed using the adolescent sleep hygiene scale
questionnaire. Assessment of sleep disorders in adolescents used the SDSC (Sleep Disturbances
Scale for Children) questionnaire. Sleep hygine behavior for positive aspects was significantly
negatively related to sleep disturbance (ρ = -0.35 p = 0.001). This shows that the better the sleep
hygene behavior in the cognitive aspect, the lower the sleep disturbance score. Sleep hygiene
behavior in aspects of sleep stability is negatively related to sleep disturbances (ρ = -0.358 p =
0.001), this means that the better hygiene behavior in aspects of sleep stability, the lower sleep
disturbance scores. School intervention programs need to be conducted effective sleep hygiene
needs to be done to improve the quality of sleep in adolescence.

Keywords: sleep disorders, sleep hygiene, adolescence

30
PENDAHULUAN kuantitas tidur pada remaja (Mastin, Bryson, &
Tidur merupakan bagian penting dalam Corwyn, 2006)
pertumbuhan fisik dan perkembangan Remaja yang memiliki sleep hygiene
intelektual remaja (Kieckhefer, Ward, Tsai, & yang buruk dapat mengalami kurang tidur,
Lentz, 2008). Tidur akan memberikan sehingga mengantuk di siang hari. Remaja
ketenangan dan memulihkan energi, yang tidurnya tidak memadai rentan terhadap
memulihkan fungsi otak dan tubuh, juga depresi, kecemasan dan kesehatan fisik yang
mempertahankan kelangsungan hidup (Kozier, buruk (Kor & Mullan, 2011). Kualitas dan
2011). Remaja memerlukan 8 sampai 10 jam kuantitas tidur yang kurang pada remaja dapat
waktu tidur setiap malam untuk mencegah mempengaruhi prestasi akademik karena
keletihan yang tidak perlu dan kerentanan menyebabkan penurunan motivasi untuk
terhadap infeksi (Kozier, 2011; The National berpartisipasi di sekolah, penurunan
Sleep Foundation (NSF), 2015) kewaspadaan dan konsentrasi, remaja menjadi
Masa remaja rentang mengalami cepat marah, impulsif, serta menunjukkan
gangguan tidur (Haryono et al., 2009). kesedihan (Ya’kub, Widodo, & Putri,
Gangguan yang berhubungan dengan tidur 2017;Noland, 2009). Dampak lain dari
dikarenakan masalah medis, gaya hidup, faktor kuantitas tidur yang tidak memadai pada
lingkungan menyebabkan tidur terganggu, dan remaja adalah resiko obesitas. Beberapa
kualitas tidur yang buruk, kondisi ini penelitian mengungkapkan bahwa sejumlah
dinamakan dengan gangguan tidur (National perubahan hormonal akibat kuantitas tidur
Neuroscience Institute, 2014). Dalam beberapa yang tidak memadai dapat menyebabkan
tahun terakhir, perubahan pola tidur banyak peningkatan asupan kalori (Mastin et al, 2006).
dialami oleh remaja yang menyebabkan Dalam setiap jam berkurangnya waktu tidur
penurunan kualitas dan kuantitas tidur. remaja, kemungkinan terjadi obesitas sebesar
Perubahan pola tidur itu antara lain penurunan 80% (Mastin et al, 2006).
durasi tidur, keterlambatan dalam waktu tidur, Di Indonesia prevalensi gangguan tidur
perbedaan pola tidur antara hari sekolah pada remaja juga tinggi, remaja usia 12-15
dengan akhir pekan, dan perubahan kualitas tahun sebanyak 62,9 % mengalami gangguan
tidur (Lebourgeois, Giannotti, Cortesi, tidur dengan gangguan transisi bangun-tidur
Wolfson, & Harsh, 2004) Menurut penelitian sebagai jenis gangguan yang paling sering
Haryono et al (2009), jenis gangguan tidur ditemui yaitu sebanyak 62,9%, (Haryono et al,
yang dialami remaja meliputi gangguan 2009). Dari hasil penelitian Auliyanti,
memulai dan mempertahankan tidur, gangguan Sekartini, & Mangunatmadja (2015) di
pernapasan saat tidur, gangguan kesadaran saat beberapa Sekolah Menengah Pertama di
tidur, gangguan transisi tidur bangun, Indonesia prevalensi gangguan tidur
gangguan somnolen berlebihan, dan didapatkan 39,7 %, dengan gangguan kesulitan
hiperhidrosis saat tidur. memulai dan mempertahankan tidur sebanyak
Pada masa remaja pertengahan (middle 70,2%. Melalui survey pendahuluan yang
adolescent), banyak terjadi perubahan perilaku dilakukan bulan November 2017 di SMA
yang signifikan (Gunarsa, 2008). Aktifitas Katolik Karitas 3 Surabaya dari 10 orang
yang dilakukan remaja saat di rumah lebih siswa, 7 siswa mengatakan tidur diatas jam 12
difokuskan di kamar tidur. Remaja pada masa dan 3 siswa mengatakan tidur sebelum jam 12
ini juga mengalami emosi yang masih labil, malam, mereka semua mengatakan merasa
sehingga tidak jarang akan mengganggu kurang dengan waktu tidurnya dan 9 siswa
tidurnya (Soetjiningsih & Ranuh, 2014). mengatakan sulit untuk memulai tidur dan juga
Gangguan tidur yang dialami remaja mereka sering terbangun, sehingga mereka
merupakan dampak dari perilaku sleep hygiene merasa mengantuk dan tidak dapat
yang buruk (Lebourgeois et al., 2004). Sleep berkonsentrasi saat pelajaran berlangsung.
hygiene merupakan praktik perilaku yang Penelitian tentang gangguan tidur
meningkatkan kualitas tidur, durasi tidur yang remaja sudah banyak dilakukan namun
cukup, dan kesiapsiagaan penuh pada siang gangguan tidur yang dihubungkan dengan
hari (Kor & Mullan, 2011). Sleep hygiene ini perilaku sleep hygine masih terbatas terutama
sangat penting untuk memprediksi kualitas dan penelitian yang dilakukan di Indonesia.
Penelitian ini diharapkan dapat membantu

31
tenaga kesehatan khususnya dalam menunjukkan nilai Alpha koefisien Cronbach
memberikan memberikan konseling tentang (α) 0,9 yang berarti reliabel
perilaku sleep hygiene yang baik dan Gangguan tidur remaja dinilai
pendidikan kepada orang tua dan anak tentang menggunakan Kuesioner SDSC (Sleep
pola tidur yang normal. Penelitian ini bertujuan Disturbances Scale for Children). Instrumen
mengidentifisasi hubungan sleep hygiene penelitian SDSC ini di publikasikan oleh Bruni
dengan gangguan tidur remaja (1996) dan sudah tersedia dalam bahasa
Inggris, di Indonesia kuesioner ini digunakan
BAHAN DAN METODE oleh Natalita et al. (2011) untuk menilai
gangguan tidur pada pelajar berusia 12-15
Penelitian ini adalah penelitian observasi tahun, SDSC dapat digunakan sebagai alat
(non eksperimental) dengan rancangan skrining gangguan tidur pada remaja dengan
penelitian cross sectional. Penelitian ini nilai sensitivitas 71,4% dan spesifisitas 54,5%.
melihat keterkaitan hubungan antara variabel Kuesioner ini sudah di uji coba pada remaja di
yaitu perilaku sleep hygiene dengan gangguan SMAN 11 Surabaya pada tanggal 4 Januari
tidur remaja. Pengumpulan data dilaksanakan 2018, menggunakan pearson product
pada bulan April 2018 di SMA Katolik Karitas momentdan valid r= 0,310 – 0,639, uji
3 Surabaya Subyek dalam penelitian ini adalah reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach (α=
Siswa SMA Katolik Karitas 3 Surabaya yang 0,702).
memenuhi kriteria inklusi: berusia 14-17 tahun Instrumen ini terdiri dari 26 item
dan bersedia menjadi responden. Besar sampel pertanyaan, dinilai dalam 5 poin skala
pada penelitian ini adalah 80 responden yang intensitas atau frekuensi. Penilaian SDSC ini
diambil dengan teknik stratified random dilakukan dengan menggunakan angka mulai
sampling. Setelah menjelaskan maksud dan dari 1 sampai dengan 5. Angka 1 untuk tidak
tujuan penelitian dan mendapat persetujuan pernah, 2 untuk jarang (1 atau 2 kali per bulan
orang tua, orang tua dan siswa diminta untuk atau kurang), 3 untuk kadang-kadang (1 atau 2
mengisi kuesioner. kali seminggu), 4 untuk sering (3 sampai 5 kali
Perilaku sleep hygiene dinilai seminggu) dan 5 untuk selalu (setiap hari)
menggunakan kuisioner Adolescent Sleep (Natalita et al., 2011). Skor < 45 menunjukkan
Hygiene Scale (ASHS) untuk mengukur tidak ada gangguan tidur, skor > 45
tingkat kebiasaan yang dilakukan sebelum menunjukkan ada gangguan tidur. Analisis
tidur (sleep hygiene). Kuisioner ini bivariat dilakukan untuk mengidentifikasi
dikembangakan oleh Lebourgeois et al. (2004) hubungan antara perilaku sleep hygiene dengan
kemudian disempurkana dalam penelitian gangguan tidur. Pengolahan dan analisis data
selanjutnya oleh Storfer-Isser, Lebourgeois, menggunakan program computer pengolahan
Harsh, Tompsett, & Redline (2013). Kuesioner data statistik dengan tingkat kemaknaan p <
ini tersedia dalam bahasa Inggris kemudian 0,05 dan interval kepercayaan 95%.
peneliti dibantu ahli bahasa untuk
menerjemahkan ke bahasa Indonesia. HASIL
Adolescent Sleep Hygiene Scale (ASHS) Tabel 1 Karateristik Responden
merupakan instumen yang terdiri dari 28 item Variabel Frekuen Prese
pertanyaan dan 9 sub skala. Pilihan jawaban si (n) ntase
menggunakan skala likert, yang terdiri dari 6 (%)
pilihan jawaban yaitu Selalu=1, Sering=2, Pendidikan terakhir ibu
Agak sering=3, Kadang-kadang=4, Jarang=5, Dasar (SD s/d 8 10
Tidak pernah=6. Interpretasi skor dari SMP/Sederajat)
kuesioner dengan menghitung rata-rata dari Menengah (SMA) 44 55
setiap indicator, semakin tinggi skore Tinggi (Perguruan Tinggi) 28 35
menunjukkan sleep hygiene yang semakin Pendidikan terakhir ayah
baik. Pada uji validitas kuesioner dengan Dasar (SMP/Sederajat) 5 6
product moment test, dari 28 item pertanyaan Menengah (SMA/ 45 56
menunjukkan nilai yang valid dengan r=0,733- sederajat)
0,888. Uji reliabilitas kuisioner ASHS Tinggi (Perguruan Tinggi) 30 38
Pekerjaan Ayah

32
Variabel Frekuen Prese dan minum minuman beralkohol setelah jam
si (n) ntase 18.00.
(%)
Bekerja 74 92,5 Tabel 3 Kategori Gangguan Tidur yang
Tidak bekerja 6 7,5 Dialami Remaja
Pekerjaan Ibu Kategori Gangguan Frekuensi Presentase
Bekerja 46 57,5 Tidur (n) (%)
Tidak bekerja 34 42,5 Gangguan Memulai 67 84
Pendapatan Keluarga dan Mempertahankan
< Rp.3.500.000 27 34 Tidur
>Rp.3.500.000 53 66 Gangguan Transisi 13 16
Bangun Tidur
Berdasarkan hasil dari 80 responden yaitu, bila
dilihat dari pendidikan terakhir ibu sebesar Dari 80 reponden Siswa/Siswi Kelas X dan XI
35% adalah menengah dan dilihat dari SMA Katolik Karitas 3 Surabaya sebanyak
pendidikan terakhir ayah sebesar 56% adalah 100% mengalami gangguan tidur dengan dua
menengah. Kemudian dilihat dari pekerjaan kategori jenis gangguan tidur yang paling
ayah dan ibu sebesar 92,5% ayah bekerja dan banyak yaitu gangguan memulai dan
57,5% ibu bekerja, bila dilihat dari pendapatan mempertahankan tidur serta gangguan transisi
keluarga yang berpenghasilan >Rp. bangun tidur. Dari hasil data ini kategori jenis
3.500.000,00 sebesar 66%. gangguan tidur terbanyak siswa/siswi SMA
Katolik Karitas 3 Surabaya adalah gangguan
Tabel 2 Perilaku sleep hygiene remaja memulai dan mempertahankan tidur sebanyak
Indikator Mean ± SD 84% (67) responden.
Fisiologis 4,28±0,67
Kognitif 2,81±0,88 Tabel 4 Hubungan skor perilaku sleep hygiene
Emosional 4,51±1,09 dengan skor gangguan tidur, N=80 (Spearman
Lingkungan tidur 4,02±1,08 Correlation)
Tidur siang 3,76±1,77 Gangguan tidur
Perilaku sleep
Zat 5,82±0,53 p Koefisien
hygiene
Rutinitas tidur 4,31±1,52 korelasi (ρ)
Stabilitas tidur 3,51±0,67 Fisiologis 0,460 -0,085
Teman tidur 3,08±0,81 Kognitif 0,001* -0,35
1=Selalu 2=Sering 3=Agak sering Emosional 0,068 -0,205
4=Kadang-kadang 5=Jarang 6=Tidak Lingkungan tidur 0,178 -0,152
pernah Tidur siang 0,227 -0,137
Zat 0,241 -0,133
Berdasarkan tabel 2, pada masing-masing Rutinitas tidur 0,460 -0,084
indikator perilaku sleep hygiene terdapat 6 Stabilitas tidur 0,001* -0,358
pilihan jawaban dimana semakin tinggi skor Teman tidur 0,275 0,123
menunjukkan perilaku sleep hygiene yang Skor total 0,002* -0,349
semakin baik. Perilaku sleep hygiene dalam Keterangan: signifikan p < 0,05
indikator kognitif pada rentang sering sampai
agak sering, dalam hal melakukkan hal-hal Perilaku sleep hygine dalam untuk aspek
yang membuat terjaga selama 1 jam sebelum koqnitif signifikan berhubungan negative
tidur, (bermain game, menonton televise, dengan gangguan tidur (ρ=-0,35 p=0,001). Hal
membaca), melakukan aktifitas di tempat tidur ini menunjukkan bahwa semakin baik perilaku
misalnya , menggunakan tempat tidur untuk sleep hygene dalam aspek kognitif maka
hal-hal lain selain tidur (misalnya menelpon, semakin menurun skor gangguan tidur.
menonton televises, bermaina game, Perilaku sleep hygiene dalam aspek stabilitas
mengerjakan PR. Perilaku yang paling baik tidur berhubungan negatif dengan gangguan
dilakukan adalah aspek zat yang itu pada tidur (ρ= - 0,358p=0,001), hal ini berarti
rentang jarang-tidak pernah dalam hal merokok semakin baik perilaku hygiene dalam aspek

33
stabilitas tidur maka semakin menurun skor Soetijiningsih (2013), remaja yang mengalami
gangguan tidur. kesulitan memulai dan mempertahankan tidur
memiliki tanda – tanda lama tidur di malam
PEMBAHASAN hari kurang dari 7-8 jam, waktu yang
dibutuhkan untuk memulai tidur lebih dari 60
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku menit, kesulitan tidur di malam hari, rasa takut
sleep hygiene remaja yang paling rendah dalam ketika memulai tidur, sering terbangun saat
indikator kognitif artinya remaja sering tidur, saat terbangun remaja sulit untuk tidur
melakukkan hal-hal yang membuat terjaga kembali.
selama 1 jam sebelum tidur (bermain game, Perilaku sleep hygiene signifikan
menonton televise), melakukan aktifitas di berhubungan negatif dengan gangguan tidur
tempat tidur, menggunakan tempat tidur untuk artinya semakin menurun skor perilaku sleep
hal-hal lain selain tidur (misalnya menelpon, hygiene maka semakin meningkat skor
menonton televisi, bermaina game, gangguan tidur remaja. Hasil ini menunjukkan
mengerjakan PR). Hasil ini sejalan dengan bahwa semakin baik perilaku sleep hygiene
penelitian yang dilakukan Harmoniati, remaja maka semakin menurun gangguam
Sekartini, & Gunardi (2016) bahwa sebagian tidur yang dialami. Secara khusus perilaku
besar anak melakukan kebiasaan sebelum tidur sleep hygiene dalam aspek kognitif dan
yang juga memengaruhi kualitas tidur seperti stabilitas tidur. Hal ini menunjukkan bahwa
menonton TV atau bermaian elektronik semakin baik perilaku sleep hygene dalam
sebelum tidur. Nursalam, Apriani, Has, & aspek kognitif maka semakin menurun skor
Efendi (2013) juga melaporkan bahwa perilaku gangguan tidur. Aspek kognitif dalam
sleep hygiene dari aspek kognitif mayoritas penelitian ini adalah melakukkan hal-hal yang
remaja Bali adalah melakukan hal-hal di membuat terjaga selama 1 jam sebelum tidur
tempat tidur yang membuat remaja terjaga (bermain game, menonton televisi), melakukan
seperti menggunakan ponsel. aktifitas di tempat tidur, menggunakan tempat
Noland et al (2009) dan Malone (2011) tidur untuk hal-hal lain selain tidur (misalnya
mendefinisikan sleep hygiene yang baik salah menelpon, menonton televisi, bermaina game,
satunya adalah menghindari aktifitas di tempat mengerjakan PR).
tidur selain untuk tidur. Lingkungan Suen, Tam, & Hon, (2010) juga
merupakan salah satu faktor yang menyatakan bahwa perilaku sleep hygiene
mempengaruhi sleep hygiene. Lingkungan mahasiswa berhubungan dengan kualitas tidur.
yang disediakan untuk tidur harus bebas dari Kualitas tidur yang buruk berkaitan dengan
kebisingan, cahaya, suhu yang berlebihan sleep hygiene yang kurang seperti menonton
bahkan teman tidur yang mungkin televisi dan belajar di tempat tidur. Ketidak
mendengkur. Gangguan lingkungan tidur adekuatan kualitas dan kuantitas tidur pada
lainnya meliputi kegiatan yang dilakukan di remaja disebabkan berbagai hal salah satunya
tempat tidur seperti, menonton televisi di adalah perilaku sleep hygiene. Penggunaan
tempat tidur, menelpon, dan membaca. Remaja media seperti internet, Hp, bermain game,
sering melakukan sleep hygiene yang buruk. menonton televisi akan mempengaruhi jumlah
Aktifitas yang dilakukan remaja saat di rumah total tidur dan mempengaruhi kualitas tidur dan
lebih difokuskan di kamar tidur (Soetjiningsih mendorong waktu tidur menjadi tidak teratur
& Ranuh, 2014). (Zimmerman, 2008). Calamaro, Yang,
Berdasarkan hasil penelitian semua Ratcliffe, & Chasens (2012) menyebutkan
remaja mengalami gangguan tidur, mayoritas bahwa anak yang menggunakan barang-barang
mengalami gangguan untuk memulai dan teknologi di kamar tidur menyebabkan periode
mempertahankan tidur. Gangguan memulai waktu tidur menjadi lebih singkat. Aktivitas
dan mempertahankan tidur merupakan tidur yang bersifat stimulasi baik secara kongnitif,
non restoratif dimana remaja merasa saat psikologis, maupun emosional dapat
terbangun dari tidur, masih merasa tidurnya meningkatkan kejadian gangguan tidur.
belum cukup. Hasil ini juga sejalan dengan Kegiatan tersebut, seperti bermain,
temuan Haryono et al., (2009) bahwa lebih dari mendengarkan musik atau membaca buku yang
50% remaja di Jakarta mengalami gangguan memberikan stimulasi, menonton televisi atau
memulai dan mempertahankan tidur. Menurut film, dan kegiatan lain yang bersifat stimulasi

34
terhadap kognitif, psikologis, dan emosional game, menonton televise), melakukan aktifitas
(Amalina et al., 2015). di tempat tidur, menggunakan tempat tidur
Tidur disebabkan oleh factor fisiologis untuk hal-hal lain selain tidur misalnya
yaitu produkSi melatonim. penggunaan media menelpon, menonton televisi, bermaina game,
dengan paparan cahaya akan menunda mengerjakan PR. Semua remaja mengalami
pelepasan melatonin sehingga menyebabkan gangguan tidur, mayoritas mengalami
penundaan tiduR. Penggunaa HP, menonton gangguan untuk memulai dan mempertahankan
televisi secara otomatis sangat dekat dengan tidur. Perilaku sleep hygiene signifikan
layar dan akhirnya terpapar cahaya dari benda berhubungan negatif dengan gangguan tidur
elektronik tersebut hal inilah yang dapat artinya semakin baik perilaku sleep hygiene
menunda produksi melatonin sehingga remaja maka semakin menurun gangguam
menyebabkan gangguan tidur yaitu kesulitan tidur yang dialami. Program intervensi
memulai tidur (Zimmerman, 2008). Sleep gangguan tidur bagi remaja berbasis sekolah
hygiene yang kurang baik merupakan faktor dapat menjadi intervensi yang efektif untuk
risiko terjadinya gangguan tidur. Kebiasaan 30 mempromosikan pengetahuan dan praktik tidur
menit sebelum tidur yang memberikan yang sehat. Program pendidikan kesehatan
stimulasi secara kognitif, psikologis, dan tentang sleep hygiene efektif perlu dilakukan
emosional di antaranya adalah membaca buku, meningkatkan kualitas tidur anak-anak usia 10-
mendengarkan musik, bermain game, 18 tahun
menonton televise, dan lain-lain. Kegiatan
tersebut dapat menyebabkan seseorang
menunda tidur sehingga terjadi gangguan pada DAFTAR PUSTAKA
pola tidur dan irama sirkardian (Amalina et al.,
2015) Amalina, S., Sitaresmi, M. N., Gamayanti, I.
Perilaku sleep hygiene dalam aspek L., Ilmu, B., Anak, K., Kedokteran, F., …
stabilitas tidur berhubungan negatif dengan Gamayanti, I. L. (2015). Hubungan
gangguan tidur, hal ini berarti semakin baik Penggunaan Media Elektronik dan
perilaku sleep hygiene dalam aspek stabilitas Gangguan Tidur. Sari Pediatri, 17(4),
tidur maka semakin menurun skor gangguan 273–278.
tidur. Stabilitas tidur dalam penelitian ini Auliyanti, F., Sekartini, R., & Mangunatmadja,
adalah waktu bangun tidur selama hari sekolah I. (2015). Academic Achievement of
dan pada akhir pekan. Penelitian ini junior high school students with sleep
menunjukkan bahwa remaja yang tidak stabil disorders. Paediatrica Indonesiana,
dalam waktu bangun dan tidur pada hari biasa 55(1), 50–57.
dan akhir pekan memiliki gangguan tidur. Pola Calamaro, C. J., Yang, K., Ratcliffe, S., &
bangun tidur remaja berhubungan dengan Chasens, E. R. (2012). Wired at a Young
gangguan tidur pada remaja (Chung & Cheung, Age : The Effect of Caffeine and
2008). Ketidakstabilan waktu tidur merupakan Technology on Sleep Duration and Body
prediktor yang signifikan dalam gangguan Mass Index in School-Aged Children.
tidur. Ketidak stabilan ini akan berpengaruh Journal of Pediatric Health Care, 26(4),
terhadap irama sirkardian, fisiologis tidur. 276–282.
Homeostatik diur dan sister sirkardian bekrja Chung, K., & Cheung, M. (2008). Sleep-Wake
sama untuk mempromosikan pola tidur stabil Patterns and Sleep Disturbance among
dan terjaga. Waktu tidur dan bangun yang tidak Hong Kong Chinese Adolescents.
teratur meningkatkan perbedaan ritme SLEEP, 31(2), 185–194.
sirkardian (Irish, Kline, Gunn, Buysse, & Gunarsa, S. D. (2008). Perkembangan
Martica, 2015). psikologi anak dan remaja. Jakarta:
Gunung Mulia.
KESIMPULAN DAN SARAN Harmoniati, E. D., Sekartini, R., & Gunardi, H.
(2016). Intervensi Sleep Hygiene pada
Perilaku sleep hygiene remaja yang paling Anak Usia Sekolah dengan Gangguan
rendah dalam indikator kognitif artinya remaja Tidur: Sebuah Penelitian Awal. Sari
sering melakukkan hal-hal yang membuat Pediatri, 18(2), 93–99.
terjaga selama 1 jam sebelum tidur (bermain Haryono, A., Rindiarti, A., Arianti, A., Pawitri,

35
A., Ushuluddin, A., Setiawati, A., … Nursalam, M., Apriani, N. K., Has, E. M. M.,
Sekartini, R. (2009a). Prevalensi & Efendi, F. (2013). Sleep hygiene
Gangguan Tidur pada Remaja Usia 12- behavior among Balinese adolescent.
15 Tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Journal of Nursing Education and
Pertama, 11(3), 149–154. Practice, 4(3), 155–160.
Haryono, A., Rindiarti, A., Arianti, A., Pawitri, Soetjiningsih, & Ranuh, I. G. (2014). Tumbuh
A., Ushuluddin, A., Setiawati, A., … Kembang Anak (Edisi 2). Jakarta: EGC.
Sekartini, R. (2009b). The Prevalence of Storfer-Isser, A., Lebourgeois, M., Harsh, J.,
Sleep Disorder among Teenager 12 - 15 Tompsett, C., & Redline, S. (2013).
years old in Junior High School. Sari Psychometric Properties of the
Pediatri, 11(3), 149–154. Adolescent Sleep Hygiene Scale (ASHS).
Irish, L. a, Kline, C. E., Gunn, H. E., Buysse, J Sleep Res, 22(6).
D. J., & Martica, H. (2015). The role of Suen, L. K., Tam, W. W., & Hon, K. (2010).
sleep hygiene in promoting public health: Association of sleep hygiene – related
a review of empirical evidence. Sleep factors and sleep quality among
Medicine Review, 22(8), 23–36. university students in Hong. Hong Kong
Kieckhefer, G. M., Ward, T. M., Tsai, S.-Y., & Med J, 16(3), 180–185.
Lentz, M. J. (2008). Nighttime sleep and The National Sleep Foundation (NSF). (2015).
daytime nap patterns in school age National Sleep Foundation Recommends
children with and without asthma. J Dev New Sleep Times. Retrieved March 19,
Behav Pediatr, 29(5), 338–344. 2018, from https://sleepfoundation.org
Kor, K., & Mullan, B. A. (2011). Sleep Ya’kub, Widodo, D., & Putri, R. S. M. (2017).
hygiene behaviours: An application of the Gangguan Tidur Berhubungan Dengan
theory of planned behaviour and the Prestasi Belajar Pada Anak Sekolah
investigation of perceived autonomy Dasar Negeri 01 Sumber Sekar
support, past behaviour and response Kecamatan Dau Kabupaten Malang.
inhibition. Psychology & Health, 26(9), Nursing News Volume, 2(2), 270–280.
1208–1224. Zimmerman, F. J. (2008). Children’s media
Kozier, B. (2011). Buku Ajar Fundamental use and sleep problems: Issues and
Keperawatan Kozier Vol.1 Ed.7 -. unanswered questions. Henry J. Kaiser
Jakarta: EGC. Family Foundation. Retrieved from
Lebourgeois, M. K., Giannotti, F., Cortesi, F., http://eric.ed.gov/
Wolfson, A., & Harsh, J. (2004). Sleep
Hygiene and Sleep Quality in Italian and
American Adolescents. Ann N Y Acad
Sci, (1), 352–354.
Mastin, D. F., Bryson, J., & Corwyn, R.
(2006). Assessment of Sleep Hygiene
Using the Sleep Hygiene Index. Journal
of Behavioral Medicine, 29(3), 223–227.
Natalita, C., Sekartini, R., & Poesponegoro, H.
(2011). Skala Gangguan Tidur untuk
Anak (SDSC) sebagai Instrumen Skrining
Gangguan Tidur pada Anak Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama. Sari Pediatri,
12(6), 365–372.
National Neuroscience Institute. (2014). Sleep
Disorders. Retrieved April 4, 2018, from
https://www.singhealth.com.sg/PatientCa
re/Overseas
Noland, H., Price, J. H., Dake, J., &
Telljohann, Su. K. (2009). Adolescents ’
Sleep Behaviors and Perceptions of
Sleep. Journal of School Health, 79(5).

36

Anda mungkin juga menyukai