Anda di halaman 1dari 31

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Penelitian ini dilakukan di SMAN 5 Kota Jambi pada semester genap di

kelas XI MIPA. Penelitian ini hanya menggunakan satu kelas sampel yang

diberikan perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran Project Based

Learning (PjBl) dalam proses pembelajaran. Sampel yang digunakan

ditentukan dengan teknik purposive sampling, yaitu penentuan sampel

berdasarkan pertimbangan karakteristik, gaya belajar dan hasil belajar atas

saran dari guru kimia yang mengajar di kelas XI MIPA. Sampel yang diteliti

adalah kelas XI MIPA 4 yang berjumlah 34 siswa.

Pada sub bab hasil penelitian ini akan ditampilkan data-data

keterlaksanaan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dan data

tes essay kemampuan berpikir kritis siswa.

4.11 Keterlaksanaan Model Pembelajaran Project Based Learning

Data keterlaksanaan model pembelajaran Project Based Learning ini

dapat dilihat dari hasil observasi aktivitas guru sebagai data kualitatif dan

aktivitas siswa sebagai data kuantitatif. Masing-masing lembar observasi terdiri

dari 11 pernyataan yang dijabarkan berdasarkan sintaks model pembelajaran.

Dari setiap aspek kegiatan pada aktivitas guru dibuat kolom komentar untuk

melihat keterlaksanaan model pembelajaran Project Based Learning. Adapun

data dari lembar observasi keterlaksanaan model oleh guru dapat dilihat pada

tabel 4.1 berikut ini:

47
Tabel 4.1 Hasil Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran PjBL oleh Guru
Sintaks Aspek Kegiatan Komentar penilaian
Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3 Pertemuan 4
Mengingatkan kembali Guru belum Guru telah Sudah terlaksana Sudah terlaksana
pada konsep yang telah maksimal dalam memberikan apersepsi dengan cukup baik
di pelajari memberikan dengan cukup baik
apersepsi
Pendahuluan Memberikan tugas Terlaksana dengan Sudah terlaksana Sudah terlaksana Sudah terlaksana
proyek yang harus di cukup baik
kerjakan secara
berkelompok tentang
hidrolisis garam
Mengarahkan siswa Guru belum sudah terlaksana Sudah terlaksana Sudah terlaksana
secara berkelompok maksimal dalam
menentukan proyek mengarahkan siswa
yang akan di kerjakan, dalam penentuan
menetukan judul serta proyek yang akan
permasalahan yang dikerjakan
akan di kembangkan
Menyampaikan kriteria Sudah terlaksana Sudah terlaksana Sudah terlaksana Sudah terlaksana
penilaian proyek yang dengan cukup baik
Mendesain rancangan di lakukan
proyek Mengarahkan siswa Belum terlaksana Guru telah Guru telah Sudah terlaksana
secara berkelompok mengarahkan siswa maksimal dalam
merancang tahapan dalam merancang mengarahkan
penyelesaian proyek penyelesaian proyek siswa untuk
yang akan di lakukan namun belum penyelesaian
maksimal proyek

Memfasilitasi siswa Guru belum mampu Guru telah mampu Sudah terlaksana Sudah terlaksana
untuk berkonsultasi sepenuhnya memfasilitasi siswa

48
Tabel 4.1 Lanjutan.......................
tahapan penyelesaian memfasilitasi siswa dalam penyelesaian
proyek dalam penyelesaian proyek
proyek
Menyusun jadwal Mengarahkan siswa Guru belum Guru telah Sudah terlaksana Sudah terlaksana
menyusun jadwal maksimal mengarahkan siswa
kegiatan penyelesaian mengarahkan siswa dalam menyusun
proyek yang akan di dalam menyusun jadwal kegiatan
lakukan jadwal kegiatan penyelesaian proyek
penyelesaian proyek
Memonitor siswa dan Memonitoring siswa Guru belum Masih ada siswa yang Sudah terlaksana Sudah terlaksana
memperbaiki proyek selama melakukan maksimal dalam main-main cukup baik dengan baik
pengamatan memonitor siswa
penyelesaian proyek selama penyelesaian
proyek
Menguji hasil Memfasilitasi siswa Guru belum Masih ada siswa yang Sudah terlaksana Sudah terlaksana
melakukan presentasi maksimal dalam malu-malu untuk cukup baik
hasil proyek meminta siswa mempresentasikan
untuk presentasu hasil proyek mereka
hasil proyek yang
mereka kerjakan
Mengevaluasi Melakukan refleksi Belum terlaksana Sudah terlaksana Sudah terlaksana Sudah terlaksana
pengalaman bersama siswa terhadap namun belum dengan baik dengan baik
kegiatan dan produk maksimal
yang telah di lakukan
Penutup Melakukan tanya jawab Kegiatan tanya Sudah terlaksana Sudah terlaksana Sudah terlaksana
dan mengarahkan siswa jawab belum dengan cukup baik dengan baik dengan baik
membuat rangkuman maskimal namun belum
mengenai materi yang maksimal
di pelajari

49
50

Sedangkan data keterlaksanaan model pembelajaran Project Based Learning

oleh siswa diperoleh melalui lembar observasi pada aspek kuantitatif.. Adapun

hasil dari lembar observasi keterlaksanaan model oleh siswa dapat disimpulkan

pada tabel 4.2. Data secara rinci dapat dilihat pada lampiran 16.

Tabel 4.2 Data Hasil Observasi Keterlaksanaan Model PjBl oleh Siswa
Sintaks Aspek Kegiatan Komentar Penilaian

Pert. Pert. Pert. Pert. 4


1 2 3

Orientasi Mengingat kembali konsep 2,06 3,18 3,15 3,59


yang telah dipelajari melalui
tanya jawab
Mendesain Secara berkelompok siswa 2,50 3,00 3,59 3,74
proyek merancang tahapan
penyelesaian proyek yang akan
di lakukan
Secara berkelompok 2,12 3,03 3,15 3,47
menentukan proyek yang akan
dikerjakan, menentukan judul
atau permasalahan yang akan
dikerjakan
Mendengarkan penyampaian 2,76 2,50 3,21 3,59
kriteria penilaian proyek yang
dilakukan oleh guru
Secara berkelompok merancang 2,68 2,50 3,12 3,50
tahapan penyelesaian proyek
yang akan dilakukan
Mengkonsultasi tahapan 2,62 2,44 2,79 3,79
penyelesaian proyek kepada
guru
Menyusun Menyusun jadwal kegiatan 2,29 2,41 3,29 3,50
jadwal penyelesaian proyek
Memonitor Melakukan pengerjaan proyek 2,26 2,38 3,03 3,71
siswa dan
memperbaiki
proyek
Menguji hasil Melakukan presentasi hasil 2,24 2,44 3,00 3,26
proyek
Mengevaluasi Melakukan refleksi bersama guru 2,76 2,59 3,50 3,53
terhadap kegiatan dan produk yang
telah dilakukan

Penutup Melakukan tanya jawab dan 2,97 2,62 3,29 3,56


membuat rangkuman atau
kesimpulan tentang Hidrolisis
Garam
51

Tabel 4.3 Persentase Hasil Observasi Keterlaksanaan Model PjBL oleh Siswa
Pertemuan Persentase Kategori

Pertemuan 1 61,97 % Cukup baik

Pertemuan 2 66,11 % Baik

Pertemuan 3 79,81 % Baik

Pertemuan 4 89,17 % Sangat Baik

Rata-Rata 74,16 % Baik

Gambar 4.1 Grafik Keterlaksanaan Model PjBL oleh Siswa


4.12 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Pada kemampuan berpikir kritis siswa ini data yang diamati berupa tes

essay yang diisi oleh siswa pada pertemuan terakhir. Tes esai ini berisi 7

pertanyaan yang dibuat berdasarkan indikator dari kemampuan berpikir kritis

yaitu kemampuan memberikan alasan dan menentukan jawaban yang mungkin,

mengidentifikasi untuk mempertimbangkan jawaban yang mungkin dan


52

mengidentifikasi berdasarkan pernyataan pada soal. Untuk jawaban pada tiap

pertanyaan yang dijawab oleh siswa dinilai dengan melihat rubrik ( Lampiran

15) yang telah dibuat dengan menggunakan 4 kriteria setiap soal. Berikut

merupakan persentase hasil belajar tiap siswa.

Tabel 4.4 Data Persentase Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

No Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Rata- %


Soal rata
Mengidentifikasi dan kemampuan memberikan
1 3,15 78,68%
alasan
Mengidentifikasi alasan dengan pernyataan
2 3,06 76,47 %

3 Mengidentifikasi dan memberikan alasan 3,03 75,74 %

4 Kemampuan memberikan alasan 2,91 72,79 %

5 Mengidentifikasi alasan dengan pernyataan 2,97 74,26

6 Mengidentifiksi dan Kemampuan memberikan 1,97 49,26 %


alasan

7 Mengidentifikasi masalah 1,50 37,50 %

4.1.3 Pengujian Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan dengan mencari korelasi antara keterlaksanaan

model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dan kemampuan berpikir

kritis dengan menggunakan rumus korelasi product moment. Keterlaksanaan

model dapat dilihat dari lembar observasi keterlaksanaan model oleh siswa.

Sehingga yang dikorelasikan adalah keterlaksanaan model oleh siswa dan

kemampuan berpikir kritis siswa.


53

1. Uji Korelasi

Untuk mengetahui keeratan hubungan yang terjadi antara

keterlaksanaan model pembelajaran Project Based Learning dengan

kemampuan berpikir kritis digunakan analisa korelasi sederhana dengan

metode Pearson atau sering disebut Product Moment Pearson. Hasil uji

korelasi yang didapatkan yaitu rxy sebesar 0,5806. Setelah itu nilai rxy yang

diperoleh diinterpretasikan untuk melihat kuatnya hubungan korelasi antara

keterlaksanaan model pembelajaran Project Based Learning dengan

kemampuan berpikir kritis siswa. Berdasarkan tabel pedoman interpretasi

koefisien relasi menurut Sugiyono (2016), nilai rxy 0,5806 memiliki tingkat

hubungan sedang karena berada pada rentang 0,40 – 0,599. Jadi korelasi

antara keterlaksanaan model pembelajaran project based learning dan berpikir

kritis siswa pada penelitian ini memiliki tingkat hubungan yang sedang.

2. Uji Koefisien Determinasi

Untuk melihat seberapa jauh pengaruh model pembelajaran Project

Based Learning terhadap kemampuan berpikir kritis siswa, maka

dilakukanlah analisa koefisien determinasi (Kd). Setelah dianalisa didapatlah

koefeisien determinasi sebesar 33,70% yang dikategorikan rendah.

Selanjutnya nilai Kd yang diperoleh di interpretasikan untuk melihat kuatnya

pengaruh keterlaksanaan model project Based Learning terhadap kemampuan

berpikir kritis siswa. Berdasarkan tabel pedoman kriteria koefisien

determinasi, nilai Kd= 33,70 % memiliki tingkat hubungan yang rendah.


54

4.2 Pembahasan

Pada sub ba ini akan dibahas tiga pokok masalah utama yang menjadi

tujuan dari penelitian ini, yaitu bagaimana keterlaksanaan model

pembelajaran Project Based Learning dalam proses pembelajaran pada materi

hidrolisis garam, bagaimana kemampuan berfikir kritis siswa dalam proses

pembelajaran pada hidrolisis garam dan apakah terdapat pengaruh model

pembelajaran Project Based Learning terhadap kemampuan berpikir kritis

siswa kelas XI MIPA pada materi hidrolisis garam.

4.2.1 Analisis Keterlaksanaan Model Pembelajaran Project Based


Learning oleh Guru dan Siswa serta Hubungannya dengan
Kemampuan Berpikir Siswa
Dalam proses pembelajaran, keterlaksanaan model pembelajaran

project based learning oleh guru diamati oleh satu orang observer

berdasarkan langkah model pembelajaran disetiap kali pertemuan. Adapun

sintaks model pembelajaran ini yaitu: (1) Pendahuluan, (2) mendesain

rancangan proyek, (3) menyusun jadwal, (4) memonitor siswa dan

memperbaiki proyek, (5) menguji hasil, (6) mengevaluasi pengalaman dan (7)

penutup.

Hasil penelitian aspek kualitatif dari hasil tindakan mengajar guru di

kelas dapat dideskripsikan sebagai berikut.

Menurut Aunurrahman (2009), keberhasilan proses pembelajaran

tidak terlepas dari seorang guru mengembangkan model pembelajaran yang

berorientasi pada peningkatan intensitas keterlibatan siswa yang efektif di

dalam proses pembelajaran.


55

Data peningkatan keterlaksanaan model pembelajaran project based

learning guru didukung oleh data kualitatif yang telah dianalisis (table 4.1).

Data kualitatif tersebut akan dibahas dalam uraian deskriptif berikut ini:

Pertemuan pertama

Berdasarkan tulisan observer pada lembar observasi keterlaksanaan

model pembelajaran project based learning oleh guru, diuraikan bahwa pada

pertemuan pertama pada tahapan pendahuluan, peneliti membagi menjadi 2

aspek yang dapat diamati, kemudian dideskripsikan sebagai berikut, aspek

pertama guru mengingatkan kembali siswa pada konsep yang telah dipelajari

sebelumnya. Menurut observer guru pada tahap ini belum memberikan

apersepsi secara maksimal, hal ini dapat dilihat dari kurangnya respon yang

diberikan siswa ketika guru menyampaikan apersepsi, kecanggunggan guru

terlihat karena pertama kali mengajar dikelas ini jadi kedekatan dan interaksi

yang terjadi antara guru dan siswa masih kurang. Chalil (2008) mengatakan

antara peserta didik dan pendidik harus ada interaksi. Aspek kedua, guru telah

meminta siswa untuk duduk berkelompok serta memberikan tugas proyek

pada masing-masing kelompok, namun masih ada beberapa kelompok yang

berdekatan sehingga susunan kelompok didalam kelas masih rapat-rapat,

kemudian dikarenakan siswa sudah duduk berkelompok membuat guru

jarang untuk bisa berinteraksi dengan seluruh siswa, kemudian belum semua

kelompok dapat berpartisipasi dalam menyampaikan hasil diskusinya

dikarenakan waktu yang terbatas.

Langkah kedua dalam model pembelajaran project based learning ini

adalah tahapan mendesain rancangan proyek, pada tahapan ini peneliti


56

membagi menjadi 4 aspek yang dapat diamati yaitu, aspek pertama

mengarahkan siswa secara berkelompok menentukan proyek yang akan

dikerjakan, sebelumnya guru telah memberikan sebuah LKS kepada masing-

masing kelompok. Menurut observer pada aspek ini, guru belum maksimal

dalam mengarahkan kepada siswa dan belum bisa mengarahkan siswa untuk

bertanya terkait permasalahan yang diberikan pada LKS. Hal ini seperti yang

dikatakan Usman (2010) dalam Sulaiman (2014) guru dalam proses belajar

mengajar hendaknya dapat memahami siswanya, salah satunya adalah dengan

mengarahkan serta memberi penguatan. Mengemukakan penguatan

(reinforcement) adalah segala bentuk respon yang bersifat verbal ataupun

nonverbal sabagai umpanbalik yang diberikan terhadap tingkah laku siswa.

Kemudian, guru sudah membimbing sekaligus mengarahkan siswa dalam

menemukan konsep. Aspek kedua yaitu menyampaikan kriteria penilaian

proyek yang dilakukan. Menurut observer pada aspek ini guru telah

menyampaikan kriteria penilaian dengan cukup baik, artinya aspek kedua ini

telah terlaksana dengan baik. Aspek ketiga yaitu mengarahkan siswa secara

berkelompok merancang tahapan penyelesaian proyek yang akan dilakukan

sama halnya seperti aspek kedua menurut observer guru belum maksimal

dalam mengarahkan siswa dalam merancang tahapan penyelesaian proyek.

Aspek keempat yaitu, guru memfasilitasi siswa dalam penyelesaian proyek.

Menurut observer, guru belum mampu sepenuhnya memfasilitasi siswa dalam

penyelesaian proyek, hal ini dapat dilihat dari masih terlihatnya

kecanggungan guru ketika berinteraksi dengan siswa, pada spek ini guru

belum melaksanakannya dengan maksimal dalam memfasilitasi siswa ketika


57

siswa ingin bertanya dan bingung akan masalah yang diberikan oleh guru.

Padahal seharusnya disini guru mampu memfasilitasi siswa serta mampu

memahami siswa senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh Usman

(2010) dalam Sulaiman (2014) guru dalam proses belajar mengajar

hendaknya dapat memahami siswanya.

Langkah ketiga yaitu tahapan menyusun jadwal, pada tahapan ini

guru mengarahkan siswa menyusun jadwal kegiatan penyelesaian proyek

yang akan dilakukan. Menurut observer guru belum maksimal dalam tahapan

ini, hal ini dapat dilihat dari banyaknya siswa yang masih kebingungan dalam

menyusun jadwal kegiatan penyelesaian proyek, masih banyak siswa yang

tidak tahu maksud dari menyususn jadwal itu.

Langkah keempat yaitu tahapan memonitor siswa dan memperbaiki

proyek, pada tahapan ini guru memonitoring siswa selama melakukan

pengamatan penyelesaian proyek. Menurut observer, guru melakukan

monitoring pada setiap kelompok dan masih banyak kelompok yang bingung

dalam mengerjakan proyek. Menurut Putra (2013) arahan guru sangat

diperlukan agar siswa bisa mengembangkan kemampuan berpikirnya melalui

interaksi yang terjalin antar guru dan siswa. Sehingga pada pertemuan ini,

keaktifan siswa dalam membuat sebuah proyek masih rendah. Dikarenakan

guru baru pertama kali mengajar di kelas dan interaksi antara guru dan siswa

masih belum maksimal. Sehingga pada Putra (2013) pembelajaran sebagai

proses interaksi , artinya menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar

tetapi sebagai pengaruh interaksi, sehingga seharunya guru perlu


58

mengarahkan siswa agar siswa lebih bisa mengembangkan kemampuan

berpikirnya melalui interaksi yang muncul.

Hal ini secara keseluruhan juga didukung oleh vidio selama proses

pembelajaran berlangsung, seperti pada tahap model PjBL guru memberikan

stimulus berupa penayangan vidio animasi, tetapi guru hanya memberikan

gambaran pembelajaran, sedangkan pada saat pembuatan proyek setiap

kelompok siswa masih kebingungan dalam mendesain proyek dan guru belum

maksimal dalam membimbing setiap kelompok.

Pertemuan kedua

Pada pertemuan kedua, langkah pertama pada model pembelajaran

project based learning ini adalah orientasi. Peneliti membagi tahapan ini

menjadi 2 aspek yang dapat diamati, aspek pertama yaitu mengingatkan

kembali pada siswa konsep yang telah dipelajari pada materi sebelumnya,

menurut observer tahapan ini sudah cukup baik dibandingkan pada pertemuan

pertama, dimana pada pertemuan kedua ini telah terlihat adanya respon balik

darri siswa ketika guru menyampaikan apesepsi. Selanjutnya tahapan menguji

hasil, guru meminta siswa untuk mempresentasikan proyek yang telah mereka

buat pada masing-masing kelompok. Guru telah memperbaiki kekurangan-

kekurangan yang terjadi pada pertemuan pertama sehingga proses

pembelajaran berjalan lebih baik. Namun pada saat guru meminta sisa

mempresentasikan proyek yang telah dipersiapkan ada empat kelompok yang

tidak mempresentasikan proyek, menurut observer hal ini dikarenakan

keterbatasan waktu. Sejalan dengan pendapat Abidin (2014) pelaksanaan


59

model pembelajaran berbasis proyek dalam pembelajaran membutuhkan

waktu antara 140-200 menit yang berlangsung dalam 1-4 kali pertemuan.

Berdasarkan pengamatan observer pada pertemuan kedua ini dan

guru sudah memperbaiki kekurangan yang terjadi pada pertemuan

sebelumnya. Misalnya dalam management kelas susunan kursi sudah mulai

rapi, beriteraksi dengan siswa walaupun belum maksimal. Sedangkan untuk

kesiapan guru, guru sudah melakukan pendekatan dengan siswa dengan cara

mendatangi siswa kekelompoknya, namun hanya beberapa kelompok saja.

Hal ini sejalan dengan pendapat Cristy (2017), kesiapan seseorang dalam

menjadi guru yang profesional ditentukan oleh kemampuan dalam menguasai

bidangnya, minat, bakat, keselarasan dengan tujuan yang ingin dicapai dan

sikap terhadap bidang profesinya.

Pertemuan ketiga

Kemudian pada pertemuan ketiga guru telah memperbaiki

kekurangan-kekurangan yang terdapat pada pertemuan kedua, diamana pada

pertemuan ini guru sudah mampu mengatur waktu pembelajaran dan

meangemen kelas dengan baik, sehingga proses pembelajaran lebih aktif dan

kondusif. Terbukti bahwasanya dengan management kelas dengan baik,

waktu mengajar dapat dialokasikan dan dimanfaatkan secara tepat. Hal ini

sejalan dengan pendapat Iskandar (2009) dimana melalui pengelolaan kelas

diharapkan proses belajar menagajar dapat berjalan secara efektif dan efisien

sehingga tercapai tujuan pembelajaran. Selain itu guru sudah memberikan

stimulasi kepada siswa sampai mengarahkan siswa untuk membuat sebuah


60

proyek yang dapat menyelesaikan permasalahan sehingga siswa pun

merespon apa yang disampaikan oleh guru.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi dalam proses belajar

mengajar salah satunya adalah peran guru. Menurut Trianto ( 2014) salah satu

peran guru adalah pengarahan, memimpin kegiatan siswa untuk mencapai

tujuan yang diharapkan. Menurut Hosnan (2014) ciri-ciri pembelajaran yang

ditekankan oleh teori kontrukstivisme adalah mendorong berkembangnya rasa

ingin tahu secara alami dengan siswa. Begitu juga dengan siswa, pada sintaks

ini siswa secara aktif bertanya, menjawab dan membuat sebuah proyek, guru

telah melakukan sesuai sintaks yang terdapat pada RPP. Membuat siswa harus

berpikir secara kritis dalam pembuatan sebuah proyek, hal yang sama juga

terjadi pada siswa, siswa aktif dalam mendesain dan membuat sebuah proyek.

Berdasarkan komentar observer guru sudah bisa beradaptasi dengan

siswa, serta siswa secara mandiri menyiapkan diri untuk mengikuti

pembelajaran ini didukung oleh teori Bruner dalam Trianto (2014) bahwa

siswa hendaknya berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta

pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-

benar bermakna.

Meningkatnya presentase keterlaksaan model pembelajaran project

based learning oleh guru pada tiap pertemuan didukung juga dengan semakin

baiknya management kelas dan kesiapan yang dilakukan oleh guru.

Berdasarkan data kualitatif (table 4.1) pada kategori management kelas,

terlihat pada pertemuan pertama guru langsung mengkondisikan siswa untuk

duduk secara berkelompok sehingga pada saat guru masuk pada tahap
61

pengerjaan lembar kerja siswa, siswa langsung mengerjakan bersama-sama

dengan kelompoknya. Sehingga guru kurang maksimal dalam memberikan

penguatan ataupun motivasi dalam mengerjakan tugas individu. Namun untuk

pertemuan selanjutnya guru sudah mampu mengkondisikan siswa dengan

baik.

Pertemuan keempat

Pada pertemuan keempat yaitu pertemuan terakhir, kesiapan guru

dalam memulai proses pembelajaran sangat menentukan proses pembelajaran,

guru pada saat mengajar telah mulai mengenali situasi kelas, sehingga guru

lebih mudah untuk mengelola kelas dalam proses pembelajaran dengan baik,

dan siswa sudah bisa beradaptasi dengan model yang digunakan oleh guru.

Menurut Trianto (2014) melalui proses pembelajaran, guru dituntut untuk

mampu membimbing dan memfasilitasi siswa agar mereka dapat memahami

kemampuan yang mereka miliki, untuk selanjutnya memberikan motivasi

agar siswa terdorong untuk berkerja atau belajar sebaik mungkin untuk

mewujudkan keberhasilan berdasarkan kemampuan yang mereka miliki.

Untuk dapat memfasilitasi agar siswa dapat mengenali kemampuannya, maka

langkah awal yang perlu dilakukan guru adalah berusaha mengenal siswanya

dengan baik. Guru perlu mengenal lebih dalam tentang bakat, minat,

motivasi, harapan-harapan siswa serta beberapa dimensi khusus

kepribadiannya. Dalam kegiatan pembelajaran guru dituntut untuk memiliki

sikap terbuka dan sabar dengan hati yang jernih dan rasional agar dapat

memahami siswamya.
62

Proses pembelajaran yang diharapkan terjadi menurut

Aunurrahmann (2013) adalah suatu proses yang dapat mengembangkan

potensi-potensi siswa secara menyeluruh dan terpadu. Sedangkan menurut

Sanjaya (2006) guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu

pengetahuan kepada anak didik di sekolah. Guru adalah orang yang

berpengalaman dalam bidang profesinya dengan keilmuan yang dimilikinya,

dia dapat menjadikan anak didik menjadi orang yang cerdas. Dengan kata

lain, proses pembelajaran akan berjalan efektif sejalan dengan keterlaksanaan

model pembelajaran yang dipilih guru untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Hal ini didukung oleh Ali (2007) dan Arifin (2009) yang

berpendapat bahwa dalam proses pembelajaran guru mengatur seluruh

rangkaian kegiatan pembelajaran, mulai dari membuat desain pembelajaran,

melaksanakan kegiatan pembelajaran, bertindak mengajar, melakukan

evaluasi pembelajaran termasuk proses dan hasil belajar. Dengan kata lain,

proses pembelajaran akan berjalan efektif apabila sejalan dengan

keterlaksanaan model pembelajaran yang dipilih guru untuk mencapai tujuan

pembelajaran.

4.2.2 Analisis Substantive Tindakan Mengajar Guru dan Tindakan Belajar


Siswa

Analisis substantive yaitu melihat keterlaksanaan secara keseluruhan

dari tindakan mengajar guru pertemuan 1-4 kemudian dihubungkan dengan

tindakan belajar siswa dari setiap kegiatan pembelajarannya pertemuan 1-4.

Pertama, guru memberikan apersepsi terkait materi yang disampaikan,

menurut observer aktivitas pada langkah ini untuk pertemuan pertama masih

rendah dengan rata-rata 2,06, dimana siswa masing-masing cenderung hanya


63

mendengarkan saja, tanpa menanggapi pertanyaan yang diberikan oleh guru.

Hal ini dikarenakan guru belum mampu siswa termotivasi. Untuk pertemuan

kedua dengan skor sebesar 3,18, menurut observer siswa cenderung hanya

memperhatikan saja tanpa menjawab dan menanggapi pertanyaan yang

diberikan guru. Hal ini sesuai dengan tindakan guru yang tidak mengaitkan

materi minggu lalu dengan materi yang akan dipelajari. Pada pertemuan

ketiga mendapatkan skor rata-rata sebesar 3,15, menurut observer pada

pertemuan ketiga ini sama saja dengan pertemuan kedua siswa masih

cenderung hanya memperhatikan saja tanpa menjawab dan menanggapi

pertanyaan yang diberikan guru. Padahal pada pertemuan ketiga ini guru telah

mengaitkan materi minggu lalu dengan materi yang akan dipelajari. Pada

pertemuan keempat mendapatkan skor rata-rata sebesar 3,59, dimana siswa

tidak hanya mendengarkan apa yang disampaikan guru tetapi juga

memberikan respon dan aktif menjawab pertanyaan. Hal ini sesuai dengan

tindakan guru yang telah menyampaikan apersepsi dengan baik. Dari keempat

pertemuan tersebut dapat dilihat bahwa terdapat pengaruh tindakan mengajar

oleh guru yang dilaksanakan dengan baik dan meningkat setiap pertemuannya

dari yang hanya mendengarkan dan memperhatikan serta menagamati saja

menjadi mendengar, mengamati dan menanggapi. Menurut teori belajar

bermakna David Ausubel dalam Trianto (2007) mengatakan dalam membantu

peserta didik menanamkan pengetahuan baru dari suatu materi sangat

diperlukan konsep-konsep awal yang telah dimiliki peserta didik yang

berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari, begitu pula menurut Sagala

(2014) mengingatkan kembali kepada peserta didik pada materi sebelumnya


64

merupakan menguji atau mengecek kembali ingatan peserta didik terhadap

bahan yang telah dipelajarinya.

Kedua, guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok serta

memberi tahu untuk membuat sebuah proyek yang berkaitan dengan materi

yang dipelajari dan memberikan LKS pada masing-masing kelompok.

Menurut pengamatan observer pada pertemuan pertama mendapat skor rata-

rata sebesar 2,50, dimana siswa telah mengerjakan LKS namun kurang

berdiskusi dengan kelompoknya sehingg ada beberapa siswa yang cenderung

tidak ikut berdiskusi dalam mengisis LKS serta perancangan proyek. Hal ini

terjadi karena guru hanya membagikan LKS namun tidak menegur siswa

yang ribut. Hamalik (2001) mengatakan bahwa salah satu tanggung jawab

guru adalah mampu mengkondisikan kelas agar siap melaksanakan

pembelajaran. Pada pertemuan kedua diperoleh skor rata-rata sebesar 3,59

dimana siswa pada saat guru membagikan LKS masih dalam keadaan ribut

dan kurang aktif berdiskusi dalam mengerjakan LKS. Hal ini dikarenakan

guru masih kurang mengkondisikan siswa yang ribut. Untuk pertemuan ketiga

didapat skor rata-rata sebesar 3,59 dimana siswa telah cukup aktif berdiskusi

dalam kelompok mengenai perancangan proyek dan penyelesaian masalah

yang terdapat pada LKS. Hal ini dikarenakan guru telah mampu

mengkondisikan siswa yang ribut. Untuk pertemuan keempat didapat skor

rata-rata sebesar 3,74, dimana siswa pada saat guru membagikan LKS telah

sangat aktif dalam berdiskusi mengerjakan permasalahan yang ada pada LKS

serta mengerjakan proyek. Dari keempat pertemuan tersebut dapat

disimpulkan terdapat peningkatan dari pertemuan satu,dua dan tiga. Dari

keempat pertemuan tersebut terlihat bahwa terdapat pengaruh tindakan


65

mengajar oleh guru yang dilaksanakan dengan baik dan dapat mendapat

respon yang baik dari tindakan belajar siswa dari yang tidak memperhatikan,

sampai siswa memperhatikan dan menanggapi.

Ketiga mendesain proyek langkah ketiga ini hanya dilakukan pada

pertemuan pertama saja, guru mengarahkan siswa untuk menentukan proyek

yang akan mereka kerjakan, menurut pengamatan observer aspek ini

mendapatkan skor rata-rata sebesar 2,12, dimana siswa masih bingung dalam

menentukan desain proyek yang mereka lakukan. Hal ini dikarenakan guru

kurang bisa mengarahkan serta mengkondisikan siswa yang ribut. Ahmadi

dan Supriyono (2014) guru sebagai pembimbing dituntut untuk mengadakan

pendekatan kepada seluruh siswa, dengan adanya pendekatan tersebut guru

akan mengenali siswa secara mendalam.

Keempat, langkah keempat dalam model pembelajaran project based

learning ini juga hanya dilakukan pada pertemuan pertama. Aspeknya yaitu

guru memberitahu kriteria penilaian proyek yang akan siswa kerjakan.

Menurut pengamatan observer aspek ini mendapatkan skor rata-rata sebesar

2,76, dimana siswa telah memperhatikan serta merespon mengenai kriteria

penilaian yang disampaikan oleh guru. Hal ini dikarenakan guru telah

menjelaskan dengan detail mengenai kriteria penilaian proyek pada seluruh

siswa.

Kelima, langkah kelima dalam model pembelajaran pembelajaran

project based learning ini juga hanya dilakukan pada pertemuan pertama.

Aspeknya yaitu mengarahkan siswa untuk berdiskusi dalam merancang

penyelesain proyek pada masing-masing kelompok. Menurut pengamatan

observer aspek ini mendapatkan skor rata-rata sebesar 2,68, dimana sebagian
66

siswa kurang aktif berdiskusi dalam perancangan proyek dalam kelompok dan

ada juga siswa yang main-main bahkan ada yang main hp, bercerita dengan

teman serta hanya mendengarkan diskusi teman tanpa memberikan

sumbangan ide atau pendapatnya. Hal ini disebabkan guru hanya

membimbing serta mengarahkan siswa untuk berdiskusi namun lebih

dominan pada kelompok yang didepan saja, sehingga kelompok-kelompok

yang dibelakang merasa tidak diperhatikan oleh guru. Hal ini senada dengan

Ahmadi dan Supriyono (2013) guru sebagai pembimbing dituntut untuk

melakukan pendekatan keseluruh siswa, dengana adanya pendekatan tersebut

guru akan langsung mengenal siswa secara mendalam serta mampu

berinteraksi dengan baik pada setiap siswa.

Keenam, langkah keenam dalam model pembelajaran pembelajaran

project based learning ini dimulai dari pertemuan kedua aspeknya yaitu

memfasilitasi siswa untuk berkonsultasi mengenai tahapan penyelesaian

proyek. Pada pertemuan kedua menurut pengamatan observer aspek ini

mendapatkan skor rata-rata sebesar 2,44, dimana masih banyak siswa yang

enggan untuk berkonsultasi pada guru mengenai proyek akan mereka buat.

Hal ini disebabkan kurangnya interaksi antara guru dan siswa sehingga siswa

masih enggan dalam bertanya serta berkonsultasi mengenai kendala-kendala

yang mereka temui didalam penyelesaian proyek. Hal ini dikarenakan guru

hanya belum mampu maksimal dalam memfasilitasi siswa dalam bertanya.

Padahal menurut Trianto (2014) melalui proses pembelajaran, guru dituntut

untuk mampu membimbing dan memfasilitasi siswa agar mereka dapat

memahami kemampuan yang mereka miliki, untuk selanjutnya memberikan

motivasi agar siswa terdorong untuk berkerja atau belajar sebaik mungkin
67

untuk mewujudkan keberhasilan berdasarkan kemampuan yang mereka miliki

Pada pertemuan ketiga menurut pengamatan observer mendapatkan skor rata-

rata sebesar 2,79, dimana siswa sudah mulai berani dan bersemangat untuk

mengkonsultasikan kendala-kendala yang mereka temui disaat penyelesaian

proyek pada guru.

Ketujuh, langkah ketujuh dalam model pembelajaran project based

learning ini dimulai dari pertemuan kedua yaitu menyusun jadwal, guru

mengarahkan siswa untuk menyususn jadwal kegiatan penyelesaian proyek

yang akan mereka lakukan. Pada pertemuan kedua menurut pengamatan

observer mendapatkan skor rata-rata sebesar 2,29, dimana masih banyak

siswa yang kebingungan dalam menyusun jadwal kegiatan penyelesaian

proyek serta mereka terlalu pasif untuk bertanya pada guru terkhusus nya

kelompok-kelompok yang dibelakang. Hal ini dikarenakan guru hanya

memperhatikan kelompok-kelompok yang berada didepan sedangkan

kelompok yang dibelakang tidak diperhatikan. Padahal seharusnya guru selalu

melakukan pendekatan kepada seluruh siswa di masing-masing kelompok

sehingga mereka bisa bertanya mengenai kendala yang mereka dapati ketika

menyusun jadwal penyelesaian proyek maupun kendala lain mengenai materi

yang dihadapi. Hal ini senada dengan Ahmadi dan Supriyono (2014) guru

sebagai pembimbing dituntut untuk mengadakan pendekatan kepada seluruh

siswa, dengan adanya pendekatan tersebut guru akan mengenali siswa secara

mendalam. Pada pertemuan ketiga menurut pengamatan observer

mendapatkan skor rata-rata sebesar 2,41, dimana siswa sudah tidak

kebingungan lagi dengan maksud dari menyusun jadwal penyelesaian

proyek. Hal ini dikarenakan guru telah sangat bagus dalam menjelaskan apa-
68

apa saja yang harus mereka lakukan dalam menyususn jadwal penyelesaian

proyek.

Kedelapan, langkah kedelapan dalam model pembelajaran project

based learning ini dimulai dari pertemuan kedua yaitu memonitoring siswa

dan memperbaiki proyek. Guru memonitoring siswa selama melakukan

pengamatan penyelesaian proyek. Pada pertemuan kedua menurut

pengamatan observer didapat skor rata-rata sebesar 2,38, dimana pada

pertemuan kali ini masih banyak siswa yang main-main dalam diskusi

penyelesaian proyek. Hal ini dikarenakan guru belum mampu sepenuhnya

membimbing serta memonitoring siswa satu persatu dikarenakan banyaknya

jumlah siswa, selain itu banyaknya siswa yang ribut dan main hp yang

menyebabkan suasana kelas menjadi ricuh sehingga tidak kondusif. Hamalik

(2001) mengatakan bahwa salah satu tanggung jawab guru adalah mampu

mengkondisikan kelas agar siap melaksanakan pembelajaran. Pada pertemuan

ketiga menurut pengamatan observer mendapatkan skor rata-rata sebesar 3,03

dimana siswa yang ribut sebelumnya sudah sedikit berkurang dan suasana

kelas sudah kondusif. Hal ini dikarenakan guru telah mampu mengarahkan

siswa serta memonitoring seluruh siswa baik yang kelompoknya dibelakang

maupun didepan. Hal ini sejalan dengan pendapat Iskandar (2009) dimana

melalui pengelolaan kelas diharapkan proses belajar menagajar dapat berjalan

secara efektif dan efisien sehingga tercapai tujuan pembelajaran.

Kesembilan, langkah kedelapan dalam model pembelajaran project

based learning ini dimulai dari pertemuan ketiga yaitu menguji hasil. Guru

meminta siswa untuk mempresentasikan hasil proyek yang telah mereka

selesaikan. Menurut pengamatan observer skor yang didapat sebesar 2,24


69

dimana banyak sekali siswa yang tidak siap untuk mempresentasikan hasil

proyek yang telah mereka buat. Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto

(2010) kesiapan individu akan membawa individu untuk siap memberikan

respon terhadap situasi yang dihadapi melalui cara sendiri. Selain itu hal ini

dikarenakan guru belum mampu mengarahkan siswa dalam kelompok untuk

mempresentasikan hasil proyek yang mereka kerjakan. Pada pertemuan

keempat menurut pengamatan observer mendapatkan skor rata-rata sebesar

2,44 dimana sudah ada peningkatan dibandingkan pada pertemuan

sebelumnya, namun pada pertemuan keempat ini tidak semua kelompok maju

mempresentasikan hasil proyek mereka, hal ini dikarenakan kendala waktu.

Kebetulan pada saat penelitian berlangsung sekolah pada saat itu sedang

mengadakan rapat sehingga, siswa pada saat itu dipulangkan sebelum

waktunya, hal ini menyebabkan tidak semua kelompok mendapakan giliran

dalam mempresentasikan kedepan, selain itu siswa telah resah ingin cepat

pulang. Sehingga presentasi pada pertemuan keempat ini tergesa-gesa dan

guru hanya memberi waktu setengah dari waktu semestinya untuk masing-

masing kelompok yang mempresentasikan hasil proyek mereka di depan

teman-temannya. Padahal menurut Abidin (2014) pelaksanaan model

pembelajaran berbasis proyek dalam pembelajaran membutuhkan waktu

antara 140-200 menit yang berlangsung dalam 1-4 kali pertemuan.

Kesepuluh, guru dan siswa melakukan evaluasi terhadap kegiatan dan

produk yang telah dilakukan. Pada pertemuan pertama didapat skor rata-rata

sebesar 2,76 dimana siswa tidak terlalu mendengarkan apa yang disampaikan

guru bahkan ada yang sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Hal ini

sesuai dengan tindakan guru yang menurut observer evaluasi yang


70

disampaikan kurang jelas sehingga siswa hanya mendengarkan apa yang

disampaikan guru tanpa merespon balik. Untuk pertemuan kedua didapat skor

rata-rata sebesar 2,59, dimana siswa hanya mendengarkan tanpa memberikan

respon balik. Untuk pertemuan ketiga didapat skor rata-rata sebesar 3,50

dimana siswa sudah ada yang memberikan respon balik terhadap apa yang

disampaikan oleh guru. Pada pertemuan keempat skor rata-rata yang didapat

sebesar 3,53 dimana hampir semua siswa mendengarkan dengan fokus,

menjawab pertanyaan yang diberikan guru dan menanyakan materi yang

mereka belum pahami. Sehingga secara keseluruhan pada langkah ini sudah

terlaksana cukup baik.

Kesebelas, penutup. Guru melakukan tanya jawab dan mengarahkan

siswa membuat rangkuman mengenai materi yang dipelajari. Pada pertemuan

pertama mendapat skor rata-rata sebesar 2,97 dimana hanya ada dua

kelompok yang mau melakukan tanya jawab pada guru, sebagian besar siswa

pasif dan hanya mendengarkan hasil diskusi kelompok lain. Sedangkan

menurut observer guru telah cukup baik dalam memancing siswa untuk

bertanya. Pada pertemuan kedua mengalami penurunan dengan skor rata-rata

sebesar 2,62 dimana sebagian siswa masih pasif dalam tanya jawab yang

disampaikan oleh guru. Pada pertemuan ketiga mendapatkan skor rata-rata

sebesar 3,29 dimana sebagian siswa telah aktif dalam tanya jawab. Hal ini

sejalan dengan tindakan guru yang telah membimbing siswa serta memancing

siswa dengan pertanyaan-pertanyaan seputar materi yang dipelajari. Pada

pertemuan keempat mendapatkan skor rata-rata sebesar 3,59 dimana hampir

semua siswa telah berani bertanya kepada guru serta memberikan respon

balik terhadap apa yang telah disampaikan guru


71

4.2.3 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Kemampuan berpikir kritis diperoleh dari post test di akhir

pembelajaran. Adapun skor yang diperoleh berdasarkan jawaban siswa dan

dilihat skornya dari empat kriteria yang telah dibuat dalam rubrik.

Soal tes kemampuan berpikir kritis terdiri dari 7 soal pada pertemuan

terakhir. Jacob and Chase (dalam Kartimi, 2013) mengemukakan bahwa

berpikir kritis tidak hanya dikembangkan dalam pembelajaran saja, tetapi juga

didukung dengan adanya evaluasi yang menyatu dengan pembelajaran dikelas.

Jika siswa diharapkan memiliki kemampuan berpikir kritis, maka jenis-jenis

evaluasi yang diberikan harus mampu melatih kemampuan berpikir kritis. Hasil

tes kemampuan berpikir kritis dapat dilihat dari pada lampiran 17. Berdasarkan

data persentase kemampuan berpikir kritis siswa (tabel 4.3) Soal pertama

dengan indikator mengidentifikasi garam-garam yang dilarutkan dalam air dan

kemampuan memberikan alasan , siswa akan mendapat skor 4 jika mampu

menjawab dengan benar, relevan dengan masalah, dan membahas secara

mendalam. Siswa mendapat skor 3 jika hanya menjawab dengan memahami

konsep dengan benar, relevan dengan masalah, namun kurang membahas

secara mendalam. Siswa mendapat skor 2 jika hanya menjawab dengan

memahami konsep saja. Siswa akan mendapat skor 1 jika tidak ada jawaban.

Persentase soal pada indikator pertama sebesar 54,41 %.

Soal kedua dengan indikator mengidentifikasi garam-garam yang

dilarutkan dalam air dan kemampuan memberikan alasan. Siswa akan

mendapat skor 4 jika mampu menjawab dengan menganalisis 2 permasalahan

secara lengkap mengenai permasalahan yang dapat diselidiki secara ilmiah.

Siswa mendapat skor 3 jika menjawab dengan menganalisis 1 permasalahan


72

secara lengkap mengenai permasalahan yang dapat diselidiki secara ilmiah.

Siswa mendapat skor 2 jika menjawab namun tidak menganalisis permasalahan

secara lengkap. Siswa akan mendapat skor 1 jika tidak ada jawaban. Persentase

soal pada indikator kedua sebesar 53,68 %.

Soal ketiga dengan indikator mengidentifikasi masalah berdasarkan

suatu larutan garam. Siswa akan mendapat skor 4 jika mampu menafsirkan

fenomena ilmiah dan memprediksi terjadinya perubahan sesuai dengan konsep

materi secara tepat dan jelas. Siswa akan mendapat skor 3 jika mampu

menafsirkan fenomena ilmiah dan memprediksi terjadinya perubahan sesuai

dengan konsep materi namun kurang tepat dan jelas. Siswa akan mendapat skor

2 jika mampu menafsirkan fenomena ilmiah dan memprediksi terjadinya

perubahan namun tidak sesuai dengan materi. Siswa akan mendapat skor 1 jika

tidak ada jawaban. Persentase soal pada indikator ketiga sebesar 53,68 %.

Soal keempat dan kelima dengan indikator mengidentifiksi kriteria sifat

asam dan basa suatu larutan garam untuk mempertimbangkan jawaban yang

mungkin Siswa akan mendapatkan skor 4 jika mampu mengidentifikasi kriteria

dan alasan dibalik kesimpulan secara tepat dan dapat memberikan bukti dengan

benar. Siswa akan mendapatkan skor 3 jika mampu mengidentifikasi kriteria

dan alasan dibalik kesimpulan secara tepat namun tidak dapat memberikan

bukti dengan benar. Siswa akan mendapatkan skor 2 jika mampu

mengidentifikasi kriteria dan alasan dibalik kesimpulan secara tidak tepat dan

tidak dapat memberikan bukti dengan benar. Siswa akan mendapatkan skor 1

jika tidak ada jawaban. Persentase soal pada indikator keempat sebesar 52,21

%.
73

Soal keenam dengan indikator mengidentifikasi masalah mengenai pH

larutan garam berdasarkan pernyataan pada soal. Siswa akan mendapatkan skor

4 jika mampu mengidentifikasi masalah mengenai pH larutan garam

berdasarkan pernyataan pada soal. Siswa akan mendapatkan skor 3 jika mampu

mengidentifikasi masalah mengenai pH larutan garam tidak berdasarkan

pernyataan pada soal. Siswa akan mendapatkan skor 2 jika kurang mampu

mengidentifikasi masalah mengenai pH larutan garam berdasarkan pernyataan

pada soal. Siswa akan mendapatkan skor 1 jika tidak ada jawaban. Persentase

soal pada indikator ini adalah sebesar 36,03 %.

Soal ketujuh mengidentifikasi masalah mengenai pH larutan dan sifat

garam serta menemukan jawaban yang mungkin berdasarkan pernyataan pada

soal dengan indikator mengidentifikasi masalah mengenai pH larutan garam

berdasarkan pernyataan pada soal. Siswa akan mendapatkan skor 4 jika mampu

mengidentifikasi masalah mengenai pH larutan garam berdasarkan pernyataan

pada soal. Siswa akan mendapatkan skor 3 jika mampu mengidentifikasi

masalah mengenai pH larutan garam tidak berdasarkan pernyataan pada soal.

Siswa akan mendapatkan skor 2 jika kurang mampu mengidentifikasi masalah

mengenai pH larutan garam berdasarkan pernyataan pada soal. Siswa akan

mendapatkan skor 1 jika tidak ada jawaban. Persentase soal pada indikator ini

adalah sebesar 25,74 %.

Hal ini sesuai dengan matriks hubungan antara tindakan yang dilakukan

guru dengan tindakan siswa terhadap kemampuan kemampuan berpikir kritis.

Hal ini sesuai menurut Gagne dalam Slameto (2013) yang menyatakan bahwa

sikap dapat diubah dari kebiasaan-kebiasaan yang secara rutin dilakukan. Sikap

merupakan faktor yang berperan menentukan prestasi yang dapat dicapai siswa
74

pada akhir pembelajaran. Sehingga siswa lebih memahami materi yang

diberikan dan pada akhirnya akan menunjukkan prestasi yang baik.

Menurut (Syaiful, 2014) keberhasilan pembelajaran mengandung

makna ketuntasan dalam belajar dan ketuntasan dalam proses pembelajaran.

Artinya belajar tuntas adalah tercapainya kompetensi yang meliputi

pengetahuan, kemampuan, sikap atau nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan

berpikir dan bertindak. Secara umum kriteria keberhasilan pembelajaran adalah

keberhasilan peserta didik menyelesaikan serangkaian tes, baik tes formatif, tes

sumatif maupun tes kemampuan yang mencapai tingkat keberhasilan rata-rata

60%.

Hosnan (2014) menyatakan bahwa perubahan tingkah laku sebagai hasil

belajar terjadi dalam suatu proses melalui latihan dan pengalaman serta

diberikan pernguatan secara bertujuan dan terarah. Hal ini sesuai dengan

matriks hubungan antara tindakan belajar siswa terhadap kemampuan berpikir

kritis siswa. Respon positif siswa terhadap kemampuan berpikir kritis ini tidak

terlepas dari adanya kegiatan pembelajaran menggunakan model project based

learning

4.2.4 Analisis Korelasional

Keterlaksanaan model pembelajaran project based learning berpengaruh

terhadap kemampuan berpikir siswa. Untuk melihat pengaruhnya terlebih dahulu

dilakukan tes kemampuan berpikir kritis. Kemudian setelah diperoleh semua data,

maka untuk melihat pengaruhnya terlebih dahulu dilakukan uji korelasi, uji ini

untuk mengetahui tingkat hubungan antara keterlaksanaan model pembelajaran

project based learning terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dengan

menggunakan rumus korelasi product moment. Berdasarkan hasil korelasi


75

(lampiran 17) terdapat korelasi yang signifikan antara dua variabel, baik itu

korelasi model pembelajaran project based learning oleh siswa maupun

kemampuan berpikir kritis siswa. Karena nilai r = 0,5806 maka dapat disimpulkan

hubungan antara keterlaksanaan model pembelajaran project based learning

dengan kemampuan berpikir kritis siswa adalah kategori sedang. Sedangkan pada

penelitian yang telah dilakukan oleh Nur Hikmah, dkk (2016) dan penelitian yang

telah dilakukan oleh Muntari, dkk (2018) memiliki tingkat hubungan yang sangat

baik. Hal ini diindikasikan karena beberapa faktor, saat penelitian dilakukan saat-

saat jam siang karena saat jam-jam siang banyak siswa yang sudah tidak konsen

untuk belajar, siswa juga sering telat dengan alasan baru selesai makan jadi

waktunya kurang efektif. Senada dengan pendapat Hakim (2005) seorang siswa

akan dapat mencapai keberhasilan dalam belajar, jika ia memiliki waktu yang

tepat untuk belajar dan bisa mengatur waktu tersebut agar lebih efisien sehingga

proses pembelajaran lebih efektif. Selain itu pada saat proses pembelajaran

berlangsung pada pertemuan keempat sekolah mengadakan rapat guru-guru,

sehingga semua siswa dipulangkan sebelum waktunya, hal ini menjadi salah satu

pemicu siswa tidak konsen lagi untuk mendengarkan arahan guru ketika proses

pembelajaran berlangsung dan ketika presentasi waktu yang diberikan dijadikan

setengah dari waktu yang seharusnya. Selain itu keinginan dan kegairahan belajar

dipengaruhi oleh kondisi siswa itu sendiri pada saat belajar, jika kondisi yang

dihadapi kurang mendukung biasanya siswa akan cenderung kurang berminat

untuk belajar ataupun kurang konsentrasi dalam mengikuti setiap pelajaran yang

diberikan. Faktor lainnya yaitu pada guru, karena guru yang mengajar baru

mempunyai pengalaman mengajar saat kegiatan pengenalan lapangan


76

persekolahan (PLP) selama kurang lebih dua bulan sehingga ada kegugupan atau

kesalahan-kesalahan yang tidak disadari, sesuai dengan pendapat Sugiyono

(dalam Edy Suwarno, 2002) menyebutkan bahwa kemampuan kerja guru

pengaruhi beberapa faktor, seperti potensi dasar, latar belakang pendidikan,

pendidikan/ pelatihan, dan pengalaman mengajar.

Keterlaksanaan model pembelajaran project based learning berpengaruh

terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Untuk melihat pengaruhnya terlebih

dahulu dilakukan tes kemampuan berpikir kritis (tabel 4.3). Kemudian dilakukan

analisis koefisien determinasi didapatkan hasil 33,70 % dengan kategori reandah.

Dengan demikian ini dapat menguji kebenaran hipotesis, yaitu terdapat pengaruh

antara keterlaksanaan model pembelajaran project based learning dengan

kemampuan berpikir kritis siswa pada materi hidrolisis garam kelas XI MIPA 4

SMAN 5 Kota Jambi. Hasil temuan ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Nur

Hikmah, dkk (2016) dan Muntari dkk (2018) yang menyatakan ada pengaruh

model pembelajaran project based learning terhadap kemampuan berpikir kritis

siswa.

Pengaruh yang dikategorikan reandah ini dapat dikarenakan oleh beberapa

faktor diantaranya yaitu, pada saat proses pembelajaran berlangsung sekolah akan

mengadakan pra try out UN serta guru-guru mengadakan rapat dalam beberapa

hari kedapan bertepatan pada saat proses pembelajaran berlangsung sehingga

lingkungan sekolah pada saat itu kurang kondusif yang membuat siswa kurang

berkonsentrasi pada saat guru menerapkan model pembelajaran project based

learning. Hal ini didukung oleh Sirait (2016) Lingkungan yang baik dan sehat

dapat mendorong siswa untuk memiliki keinginan dan kegairahan belajar. Selain
77

lingkungan, keinginan dan kegairahan belajar dipengaruhi oleh kondisi siswa itu

sendiri pada saat belajar, jika kondisi yang dihadapi kurang mendukung biasanya

siswa akan cenderung kurang berminat untuk belajar ataupun kurang konsentrasi

dalam mengikuti setiap pelajaran yang diberikan.

Anda mungkin juga menyukai