Anda di halaman 1dari 3

PENDAHULUAN

Kegiatan budidaya pertanian sering kali dihadapkan dengan adanya hama


dan penyakit yang dapat menyebabkan kerusakan dan kerugian. Keberadaan hama
dan penyakit tersebut apabila tidak segera dilakukan upaya pengendalian maka
akan berdampak pada semakin luasnya dampak serangan yang ditimbulkan.
Upaya yang biasanya dilakukan oleh petani untuk mengurangi efek negatif dari
keberadaan hama dn penyakit adalah dengan pemberian pestisida dengan dosis
yang terkadang melebihi apa yang telah ditentukan. Pemberian dosis pestisida
yang berlebihan dapat memberikan dampak negatif baik bagi lingkungan,
tanaman, musuh alami, maupun produk pertanian yang dihasilkan. Menurut
Barzman, et, al. (2015) bahwa berbagai dampak negatif yang ditimbulkan
diantaranya adalah terkontaminasinya ekosistem dengan bahan-bahan kimia,
kontaminasi produk terhadap produk pertanian menyebabkan gangguan
kesehatan, dan terjadinya resisteni hama. Upaya untuk mengatasi hal tersebut
diperlukan langkah pengendalian yang tepat agar jumlah hama dan penyakit yang
ada dapat ditekan semaksimal mungkin dan tidak sampai menyebabkan kerugian.
Upaya yang saat ini banyak digencarkan adalah dengan menerapkan konsep PHT
(pengedalian Hama Terpadu). Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan
salah satu cara pengendalian agar hama yang ada tidak dapat menimbulkan
permasalahan dalam berbudidaya, salah satu hal yang menjadi titik berat dari
konsep PHT adalah penggunaan pestisida dengan seminimal mungkin (Mudjiono,
2013). Pengendalian yang menerapkan konsep PHT juga mengupayakan agar
populasi hama selalu berada di bawah ambang ekonomi dan dalam pelaksanaanya
menerapkan berbagai teknik pengendalian (Manueke dkk., 2017).
Pengendalian hama berdasarkan ambang ekonomi menjadi hal yang
penting untuk mengefisienkan proses pengendalian. Proses pengendalian hama
dapat dilakukan ketika suatu hama berada di atas ambang ekonomi, dan ketika
hama berada di bawah ambang ekonomi maka proses pengendalian tidak perlu
dilakukan. Proses pengendalian yang didasarkan oleh ambang ekonomi dilakukan
untuk mencegah kerugian secara ekonomi (Sianipar, 2018). Proses yang perlu
dilakukan untuk menentukan apakah hama tersebut berada di atas ambang
akonomi atau tidak dapat dilakukan dengan cara monitoring secara rutin.
Kemampuan yang paling dibutuhkan dari proses monitoring adalah kemampuan
dari identifikasi hama, mulai dari jenis hama maupun fase pertumbuhannya.
Menurut Indiati dan Marwoto (2017) bahwa tidak semua fase kehidupan hama
dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman, terdapat fase-fase tertentu yang
menjadikan keberadaan dari hama tersebut dapat merusak tanaman. Kemampuan
identifikasi yang kurang mumpuni berdampak pada proses pengendalian yang
kurang maksimal pula. Pengelolaan hama harus dilakukan dengan rasional, hal
tersebut dilakukan agar biaya pengendalian yang diberikan dapat ditekan
seminimal mungkin. Faktor yang berpengaruh terhadap penentuan ambang
ekonomi dinataranya adalah harga produk hasil budidaya tersebut, apabila
semakin tinggi harga produk pertanian yang dihasilkan maka potensial pembatas
juga semakin tinggi pula (Tironi, et. al., 2016).
Proses pengendalian hama berbeda dengan pengendalian penyakit. Faktor-
faktor yang menentukan keberadaan penyakit adalah intensitas penyakit, insidensi
penyakit, dan keparahan penyakit. Masing-masing nilai dari intensitas penyakit,
insidensi penyakit, dan keparahan penyakit dinyatakan dengan prosentase.
Menurut Kone, et.,al. (2017) bahwa banyak faktor yang dapat menyebabkan
meningkatnya penyakit pada tanaman, salah satunya adalah cuaca lapang yang
berubah-ubah , sehingga untuk mengurangi tingkat insidensi penyakit diperlukan
penentuan perencanaan penanman yang baik. Ketepatan dalam penentuan awal
musim tanam diharapkan dapat menekan keberadaan penyakit itu sendiri,
sehingga pengetahuan petani terkait tentang penentuan ambang ekonomi hama,
serta insidensi, intensitas dan keparahan penyakit perlu ditingkatkan agar
pengendalian dapat dilakukan dengan tepat dan efisien.
Mudjiono, G. 2013. Pengelolaan Hama Terpadu. MalangUB Press.

Manueke, J. B.H.Assa, dan A. E. Pelealu. Rekomendasi Teknologi Pengendalian


Hama Secara Terpadu (PHT) Hama Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa) di
Desa Makalonsow Kecamatan Tondano Timur Kabupaten Minahasa. LPPM
Bidang Sains dan Teknologi, 4(1):23-34.

Sianipar, M.S. 2018. Fluktuasi Populasi Serangga Hama Wereng Batang Coklat
(Nilaparvata lugens Stal.) Pada Lahan Padi Sawah Universtas Wiralodra,
Desa Singaraja, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu. Universitas
Padjajaran, 2(1):15-22.

Indiati, S.W. dan Marwoto. 2017. Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
pada Tanaman Kedelai. Palawija, 15(2):87-100.

Tironi, S.P, L. Galon, A.A. Silva, M.H.P Barbosa, A.F. Silva, and E.A. Firrerira.
2016. Economic Threshold Levels for Signal Grass Control InSugarcane
Cultivars. Planta Daninha, 34(4): 649-656.

Barzman, M., P. Bàrberi, A. N. E. Birch, P.Boonekamp, S. Dachbrodt-Saaydeh,


B. Graf, B. Hommel, J.E. Jensen, J. Kiss, P. Kudsk, J.R. Lamichhane, A.
Messéan, A. C.M. Ratnadass, P. Ricci, J.L. Sarah, and M. Sattin. 2015.
Eight principles of integrated pest management. Agron. Sustain. Dev,
1(1):1-17.

Kone, N., E.A. Bediako, S. Silue, D. Kone, O. Koita, W. Menzele, and S. Winter.
2017. Influence of Planting Date on Incidence and Severity of Viral
Diseaseon Cucurbits Under Field Condition. Agricultural Science, 62(1):
99–104.

Anda mungkin juga menyukai