Anda di halaman 1dari 27

Jurnal Hukum & Pembangunan 48 No.

1 (2018): 110-136
ISSN: 0125-9687 (Cetak)
E-ISSN: 2503-1465 (Online)

TINDAKAN HUKUM ADMINISTRASI (NEGARA) PERPAJAKAN


YANG DAPAT BERAKIBAT PADA TINDAKAN PIDANA

Harsanto Nursadi*
*Dosen Fakultas Hukum Uniersitas Indonesia
Korespondensi:harsantonursadi@gmail.com
Naskah dikirim:4 Januari 2018
Naskah diterima untuk diterbitkan: 21 Maret 2018

Abstract
The enormous authority possessed by the fiscus in various matters, particularly
in establishing tax reduction or abolition, is prone to abuse. Administrative act
in the form of tax decision shall end up as a criminal offense of it is an abuse of
authority or unlawful. In fact, there are many fiscus who perform taxation
administrative acts that stray beyond the authority for their own personal
interests or that of taxpayers. Certainly, theycause state loss; therefore, they can
qualify as a criminal offense. Thesebeg a question: which taxation
administrative acts are lawful and which ones constitute criminal offense?
Keywords: tax, taxation administrative act, criminal offense.

Abstrak
Kewenangan besar yang dimiliki oleh fiskus dalam berbagai hal, terutama dalam
menetapkan pengurangan atau penghapusan pajak, rentan terhadap pelecehan.
Tindakan administratif dalam bentuk keputusan pajak akan berakhir sebagai
tindak pidana jika itu merupakan penyalahgunaan wewenang atau melanggar
hukum. Bahkan, ada banyak fiskus yang melakukan tindakan administrative
perpajakan yang menyimpang diluarotoritas untuk kepentingan pribadi mereka
sendiri atau dari pembayar pajak. Tentu saja, hal ini menghasilkan kerugian
negara yang memenuhi syarat sebagai tindak pidana. Ini menimbulkan
pertanyaan: Tindakan administratif perpajakan mana yang sah dan mana yang
merupakan tindak pidana?
Kata Kunci: pajak, tindakan administratif perpajakan, tindak pidana.

Tersedia versi daring: http://jhp.ui.ac.id


DOI: http://dx.doi.org/10.21143/jhp.vol.48.no.1.1598
111 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.1Januari-Maret 2018

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendapatan pajak memiliki peran/pengaruh yang sangat besar terhadap


penerimaan negara keseluruhan dibandingkan dengan penerimaan negara dari
sumber lainnya, sperti SDA, Bagian laba BUMN, PNBP lainnya dan Pendapatan
dari BLU. Hal tersebut menunjukkan bahwa pajak merupakan hal yang penting
bagi kelangsungan kehidupan negara ini. Grafik 1.1. menunjukkan hal tersebut.

Grafik 1.1.

1,784,249.70
Penerimaan Negara 2009-2017

1,545,456.20

1,539,166.20
1,496,047.34
2,000,000.00

1,432,128.50
1,292,052.60
1,800,000.00

1,240,418.86
1,146,865.70

1,116,942.90
1,082,628.10

1,077,306.60
1,600,000.00
1,019,332.40
990,500.60

1,400,000.00

876,580.00
847,096.40

839,540.40
743,325.90

1,200,000.00
619,922.20

1,000,000.00
800,000.00
240,848.30
226,476.20
172,870.80
164,726.70

158,173.70
138,959.20

600,000.00

100,971.87

90,524.30
87,746.80

84,430.70
84,124.00
81,697.43

80,273.90
69,671.90
54,398.30
53,796.00

43,462.00

43,429.00

40,314.40

38,000.00
37,643.72

37,658.30
36,271.20
35,315.46

34,164.00
34,025.60
29,500.00

29,681.00
27,590.00
26,590.00
26,049.50

24,648.20
17,861.10
14,895.00

400,000.00
9,486.00
8,369.50

200,000.00
-
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
(Sep)
Sumber: Laporan APBN 2009-2017, diolah penulis
PENERIMAAN NEGARA Pajak Penerimaan SDA
Bagian laba BUMN PNBP lainnya Pendapatan BLU

Dari Grafik 1.1. tersebut menunjukkan bahwa pajak menjadi tulang


punggung kehidupan bangsa dari sisi pendapatan negara.
Tabel. 1.1.
Persentase Penerimaan Negara 2009-2017 (%)

Penerimaan 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017*
Negara
Pajak 73.18 75.05 77.55 78.49 75.22 74.21 82.91 86.26 78.48
Penerimaan 16.4 16.63 14.61 13.38 15.81 15.58 6.75 5.07 7.19
SDA
Bagian laba 3.08 2.98 2.46 2.14 2.38 2.61 2.52 1.91 3.4
BUMN
PNBP lainnya 6.35 4.39 4.01 4.21 4.86 3.68 5.46 4.71 7.56
Pendapatan 0.99 0.96 1.38 1.38 1.72 1.92 2.36 2.03 3.37
BLU
*Sep; Sumber: Laporan APBN 2009-2017; diolah

Dari tabel 1.1. menunjukkan bahwa sejak 2009 sampai dengan


September 2017, penerimaan negara dari sektor pajak sangan dominan, di atas
Tindakan Hukum Administrasi (Negara) Perpajakan, Harsanto Nursadi 112

73%. Sumber pendapatan lain diluar pajak terbagi dengan penerimaan SDA, laba
BUMN, PNBP lainnya dan pendapatan BLU, yang persentasenya di bawah
16.63% yang terjadi pada tahun 2010, dengan kecenderungan menurun pada
tahun-tahun berikutnya.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pendapatan yang berasal dari sektor
pajak harus terus dijaga sehingga bisa terus meningkat optimalisasinya,
termasuk dalam hal tax ratio1-nya
Pada grafik 1.2. menunjukkan penggunaan hasil pajak bagi berbagai
sektor kehidupan di Indonesia
Grafik1.2

PEMANFAATAN
Keistimewaan Yogya,
PAJAK DI BERBAGAI SEKTOR
368.00 Dana Otsus, 9,200.00 Dana Insentif Daerah,
3,680.00
DAN No-Fisik, 55,200.00 Dana Desa, 28,704.00
Pelayanan Umum, 170,640.00
DAK Fisik, 27,968.00
DBH, 44,528.00 Pertahanan, 51,824.00
DAU, 197,616.00
Ketertiban dan
Keamanan, 58,144.00

Perlindungan Sosial, Ekonomi, 149,152.00


75,840.00
Ke Daerah, 0 Perlindungan LH,
Pendidikan, 68,888.00 5,688.00
Perumahan dan Fasum,…
Kesehatan, 29,704.00
Agama, 4,424.00 Pariwisata, 2,528.00

Dana Alokasi Umum yang ditransfer ke Daerah-daerah mendapatkan


porsi terbesar dan Dana Keistimewaan Yogyakarta menjadi porsi terkecil.
Besarnya peran pajak dalam kehidupan bernegara ini tentunya harus
dijaga dengan sepenuh usaha, supaya tidak dimanfaatkan oleh fihak-fihak lain
sebagai pemanfaat hasil pajak melalui APBN dan dalam hal internal perpajakan,
yaitu Pejabat Administrasi Pemerintahan di bidang perpajakan yang kemudian
disebut dengan (pegawai pajak) Fiscus, wajib pajak (WP) dan pihak ketiga yang
terkait dengan pelaksanaan perpajakan.
Masih lekat diingatan kita, bagaimana terjadi kecurangan-kecurangan
yang dilakukan oleh Fiscus sehingga negara dirugikan milyaran rupiah. Kasus
paling fenomenal adalah yang dilakukan oleh Gayus Tambunan dengan jumlah
mencapai 28M2. Dhana Widyatmika manarima uang 3,4 miliar rupiah,

1
Tax Ratio adalah ukuran kinerja penerimaan pajak dalam suatu negara. Namun, dari
berbagai literature, tax ratio bukanlah satu-satunya indikator yang digunakan dalam mengukur
kinerja pajak. Secara sederhana definisi dari tax ratio adalah perbandingan antara penerimaan
pajak yang dikumpulkan pada suatu masa dengan Produk Domestik Bruto (PDB) 1 di masa yang
sama. Tax Ratio = Jumlah Penerimaan Pajak/PDB. Angka tax ratio digunakan untuk mengukur
optimalisasi kapasitas administrasi perpajakan di suatu negara dalam rangka menghimpun
penerimaan pajak di suatu negara. Dalam mengukur rasio pajak, pada umumnya Indonesia hanya
memasukkan unsur penerimaan pajak pusat saja, yakni pajak-pajak yang dihimpun oleh
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Lihat https://news.ddtc.co.id/kamus-pajak-memahami-arti-
tax-ratio-9895
2
https://nasional.tempo.co/read/702697/hartanya-disita-hingga-rp-74-m-gayus-masih-
miliarder.
113 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.1Januari-Maret 2018

Bahasyim Assifie, hartanya dirampas sejumlah 60, 9 miliar rupiah dan US$
681.147, Mohammad Dian Irwan Nuqisra dan Eko Darmayanto sebesar 3,25
miliar rupiah dan US$150 ribu, Tommy Hendratno, 280 juta rupiah, Pargono
Riyadi sebesar 600 juta rupiah.3 Angka-angka fantastis tersebut adalah yang
diterima oleh oknum-oknum Fiscus tersebut dalam mengurus WP. Lantas berapa
besar kerugian nyata yang dialami Negara? Dapat diasumsikan jauh lebih tinggi
dari yang diterima oleh Fiscus tersebut.
Semua yang dilakukan oleh Fiscus merupakan tindakan hukum
administrasi (negara) perpajakan (selanjutnya disebut tindakan administrasi
perpajakan), yaitu berupa keputusan, yang menjadi kewenangannya. Artinya,
kewenangan yang dimiki oleh Fiscus tersebut dilakukan dengan
menyalahgunaan wewenang dari kewenangan yang dimilikinya berdasarkan
peraturan perundang-undangan. Penyalahgunaan wewenang tersebut, yang
dilakukan dalam suatu tindakan administrasi perpajakan yang telah melewati
batasan administrasinya, dan dapat (telah) memenuhi unsur-unsur pidana UU
Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP), dan juga merugikan keuangan negara
bila dilihat dari UU Korupsi.
Tindakan administrasi perpajakan hanya dilakukan oleh Fiscus dan dapat
berdampak pidana, tetapi WP dan pihak terkait lainnya juga dapat terkait dengan
pidana perpajakan. Terdapat tiga kemungkinan tindak pidana perpajakan, yaitu
yang dilakukan oleh Wajib Pajak, oleh Fiscus dan oleh pihak ketiga. Dalam
tulisan ini, hanya akan dibahas mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh
Fiscus dalam tindakan administrasi negaranya.

B. Permasalahan

Dari latar belakang yang ada, maka perpajakan adalah kegiatan hukum
administrasi negara di bidang perpajakan, yang berupa tindakan-tindakan,
a. Bagaimanakah bentuk tikdakan administrasi negara dalam pelaksanaan
perpajakan?
b. Bagaimanakah bentuk tindakan administrasi negara yang dapat berdampak
pada hukum pidana?

II. PERPAJAKAN

A. Subyek hukum pajak

Subekti menyebutkan bahwa dalam hukum, orang (persoon) berarti


pembawa hak atau subyek dalam hukum. Seseorang dikatakan sebagai subyek
hukum dimulai dari ia dilahirkan dan berakhirnya saat ia meninggal. Dalam hal

Menurut putusan Mahkamah Agung yang sudah berkekuatan hukum tetap, harta mantan pegawai
Direktorat Jenderal Pajak itu yang disita negara senilai Rp 74 miliar. Angka itu terdiri atas
pecahan dolar Amerika Serikat, dolar Singapura, 31 logam mulia. Menurut Kepala Kejaksaan
Negeri Jakarta Pusat saat itu, Datas Ginting, eksekusi yang dilakukan pihaknya belum mencapai
50 persen dari total harta yang dimiliki Gayus
3
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20161122162351-12-174492/rentetan-
kasus-korupsi-yang-menjerat-pegawai-pajak
Tindakan Hukum Administrasi (Negara) Perpajakan, Harsanto Nursadi 114

waris, janin dalam kandungan merupakan subyek hukum asal kemudian


dilahirkan dalam keadaan hidup. Selain orang, Badan-badan hukum atau
perkumpulan juga memiliki hak dan melakukan perbuatan hukum seperti orang.
Badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan itu mempunyai kekayaan sendiri,
ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan perantara pengurusnya, dapat digugat,
dan dapat juga menggugat di muka hakim. Badan atau perkumpulan tersebut
harus dibentuk oleh hukum (rechtspersoon), misalnya Perseroan Terbatas,
Koperasi atau Yayasan.
Dalam perpajakan, maka subyek hukumnya adalah
Tabel 3.1.
Subyek Hukum Pajak

Undang-undang Subyek hukum Keterangan

Pemungutan PPh 1. Semua orang


(WP; orang
pribadi)
2. WP Badan
Pajak Pertambahan Setiap orang Pajak Objektif, ditujukan pada Pengusaha
Nilai (PPN) Kena Pajak (PKP)

Pajak Bumi 1. Orang Secara nyata mempunyai:


Bangunan 2. Badan suatu hak atas bumi dan atau memperoleh
manfaat atas bumi dan atau memiliki,
menguasai dan atau memperoleh manfaat
atas bangunan
Bea Perolehan Hak 1. Orang bea yang dikenakan atas perolehan hak atas
atas Tanah dan atau 2. Badan tanah dan atau bangunan
Bangunan
(BPHTB)
Pajak Daerah 1. Orang 1. Pembayar pajak
(tergantung jenis 2. Badan 2. Pemotong pajak
pajaknya) 3. Pemungut pajak
Sumber: berbagai UU Perpajakan

Dalam konteks pidana, maka Wirjono Projodikoro dalam bukunya Asas-


asas Hukum Pidana4 menyebutkan bahwa yang dapat menjadi subjek tindak
pidana adalah seorang manusia sebagai oknum. Ini terlihat pada perumusan-
perumusan dari tindak pidana dalam KUHP yang menampakkan daya berpikir
sebagai syarat bagi subjek tindak pidana itu, juga terlihat pada wujud
hukuman/pidana yang termuat dalam pasal-pasal KUHP, yaitu hukuman
penjara, kurungan, dan denda. Selain itu, dalam ilmu hukum pidana, gambaran
tentang pelaku tindak pidana (kejahatan) masih sering dikaitkan dengan
perbuatan yang secara fisik dilakukan oleh pelaku (fysieke dader). Oleh karenya
Karena perbuatan korporasi selalu diwujudkan melalui perbuatan manusia
(direksi; manajemen), maka pelimpahan pertanggungjawaban manajemen
(manusia; natural person), menjadi perbuatan korporasi (badan hukum; legal

4
Wirjono Prodjodikoro, “Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia”, (Bandung: Refika
Aditama, 2003) hal. 59
115 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.1Januari-Maret 2018

person) dapat dilakukan apabila perbuatan tersebut dalam lalu lintas


kemasyarakatan berlaku sebagai perbuatan korporasi. Ini yang dikenal sebagai
konsep hukum tentang pelaku fungsional (functionele dader).
KUHP belum menerima pemikiran di atas dan menyatakan bahwa hanya
pengurus (direksi) korporasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum
pidana (criminal liability). Namun, pada perkembangannya korporasi juga dapat
dimintakan pertanggungjawaban secara hukum. Beberapa UU sudah
menetapkan bahwa Badan hukum dapat dimintai pertanggungjawaban pidana
(corporate crime liability).

B. Obyek hukum pajak

Pengertian dasar dari objek hukum pajak adalah pajak yang harus dibayar
oleh WP. Lebih lanjut dapat dijabarkan segala sesuatu yang karena undang-
undang dapat dikenakan pajak. Kata “dapat” dikenakan pajak mengandung
makna bahwa objek pajak boleh atau tidak boleh kena pajak. Pengenaan pajak
terhadap suatu objek harus dipertimbangkan secara maksimal agar tidak
menimbulkan permasalahan dalam masyarakat. Oleh karena itu, penentuan suatu
objek untuk dikenakan pajak lebih dahulu dilakukan penelitian sehingga dapat
menciptakan kemanfaatan bagi negara maupun daerah selaku pihak yang
membutuhkan pajak.
Rochmat Soemitro yang menyatakan bahwa yang dapat dijadikan objek
pajak banyak sekali macamnya. Segala sesuatu yang ada dalam masyaraat dapat
dijadikan sasaran atau objek pajak, baik keadaan, perbuatan, maupun dalam
peristiwa tertentu. Dalam bahasa Jerman disebut sebagai tatbestand, contohnya
sebagai berikut.
1) Keadaan, misalnya kekayaan seseorang pada suatu saat tertentu misalnya,
memiliki kendaraan bermotor, radio, televisi, memiliki tanah dan atau
barang tak bergerak lainnya, menempati rumah tertentu (kebanyakan secara
statis atau tetap).
2) Perbuatan, misalnya melakukan penyerahan barang karena perjanjian,
mendirikan rumah dan atau gedung, mengadakan pertunjukan atau
keramaian, memperoleh penghasilan, bepergian ke luar negeri.
3) Peristiwa, misalnya kematian, keuntungan yang diperoleh secara mendadak,
anugerah yang diperoleh karena yang secara tidak terduga, pokoknya segala
sesuatu yang terjadi diluar kehendak manusia.
Objek yang dapat dikenakan pajak terlalu banyak, tergantung dari
pembuat undang-undang untuk menjaringnya, sepanjang objek itu tidak
melanggar kesusilaan dan kesopanan dalam masyarakat. Dalam arti, masih
terdapat beberapa pembatasan yang harus ditaati oleh pembuat undang-undang
untuk menentukan suatu objek sebagai objek pajak.
Tindakan Hukum Administrasi (Negara) Perpajakan, Harsanto Nursadi 116

Tabel 3.2.
Objek Pajak

Jenis Pajak Objek Keterangan


Pajak Penghasilan Penghasilan itu sendiri setiap tambahan kemampuan
(PPh) ekonomis yang diterima atau
diperoleh WP baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan WP dengan
nama dan dalam bentuk apapun
Pajak 1. Barang kena pajak5 di
Pertambahan Nilai dalam daerah pabean
(PPN) 2. Impor barang kena pajak
3. Penyerahan barang kena a. Jasa yang diserahkan
pajak yang dilakukan di merupakan jasa kena pajak,
dalam daerah pabean b. Penyerahan yang dilakukan
harus di dalam daerah
pabean,
c. Penyerahan yang dilakukan
harus dalam kegiatan usaha
atau pekerjaannya.
4. Pemanfaatan barang kena
pajak tidak berwujud dari
luar ke dalam daerah
pabean
5. Pemanfaatan jasa kena
pajak6 dari luar ke dalam
daerah pabean
6. Pemanfaatan jasa kena
pajak dari luar ke dalam
daerah pabean
7. Ekspor barang kena pajak
oleh pengusaha kena pajak
8. Objek kegiatan;
membangun sendiri yang
dilakukan tidak di dalam
lingkungan perusahaan
atau pekerjaannya, oleh
orang pribadi atau badan,
baik yang hasilnya akan

5
Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat
berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenakan
PPN. Pada dasarnya semua barang merupakan Barang Kena Pajak kecuali yang diatur lain oleh
Undang-Undang Nomor PPN itu sendiri. Barang Kena Pajak tersebut terdiri dari barang
berwujud (bergerak dan tidak bergerak) dan barang tidak berwujud (hak cipta, merek dagang,
paten, dll.
6
Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan
atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak
tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan
atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan PPN, Contohnya:
jasa konstruksi, jasa sewa ruangan, jasa konsultan, jasa perantara, dll
117 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.1Januari-Maret 2018

Tabel 3.2.
Objek Pajak

Jenis Pajak Objek Keterangan


digunakan sendiri atau
pihak lain
Objek kegiatan;
penyerahan aktiva oleh
pengusaha kena pajak yang
menurut tujuan semula
tidak untuk
diperjualbelikan sepanjang
PPN yang dibayar pada saat
perolehannya dapat
dikreditkan.
Pajak Bumi dan 1. Bangunan tempat tinggal objek pajak adalah bumi dan/atau
Bangunan 2. Gedung kantor bangunan. Pengertian bumi disini
3. Hotel adalah permukaan bumi yang
4. Pabrik meliputi tanah dan perairan
5. Emplasemen pedalaman, serta laut wilayah
Indonesia, dan tubuh bumi yang
ada di bawahnya.
Sementara itu, bangunan adalah
konstruksi teknik yang ditananm
atau dilekatkan secara tetap pada
tanah atau perairan

BPHTB 1. Pemindahan hak Pungutan atas perolehan hak atas


2. Pemberian hak baru tanah dan atau bangunan.
Perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan adalah perbuatan atau
peristiwa hukum yang
mengakibatkan diperolehnya hak
atas dan atau bangunan oleh orang
pribadi atau badan

Bea Materai 1. Surat Perjanjian


2. Akta-akta notaris
3. Akta-akta yang dibuat
PPAT
4. Surat yang memuat jumlah
uang
5. Surat berharga
6. Dokumen yang akan
digunakan sebagai
pembuktian di muka
pengadilan

Sumber: UU KUP, diolah penulis

C. Hak dan Kewajiban


Tindakan Hukum Administrasi (Negara) Perpajakan, Harsanto Nursadi 118

Tabel 3.3.
Hak dan Kewajiban Perpajakan

Hak Perpajakan Kewajiban Perpajakan


Membetulkan Surat Pemberitahuan (SPT) Mendaftarkan diri
Mengangsur dan Menunda pembayaran pajak Mengisi dan menyampaikan SPT

Mendapatkan pengembalian pajak (restitusi) Membayar Pajak


Mengajukan gugatan Membayar Denda
Mengajukan keberatan Melakukan Pembukuan dan
Pencatatan
Mengajukan banding Menyerahkan dokumen pada saat
pemeriksaan
Perlindungan terhadap rahasia WP
Mendapatkan pengurangan atau pembatalan
Mendapatkan Pengurangan atau pembatalan
sanksi administrasi
Sumber: UU KUP

D. Peristiwa hukum

Peristiwa hukum pajak terjadi ketika


1) Pemenuhan kewajiban WP terhadap objek pajaknya di Kantor Pajak (atau
melalui online) dan sudah diverifikasi oleh Pejabat Pajak, sehingga sudah
menimbulkan hak dan kewajiban bagi WP.
2) Terjadi tindakan hukum Pejabat Pajak kepada WP, misal dalam hal
peringatan, penerimaan, pemotongan atau pemungutan yang sudah dalam
bentuk dokumen hukum, termasuk Keputusan-keputusan (juga Surat (dalam
pengertian UU 30/2014)) yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi
Pejabat Pajak dan WP.

E. Hubungan hukum dalam kegiatan perpajakan

Hubungan hukum perpajakn terjadi bila telah terjadi peristiwa hukum


pajak, maka pada saat itulah terjadi hubungan hukum antar subjek pajak dan
subjek pajak dengan objeknya.

III. TINDAKAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA PERPAJAKAN

A. Tindakan Pemerintah dan Tindakan Orang Perorangan

Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian tindakan adalah


sesuatu yang dilakukan; perbuatan, atau tindakan yang dilaksanakan untuk
mengatasi sesuatu.7 Bila hanya kata “tindak” yang dipakai, maka berarti langkah
atau perbuatan. Setiap subyek hukum pendukung/penyandang hak dan
kewajiban dapat melakukan tindakan.

7
https://kbbi.web.id/tindak
119 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.1Januari-Maret 2018

1. Tindakan Pemerintah

Pemerintah atau administrasi negara atau administrasi pemerintahan,8


sebagai dragger van de rechten en plichten, atau pendukung hak dan kewajiban.
Sebagai subjek hukum, pemerintah melakukan berbagai tindakan, yaitu
a) tindakan nyata (feitelijkhandelingen) dan
b) tindakan hukum (rechtshandelingen).
Tindakan nyata adalah tindakan-tindakan yang tidak ada relevansinya
dengan hukum dan oleh karenanya tidak menimbulkan akibat-akibat hukum.9
R.J.H.M. Hiusman,10 merupakan tindakan-tindakan yang berdasarkan sifatnya
dapat menimbulkan akibat hukum tertentu, atau tindakan tersebut dimaksudkan
untuk menciptakan hak dan kewajiban.11 Romeijn menyebutkan bahwa tindakan
hukum administrasi adalah suatu pernyataan kehendak yang muncul dari organ
administrasi dalam keadaan khusus, dimaksudkan untuk menimbulkan akibat
hukum dalam bidang Hukum Administrasi Negara. Akibat yang timbul memiliki
relevansi dengan hukum, seperti penciptaan hubungan hukum baru, perubahan
atau pengakhiran hubungan hukum yang ada.12
Pengertian tindakan (atau berdasarkan UU adalah tindakan administrasi
pemerintahan) adalah perbuatan Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara
negara lainnya untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan kongkret
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.13

2. Tindakan setiap orang dan pihak ketiga14

Orang atau pihak ketiga merupakan subyek hukum, sehingga memiliki


hak dan kewajiban untuk bertindak. Tindakan setiap orang atau pihak ketiga
tersebut dapat berupa tindakan nyata dan tindakan hukum. Pada tindakan nyata
tidak terkait atau tidak ada relevansinya dengan hukum dan pada tindakan
hukum, berupa pemenuhan hak dan kewajibannya yang terdapat peristiwa
hukumnya, seperti kontrak, jual-beli, sewa menyewa, dan peristiwa hukum
terkait dengan kewajibannya terhadap pemerintah dalam hal perpajakan,

8
Indonesia, Undang-undang No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI)Tahun Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara
(TLN) Nomor 5601.
9
Ridwan H.R., “Hukum Administrasi Negara”, edisi revisi, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2006), hal 109, mengutip C.J.N Versteden dan H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt.
10
Huisman, R.J.H.M. “Algemeen Bestuursrecht, een Inleiding”, (Kobra, Amsterdam,
tt), hal 13.
11
Op., cit., hal 110.
12
Ibid., hal 111.
13
Op., Cit., Pasal 1 angka 8.
14
Pihak ketiga adalah Bank, Akuntan publik, Notaris, Konsultan pajak, Kantor
administrasi, Pihak ketiga lainnya yang memiliki hubungan dengan WP; Pihak ketiga, terkait
dengan informasi yang dibutuhkan oleh Pejabat Pajak dengan kewenangan yang dimiliki. Dalam
hal pihak ketiga memberikan informasi dalam bentuk surat (Keputusan) atau hanya berupa surat
(yang bersifat deklarasi), maka pada tahap inilah tindakan hukum pihak ketiga berlaku. Tetapi
bila hanya dokumen saja, maka bukan berua tindakan hukum, hanya tindakan nyata saja dri pihak
ketiga.
Tindakan Hukum Administrasi (Negara) Perpajakan, Harsanto Nursadi 120

misalnya kewajiban memiliki NPWP, mengisi SPT, membayar pajak dan


lainnya.

B. Batasan Tindakan Pejabat Administrasi Negara

Keabsahan tindakan Pejabat Administrasi Negara dalam penggunaan


wewenang menurut Van der Pot harus memenuhi 4 (empat) syarat15 terdiri dari,
yaitu:
1) Ketetapan harus dibuat oleh alat (organ) yang berkuasa
membuatnya;
2) Ketetapan tersebut merupakan suatu pernyataan kehendak
(wilsverklaring), maka pembentukan kehendaknya itu tidak
boleh memuat kekurangan juridis (geen juridische gebreken in
de wilsvorming);
3) Ketetapan harus memiliki bentuk (vorm) yang ditetapkan dalam
peraturan yang menjadi dasarnya dan pembuatnya harus juga
memperhatikan cara (procedure) membuat ketetapan itu,
bilamana cara itu ditetapkan dengan tegas dalam peraturan dasar
tersebut;
4) Isi dan tujuan ketetapan harus sesuai dengan isi dan tujuan
peraturan dasar.
Kewenangan publik menurut Peter Leyland mempunyai dua ciri utama,
yaitu setiap Keputusan yang dibuat oleh pejabat pemerintah mempunyai
kekuatan mengikat kepada seluruh anggota masyarakat (harus dipatuhi oleh
seluruh anggota masyarakat) dan setiap keputusan yang dibuat oleh pejabat
pemerintah mempunyai fungsi publik (melakukan public service).16 Prajudi
Atmosudirjo menyebutkan bahwa kewenangan yang terdiri atas beberapa
wewenang merupakan kekuasaan terhadap segolongan orang tertentu atau
kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan yang berlandaskan peraturan
perundang-undangan, sehingga tidak menimbulkan kesewenang-wenangan.17
Kewenangan Pemerintahan yang selanjutnya disebut Kewenangan
(bevoeg) adalah kekuasaan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau
penyelenggara negara lainnya untuk bertindak dalam ranah hukum publik.18
Selanjutnya pengertian wewenang adalah hak yang dimiliki oleh Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk mengambil
keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.19

15
E. Utrecht, “Pengantar Hukum Administrasi Indonesia”, (Surabaya: Pustaka Tinta
Mas, 1986), hal. 118.
16
Peter Leyland and Terry Woods, “Administrative Laws”, 3rd ed., (London:
Blackstone Press Limited, 1999), hal. 157.
17
Prajudi Admosudirjo, “Hukum Administrasi Negara”, (Jakarta: Ghali Indonesia,
1988), hal. 76.
18
Op., Cit., Pasal 1 angka 6.
19
Ibid, Pasal 1 angka 5
121 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.1Januari-Maret 2018

1. Batasan Kewenangan

Badan atau Administrasi Pemerintahan memiliki Batasan dalam


menjalankan kewenangannya, yaitu harus sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang memberikan kewenangan tersebut. Batasannya20 adalah
(1) masa atau tenggang waktu Wewenang (onbevoegdheid ratione
temporis atau onbevoegheid naar tijd);
(2) wilayah atau daerah berlakunya Wewenang (onbevoegdheid
ratione loci atau onbevoegdheid naar plaats); dan
(3) cakupan bidang atau materi Wewenang (onbevoegdheid ratione
materie atau onbevoegheid naar materie).
Bila Pejabat atau Administrasi Pemerintahan tersebut melaksanakan
tugasnya tetapi tidak berdasarkan atas Batasan-batasan tersebut, makayang
terjadi adalah menjadi tidak berwenang (onbevoeg).
Dalam konteks pejabat pajak, misal bila sudah ada Batasan waktu, bahwa
Surat Permohonan WP kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu
paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permohonan pembetulan
diterima, harus memberi keputusan atas permohonan pembetulan yang diajukan
Wajib Pajak,21 maka apabila jangka waktu telah lewat, tetapi Direktur Jenderal
Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan pembetulan yang diajukan
tersebut dianggap dikabulkan. Hal tersebut sangat definitif, dan mendasar,
karena filosofi keluarnya pengaturan ini adalah perlindungan tindakan (atau
tidak bertindak) Pejabat Publik (Fiscus) dalam menjawab permohonan warga
masyarakat. Ketentuan bahwa, dianggap dikabulkan adalah hal positif
berikutnya, yaitu memenuhi asas fiktif positif (tanpa adanya tindakan hukum dari
Pejabat Pemerintah, sudah didapatkan hasilnya berdasarkan tenggat waktu yang
ditentukan oleh undang-undang).

2. Melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan/atau


bertindak sewenang-wenang

(1) Melampaui wewenang22


Apabila tindakan yang dilakukan
i. melampaui masa jabatan atau batas waktu berlakunya Wewenang;
ii. melampaui batas wilayah berlakunya Wewenang; dan/atau
iii. bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Mencampuradukkan wewenang23 dan/atau
i. di luar cakupan bidang atau materi Wewenang yang diberikan;
dan/atau

20
Ibid, Pasal 15 ayat (1)
21
Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan,
Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran
Negara (TLN) Nomor 4724. Pasal 16 ayat (2).
22
Op., Cit., Pasal 18 ayat (1).
23
Ibid., Pasal 18 ayat (2).
Tindakan Hukum Administrasi (Negara) Perpajakan, Harsanto Nursadi 122

ii. bertentangan dengan tujuan Wewenang yang diberikan.


(3) Bertindak sewenang-wenang24
i. tanpa dasar Kewenangan; dan/atau
ii. bertentangan dengan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap.

C. Tindakan Hukum Pejabat Pajak (Fiscus), Setiap Orang dan Pihak


Ketiga yang Terkait

Seperti sudah disebutkan pada sub sebelumnya, tindakan hukum adalah


tindakan yang akan menimbulkan akibat hukum dan hak dan kewajiban tertentu
dibidang hukum. Terdapat empat variasi dari tindakan hukum, yaitu
1) Norma hukum Umum dan Abstrak (algemeene-abstrac), yang diartikan
oleh Ten Berge25 sebagai
(a) Dari segi waktu, tidak hanya berlaku pada waktu tertentu (untuk
seluruh waktu selama tindakan hukum tersebut masih berlaku;
bukan hanya waktu tertentu saja)
(b) Tempat, tidak terbatas pada tempat tertentu (di seluruh wilayah
negara; bukan di daerah tertentu)
(c) Orang, tidak hanya berlaku untuk orang tertentu (semua subyek
hukum; bukan individu-individu tertentu)
(d) Fakta hukum yang luas dan berulang-ulang (bukan hanya fakta
hukum tertentu dan dalam peristiwa yang khusus/hanya satu
saja).
Bentuk norma hukum umum-abstrak adalah Undang-undang, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah, Peraturan Kepala
Daerah.
2) Norma hukum Umum dan Abstrak dalam situasi Individual dan Kongkret
(Individuele-concrete).
Norma hukum Individual ini merupakan penerapan dari norma hukum
Umum-Abstrak tersebut. Dalam literature norma individual-kongkret ini
disebut dengan Keputusan (beschikking)26 dalam Bahasa Belanda atau
verwaltung dalam Bahasa Jerman). Istilah beschikking ini juga dapat
diterjemahkan menjadi Penetapan.27 H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt
menyebutkan bahwa beschikking bersifat kongkret dan individual (tidak
ditujukan untuk umum), dan merupakan instrument yuridis yang utama dari

24
Ibid., Pasal 18 ayat (3).
25
Op., Cit., hal 131-132, mengutip J.B.J.M. Ten Berge, Bescherming Tegen Overheid,
(W.E.J. Tjeenk Willink, Zwole, 1995) hal 150
26
Istilah beschikking diperkenalkan oleh van Vollenhoven d. C.W. van der Pot, yang
oleh beberapa penulis, seperti AM. Donner, H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, dan lain-lain,
dianggap sebagai "de vader van het moderne beschikkingsbegrip (bapak dari konsep beschikking
yang modern). Dikutip oleh Ridwan HR, hal 140.
27
Produk hukum MPR disebut dengan Ketetapan atau disebut TAP MPR, sehingga
stilah yang dipergunakan sebaiknya adalah Keputusan, untuk menghindari kerancuan
penggunaan istilah.
123 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.1Januari-Maret 2018

Pemerintah. Sehingga pada dasarnya, beschikking merupakan konsep inti


dalam Hukum Administrasi Negara.
Keputusan dalam norma yang diatur oleh undang-undang, terdapat pada UU
PTUN, yaitu Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis
yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi
tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.28
Dalam perkembangannya, pada tahun 2014, terbit UU Administrasi
Pemerintahan, yang merombak pengertian Keputusan pada UU PTUN
tersebut, menjadi Keputusan Administrasi Pemerintahan yang juga disebut
Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan Administrasi Negara yang
selanjutnya disebut Keputusan adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan
oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam penyelenggaraan
pemerintahan.29 Definisi Keputusan pada UU PTUN harus dimaknai dengan
definisi yang terdapat pada UU Administrasi Pemerintahan ini.30
3) Norma hukum Umum dan Kongkret
Suatu norma hukum yang ditunjukan untuk umum dan perbuatannya sudah
tertentu, misalnya penerapan rambu lalulintas. Rambu itu untuk umum
(kendaraan bermesin) tetapi di titik rambu tersebut ada larangan atau
kebolehan yang kongkret.
4) Norma hukum Individual dan Abstrak
Suatu norma hukum yang ditunjukan untuk seseorang atau orang-orang
tertentu dan perbuatannya bersifat abstrak.31
Tindakan hukum yang dibahas dalam sub-sub bab ini hanya terkait
dengan norma Individual-Kongkret, yaitu Keputusan yang dikeluarkan oleh
Ditjen Pajak, melalui pejabatnya kepada WP.
1) Fiscus
Tindakan Hukum Pejabat Pajak dalam melaksanakan tugasnya berupa
tindakan nyata dan tindakan hukum.
(a) Tindakan Nyata Pejabat Pajak
Tindakan nyata Pejabat Pajak dilakukan dalam hal Pembinaan dan
Pengawasan kepada WP. Dalam hal Pejabat melakukan pemeriksaan, WP
yang konsultasi, melakukan penghitungan, dan seluruh kegiatan
administrasi perpajakan.
(b) Tindakan Hukum Pejabat Pajak

28
Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 1986 Nomor 77, Tambahan
Lembaran Negara (TLN) Nomor 3344, Pasal 1 angka 3.
29
Op., Cit., Pasal 1 angka 7.
30
Ibid., Pasal 87
31
Contoh paling klasik dari norma ini adalah Izin Gangguan (berasal dari Hinder
Ordonansi=Ordonansi (UU yang berlaku di Hindia Belanda) tentang Gangguan). Saat ini Izin
Gangguan menjadi kewenangan Bupati/Walikota untuk menerbitkannya; dan yang banyak diatur
dalam Perda pada umumnya adalah Retribusi Izin Gangguan. Jadi keluarnya Izin Gangguan ini
dikenakan Retribusi tertentu.
Tindakan Hukum Administrasi (Negara) Perpajakan, Harsanto Nursadi 124

Tindakan Hukum Pajak Pejabat Pajak baru dilakukan bila Pejabat Pajak
tersebut dengan kewenangannya mengeluarkan suatu Keputusan. Dalam
Perpajakan Keputusan lebih sering disebut dengan penetapan.
Tabel 4.1.
Keputusan dan Surat Keputusan (Penetapan) Pajak

Jenis Keputusan Ketetapan/ Sebuah


Surat Keputusan
Surat Tagihan Pajak (STP) Surat 
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Ketetapan 
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan Ketetapan 
(SKPKBT)
Surat Keputusan Pembetulan Keputusan 
Surat Keputusan Keberatan Keputusan 
Surat Keputusan Pembetulan Keputusan 
Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi Keputusan 
Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi Keputusan 
Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak Keputusan 
Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak Keputusan 
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Keputusan 
Kelebihan Pajak
Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga Keputusan 
Surat Tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (STPPBB) Surat 
Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Ketetapan 
Bangunan Kurang Bayar (SKBPKB)
Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Ketetapan 
Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBPKBT)
Surat Tagihan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Surat 
Bangunan (STB)
Sumber: UU KUP, http://www.pajak.go.id/content/seri-kup-utang-pajak-dan-penagihannya;
diolah, dianalisa penulis

Dalam Sub-Sub tentang Norma hukum Umum dan Abstrak dalam situasi
Individual dan Kongkret, sudah dijelaskan adanya perluasan arti Keputusan,
yang dapat mencakup Surat (misal Tagihan).
Surat Ketetapan (atau juga disebut sebagai Keputusan=beschikking) dari
Pejabat Pajak sesuai dengan kewenangannya tersebut memenuhi norma
Individual dan Kongkret, yaitu Wajab Pajak Tertentu (WO OP (hanya satu
orang) atau WP Badan) yang menjadi WP. Surat Ketetapan bagi WP dari WP
OP “A” berbeda dengan Surat Ketetapan Pajak bagi WP OP “B,” paling tidak
berbeda dari jumlah yang dibayarkan atau kurang bayar.
2) Setiap WP OP dan WP Badan
Tindakan hukum yang dilakukan oleh WP OP dan WP Badan berupa
penyerahan Surat Pemberitahuan (SPT) kepada Kantor Pajak, baik secara
manual maupun online. SPT tersebut adalah suatu sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang terutang. Dengan
penyerahan SPT tersebut, maka WP sudah memenuhi hak dan kewajibannya
sebagai subyek hukum pajak. SPT ini juga memenuhi norma individual-konkret,
yaitu WP OP tertentu atau WP Badan tertentu saja yang menyerahkan SPT-nya.
125 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.1Januari-Maret 2018

SPT WP OP/WP Badan “A” dengan WP OP/WP Badan “B” tentunya sangat
berbeda, karena merupakan subyek hukum pajak (individual) yang berbeda.
Tabel 4.2.
SPT Masa dan SPT Tahunan

SPT Masa (tertentu; bulanan) SPT Tahunan


(1) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 (2) SPT Tahunan PPh WP
Badan
(3) PPh Pasal 22 (2) SPT Tahunan WP OP
(4) PPh Pasal 23
(5) PPh Pasal 25
(6) PPh Pasal 26
(7) PPh Pasal 4 (2)
(8) PPh Pasal 15
(9) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM) dan
(10) Pemungut PPN

Walaupun SPT belum final, karena mungkin saja terjadi kurang bayar,
tetapi SPT tersebut merupakan suatu tindakan hukum berupa “Keputusan” dari
WP kepada Pejabat Pajak (Dirjen Pajak), bahwa itulah hasil self assessment-nya
yang menjadi tanggungjawabnya, dan merupakan pelaksanana dari hak dan
kewajibannya sebagai WP.

D. Tindakan Kewenangan Spesialitet Dalam Hukum Pajak

Sesuai dengan filosofinya, pengelolaan pajak pada dasarnya adalah


kegiatan Hukum Administrasi Negara dalam kewenangan khusus, yaitu
perpajakan. Walau Perpajakan sudah memiliki Perundang-undangan Perpajakan
yang khusus (lex specialis legi generalis), tetapi semua sistem administrasinya
tetap tunduk pada UU 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Karena Ditjen Pajak merupakan Organisasi Administrasi Negara (OAN) yang
merupakan bagian dari administrasi negara itu sendiri.
Pejabat Pajak adalah Pejabat Administrasi Pemerintahan dengan
kekhususan (spesialitet) bidang perpajakan. Terkait dengan kewenangan yang
sudah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya, maka dapat dibuat suatu batasan,
tindakan administrasi yang murni masih dalam prosedural administrasi atau
sudah dilandasi oleh kepentingan lain yang dapat masuk dalam kategori
perbuatan pidana pajak atau pidana korupsi.
Tabel 4.3.
Tindakan hukum, Parameter norma dan Keinginan
Tindakan Hukum Administrasi (Negara) Perpajakan, Harsanto Nursadi 126

Ukuran/parameter keinginan
Tindakan hukum Parameter norma
(mens rea)32
Sewenang-wenang Per-UU-an Rasionalitas
Penyalahgunaan AUPB Tujuan (berlaku asas
wewenang spesialitet)
Sumber: Philipus M. Hadjon, dkk, Hukum Administrasi Dan Tindak Pidana
Korupsi, “Kisi-kisi Hukum Administrasi Dalam Konteks Tindak Pidana
Korupsi,” (Yogya, Gadjah Mada University Press, 2011), hal. 15.

IV. TINDAKAN HUKUM ADMINISTRASI YANG BERAKIBAT


TINDAK PIDANA

Tindak pidana perpajakan, dalam beberapa literature menyebutkan


dikategorikan sebagai salah satu bentuk perlawanan WP, khususnya perlawanan
aktif. R. Santoso Brotodihardjo, sebaimana dikutip Nugroho33 menyebutkan
bahwa pwerlawanan aktif WP sebagai semua usaha dan perbuatan yang secara
langsung ditujukan pada Fiscus dengan maksud untuk menghindari pajak.
Dalam hal perlawanan pasif, mencakup hambatan-hambatan pemungutan
pajakyang disebabkan oleh struktur ekonomi, intelektualitas dan moral
penduduk, serta Teknik pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara.
Nugroho menyebutkan, bahwa sebenarnya yang terjadi adalah
penghindaran pajak (tax avoidance) dan pengelakan pajak (tax evasion).
Perbedaannya adalah:
Tabel 5.1.
Perbandingan Penghindaran dan Pengelakan Pajak

penghindaran pajak (tax avoidance) pengelakan pajak


(tax evasion)
a. Utang pajak (tax liability) belum timbul a. Utang pajak sudah
karena kewajiban subjektif dan/atau timbul, karena kewajiban
kewajiban objektifnya belum terpenuhi subjektif dan/atau
b. Tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban kewajiban objektifnya
tersebut dilakukan dengan cara yang tidak sudah terpenuhi
sesuai dengan maksud dan tujuan dari b. Terpenuhinya kewajiban-
peraturan perundang-undangan perpajakan, kewajiban yang
tetapi belum memenuhi delik pidana. Hal dilakukan secara
tersebut terjadi karena pemanfaatan celah- melawan hukum
celah hukum yang terdapat dalam perundang-undangan
peraturan-peraturan tersebut, atau bahkan perpajakan
yang terdapat dalam konsep dan c. Dilakukan secara sengaja
rasionalisasi adanya kebijakan-kebijakan di berdasarkan data-data
bidang perpajakan. yang ada
c. Pemanfatan celah-celah hukum tersebut
memuat elemen artificiality atau buatan,
artinya yang dilakukan WP sebenarnya

32
Sikap batin pelaku perbuatan pidana (niat jahat); mencakup unsur-unsur pembuat
tindak pidana yaitu sikap batin yang disebut unsur subyektif suatu tindak pidana atau keadaan
psikis pembuat
33
Andrianto Dwi Nugroho, “Hukum Pidana Pajak Indonesia”, (Bandung: Citra Aditya
Bakti), hal 1
127 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.1Januari-Maret 2018

Tabel 5.1.
Perbandingan Penghindaran dan Pengelakan Pajak

penghindaran pajak (tax avoidance) pengelakan pajak


(tax evasion)
tidak mencerminkan keadaan ekonomis
yang sebenarnya atau seharusnya terjadi.
Sumber: Andrianto Dwi Nugroho, Hukum Pidana Pajak Indonesia, hal 3-4

Terdapat pula perundang-undangan diluar yang perpajakan, mengatur


pidana pajak, yaitu pada penjelasan UU Penanaman Modal, 34 yaitu “Yang
dimaksud dengan Tindak Pidana Perpajakan adalah informasi yang tidak benar
mengenai laporan yang terkait dengan pemungutan pajak dengan menyampaikan
surat pemberitahuan, tetapi yang isinya tidak benar atau tidak lengkap atau
melampirkan keterangan-keterangan yang tidak benar sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada Negara dan kejahatan lain yang diatur dalam
undang-undang yang mengatur Perpajakan.” Begitu pula dalam hal pencucian
uang disebutkan bahwa harta kekayaan yang dihasilkan dari tindak pidana salah
satunya berupa tindak pidana perpajakan.35

A. Tindakan Administrasi Yang Dilakukan Oleh Fiscus

Kegiatan perpajakan adalah kegiatan administrasi, sehingga sanksi yang


dijatuhkan berupa kesalahan administrasi. Pidana pada dasarnya hanya
digunakan sebagai ultimum remedium dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan. Ultimum remedium adalah merupakan upaya terakhir, dan disinilah
pidana berperan.
Fiscus sebagai unsur pelaksana dari undang-undang perpajakan tentunya
sangat diharapkan melakukan tugas dan fungsinya sesuai yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan. Pada faktanya, mungkin saja terjadi Fiscus
melakukan tindakan-tindakan yang berdampak merugikan, baik bagi WP,
Negara, dan pihak ketiga lainnya, dan hal tersebut diacam dengan pidana.
Tabel 5.2.
Fiscus, Tindakan Administrasi dan Ancaman Pidana

Fiscus Tindakan administrasi Berdasar PerUU Perpajakan


Fiscus 1. Kelalaian Menghitung
2. Dengan sengaja atau
menetapkan
Fiscus Bertindak diluar kewenangannya Kemenkeu yang mengawasi,
mengevaluasi dan memberi
sanksi

34
Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal,
Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran
Negara (TLN) Nomor 4740, Penjelasan Pasal 33 ayat (3).
35
Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan
Pembrantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI)
Tahun 2010 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 5164.Pasal 2 ayat (1) huruf
v.
Tindakan Hukum Administrasi (Negara) Perpajakan, Harsanto Nursadi 128

Tabel 5.2.
Fiscus, Tindakan Administrasi dan Ancaman Pidana

Fiscus Tindakan administrasi Berdasar PerUU Perpajakan


Fiscus 1. Pemerasan Tunduk pada pasal 368 KUHP
2. Pengancaman
Kepada WP untuk menguntungkan diri
sendiri secara melawan hukum
Fiscus Memaksa WP untuk: Dipidana berdasarkan UU
1. memberikan sesuatu, Korupsi
2. membayar, atau
3. menerima pembayaran, atau
4. mengerjakan sesuatu
Untuk dirinya sendiri dalam bentuk
menyalagunakan kekuasaannya untuk
menguntungkan dirinya sendiri
Fiscus Melaksanakan tugasnya didasarkan Tidak dapat digugat perdata
pada: atau dituntut pidana
1. itikad baik,
2. peraturan perundang-undangan
Sumber: UU KUP, diolah oleh penulis

B. Tindakan Administrasi Yang Dapat Berdampak Pada Pidana,


Dilakukan Oleh WP

1) Tindak pidana SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan)


SPT tidak disampaikan, atau disampaikan tidak sesuai dengan batas
waktu yang ditetapkan36:
(a) Untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lambat 20 (dua puluh)
hari setelah akhir Masa Pajak;
(b) Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan, paling lambat 3 (tiga)
bulan setelah akhir Tahun Pajak.
Tindak pidana yang dilakukan adalah

Karena kealpaan (Ps 38; UU Karena sengaja (Ps 39; UU


16/2000) 16/2000)
(a) Tidak menyampaikan SPT; (a) tidak menyampaikan
SPT; atau
(b) Menyampaikan SPT tetapi (b) menyampaikan Surat
isinya tidak benar atau tidak Pemberitahuan dan
lengkap, atau melampirkan atau keterangan yang
keterangan yang tidak benar isinya tidak benar atau
tidak lengkap; atau

36
Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia No 16 Tahun 2000 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan
Tata Cara Perpajakan. Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2000 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 3984, Pasal 3 ayat (3)
129 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.1Januari-Maret 2018

dapat menimbulkan kerugian dapat menimbulkan


pada pendapatan negara kerugian pada pendapatan
negara

2) Tindak pidana NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)


NPWP mulai diatur pada UU No 6 Tahun 1983, yaitu Setiap WP wajib
mendaftarkan dirinya pada Direktorat Jenderal Pajak dan kepadanya diberikan
Nomor Pokok Wajib Pajak37 adalah dalam rangka self assessment. Self
assessment tersebut dilakukan dengan filosofi pemberian keparcayaan kepada
masyarakat WP untuk dapat melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui
sistem menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri pajak terhutang.
Fungsi NPWP sebagai sarana administrasi perpajakan yang dipakai
sebagai tanda pengenal WP, untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak
serta pengawasan administrasi perpajakan. Tindak Pidana NPWP yaitu:
Dengan sengaja (Pasal 39 ayat (1)) UU No 16/2000
a. tidak mendaftarkan diri, atau
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor
Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2; atau
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara
Dalam hal tidak mendaftarkan diri, pidana terhadap NPWP hampir tidak
dapat dilakukan karena adanya unsur kesengajaan yang harus dibuktikan dalam
tindak pidana tersebut. Apabila perbuatan tidak mendaftarkan/
menyalahgunakan tanpa hak NPWP sebagai suatu kelalaian, maka unsur
kesengajaannya tidak akan terpenuhi.
3) Tindak pidana pembukuan
Orang atau Badan yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
di Indonesia harus mengadakan pembukuan yang dapat menyajikan keterangan
keterangan yang cukup untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak atau harga
perolahan dan penyerahan barang atau jasa guna penghitungan jumlah pajak
terhitung berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.38
Pembukuan tersebut dimaksudkan agar dapat dilakukan perhitungan berapa
jumlah pajak yang seharusnya dibayar oleh WP.

37
Indonesia, Undang-Undang No 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata
Cara, , Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara (TLN) Nomor 3262, Pasal 2
Nomor Pokok Wajib Pajak tersebut adalah suatu sarana dalam administrasi perpajakan
yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Dengan diperolehnya
Nomor Pokok Wajib Pajak, berarti Wajib Pajak telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak.
Fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak tersebut selain dipergunakan untuk mengetahui
identitas Wajib Pajak yang sebenarnya, juga berguna untuk menjaga ketertiban dalam
pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Setiap Wajib Pajak dalam
hal yang berhubungan dengan dokumen perpajakan diharuskan mencantumkan Nomor Pokok
Wajib Pajak yang dimilikinya. Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk
mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) akan dikenakan sanksi pidana.
38
Ibid., Pasal 28
Tindakan Hukum Administrasi (Negara) Perpajakan, Harsanto Nursadi 130

Selain itu, WP dalam negeri yang menerima atau memperoleh


penghasilan dari usaha dan/atau pekerjaan bebas, wajib menyelenggarakan
pembukuan di Indonesia, sehingga dari pembukuan tersebut dapat dihitung
besarnya penghasilan kena pajak.39 Pembukuan harus didasarkan pada suatu cara
yang lazim dipakai di Indonesia.

Dengan sengaja (Pasal 39 ayat (1) huruf e dan f; UU 16 Tahun 2000


e. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain
yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar; atau
f. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak
memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau
dokumen lainnya;
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara

4) Tindak pidana tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut
Terdapat tiga cara untuk melunasi pajak penghasilan,40 yaitu
(a) Pemotongan oleh pihak lain,41
i. pemberi kerja yang membayar gaji, upah, dan honorarium
dengan nama apapun, sebagai imbalan atas pekerjaan yang
dilakukan oleh pegawai atau orang lain yang dilakukan di
Indonesia;
ii. bendaharawan Pemerintah yang membayar gaji, upah,
honorarium, tunjangan tetap, dan pembayaran lain, dengan
nama apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan
yang dibebankan kepada Keuangan Negara;
iii. badan dana pensiun yang membayarkan uang pension;
iv. perusahaan dan badan-badan yang membayar honorarium
atau pembayaran lain sebagai imbalan atas jasa yang
dilakukan di Indonesia oleh tenaga ahli dan/atau
persekutuan tenaga ahli sebagai WP dalam negeri yang
melakukan pekerjaan bebas (sampai dengan ditetapkan di
dalam Pasal 21 ayat 1 UU N0 6 Tahun 1983)
v. WP atas deviden, bunga, sewa, royalty, imbalan, atau jasa
Teknik dan jasa manajemen. WP tersebut perorangan,
pemerintah dan swasta.42
vi. Orang pribadi yang memotong PPh dari WP Luar Negeri
yang menerima pembayaran bunga, deviden dan
sebagainya.43
(b) Pemungutan oleh pihak lain, dan

39
Indonesia, Undang-Undang No 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, Lembaran
Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara (TLN)
Nomor 3262,Pasal 13
40
Ibid., Pasal 20 ayat (1)
41
Ibid., Pasal 21
42
Ibid., Pasal 23
43
Ibid., Pasal 26
131 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.1Januari-Maret 2018

i. Bendaharawan Pemerintah untuk pembayaran barang dan


jasa dan APBN dan APBD.
ii. Dirjen Bea dan Cukai untuk kegiatan impor, Dirjen
Anggaran dan Badan-badan lain untuk pembayaran barang
dan jasa yang memperoleh pembayaran dari Belanja
Negara dan Belanja Daerah.44
(c) Pembayaran pajak oleh WP sendiri
Orang atau Badan-badan yang disebutkan pada bagian
sebelumnya yang dapat tidak menyetorkan atau kurang
menyetorkan pajak yang dipotong atau dipungut.
Dengan sengaja (Pasal 39 ayat (1) huruf g; UU 16 Tahun 2000
g. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau
dipungut
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara
5) Tindak pidana pembocoran rahasia
Pidana ini ditujukan pada Pejabat dan tenaga ahli yang diperbantukan
karena kealpaan atau sengaja45 untuk merahasiakan (tidak memberitahukan
kepada siapapun) mengenai segala sesuatuyang diketahui atau diberitahukan
kepadanya oleh WP dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan
ketentuan perundang-undangan perpajakan.46
Tujuan dari larangan dan ancaman pidana pembocoran tersebut adalah
untuk mencegah disalahgunakannya bahan keterangan WP, dalam persaingan
dagang atau mengungkapkan keadaan asal usul kekayaan atau penghasilan yang
diperoleh, yang pada hakekatnya merupakan rahasia pribadi, berdasarkan asas
hukum pajak.47
6) Tindak pidana tidak membayar pajak
WP telah melampaui batas waktu penyetoran pajak tertuang yang
tercantum dalam SPT, yaitu tiga bulan setelah berakhirnya Tahun Pajak, atau
bahkan melampaui waktu setelah itu.
UU 6/83 tidak mengatur pidana sanksi pidana terhadap WP yang tidak
membayar pajaknya,48 sehingga sanksinya merujuk pada KUHP. Uang yang
seharusnya disetor kepada Negara, dan kemudian dipakai untuk keperluan WP
sendiri, dapat disebut sebagai tindakan penggelapan uang pajak. KUHP
mengatur masalah penggelapan pada pasal 374.
Selain penggelapan yang diancam dalam KUHP, maka bila ternyata
merugikan keuangan negara (karena tidak membayar pajak), maka dapat
berubah menjadi tindak pidana korupsi. Unsur kerugian keuangan negara

44
Ibid., Pasal 22 jo PP No 36 Tahun 1983 dan Kemenkeu RI No 965/KMK.04/1983.
45
Indonesia, Undang-Undang No 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan,
Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran
Negara (TLN) Nomor 4740, Pasal 41 ayat (1) dan (2)
46
Ibid., Pasal 34 ayat (1)
47
Ibid., Penjelasan pasal 34 dan 41
48
Loc., Cit., Pasal 38 dan pasal 39
Tindakan Hukum Administrasi (Negara) Perpajakan, Harsanto Nursadi 132

dapat terpenuhi dalam hal ini (pajak dan korupsi memiliki unsur kerugian
negara).

C. Tindakan Administrasi Yang Dilakukan Oleh Pihak Ketiga

Pihak ketiga dalam hal ini adalah yang terkait dengan kegiatan
perpajakan.
Tabel 5.3.
Tindakan Administrasi yang dilakukan Pihak Ketiga
Dapat berdampak pada hukum pidana

Kewajiban
merahasiakan (berdasar
Kegiatan Pihak ketiga
UU) ditiadakan
Dirjen Menkeu
Pemeriksaan Bank  
pajak, penagihan Akuntan public  
pajak, atau Notaris  
penyidikan tindak Konsultan pajak  
pidana perpajakan Kantor administrasi  
Pihak ketiga lainnya yang
memiliki hubungan dengan  
WP
Pihak ketiga wajib untuk memberikan keterangan atau bukti yang
diminta
Sumber: KMK dan Kep Dirjen, diolah penulis

Pihak ketiga wajib memberikan keterangan atau bukti dengan


permintaan tertulis Dirjen Pajak atau Menteri sesuai dengan kewenangannya.

V. BEBERAPA KASUS TINDAKAN ADMINISTRASI


PERPAJAKAN YANG BERDAMPAK PIDANA

1. Handang Soekarno (Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan


Hukum Ditjen Pajak), Handang terkait menerima suap Rp 1,9 miliar untuk
memainkan nilai wajib pajak PT EK Prima (EKP) Ekspor Indonesia.
Hamdamh dituntut 15 tahun penjara.
2. Gayus Halomoan Partahanan Tambunan. (Direktorat Banding dan
Keberatan Pajak, PNS golongan IIIA) memainkan nilai pajak PT Surya
Alam Tunggal (SAT). Dinyakan bersalah melakukan Korupsi karena
menerima suap senilai Rp 925 juta dari Roberto Santonius, konsultan PT
Metropolitan Retailmart untuk pengurusan keberatan pajak. Gayus juga
terbukti menerima gratifikasi di kasus lain sebesar US$659.800 dan Sin$9,6
jutaAwalnya ia divonis bebas oleh PN Tangerang, yang belakangan
terungkap ia menyuap majelis hakim. Gayus pun akhirnya diadili lagi di PN
Jaksel dan dituntut 20 tahun penjara. Sayang, majelis yang diketuai
Albertina Ho hanya menjatuhkan hukuman 7 tahun penjara.
3. Bahasyim. (Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta VII).
Selama menjabat sejak 2004-2010, Bahasyim dinilai merugikan keuangan
133 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.1Januari-Maret 2018

negara sebanyak Rp 64 miliar. Bahasyim menerima suap Rp 1 miliar dari


wajib pajak Kartini Mulyadi. Ia divonis penjara 12 tahun dan harta
Bahasyiem Rp 60,9 miliar dan US$ 681.147 dirampas untuk negara Jaksa
mengajukan tuntutan 15 tahun penjara dan MA menjatuhkan hukuman 12
tahun penjara ke Bahasyim.
4. Dhana Widyatmika. Kasus terjadi saat menangani pengurusan pajak PT
Mutiara Virgo. PT Mutiara Virgo membayar pajak Rp 120 miliar, tapi hasil
lobi-lobi jahat menyepakati PT Mutiara Virgo cukup membayar Rp 30
miliar. Permainan Dhana terbongkar atas kejelian Kejaksaan Agung
(Kejagung) mengusut kasus itu. Pegawai Ditjen Pajak tersebut bekerja sama
dengan Herly Isdiharsono. Dhana akhirnya dituntut 12 tahun penjara. Di
tingkat kasasi, Dhana divonis 13 tahun penjara. Tapi hukuman Dhana
ringankan menjadi 10 tahun penjara.
5. Herly Isdiharsono (Koordinator Pelaksana PPn Perdagangan Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Palmerah, Jakarta Barat ) juga terseret ikut
mengakali kewajiban pajak PT Mutiara Virgo. Awalnya Herly hanya
dituntut 8 tahun penjara tapi hukumannya diperberat menjadi 12 tahun
penjara oleh Artidjo Alkostar-MS Lumme dan LL Hutagalung.
6. Tommy Hindratno (mantan Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi II
pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Selatan), dituntut 5 tahun
penjara. Ia menerima suap sebesar Rp 280 juta terkait pengurusan restitusi
pajak PT Bhakti Investama, James Gunardjo. Uang itu untuk menyelesaikan
restitusi pajak perusahaan berkode emiten BHIT tersebut. Dalam kasus ini
baik James maupun Tommy divonis tiga tahun enam bulan kurungan dan
denda Rp 100 juta subsider kurungan tiga bulan oleh Pengadilan Tipikor
Jakarta.
7. Pargono Riyadi, (penyidik PNS Ditjen Pajak), pada 9 April 2013 ditangkap
saat menerima uang senilai Rp 125 juta dari seorang kurir bernama
Rukimin. Uang tersebut diduga diberikan oleh mantan pembalap Asep
Hendra guna pengurusan pajak pribadinya.
8. Muhammad Dian Indra dan Eko Darmayanto, (dua orang pemeriksa pajak
di DJP Jakarta Timur), 15 Mei 2013, ditangkap di terminal 3 Bandara
Soekarno Hatta. Keduanya ditangkap bersama seorang kurir bernama Tedy
ketika hendak mengambil uang sebesar Sin$ 300.000 yang sudah diletakkan
dalam mobil di parkiran bandara. Pada Desember 2013, Mereka terbukti
menerima suap Sin$600 ribu untuk pengurusan pajak PT The Master Steel,
Rp 3,25 miliar terkait pengurusan pajak PT Delta Internusa, dan sebesar
US$ 150.000 untuk pengurusan kasus pajak PT Nusa Raya Cipta. Keduanya
divonis sembilan tahun penjara.
9. Anggrah Pratama, (Kepala Kantor Pajak Pratama Bogor), 13 Juli 2012.
diciduk saat menerima uang suap sebesar Rp 300 juta dari karyawan
perusahaan tambang PT Gunung Emas Abadi Endang Dyah Lestari di
Perumahan Legenda Wisata dan Kota Wisata Cibubur, Jakarta Timur.
Anggrah divonis bersalah dengan hukuman selama 6 tahun penjara dan
denda Rp 200 juta.
Tindakan Hukum Administrasi (Negara) Perpajakan, Harsanto Nursadi 134

VI. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Bentuk tindakan administrasi negara dalam perpajakan adalah keluarnya


penetapan berupa Surat dan/atau Surat Keputusan dari Fiscus tentang
berbagai macam kegiatan perpajakan, seperti Surat Tagihan Pajak (STP)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi
Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat
Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak, Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga,
Surat Tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (STPPBB), Surat Ketetapan Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBPKB), Surat
Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar
Tambahan (SKBPKBT), Surat Tagihan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan (STB). Keputusan
2. Bentuk tindakan administrasi negara yang dapat berdampak pada hukum
pidana adalah bila Fiscus, dengan wewenangnya menetapkan surat dan/atau
keputusan pajak dengan melawan hukum atau bertindak di luar
kewenangannya. Melawan hukum yang dilakukan adalah berupa tindakan
administrasi perpajakan yang menguntungkan pihak tertentu, yaitu WP
dan/atau diri Fiscus sendiri. Tindakan administrasi perpajakannya berupa:
a. Karena kelalaiannya atau dengan sengaja, menghitung atau menetapkan
nilai pajak tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
b. Bertindak di luar kewenangannya
c. Melakukan pemerasan, pengancaman kepada WP untuk keuntungan
disi sendiri secara melawan hukum
d. Memaksa WP untuk: memberikan sesuatu, membayar, menerima
pembayaran, atau mengerjakan sesuatu Untuk dirinya sendiri dalam
bentuk menyalagunakan kekuasaannya untuk menguntungkan dirinya
sendiri.
Bentuk dari tindakan administrasi perpajakannya adalah penetapan surat
dan/atau Surat Keputusan.

B. Saran

1. Pajak, yang merupakan tulang punggung penerimaan negara, menempatkan


pajak menjadi objek yang sangat penting. Segala upaya harus dilakukan oleh
Negara/Pemerintah untuk mewujudkan pelaksanaan administrasi
perpajakan yang prudent, walaupun untuk menuju hal tersebut harus
disisihkan anggaran yang besar, dalam bentuk investasi sistem, SDM dan
kontrol yang baik. Masyarakat akan menerima dan melaksanakan kewajiban
135 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.1Januari-Maret 2018

pajaknya, bila yakin penerimaan dan penggunannya dapat dilaksanakan


secara transparan, akuntabel dan memiliki responsibility yang tinggi.
2. Perhitungan pajak, termasuk dalam hal pengurangan atau penghapusan
dilakukan secara on-line, dan terbuka dalam arti terdapat akses yang mudah
untuk pengaduan, serta akuntabel, terhitung secara jelas semua komponen-
komponennya.

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Admosudirjo, Prajudi. “Hukum Administrasi Negara”, Jakarta: Ghali Indonesia,
1988.
H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, “Hoofdstukken van Administratief Recht”,
Utrecht: Uitgeverij Lemma BV., 1995.
Hadjon, Philipus M., dkk. “Kisi-kisi Hukum Administrasi Dalam Konteks Tindak
Pidana Korupsi”,”Hukum Administrasi Dan Tindak Pidana Korupsi”.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press2011.
Huisman, R.J.H.M. tt. “Algemeen Bestuursrecht, een Inleiding”. Kobra:
Amsterdam2002.
Kanter, EY dan SR Sianturi, “Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya”. Jakarta: Storia Grafika.
Leyland, Peter and Terry Woods. “Administrative Laws,” 3rd ed..London:
Blackstone Press Limited, 1999.
Nugroho, Andrianto Dwi. “Hukum Pidana Pajak Indonesia”, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2010.
Prodjodikoro, Wirjono. “Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia”, Bandung:
Refika Aditama, 2003.
Ridwan H.R. “Hukum Administrasi Negara”, edisi revisi, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2006.
Santoso Brotohadihardjo, R. “Pengantar Ilmu Hukum Pajak”, Bandung: PT
Eresco, 1991.
Soemitro, Rochmat. “Asas dan Dasar Perpajakan II”, Bandung: PT Eresco,
1991.
Utrecht, E. “Pengantar Hukum Administrasi Indonesia”. Surabaya: Pustaka
Tinta Mas, 1986.
Peraturan Perundang-undangan
Indonesia, Undang-Undang Nomor Tahun 2014 Tentang Administrasi
Pemerintahan, Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun
2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 5601.
Indonesia, Undang-Uundang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Lembaran Negara
Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2010 Nomor 122, Tambahan
Lembaran Negara (TLN) Nomor 5164.
Tindakan Hukum Administrasi (Negara) Perpajakan, Harsanto Nursadi 136

Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal,


Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2007 Nomor 67,
Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 4724.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga
Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum
Dan Tata Cara Perpajakan,Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI)
Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor
4740.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 Tentang Perubahan Kedua
Atas Indonesia, Undang-undang No 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun
2000 Nomor126, Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor3984.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun1986
Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 3344, Pasal 1
angka 3.
Indonesia, Undang-Undang No 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan
Tata Cara Perpajakan, Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI)
Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor
3262.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan,
Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 1983 Nomor 50,
Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 3263.
Website
https://news.ddtc.co.id/kamus-pajak-memahami-arti-tax-ratio-9895
https://nasional.tempo.co/read/702697/hartanya-disita-hingga-rp-74-m-gayus-
masih-miliarder
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20161122162351-12-174492/rentetan-
kasus-korupsi-yang-menjerat-pegawai-pajak
https://kbbi.web.id/tindak

Anda mungkin juga menyukai