Anda di halaman 1dari 31

Case Report Session

GOUT ARTRITIS

Oleh :

Annisa Damayanti 1740312608

Gangeswary A/P Bathumalai 1740312606

Preseptor:

dr. Afdal Sp.A, M.Biomed

KEPANITERAAN KLINIK FOME III

PUSKESMAS AIR DINGIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

2019

1
BAB 1

Pendahuluan

1.1.Latar Belakang

Penyakit artritis gout merupakan salah satu penyakit inflamasi sendi yang

paling sering ditemukan, ditandai dengan penumpukan kristal monosodium urat di

dalam ataupun di sekitar persendian. Monosodium urat ini berasal dari

metabolisme purin. Hal penting yang mempengaruhi penumpukan kristal adalah

hiperurisemia dan saturasi jaringan tubuh terhadap urat. Apabila kadar asam urat

di dalam darah terus meningkat dan melebihi batas ambang saturasi jaringan

tubuh, penyakit artritis gout ini akan memiliki manifestasi berupa penumpukan

kristal monosodium urat secara mikroskopis maupun makroskopis berupa tofi.1

Artritis gout merupakan penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal

monosodium urat pada jaringan atau supersaturasi asam urat didalam cairan

ekstarseluler. Dari waktu ke waktu jumlah penderita asam urat cenderung

meningkat. Penyakit gout dapat ditemukan di seluruh dunia, pada semua ras

manusia. Prevalensi asam urat cenderung memasuki usia semakin muda yaitu usia

produktif yang nantinya berdampak pada penurunan produktivitas kerja.

Prevalensi asam urat di Indonesia terjadi pada usia di bawah 34 tahun sebesar

32% dan kejadian tertinggi pada penduduk Minahasa sebesar 29,2%.2 Faktor

risiko yang menyebabkan orang terserang penyakit asam urat adalah asupan

senyawa purin berlebihan,usia, konsumsi alkohol berlebih, kegemukan (obesitas),

kurangnya aktivitas fisik, hipertensi dan penyakit jantung, obat-obatan tertentu

(terutama diuretika) dan gangguan fungsi ginjal. Peningkatan kadar asam urat

2
dalam darah, selain menyebabkan gout, menurut suatu penelitian merupakan salah

prediktor kuat terhadap kematian karena kerusakan kardiovaskuler.2

Dua etiologi yang menyebabkan keadaan hiperurisemia adalah ekskresi

asam urat menurun (90% pasien) atau sintesis asam urat meningkat (10% pasien).

Keadaan ekskresi asam urat yang menurun terdapat pada pasien-pasien dengan

penyakit ginjal, penyakit jantung, terapi obat-obatan seperti diuretik, dan

penurunan fungsi ginjal karena usia. Sedangkan keadaan sintetis asam urat

meningkat terdapat pada pasien-pasien dengan predisposisi genetik, diet tinggi

purin, dan konsumsi alkohol.1

1.1 Batasan Penulisan

Penulisan case report session ini dibatasi pada pembahasan mengenai

definisi, etiologi, epidemiologi, patogenesis, gambaran klinis, diagnosis,

pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan artritis gout.

1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan case report session ini bertujuan untuk menambah pengetahuan

penulis dan pembaca mengenai artritis gout.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian

Artritis gout atau yang biasa dikenal dengan artritis pirai merupakan suatu

penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan

atau akibat supersaturasi asam urat di dalam cairan ekstraseluler.3 Artritis gout

merupakan suatu penyakit metabolik yang terkait dengan peradangan sendi akibat

peningkatan kadar asam urat dalam darah/hiperurisemia. Hiperurisemia adalah

suatu keadaan dimana kadar asam urat serum diatas normal yaitu lebih dari 7

mg/dL pada laki-laki dan lebih dari 6 mg/dL pada wanita. Keadaan hiperurisemia

terjadi akibat ekskresi asam urat menurun atau sintesis asam urat meningkat.

Keadaan sintesis asam urat meningkat diakibatkan oleh pengaruh asupan makanan

yang tinggi akan purin, faktor genetik dan asupan alkohol. Peningkatan asam urat

dalam darah merupakan faktor utama terbentuknya kristal-kristal monosodium

urat (MSU) yang terdeposit dalam sendi dan jaringan sekitarnya. Kristal-kristal

tersebut berbentuk seperti jarum dan apabila menumpuk maka akan memicu

reaksi peradangan, bila berlanjut maka akan menimbulkan nyeri hebat di daerah

terkait.

2.2. Epidemiologi

Prevalensi hiperurisemia cenderung meningkat baik pada negara maju

maupun negara berkembang dalam beberapa dekade terakhir ini. Hal tersebut

dipengaruhi oleh kondisi geografis, etnis dan konstitusi faktor genetik. Prevalensi

penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan penderita perempuan dengan rasio

2-7:1 yang proporsi puncaknya pada usia lima puluhan. Penelitian meta-analisis di

4
Cina pada tahun 2011 mendapatkan prevalensi hiperurisemia sebesar 21,6% pada

pria dan 8,6% pada wanita.

Jumlah kejadian artritis gout di Indonesia masih belum jelas karena data

yang masih sedikit. Hal ini disebabkan negara Indonesia memiliki berbagai

macam jenis etnis dan kebudayaan sehingga kejadian artritis gout lebih banyak

variasi namun telah dilakukan penelitian untuk mencari prevalensi hiperurisemia.

Penderita artritis gout pada pria terjadi pada usia yang lebih muda yaitu

pada usia di bawah 34 tahun sebesar 32%.6 Pada wanita, kadar asam urat

umumnya rendah dan meningkat setelah usia menopause. Prevalensi di desa

Tenganan Pegrisingan Karangasem, Bali pada tahun 2011 didapatkan sebesar

28%. Di daerah Minahasa pada tahun 2003, proporsi kejadian artritis gout sebesar

29,2% dan pada etnik tertentu di Ujung Pandang sekitar 50% penderita rata-rata

telah menderita gout 6,5 tahun atau lebih setelah keadaan menjadi lebih parah.

2.3.Etiologi

Seperti yang telah dijelaskan bahwa penyebab dari gout adalah

hiperurisemia. Penyebab hiperurisemia dan gout dapat dibedakan dengan

hiperurisemia primer, sekunder dan idiopatik. Hiperurisemia dan gout primer

adalah hiperurisemia dan gout tanpa disebabkan penyakit atau penyebab lain.

Hiperurisemia dan gout sekunder adalah hiperurisemia atau gout disebabkan

karena penyakit lain atau penyebab lain. Hiperurisemia dan gout idiopatik adalah

hiperurisemia yang tidak jelas penyebab primer, kelainan genetik, tidak ada

kelainan fisiologi atau anatomi yang jelas.

Hiperurisemia dan gout primer terbagi menjadi dua yaitu dengan kelainan

molekular yang masih belum jelas dan hiperurisemia primer karena adanya

5
kelainan enzim spesifik.

Hiperurisemia dengan kelainan molekular yang masih belum jelas dapat

disebabkan oleh dua faktor utama yaitu meningkatnya produksi asam urat dalam

tubuh dan pengeluaran asam urat melalui ginjal yang kurang adekuat namun

dengan etiologi yang tidak diketahui.

Hiperurisemia dengan kelainan enzim spesifik yaitu dengan

meningkatknya produksi asam urat dalam tubuh dapat disebabkan oleh sintesis

atau pembentukan asam urat yang berlebihan oleh karena defisiensi sebagian dari

enzim hipoksantin guanine fosforibosil-transferase (HGPRT) yang dapat

ditemukan pada sindromKelley-Seegmiller.7 Selain itu peningkatan aktivitas

varian dari enzim phoribosylpyrophosphatase (PRPP) sintetase sehingga

menyebabkan overproduksi asam urat.

Hiperurisemia primer karena ekskresi asam urat yang kurang adekuat

(underexcretion) kemungkinan disebabkan karena faktor genetik. Hal tersebut

ditandai dengan kadar fractional uric acid clearance pada hiperurisemia primer

tipe underexcretion didapatkan lebih rendah dari orang normal.7

Hiperurisemia dan gout sekunder dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu

kelainan yang menyebabkan peningkatan de novo biosynthesis, yaitu kelainan

yang menyebabkan peningkatan degradasi ATP atau pemecahan asam nukleat dan

kelainan yang menyebabkan underexcretion. Kelainan karena peningkatan de

novo biosynthesis terdiri dari kekurangan menyeluruh enzim HPRT pada sindrom

Lesh-Nyhan, kekurangan enzim glucose 6-phosphatase pada glycogen storage

disease (Von Gierkee) dan kelainan karena kekurangan enzim fructose-1-

phosphate aldolase.7

6
2.4.Patofisiologi

Metabolisme asam urat

Asam urat merupakan produk akhir dari metabolisme purin. Purin

merupakan hasil metabolisme asam nukleat yang secara langsung diubah dari

makanan. Pemecahan nukelotida purin terjadi di semual sel, tetapi asam urat

hanya dihasilkan oleh jaringan yang mengandung xanthine oxsidase (XO)

terutama di hepar dan usus kecil. Rerata sintesis asam urat endogen setiap harinya

adalah 300-600 mg per hari, dari diet 600 mg per hari lalu diekskresikan ke urin

rerata 600 mg per hari dan ke usus sekitar 200 mg per hari. Pada keadaan normal,

90% metabolit nukleotid (adenine, guanine dan hipoxantin) dipakai kembali untuk

membentuk adenine monophosphat (AMP), inosinemonophosphat (IMP) dan

guanine monophosphate (GMP) oleh enzim adenine phosphoribosyltransferase

(APRT) dan hypoxantine guaninephosphoribosyltransferase (HGPRT).5 Dua

pertiga total urat tubuh berasal dari pemecahan purin endogen, hanya sepertiga

yang berasal dari diet yang mengandung purin. Pada pH netral, asam urat dalam

bentuk ion asam urat (monosodium urat) banyak terdapat dalam darah.

Sintesis asam urat dimulai dari terbentuknya basa purin dari gugus ribosa,

yaitu 5-phosporibosyl-1-porphosphat (PRPP) yang didapat dari ribose 5 fosfat

yang disintesis dengan ATP (adenosinetriphosphate) dan merupakan sumber

gugus ribosa.5 Reaksi pertama, PRPP bereaksi dengan glutamin membentuk

fosforibosilamin yang mempunyai sembilan cincin purin. Reaksi ini kemudian

dikatalisis oleh PRPP glutamil amidotransferase, suatu enzim yang dihambat oleh

produk nukleotida IMP, AMP dan GMP.5 Ketiga nukleotida ini juga menghambat

produksi nukelotida purin dengan menurunkan kadar substrat PRPP. IMP

7
merupakan nukleotida purin pertama yang dibentuk dari gugus glisin dan

mengandung basa hipoxanthine. IMP berfungsi sebagai titik cabang dari

nukelotida adenine dan guanine. AMP berasal dari IMP melalui penambahan

sebuah gugus amino aspartate ke karbon enam cincin purin dalam reaksi yang

memerlukan guanosine triphosphate (GTP).5

GMP berasal dari IMP melalui pemindahan satu gugus amino dari amino

glutamin ke karbon dua cincin purin, reaksi ini membutuhkan ATP. Selanjutnya

AMP mengalami deaminasi menjadi inosin, kemudian IMP dan GMP mengalami

defosforilasi menjadi inosin dan guanosin.5 Basa hypoxanthine terbentuk dari IMP

yang mengalami defosforilasi dan diubah oleh xanthine oxidase menjadi xhantine

serta guanine akan mengalami deaminasi untuk menghasilkan xanthine juga.

Xhantine akan diubah oleh xhantine oxidase menjadi asam urat.

Gambar 1. Metabolsime asam urat.3

8
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa asam urat dalam

peredaran darah dalam bentuk monosodium urat (MSU). Apabila konsentrasi

MSU dalam plasma berlebih atau dalam keadaan hiperurisemia yaitu lebih dari

7,0 mg/dL maka akan membentuk kristal. Hal ini terjadi dikarenakan kristal MSU

tersebut tingkat kelarutan dalam plasma sangat rendah. Faktor-faktor yang

mendorong terjadinya serangan artritis gout pada penderita hiperurisemia belum

diketahui pasti. Diduga kelarutan asam urat dipengaruhi oleh pH, suhu dan ikatan

antara asam urat dan protein plasma.

Kristal MSU yang menumpuk akan berinteraksi dengan fagosit melalui

dua mekanisme. Mekanisme pertama adalah dengan mengaktifkan sel-sel melalui

rute konvensional yaitu opsonisasi dan fagositosis serta mengeluarkan mediator

inflamasi.5 Mekanisme kedua adalah MSU berinteraksi langsung dengan

membran lipid dan protein melalui membran sel dan glikoprotein pada fagosit.

Dari interaksi tersebut mengaktivasi beberapa jalur transduksi seperti protein G,

fosfolipase C dan D, Srctyrosine-kinase, ERK1/ERK2, c-Jun N-terminal kinase,

dan p38 mitogen-activated protein kinase. Mediator-mediator tersebut akan

menginduksi pengeluaran interleukin (IL) pada sel monosit dan merupakan faktor

penentu terjadinya akumulasi neutrofil.5

Pengenalan kristal MSU atau desensitisasi diperantarai oleh Toll-like

receptor (TLR) 2 dan TLR 4 yang kemudian kedua reseptor tersebut beserta TLR

protein penyadur MyD88 mendorong terjadinya fagositosis. Proses pengenalan

oleh TLR 2 an 4 akan mengaktifkan faktor transkripsi nuclear factor-kB dan

menghasilkan berbagai macam faktor inflamasi. Proses fagositosis MSU

mengahasilkan reactive oxygen species melalui NADPH oksidase. Keadaan

9
tersebut mengakitfkan NLRP3, MSU juga menginduksi pelepasan ATP yang

nantinya akan mengaktifkan P2X7R. Ketika P2X7R diaktifkan akan terjadi proses

pengeluaran cepat kalium dari dalam sel yang merangsang NLRP3. Kompleks

makro molekular yang disebut dengan inflamasom terdiri dari NLRP3, ASC dan

pro-caspase-1 dan CARDINAL. Semua proses diatas nantinya akan menghasilkan

IL-1alfa.5

Salah satu komponen utama pada inflamasi akut adalah pengaktifan

vascular endothelial yang menyebabkan vasodilatasi dengan peningkatan

aliran darah, peningkatan permeabilitas terhadap protein plasma dan pengumpulan

leukosit ke dalam jaringan.5 Aktivasi endotel akan menghasilkan molekul adhesi

seperti E-selectin, intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan vascular cell

adhesion molecule-1 (VCAM-1) yang kemungkinan disebabkan karena adanya

faktor TNF-alfa yang dikeluarkan oleh sel mast.5

Neutrofil berkontribusi pada proses inflamasi melalui faktor kemotaktik

yaitu sitokin dan kemokin yang berperan pada adhesi endotel dan proses

transmigrasi. Sejumlah faktor yang diketahui berperan dalam proses artritis gout

adalah IL-1alfa, IL-8, CXCL1 dan granulocyte stimulating-colony factor.5

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kadar MSU dalam darah

dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu produksi dan ekskresi. Apabila kedua faktor

tersebut terganggu maka akan memengaruhi kadar MSU, bisa berlebih ataupun

bisa berkurang. Hiperurisemia adalah kadar MSU dalam darah yang berlebih yaitu

lebih dari 7 mg/dL. Ada beberapa faktor yang memengaruhi hiperurisemia

antaralain:

10
2.4.1. Nutrisi

MSU merupakan produk hasil metabolisme dari purin. Purin merupakan

suatu senyawa basa organic yang menyusun asam nukleat atau asam inti dari sel

dan termasuk dalam kelompok asam amino, unsur pembentuk protein. Makan-

makanan yang mengandung purin tinggi (150 – 180 mg/100 gram) misalnya

jeroan baik dagin sapi, kambing maupun babi, makanan hasil laut (seafood),

kacang-kacangan, bayam, jamur, kembang kol, sarden, kerang, minuman

beralkohol.3 Gaya hidup seseorang yang senang dengan makanan-makanan yang

disebut diatas berisiko tinggi terjadinya hiperurisemia asimptomatik maupun

serangan gout akut. Namun terdapat makanan yang tinggi purin yang tidak

meningkatkan kadar MSU. Makanan tersebut bersumber dari nabati seperti

asparagus, polong- polongan, kembang kol dan bayam.

2.4.2. Obat-obatan

Seseorang yang mengonsumsi obat-obatan diuretika seperti furosemide

dan hidroklorotiazida, obat-obatan kanker, vitamin B12 dapat meningkatkan kadar

MSU dalam darah yaitu dengan meningkatkan absorbsi asam urat di ginjal

sehingga menurunkan ekskresi asam urat urin.5

2.4.3. Obesitas

Kelebihan berat badan (IMT>25 kg/m4) dapat meningkatkan kadar asam

urat dan juga memberikan beban penopang sendi tubuh yang lebih berat. Obesitas

berkaitan dengan resistensi insulin. Insulin diduga meningkatkan reabsorbsi asam

urat pada ginjal melalui urate dependent anion transporter-1 (URAT1) atau

melalui sodium dependent anion cotransporter pada brush border yang terletak

pada membran ginjal bagian tubulus proksimal.5 Hal ini mengakibatkan gangguan

11
pada proses fosforilasi oksidatif sehingga kadar adneosin dalam tubuh meningkat.

Peningkatan adenosine dalam tubuh menyebabkan retensi sodium, asma urat dan

air oleh ginjal.5

2.4.4. Usia

Hiperurisemia dapat terjadi pada semua tingkat usia namun kejadian ini

meningkat pada laki-laki dewasa berusia lebih dari 30 tahun dan wanita setelah

menopause atau berusia lebih dari 50 tahun. Hal ini disebabkan oleh karena pada

usia ini wanita mengalami gangguan produksi hormon estrogen. Hormon tersebut

berisfat urikosurik yaitu meningkatkan ekskresi asam urat dalam urin.

2.4.5. Genetik

Mutasi genetik dapat diasosiasikan dengan kelebih produksi asam urat

atau memengaruhi ekskresi asam urat oleh karena defek sistem transport asam urat

pada ginjal. Orang-orang berkulit hitam juga memiliki risiko tinggi terjadinya

hiperurisemia.

2.5. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis artritis gout terdapat beberapa tahapan yaitu terdiri dari

artritis gout asimptomatik, artritis gout akut, interkritikal gout dan gout menahun

dengan tofus.

1. Asimptomatik artritis gout

Merupakan tahap pertama hiperurisemia dan bersifat tanpa

gejala/asimptomatik. Kondisi ini dapat terjadi untuk beberapa jangka waktu lama

dan ditandai dengan penumpukan asam urat pada jaringan yang bersifat silent.3,5

Pada tahap ini harus diupayakan untuk menurunkan kadar asam urat dalam darah

dengan mengubah pola makan atau gaya hidup.

12
2. Akut artritis gout

Tahap ini terjadi radang sendi yang timbul sangat cepat dan dalam waktu

yang singkat. Radang sendi muncul tiba-tiba ketika bangun pagi, pasien akan

merasakan sakit yang hebat sampai kesulitan dalam berjalan. Radang sendi

biasanya terjadi pada salah satu sendi pada ekstremitas atas atau bawah

(monoartikuler) dengan keluhan utama nyeri seperti tertusuk-tusuk, bengkak,

terasa hangat, merah dengan gejala sistemik berupa demam, menggigil dan merasa

lelah. Pada 50% kasus, serangan artritis gout akut terjadi pada

metatarsophalangeal-1 (MTP-1) yang biasa disebut dengan podagra.5 Apabila

berlanjut dan tidak terobati maka serangan dapat bersifat poliartikular yaitu

terjadi pada sendi-sendi lainnya misalnya sendi lutut, pergelangan kaki, sendi-

sendi pada jari tangan, dll, selain itu dapat timbul rekurensi yang multipel, interval

antara serangan singkat dan tidak menentu.

3. Interkritikal gout

Fase ini merupakan kelanjutan daripada serangan akut gout dan biasanya

dapat sembuh sendiri walaupun tidak diobati. Setelah serangan terdapat interval

waktu atau jeda waktu dimana pasien tidak timbul gejala dan sifatnya

asimptomatik. Fase ini merupakan interkritikal. Secara klinis tidak menimbulkan

gejala namun pada aspirasi sendi dapat ditemukan kristal urat yang menunjukkan

bahwa proses peradangan tetap berlanjut atau kemungkinan deposit asam urat

secara silent.3,5 Keadaan ini dapat terjadi satu atau beberapa kali pertahun atau

dapat sampai 10 tahun tanpa serangan akut.

4. Gout menahun dengan tofus

Pada stadium ini umumnya disertai dengan tofus yang banyak dan bersifat

13
poliartikuler. Tofus terbentuk pada masa artritis gout kronis akibat insolubilitas

(kemampuan kelarutan relatif asam urat). Tempat-tempat yang sering dihinggapi

adalah bursa olecranon, tendon Achilles, permukaan ekstensor lengan bawah,

bursa infrapatelar dan heliks telinga. Tofus dapat menghilang apabila diterapi

dengan cepat. Tofus yang besar dapat dilakukan ekspirasi namun hasilnya kurang

memuaskan.5 Pada stadium ini biasanya tofus disertai dengan penyakit ginjal

menahun. Tofus biasanya sangat sulit dibedakan dengan nodul pada artirits

rheumatoid sehingga perlu observasi yang lebih teliti untuk menegakkan diagnosis

gout menahun.

a. Pemeriksaan Klinis

Pada pemeriksaan klinis dapat ditentukan dengan anamnesa, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosa asam urat dilakukan dengan

pemeriksaan lewat laboratorium, pemeriksaan radiologis dan cairan sendi. Pada

anamnesa terutama ditujukan untuk mendapatkan faktor keturunan dan kelaianan

atau penyakit lain sebagai penyebab sekunder hiperurisemia. Pertanyaan yang

dapat menggali seperti adakah keluarga yang menderita hiperurisemia dan gout,

kebiasaan pasien meminum alkohol, memakan obat-obatan tertentu secara teratur,

adanya kelaianan darah, kelaianan ginjal atau penyakit lainnya.

Pemeriksaan fisik sama seperti anamnesa yaitu mencari kelaianan atau

penyakit sekunder hiperurisemia terutama tanda-tanda anemia atau phletora,

pembesaran organ limfoid, keadaan kardiovaskular dan tekanan darah, keadaan

dan tanda kelaianan ginjal serta kelaianan pada sendi.

Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk mengarahkan dan memastikan

penyebab hiperurisemia. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berdasarkan

14
perkiraan diagnosis setelah dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik lengkap.

Pemeriksaan penunjang yang rutin dilakukan adalah kadar asam urat dalam darah

dan urin 24 jam. Kadar asam urat dalam urin 24 jam penting dikerjakan untuk

mengetahui apakah penyebab hiperurisemia disebabkan oleh overproduction atau

underexcretion. Kadar asam urat dalam urin 24 jam pada orang normal adalah

dibawah 600 mg/hari.7 Pemeriksaan cairan sendi yang dilakukan dibawah

mikroskop untuk melihat Kristal urat atau monosodium urate (Kristal MSU)

dalam cairan sendi. Hal ini dilakukan dengan mengaspirasi cairan sendi dengan

menggunakan spuit. Selanjutnya adalah pemeriksaan dengan rontgen.

Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan diawal setiap pemeriksaan sendi.

Pemeriksaan ini paling efektif apabila penyakit sudah berlangsung kronis dan

sering kumat, bahkan apabila tidak membaik dianjurkan untuk dilakukan

magnetic resonance imaging (MRI).7 Hal ini dilakukan untuk melihat kelaianan

baik pada sendi maupun pada tulang dan jaringan di sekitar sendi.

b. Kriteria Diagnostik

Kriteria diagnostik gout bertujuan untuk memudahkan dan membantu

klinisi dalam identifikasi akut artritis gout dengan gold standart yaitu tetap

berdasarkan dari pemeriksaan fisik. Kriteria diagnosis ini telah disepakati oleh

American College of Rheumatology (ACR) dan European League Against

Rheumatism (EULAR) pada tahun 2015.8 Menurut kriteria yang dibuat oleh kedua

badan internasional tersebut, ada beberapa langkah yang harus diidentifikasi untuk

memenuhi syarat kriterianya. Langkah pertama adalah entry criterion, yang

ditandai dengan pada pasien terdapat satu episode bengkak, nyeri atau sensitive

terhadap nyeri di daerah peripheral joint atau di bursa.8 Kemudian langkah kedua

15
adalah sufficient criterion yaitu adanya bukti jelas kristal MSU pada sendi atau

bursa yang mengalami keluhan tersebut atau adanya presentasi tofus.8Apabila

pasien memenuhi kriteria pada langkah kedua maka pasien tidak perlu memenuhi

kriteria selanjutnya pada langkah ketiga, artinya diagnosis pasien sudah tegak

mengalami artritis gout. Langkah ketiga yaitu criteria, digunakan apabila pada

langkah kedua tidak terjadi pada pasien.8 Pada langkah ketiga terbagi menjadi dua

poin untuk menegakkan diagnosis yaitu:

I.Secara klinis

1. Pola lokasi nyeri yang bersangkutan saat episode gejala/simptomatis. Hal

tersebut dapat terjadi secara monoartikular atau poliartikular, umumnya di ankle

atau mid-foot dapat disertai/tidak dengan keterlibatan sendi metatarsophalangeal.

2. Karakteristik dari episode simptomatisnya. Terdapat tiga karakteristik

yaitu adakah eritema disekitar sendi-sendi yang terserang (dapat ditemukan pada

pemeriksaan fisik oleh klinisi atau keluhan utama pasien datang berobat), pasien

tidak berani untuk menyentuh bagian-bagian yang terserang dan keluhan tersebut

dapat disertai dengan kesulitan untuk berjalan atau ketidakmampuan untuk

menggunakan sendi-sendi yang terlibat.

3. Lamanya serangan tanpa memperdulikan penggunaan anti- inflamasi.

Kriterianya yaitu lamanya nyeri maksimal kurang dari 24 jam, mengalami

resolusi gejala dalam waktu kurang dari 14 hari dan resolusi komplit yang terjadi

diantara episode simptomatik.

4. Bukti klinis dari tofus. Hal ini ditandai dengan adanya nodul subkutaneus

yang kering atau putih seperti kapur. Lokasi yang sering terkena di sendi, daun

telinga, bursa olecranon, pada jari dan tendon (Achilles).

16
II.Laboratorium

1. Kadar serum urat. Idealnya pasien diperiksa kadar serum uratnya saat tidak

mengonsumsi ULT dan lebih dari 4 minggu setelah awal episode serangan

2. Analisis cairan sendi/synovial yang diaspirasi dari sendi atau bursa yang

bersangkutan

III. Imaging

1. Adanya bukti nyata deposit urat pada sendi atau bursa yang mengalami

gejala yang dideteksi menggunakan ultrasound evidence of double contour


8
sign atau dual-energy computed tomography.

2. Adanya bukti kerusakkan sendi yang diduga oleh karena gout dengan

radiografi konvensional pada tangan atau kaki serta menunjukkan paling

sedikit satu erosi.8

17
Gambar 2. Diagnosis Kriteria Gout menurut ACR dan EULAR 2015.8

c. Penatalaksanaan

Manejemen penatalaksanaan pada setiap penyakit dibagi menjadi 2 yaitu

secara farmakologis dan non-farmakologis. Secara farmakologis, tujuang

pengobatan pada penderita artritis gout adalah untuk mengurangi rasa nyeri,

mempertahankan fungsi sendi dan mencegah terjadinya kelumpuhan. Terapi yang

18
diberikan harus dipertimbangkan sesuai dengan berat ringannya artritis gout dan

berdasarkan kondisi objektif penderita dan perawatan komorbiditas.

I. Tatalaksana farmakologis

EULAR tahun 2016 mengeluarkan beberapa butir rekomendasi dalam

penanganan pasien dengan serangan gout akut dan terapi selanjutnya yaitu:9

1. Terapi lini pertama - Kolkisin (serangan dalam Dosis:


serangan gout 12 jam pertama) pada - Kolkisin: 1 mg/hari
hari pertama dan/atau (dalam jam pertama)
NSAID+PPI dan kemudian dilanjutkan 0,5
kortiksteroid oral mg (1 jam setelahnya)
- Rekomendasi: kombinasi pada hari pertama
kolkisin dan NSAID serangan
atau kolkisin dan - Kortikosteroid oral:
kortikosteroid oral prednisolon 30-35
- Kontraindikasi NSAID mg/hari dengan
dan kortikosteroid oral: pengobatan kurang lebih
pada pasien dengan 3-5 hari
gangguan ginjal berat
- Kontraindikasi kolkisin:
pasien yang menjalani
terapi P-glycoprotein
dan/atau CYP3A4
inhibitor seperti
siklosporin atau
klaritromisin
2. Terapi serangan gout - Anti-IL beta - Dosis
berulang dan kontraindikasi - Anti-IL 1 - Canakinumab 150 mg iv
terhadap terapi lini pertama - Indikasi: pada pasien subkutan, pengobatan
yang kontraindikasi, selama 3 hari
intoleransi dan tidak - Anti-IL1 100 mg,
respon dengan terapi pengobatan selama 3 hari
NSAID dan/atau
kolkisin
- Kontraindikasi IL-1:
pasien dengan infeksi
berat atau sepsis

19
3. Terapi profilaksis dari - Kolkisin - Dosis
serangan gout - NSAID - Kolkisin 0,5-1 mg/hari
- Diberikan 6 bulan setelah - NSAID:
menjalani terapi obat - Naproxen 250 mg, 2x1
penurun asam urat/uric tablet (dosis rendah)
lower therapy (ULT)
- Kontraindikasi kolkisin:
pasien yang menjalani
terapi P- glycoprotein
dan/atau CYP3A4
inhibitor seperti
siklosporin atau
klaritromisin
- Kontraindikasi NSAID:
pada pasien dengan
gangguan ginjal berat
4. Terapi ULT - Diberikan pada pasien - Dosis
yang mengalami serangan- Allopurinol 200-300
gout akut lebih dari 2 mg/hari
kali/tahun, terdapat tophi,
artropati urat dan atau
batu ginjal.
5. Monitoring pada pasien - Serum asam urat harus-
dengan terapi ULT dimonitor dan dijaga < 6
mg/dL
- Kadar serum urat < 5
mg/dL harus dicapai pada
pasien dengan gout berat
yang ditandai dengan
tophi, artropati kronik
dan serangan yang sering
- Kadar asam urat < 3
mg/dL tidak
direkomendasi dengan
terapi ULT jangka
panjang

20
6. Inisisasi terapi ULT - Pada saat awal terapi- Dosis
ULT harus menggunakan- Allopurinol
dosis rendah yang- Dosis awal: 100 mg/hari,
kemudian dosis di tritasi kemudian ditingkatkan
sampai kadar serum asam menjadi 600-800 mg/hari
urat mencapai target yaitu- Febuxostat
< 6 mg/dL - Dosis: 80-120 mg/hari
- Kadar asam urat harus
dijaga < 6 mg/dL seumur- Urikosurik
hidup Benzbromarone Dosis:
- Obat yang digunakan 50-200 mg/hari
adalah kombinasi- Probenesid Dosis: 1-2
allopurinol dengan g/hari
urikosurik, febuxostat
(menjadi pilihan apabila
pasien tidak respon
dengan kadar asam urat
belum mencapai target)
7. Terapi ULT pada pasien - pasien seperti ini, dosis
dengan gangguan ginjal berat alluporinol yang dipakai
maksimum harus di
setarakan dengan klirens
kreatinin. Apabila target
serum asam urat tidak
tercapai, maka diganti
dengan febuxostat atau
benzbromaron dengan
atau tanpa allopurinol,
termasuk pada pasien
dengan laju filtrasi
glomerulus < 30
mL/menit
8. Terapi ULT pada pasien - Pegloticase, ULT yang
dengan kronik gout tofus dan sangat kuat berasal dari
angka harapan hidup rendah strain yang dimodifikasi
secara genetik dari
kuman Escherichia coli
yang mengkatalisasi
oksidasi dari asam urat
menjadi bentuk yang
mudah larut yaitu
allantoin

21
9. Terapi pada pasien yang - Segera mengganti obat
mendapatkan terapi diuretic anti-hipertensi ke
golongan seperti calcium
channel blocker (CCB)
atau apabila pasien juga
hyperlipidemia, maka
menggunakan obat
golongan statin atau
fenofibrat

Gambar 3. Algoritma Manajemen Terapi pada Serangan Akut Gout.9

22
Gambar 4. Algoritme Manajemen Terapi Hiperurisemia.9

II. Tatalaksana non-farmakologi

Beberapa gaya hidup yang dianjurkan antara lain adalah dengan

menurunkan berat badan, mengonsumsi makanan sehat, olahraga, menghindari

rokok dan konsumsi air yang cukup. Modifikasi diet untuk penderita obesitas

adalah dengan target mencapai indeks masa tubuh yang ideal. Diet yang terlalu

ketat dan diet tinggi protein atau rendah karbohidrat harus dihindari. Pada

penderita gout dengan riwayat batu saluran kemih disarankan untuk mengonsumsi

2 liter air tiap harinya.5

d. Komplikasi

Artritis gout dapat menyebabkan beberapa komplikasi meliputi severe

degenaritve arthritis, infeksi sekunder, batu ginjal dan fraktur pada sendi. Sitokin,

kemokin, protease dan oksidan yang berperan dalam proses inflamasi akut juga

berperan pada proses inflamasi kronis sehingga menyebabkan sinovitis kronis,

23
destruksi kartilago dan erosi tulang.5 Kristal MSU urat mengaktivasi osteoblas

sehingga mengeluarkan sitokin dan menurunkan fungsi anabolik yang nantinya

berkontribusi terhadap kerusakan juxta artikular tulang.5

Selain itu nefropati gout kronik merupakan penyakit tersering yang

ditimbulkan karena hiperurisemia yang terjadi akibat dari pengendapan kristal

MSU dalam tubulus ginjal. Pada jaringan ginjal bisa terbentuk mikrotofi yang

menyumbat dan merusak glomerulus.

Artritis gout sering dikaitkan dengan peningkatan resiko terjadinya batu

ginjal. Hal tersebut dikarenakan pH urin rendah yang mendukung terjadinya asam

urat yang tidak larut. Batu ginjal atau nefrolitiasis asam urat merupakan

pembentukkan massa keras seperti batu di dalam ginjal yang dapat menyebabkan

nyeri, pendarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi.3,5 Terdapat tiga hal

yang signifikan kelainan pada urin yang digambarkan pada penderita batu ginjal

yaitu hiperurikosuria, rendahnya pH dan rendahnya volume urin.

e. Prognosis

Prognosis penyakit artritis gout merupakan prognosis penyakit yang

menyertainya. Penyakit ini sering dikaitkan dengan morbiditas yang cukup besar

dengan episode serangan akut yang sering menyebabkan penderita cacat.3,5

Artritis gout yang diterapi lebih dini dan benar akan membawa prognosis

yang baik jika kepatuhan penderita terhadap pengobatan juga baik. Jarang artritis

gout sendiri yang menyebabkan kematian atau fatalitas pada penderitanya.5

Penyakit ini biasanya sering terkait dengan penyakit yang berbahaya lainnya

dengan angka mortalitas yang cukup tinggi seperti hipertensi, dyslipidemia,

penyakit ginjal dan obesitas.

24
BAB III

LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien

a. Nama/Kelamin/Umur : Ny. A / Perempuan / 69 tahun

b. Pekerjaan/pendidikan : IRT

c. Agama : Islam

d. Alamat : Balai Gadang

2. Keluhan Utama

Nyeri dan bengkak pada pergelangan kaki kiri sejak 1 hari yang lalu.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

- Nyeri pada persendian terutama lutut sejak 1 hari yang lalu hilang timbul.

Nyeri dirasakan terutama pada pagi hari, tidak menjalar, dan terasa panas pada

persendian.

- Pasien sudah dikenal mengalami asam urat tinggi sejak 2 tahun yang lalu dan

sudah pernah mendapat obat anti asam urat sebelumnya. Namun, tidak

kontrol kadar asam uratnya karena keluhannya sudah berkurang, tapi hanya

datang ke puskesmas untuk berobat nyeri sendinya saja.

- Riwayat suka makan jeroan, kacang-kacangan ada

- Riwayat suka makanan berminyak ada

- Riwayat trauma di kaki tidak ada

- Riwayat minum beralkohol tidak ada

4. Riwayat Penyakit dahulu

- Riwayat Hipertensi ada,

- Riwayat DM, dan gangguan ginjal tidak ada

24
5. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga menderita keluhan yang sama seperti pasien

6. Pemeriksaan Fisik Status Generalis

- Keadaan Umum : Sedang

- Kesadaran : CMC

- Tekanan Darah : 180/100 mmHg

- Nadi : 84 x/ menit

- Nafas : 20 x/menit

- Suhu : 36,8 0C

- BB : 69 kg TB : 150 cm

- Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik

- KGB : tidak ada pembesaran KGB

Thorax

- Paru

Inspeksi : simetris kiri = kanan Palpasi : fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)

- Jantung

Inspeksi : Iktus tidak terlihat

Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : Batas-batas jantung dalam batas normal Auskultasi : Irama

teratur, bising (-)

25
- Abdomen

Inspeksi : tidak tampak membuncit, Distensi (-)

Palpasi : Hepar/Lien tidak teraba, NT(-), NL (-), Perkusi : Tympani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

- Ektremitas

Edem dan hiperemis pada lutut, nyeri tekan (+)

7. Laboratorium : Asam Urat 7,4 mg/dl

8. Diagnosis Kerja

Artritis Gout

9. Diagnosis Banding

- OA

- RA

10. Manajemen

a. Preventif :

- Modifikasi gaya hidup

- Minum air cukup setiap hari (8-10 gelas/hari).

- Hindari konsumsi alkohol

- Hindari makanan tinggi lemak (gorengan/makanan bersantan)

- Pola diet sehat (rendah purin): kurangi makan makanan tinggi purin

(seperti: Jeroan, daging merah, seafood, kacang-kacangan, bayam, dll )

b. Promotif :

- Menganjurkan pasien untuk kontrol rutin ke puskesmas

- Menganjurkan pasien agar rutin berolahraga.

26
c. Kuratif :

- Amlodipin 1 x 10 mg

- Allopurinol 1 x 100 mg

- Na diklofenac 2 x 50 mg

- Ranitidine 2 x 150 mg

d. Rehabilitatif :

Kontrol teratur ke puskesmas.

27
BAB IV

PEMBAHASAN

Telah datang seorang pasien perempuan berusia 69 tahun ke Puskesmas

Air Dingin poli Lansia dengan keluhan utama nyeri dan panas pada persendian

sejak 1 hari yang lalu. Pasien di diagnosis dengan artritis gout.

Penegakan diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan penunjang. Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan Nyeri pada

persendian. Selain itu pasien juga sering makan jeroan daging sapi, dan kacang

panjang dan kacang-kacangan. Riwayat trauma tidak ada. Riwayat konsumsi

alkohol tidak ada.

Pada pemeriksaan fisik, paru, jantung dan abdomen dalam batas normal.

Pada ekstremitas tidak ditemukan bengkak pada sendi. Pemeriksaan penunjang

ditemukan kadar asam urat yang meningkat yaitu 7,4 mg/dl (normal perempuan

2,6-6 mg/dl)

Manajemen tatalaksana pada pasien ini dilakukan dalam bentuk promotif,

preventif, kuratif,dan rehabilitatif. Upaya promotif dan peventif yang diberikan

pada pasien berupa edukasi untuk minum air cukup setiap hari (8-10 gelas/hari),

mengelola obesitas dengan menjaga berat badan ideal, hindari konsumsi alkohol,

kurangi memakan makanan tinggi lemak, pola diet sehat (rendah purin): kurangi

makan makanan tinggi purin (seperti: Jeroan, daging merah, seafood, kacang-

kacangan, bayam, dll )

28
Terapi kuratif berupa pemberian medikamentosa yaitu agen penurun asam

urat, Allopurinol dengan dosis 100 mg per hari, dan NSAID, Na Diklofenak

sebagai analgetik. Untuk mencegah terjadinya gastropati NSAID diberikan

profilaksis ranitidine 2x150 mg, Pasien diminta kontrol ke puskesmas 2 minggu

setelah pemberian obat untuk melihat perkembangan penyakit.

29
DAFTAR PUSTAKA
1. Tehupeiroy ES. Artrtritis pirai (arthritis gout). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.hal.2550-60.
2. Shalihah, Fatwa Moratus. Diagnosis and Treatment Gout Arthritis. Lampung:
J. Majority;2014.
3. Widyanto FW. Artritis Gout dan Perkembangannya. Ejournal. Vol. 10. No. 2.
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/viewFile/4182/4546.
4. DianatiNA. Gout dan Hiperurisemia. J MAJORITY. Vol. 4. No. 3. 2015.
5. Khanna D et al. American College of Rheumatology Guidlelines for
Management of Gout, Part 1: Systematic Nonpharmacologic and Pharmacologic
Therapeutic Approaches to Hyperuricemia. American College of Rheumatology.
Vol. 64. No. 10, pp. 1431-46. 2012.
6. Sholihah, FM. Diagnosis and Treatment Gout Arthritis. J MAJORITY. Vol. 3.
No. 7. 2014.
7. PutraTJ. Hiperurisemia. Dalam Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M,
Setiyohadi B, Syam AF (eds).Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid
III.Jakarta: Interna Publishing. hal. 1213-16.
8. Neogi T, Jansen TLTA, Dalbeth N, et al. Gout classification criteria: an
American College of Rheumatology/European League Against Rheumatism
collaborative initiative Ann Rheum Dis 2015;74:1789-98.
9. Richette P et al. 2016 Updated EULAR Evidence-Based Recommendations for
the Management of Gout. Group.bmj.com. 76:29-42. 2017.

30

Anda mungkin juga menyukai