Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Veteriner Juni 2016 Vol. 17 No.

2 : 274-279
pISSN: 1411-8327; eISSN: 2477-5665 DOI: 10.19087/jveteriner.2016.17.2.274
Terakreditasi Nasional SK. No. 15/XI/Dirjen Dikti/2011 online pada http://ojs.unud.ac.id/php.index/jvet

Faktor-Faktor yang Mendorong


Kejadian Rabies pada Anjing di Desa-Desa di Bali
(FACTORS ENCOURAGING THE INCIDENCE OF RABIES
IN DOGS IN VILLAGES IN BALI)

I Wayan Batan1, I Ketut Suatha2

1
Lab Diagnosis Klinik Hewan, 2Lab Anatomi Veteriner,
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana,
Jln Sudirman Denpasar Bali
Telepon 0361 223791; Email: bobobatan@yahoo.com

Abstrak

Penyakit rabies kini telah menyebar ke seluruh Bali, memakan 160 korban manusia dan ribuan
anjing. Upaya penanggulangan telah diupayakan. Namun, dalam pelaksanaan penanggulangan, banyak
desa yang tertular akhirnya bebas, dan ada pula desa-desa yang tidak berhasil dibebaskan diri dari
infeksi rabies. Penelitian ini bertujuan untuk mencari faktor-faktor yang membuat sejumlah desa tetap
terinfeksi rabies. Penelitian dilakukan dengan melakukan survey lapangan ke sembilan kabupaten kota
di Bali. Survey ditujukan pada desa-desa yang tetap tertular rabies walaupun upaya penanggulangan
rebies telah dilakukan di desa tersebut. Perangkat survey dilengkapi dengan borang kuisioner open ended
dan closed ended yang akan ditanyakan ke para responden. Factor-faktor risiko yang menonjol yang
membuat bali tertular rabies antara lain: anjing dipelihara dengan cara melepas secara bebas; adanya
HPR lain selain anjing; anjing berkontak bebas dengan anjing lain; anjing yang dipelihara tapi tanpa
diberi pakan; anakan anjing diperoleh dari pihak lain; adanya aliran anjing masuk dan keluar ke desa;
dan banyak masyarakat belum memperoleh penyuluhan yang memadai perihal rabies. Simpulan yang
dapat ditarik adalah, ada sejumlah factor yang membuat Bali tetap tertular rabies.

Kata-kata kunci: rabies, daerah tertular rabies, faktor pendorong

Abstract

Rabies has been spread to all over part of Bali, caused 160 people and thousands of dogs’ death. The
effort for preventing rabies have been done, many villages after six months of eradicating rabies programmed
have been free, but a few villages still infected with the rabies. The aim of the study was to find the factors
that make a number of villages are still infected with rabies. The study was conducted by doing a field
survey to the nine districts of Bali. The survey was aimed at villages that remain infected despite efforts
to control rabies has been done in the village. The device of survey is equipped with open ended and closed
ended questionnaire to be asked to the respondents. Characteristic villages infected with rabies will be
figured out after the data were analyzed descriptively. The risk factors that prominent that make Bali
infected rabies include: dogs kept by releasing freely; presence of rabies carrier animals other than dogs;
dog free contact with other dogs; the dogs were kept without having fed; puppies obtained from others; the
flow of the dogs in and out to the village; And many communities have not obtained adequate counseling
regarding the rabies. The conclusion that may be drawn is that there are some of factors that make Bali
remain infected rabies.

Key words: rabies, rabies infected areas, the driving factor

274
IW. Batan, et al Jurnal Veteriner

PENDAHULUAN masal pada anjing, eliminasi anjing yang tidak


bertuan, dan melakukan penyuluhan perihal
Rabies merupakan penyakit yang baru bahaya rabies kepada masyarakat. Upaya
muncul di Bali. Di Indonesia rabies telah tersebut berhasil menekan kejadian rabies pada
menjangkiti 26 propinsi dari seluruh propinsi anjing dan manusia di Bali. Namun, korban
yang ada. Rabies dilaporkan mucul pertama manusia masih tetap saja dilaporkan terjadi
kali di Bali pada akhir 2008, dan dinyatakan pada desa-desa yang semenjak awal kejadian
positif terjangkit rabies (Supartika et al., rabies sudah dilaporkan tertular. Hal ini
2009). Sejak korban manusia pertama jatuh menjadi menarik, karena ada desa-desa yang
di Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, kejadian rabiesnya bisa ditekan sementara itu
Kabupaten Badung, korban-korban lainnya di desa-desa tertentu kejadian rabiesnya masih
terus berjatuhan dan tersebar ke seluruh Bali. tetap saja berecamuk.
Rabies di Bali tidak saja mematikan ribuan Pengungkapan faktor-faktor yang mendo-
anjing, tapi merenggut begitu banyak korban rong penyakit rabies bertahan pada sejumlah
manusia. Pada bulan Pebruari 2011, 122 desa secara epidemiologi penyakit sangat
korban jiwa telah jatuh di Bali. Korban penting. Pengungkapan factor-faktor tersebut
kebanyakan berumur antara 41-50 tahun sangat membantu dalam mengendalikan
(Iffandi et al., 2013). Korban pun terus penyakit, terutama penyakit yang berbahaya
berjatuhan walau intensitasnya menurun dan dan manjadi perhatian publik seperti rabies.
pada Juli 2015 tercatat korban ke-160 tewas Rabies adalah penyakit zoonosis dan telah
dengan diagnosis rabies, berasal dari Desa dikenal sejak dulu dapat menular ke manusia
Landih, Bangli, Bali (Ays, 2015). melalui gigitan hewan, terutama anjing gila.
Banyaknya korban manusia yang jatuh Pada manusia penyakit rabies sangat mema-
karena rasio anjing yang merupakan hewan tikan dan merugikan secara ekonomi (Wera et
penular rabies dengan manusia relatif tinggi al., 2012; Batan et al., 2014).
(Mahardika et al., 2009), dan diperkirakan di Pengungkapan faktor-faktor risiko yang
Bali sedikitnya ada 540.000 ekor anjing, membuat penyakit rabies bertahan di Bali
dengan kepadatan anjing sekitar 96 ekor/km2. merupakan hal mendasar dalam bidang
Padatnya populasi anjing dan disertai kejadian penyakit hewan dan sangat perlu dilakukan agar
rabies, membuat interaksi anjing dan manusia penanggulangan penyakit dapat dilakukan
sangat tinggi, sehingga peluang tergigit dengan efektif dan efisien. Penelitian ini
meningkat, dan kejadian rabies menjadi relatif bertujuan meneliti faktor-faktor risiko penyakit
tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya. Hal rabies yang membuat penyakit tersebut
tersebut yang membuat korban rabies pada bertahan di desa-desa tertentu di Bali.
manusia di Bali sangat tinggi, di samping Harapannya, dengan diketahuinya faktor-faktor
kesadaran masyarakat dalam mendukung Bali risiko tersebut, membuat hambatan dalam
bebas rabies rendah (Suartha et al., 2014). penanggulangan rabies dapat ditanggulangi dan
Kesadaran tersebut mungkin belum terbangun pengendalian rabies menjadi lebih efektif dan
karena rabies merupakan penyakit yang baru efisien.
muncul di daerah Bali.
Korban rabies di Bali telah meliputi korban
manusia, anjing (Supartika et al., 2009) dan sapi METODE PENELITIAN
bali (Faiziah et al., 2012). Kejadian rabies pada
awal kejadian dilaporkan hanya terjadi di Faktor-faktor risiko yang menjadi peubah
Semenanjung Badung, selanjutnya menyebar ke dalam penelitian ini ada tiga. Peubah ini
seluruh Bali (Putra et al., 2009). Selama rabies merupakan modifikasi yang dilaporkan oleh
berjangkit dari tahun 2008-2011, sebanyak 281 Dibia et al. (2014) dan telah dimodifikasi sedikit,
desa dari 722 desa di Bali telah tertular rabies yakni: sistem pemeliharaan, motilitas anjing,
(Batan et al., 2014). Korban manusia pada dan pemahaman terhadap bahaya rabies.
akhir 2011 tersebut ada 122 orang, 18 orang di Sistem pemeliharaan meliputi: jumlah anjing
antaranya terjadi di Kabupaten Tabanan dipelihara; pengandangan/pengikatan; pemerik-
(Nasution et al., 2013). saan kesehatan; kontak dengan anjing lain;
Upaya penanggulangan rabies telah status vaksinasi; kondisi fisik anjing; dan
dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat Bali pemberian pakan pada anjing. Mobilitas anjing
dengan melakukan tindakan vaksinasi rabies meliputi: cara memperoleh anjing; asal anjing;

275
Jurnal Veteriner Juni 2016 Vol. 17 No. 2 : 281-286

dan anjing keluar desa. Pemahaman terhadap Tabel 1. Cara masyarakat Bali pemilik anjing
rabies meliputi: memahami bahaya rabies; dan dalam memelihara anjing.
mengikuti penyuluhan rabies tentang rabies.
Kuisioner yang disiapkan untuk respondens Faktor risiko Persentase
dibuat dengan cara closed dan open ended
quisionaire menurut Thrushfield (2007), dan Anjing yang dipelihara
Faiziah et al. (2012). Data yang diperoleh a. Satu ekor 62,5
ditabulasikan dan dianalisis secara deskriptif. b. Lebih dari seekor 37,5
Selain mengambil data melalui kuisioner, juga Cara memelihara anjing
dilakukan observasi lapangan agar diperoleh a. Dilepas 87,5
gambaran yang dapat mendukung temuan data b. Diikat 12,5
melalui kuisioner. Penelitian dilakukan HPR selain anjing
terhadap desa-desa yang walaupun telah a. Kucing 12,5
dilakukan vaksinasi, eliminasi anjing jalanan, b. Tidak kucing/hewan lain 87,5
dan penyuluhan rabies oleh pemerintah, namun Memeriksakan anjing
rabies tetap saja berjangkit di desa-desa a. Memeriksakan 67,5
tersebut. Di Bali ada delapan kabupaten dan b. Tidak memeriksa 32,5
satu kota dan diambil masing-masing 50 sampel, Anjing berkontak dgn anjing lain
untuk katagori desa yang tidak berhasil a. Berkontak 80,0
dibebaskan dari rabies. Desa dikatakan bebas b. Tidak berkontak 20,0
dari rabies, jika selama enam bulan terakhir Vaksinasi pada anjing
tidak terjadi kejadian rabies. a. Divaksin 95,0
b. Tidak divaksin 5,0
Kondisi fisik anjing
HASIL DAN PEMBAHASAN a. Baik 97,5
b. buruk 2,5
Masyarakat Bali seperti disajikan pada Pemberian pakan
Tabel 1, umumnya (62,5%) memelihara satu a. tidak diberi pakan 26,5
ekor anjing dalam satu keluarga. Namun, ada b. diberi pakan 74,5
pula yang memelhara anjing lebih dari satu Cara memperoleh anjing
ekor (37,5%). Anjing peliharaan masyarakat bali a. anakan sendiri 17,5
berdasarkan score body condition atau keadaan b. non anakan 82,5
fisiknya, sebagian besar (97,5%) memiliki Asal anjingyang dipelihara
tampilan yang baik. Hal tersebut menandakan a. luar desa 22,5
dalam kesehariannya memperoleh asupan b. dalam desa 77,5
pakan yang baik. Tidak semua anjing peliha- Anjing pernah diajak ke luar desa
raan masyarakat bali diberi pakan secara rutin. a. pernah keluar desa 22,5
Ada sekitar 26,5% masyarakat pemilik anjing b. tidak pernah keluar desa 77,5
tidak memberi pakan kepada anjing-anjing Pemilik anjing tahu tentang rabies
peliharaannya. Anjing-anjing tersebut dibiarkan a. tahu rabies 97,5
mencari pakan di lingkungan masyarakat b. tidak tahu rabies 2,5
tempatnya berada, baik itu berupa pakan hasil Pernah mengukti penyuluhan rabies
usahanya mengais sampah, atau memakan sisa a. pernah ikut 37,5
sesaji yang dipersembahkan masyarakat Bali b. tidak pernah ikut 72,5
yang mayoritas beragama Hindu.
Dalam memperoleh anjing, 82,5% Busung Biu sebenarnya berupaya mengadopsi
masyarakat bali umumnya memperoleh dari anak anjing yang ditelantarkan di kebun warga.
pemberian atau membeli dari kerabat atau Saat itu korban sama sekali tidak memprovokasi
anggota masyarakat lainnya, dan anjing anak anjing yang menggigitnya, sampai mereka
tersebut umumnya berasal dari desa yang sama menyadari telah tergigit anjing rabies. Dari dua
(77,5%). Namun, kejadian gigitan anjing di yang tergigit, seorang selamat dan seoranng
Dusun Cemara, Desa Busung Biu, Kabupaten lainnya menjadi korban. Menurut Ichpujani et
Buleleng Bali adalah akibat dari memperoleh al. (2008) korban rabies pada manusia jarang
anjing bukan dari anakannya sendiri. tergigit karena tindakan provokasi. Adanya
Masyarakat Bali korban rabies di Cemara, korban rabies yang terus berulang, terutama di

276
IW. Batan, et al Jurnal Veteriner

Negara berkembang seperti di Indonesia dan seperti masa sebelum rabies mewabah,
Negara lainnya, menurut pandangan Eng et al. sebenarnya diperlukan cakupan vaksinasi di
(1993) karena mobilitas anjing dan manusia, di atas 70%. Namun, cakupan vaksinasi mungkin
samping kurang berhasilnya program vaksi- saja lebih rendah dari yang diharapkan. Hal
nasi. Untuk mengendalikan kejadian rabies tersebut umum terjadi karena vaksin yang
pada suatu wilayah sangat perlu dilakukan digunakan untuk vaksinasi memiliki kualitas
tindakan karantina yang ketat, melakukan yang buruk. Di Bali saat ini untuk melakukan
vaksinasi masal bersekala besar, dan mengon- vaksinasi telah dimanfaatkan tiga jenis vaksin.
trol populasi anjing jalanan (Wang et al., 2010). Ada kemungkinan antar vaksin tersebut
memiliki kemampuan berbeda dalam memicu
Pemeriksaan Kesehatan dan Vaksinasi antibodi. Jika saja kemampuannya rendah,
Meletusnya rabies di Bali mendorong adalah sangat mungkin tanggap kebal yang
pemerintah daerah dan masyarakat meng- muncul kurang memadai dan tidak mampu
giatkan upaya pencegahan dengan melakukan membendung penetrasi virus rabies masuk ke
vaksinasi masal. Hingga Juli 2016 ini, di Bali dalam tubuh HPR yang peka.
telah melakukan vaksinasi gelombang VII sejak
tahun 2009. Kampanye pencegahan tersebut Anjing Dilepas Bebas
membuat masyarakat tergerak memeriksakan Dari sejumlah faktor risiko rabies,
kesehatan anjing-anjingnya ke pusat-pusat masyarakat Bali pemilik anjing sebagian besar
layanan insidental atau menunggu kehadiran (82,5%) memelihara anjing dengan melepaskan
petugas pemeriksa yang datang berkunjung anjing tersebut bebas baik di pekarangan
dari rumah ke rumah. rumah, mau pun mengembara di lingkungan
Sebanyak 67,5% anjing-anjing peliharaan masyarakat. Hal serupa juga dilaporkan oleh
masyarakat telah diperiksa petugas kesehatan Kitala et al. (2001) bahwa 70% anjing di Distrik
dan 95% anjing milik masyarakat telah Machos, Kenya dibiarkan hidup bebas. Sebagian
divaksinasi. Walau pun begitu, kejadian rabies kecil masyarakat di Bali (12,5%), dengan adanya
tetap tidak mampu ditekan, karena laporan kejadian rabies sejak tahun 2008 (Supartika et
kejadian rabies tetap saja muncul pada tahun al., 2009), mulai membatasi gerak anjing-
2015 seperti yang terjadi di Negara, Karang- anjingnya dengan cara mengikat dengan rantai
asem, Bangli, dan Denpasar. atau gerakannya dibatasi sebatas dalam
Walaupun cakupan vaksinasi pada anjing pekarangan rumahnya. Anjing yang dipelihara
yang berpemilik cukup tinggi, di Bali ternyata secara lepas dan bebas, memungkinkan anjing
banyak anjing yang hidup di tengah-tengah peliharaan tersebut berkontak secara langsung
masyarakat tanpa memiliki tuan yang definitif. dengan anjing-anjing lainnya. Kontak dengan
Langkah Pemda Bali seperti yang dilakukan anjing pengidap rabies pun sangat mungkin
pada tahun 2009, menurut Putra et al. (2009) terjadi, karena dari 722 desa yang ada di Bali,
dihadapkan dengan kondisi alam yang tidak 281 desa telah tertular rabies (Batan et al., 2014).
memungkinkan untuk melakukan vaksinasi Di Asia dan Afrika, anjing merupakan
terhadap semua anjing. Anjing di wilayah Kuta reservoir virus rabies (Perry 1993), keadaan
Selatan sebagai satu contoh yang wilayahnya tersebut membuat penyakit rabies selalu
memukimi ceruk-ceruk batu kapur bekas galian muncul di daerah endemik rabies dan anjing
tambang batu kapur dan semak-semak yang merupakan penular utama rabies ke manusia
menumbuhi wilayah Semenanjung Badung (Cleaveland et al., 2002). Di daerah tertular,
merupakan rintangan yang sulit untuk menurut perkiraan Putra et al. (2009), satu ekor
ditaklukan oleh petugas kesehatan hewan untuk anjing tertular rabies akan menggigit 3,6 anjing
memberikan pelayanan vaksinasi kepada peka lainnya. Dengan kepadatan anjing sekitar
anjing-anjing tak bertuan tersebut. 92/km2 peluang anjing sehat dan manusia
Cakupan vaksinasi yang diiperlukan agar tergigit HPR sangat tinggi, dan Mahardika et
diperoleh batas ambang aman terhadap infeski al. (2009) memperkirakan rasiao antara anjing
rabies adalah 70%. Cakupan ini di daerah dan manusia di Bali adalah 1:6 dan populasi
wabah, tidaklah mudah untuk dicapai (Coleman anjing ada sekitar 540 ribu ekor. Kejadian rabies
dan Dye, 1996). Di wilayah dimana terjadinya yang terjadi pada populasi yang besar,
kontak antar populasi hewan peka, sangat umumnya melibatkan ribuan hewan.
diperlukan cakupan vaksinasi yang lebih besar Banyak korban telah jatuh di Bali akibat
(Haydon et al., 2006). Seperti di Bali, terinfeksi rabies, baik pada anjing, manusia, sapi
masyarakatnya yang terbiasa memelihara bali (Faiziah et al., 2012) dan hewan lainnya.
anjing dengan cara dibiarkan hidup bebas, Hal tersebut telah menggugah kesadaran

277
Jurnal Veteriner Juni 2016 Vol. 17 No. 2 : 281-286

masyarakat akan bahaya rabies. Dibia et al. SIMPULAN


(2014) melaporkan bahwa hingga tahun 2011,
korban manusia yang mati sia-sia karena rabies Simpulan yang dapat ditarik dari penelitian
di Bali berjumlah 135 orang. Rabies adalah ini adalah : pemilik anjing di bali umumnya
penyakit yang relatif baru di Bali dan pemun- memelihara anjing sebanyak satu ekor, kon-
culannya penyakit virus ini telah mematikan disinya baik, dilepas bebas, kesehatannya
ribuan anjing di Bali (Putra et al., 2009). diperiksakan, dan anjing bisa berkontak dengan
Penularan rabies terjadi karena air liur hewan anjing lainnya. Langkah vaksinasi telah dilku-
terinfeksi yang mengandung virus rabies masuk kan pada sebagian besar populasi anjing yang
ke tubuh hewan lain melalui luka gigitan HPR berpemilik
(Knobles et al., 2005). Anjing yang dipelihara masyarakat Bali,
Masyarakat Bali selain memeliharan anjing umumnya diperoleh dari orang lain baik itu
yang merupakan HPR, juga memelihara HPR diberi mau pun membeli dari masyarakat lain
lainnya seperti kucing (12,5%). Rendahnya yang ada di desa yang sama. Anjing umumnya
kesadaran masyarakat untuk membatasi ruang diberi pakan dan anjing jarang diajak pergi ke
gerak HPR di Bali, karena kesadaran mereka luar desa. Para pemilik memahami tentang
belum terbangun dengan baik. Hal tersebut rabies, tapi sebagian besar tidak pernah
berkaitan dengan rabies yang merupakan mendapatkan penyuluhan
penyakit relatif baru bagi masyarakat Bali
(Suartha et al., 2014). Menumbuhkan kesadaran
masyarakat terhadap rabies, mesti secara terus SARAN
menerus dilakukan, agar mereka memiliki
tingkat kesiagaan yang memadai dalam Kebiasaan masyarakat Bali memelihara
menghadapi kasus rabies. Pada masyarakat anjing dengan cara dilepas bebas, dan adanya
pemilik anjing di bali, sebanyak 72,5% belum anjing yang hidup di lingkungan masyarakat
mendapatkan penyuluhan mengenai rabies. tanpa bertuan, kiranya perlu digunakan vaksin
Angka tersebut cukup tinggi walau pun mereka oral rabies untuk anjing. Hal tersebut akan
mungkin saja memperoleh informasi tentang meningkatkan cakupan vaksinasi, dan lebih
rabies dari sumber selain dari penyuluh memudahkan dalam melakukan booster
kesehatan dan kesehatan hewan. Ichpujani et vaksinasi rabies.
al. (2008) dan Tenzin et al. (2011) memandang
sangat perlu dilakukan penguatan dalam hal
informasi, pendidikan, komunikasi, dan UCAPAN TERIMA KASIH
penyadaran secara berkelanjutan perihal kaitan
antara gigitan anjing dengan kejadian rabies Penulis mengucapkan terima kasih kepada
pada manusia, di samping membekali masya- para mahasiswa yang telah membant dan atas
rakat mengenai tatacara penanganan pasca- bantuan dana yang diberikan Kemenristek
gigitan anjing, dan perlunya tindakan imu- Dikti, lewat skema penelitian Fundamental,
nisasi. yang disalurkan via Rektor Unud dalam hal ini
Program vaksinasi yang kurang memadai, Lembaga Penelitian, Univeritas Udayana tahun
keterbatasan upaya vaksinasi, dan penanganan anggaran 2015, sehingga penelitian ini dapat
pascagigitan anjing yang kurang baik, dilaksanakan dengan baik
merupakan masalah utama yang dihadapi
Negara-negara berkembang (Faber et al., 2009).
Di Bali pada tahun 2015, dua orang meninggal DAFTAR PUSTAKA
karena rabies. Satu di antaranya, yakni korban
ke-160 asal Desa Landih, Kabupaten Bangli. Ays. 2015. Serangan rabies, satu korban terdu-
Sebelum meninggal korban sempat berobat ke ga di Bali meninggal. Kompas. 29 Juli 2015.
Rumah Sakit Umum Daerah Bangli, namun Hlm. 23.
vaksin anti-rabies (VAR), tidak tersedia.
Batan IW, Lestyorini Y, Milfa S, Iffandi C,
Sebelum wafat korban menunjukkan tanda-
Nasution AA, Faiziah N, Rasdiyanah,
tanda kesemutan pada lengan yang kelingking
Herbert,
kirinya tergigit anjing, sesak napas, muntah-
muntah, dan menjelang ajal korban agresif Palgunadi NWL, Suatha IK, Kardena IM. 2014.
(mengamuk), dan kejang-kejang (Ays, 2015). Kerugian Ekonomi Akibat Penyakit Rabies
di Provinsi Bali. J Veteriner 15(4): 515-522.

278
IW. Batan, et al Jurnal Veteriner

Cleaveland S, Fe‘vre EM, Kaare M, Coleman PG. Knobel DL, Cleaveland S, Coleman PG et al.
2002. Estimating human rabies mortality (2005) Re-evaluating the burden of rabies
in the United Republic of Tanzania from dog in Africa and Asia. Bulletin of the World
bite injuries. Bulletin of the World Health Health Organization 85: 360-368.
Organization 80: 304–310.
Mahardika IGNK, Putra AAG, Dharma DMN.
Coleman PG, Dye C. 1996. Immunization 2009. Tinjauan kritis wabah rabies di Bali.
coverage required to prevent outbreak of dog Denpasar. Diskusi Ilmiah Percepatan
rabies. Vaccine 14: 185-186. Penaggulangan Rabies di Bali. FKH Unud.
3 Pebruari 2009.
Dibia IN, Sumiarto B, Susetya H, Putra AAG,
Mahardika IGNK, Scott-Orr H. 2014. Nasution AZ, Widyastuti SK, Batan IW. 2003.
Diagnosis and Molecular Marker Analy- Alur Penyebaran Rabies di Kabupaten
sisofBali’s Rabies Virus Isolates. J Veteriner Tabanan Secara Kewilayahan (Spacial).
15(3): 288-297. Indonesia Medicus Veterinus 2(1): 85-101
Eng TR, Fishbein DB, Talamante HE, Hall DB, Perry BD. 1993. Dog ecology in eastern and
Chavez GF, Dobbins JG, Muro FJ, Bustos southern Africa-implication for rabies
JL, de los Angeles Ricardy M, Munguia A, control. Onderste J Vet Res 60(4): 429-436.
Carrasco J, Robles AR, Baer GM. 1993.
Putra AAG, Gunata IK, Supartika KE, Putra
Urban epizootic of rabies in Mexico:
AAGS, Soegiarto, Scott-Orrr H. 2009.
epidemiology and impact of animal bite
Situasi rabies di Bali: 6 bulan pasca
injuries. Bulletin of the World Health
program pembrantasan. Buletin Veteriner
Organization 71(5): 615-624.
BPPH IV Denpasar 21(75): 1-14.
Faber M, Dietzschold B, Li J. 2009. Immuno-
Suartha IN, Antara MS, Dewi NMRK, Wirata
genicity and safety of recombinant rabies
IW, Mahardika IGN, Dharmayudha AAGO,
viruses used for oral vaccination of stray
dogs and wildlife. Zoonoses Public Health Sudimartini LM. 2014. Perhatian pemilik
56: 262-269. anjing dalam mendukung bali bebas rabies.
Buletin Veteriner Udayana 6(1): 87-91.
Faiziah N, Batan IW, Suatha IKS. 2012.
Gambaran Klinik Sapi Bali Tertular Rabies Supartika IKE, Setiaji G, Wirata K, Hartawan
di Ungasan, Kutuh, dan Peminge. DH, Putra AAG, Dharma DMN Soegiorto,
Indonesia Medicus Veterinus 1(3): 370–384 Djusa ER. 2009. Kasus Rabies Pertama Kali
di Provinsi Bali. Buletin Veteriner BPPH
Haydon HT, Randall DA, Matthews L, Knobles
IV Denpasar 21(74): 7-12.
DL, Tallant LA, Gravenor MB, Williams
SD, Pollinger JP, Cleaveland S, Woohouse Tenzin, Dhand NK, Gyeltshen T, Firestone S,
MJ. 2006. Low coverage vaccination Zangmo C, Dema C, Gyeltshen R, Ward MP.
strategies for the conservation of endangered 2011. Dog Bites in Humans and Estimating
species. Nature 443(7112) : 692-695. Human Rabies Mortality in Rabies Endemic
Areas of Bhutan. PLoS Negl Trop Dis 5(11):
Ichhpujani RL, Mala C, Veena M, Singh J,
e1391. doi:10.1371/journal.pntd.0001391
Bhardwaj M, Bhattacharya D, Pattanaik
SK, Balakrishnan N, Reddy AK, Samnpath Thrushfield M. 2007. Survey. In Veterinary
G, Gandhi N, Nagar SS, Shiv L. 2008. Epidemiology. 3rd Ed. Singapore. Black-
Epidemiology of animal bites and rabies well Sci.
cases in India. A multicentric study. J
Wang C, Zhang X, Song Q, Tang K. 2010.
Commun Dis 40(1): 27-36.
Promising rabies vaccine for postexposure
Iffandi C, Widyastuti SK, Batan IW. 2013. prophylaxis in developing countries, a
Sebaran Umur Korban Gigitan Anjing purified Vero cell vaccine produced in China.
Diduga Berpenyakit Rabies pada Manusia Clin Vaccine Immunol 17: 688-690.
di Bali. Indonesia Medicus Veterinus 32(1):
Wera W, Geong M, Sanam MUE. 2012. Keru-
126-131
gian Ekonomi Akibat Penyakit Rabies di
Kitala P, McDermott J, Kyule M, Gathuma J, Provinsi Nusa Tenggara Timur. J Veteriner
Perry B, Wandeler A. 2001. Dog ecology 13(4): 389-394.
and demography information to support the
planning of rabies control in Machakos
District, Kenya. Acta Tropica 78: 217–230.

279

Anda mungkin juga menyukai