Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN STRUMA

A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid.Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan
oleh kurangnya diet iodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon
tiroid.Terjadinya pembesaran kelenjar tiroid dikarenakan sebagai usaha
meningkatkan hormon yang dihasilkan.

2. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid
merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
a. Defisiensi yodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma
sering terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang
mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
b. Kelainan metabolik kongenital yang mengahambat sintesa hormon tyroid
1) Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (substansi dalam kol,
lobak, dan kacang kedelai).
2) Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (Triocarbamide,
sulfonylurea dan litium).

c. Hiperplasi dan involusi kelenjar tyroidpada umumnya ditemui pada


masa pertumbuhan, puberitas,menstruasi, kehamilan, laktasi,
menopause, infeksi dan stress lainnya.Dimana
menimbulkannodularitaskelenjartiroid yang dapat bekelanjutan dengan
berkurangnya aliran darahdidaerah tersebut
(Brunicardi et al, 2010).

3. Klasifikasi
Struma dapat diklasifikasikan menjadi struma difusa non- toksik,
struma difusa toksik, struma nodusa toksik dan struma nodusa non-
toksik.Dimana istlah toksik dan nontoksik ini merujuk pada adanya
perubahan dari segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid
(kelenjar tiroid aktif menghasilkan hormone tiroid secara berlebihan) dan
hipotiroid (produksi hormone tiroid kurang dari kebutuhan
tubuh).Sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih berfokus kepada bentuk
pembesaran kelenjar tiroid.
a. Struma diffusa ditandai dengan adanya pembesaran atau benjolan
diseluruh kelenjar tiroid (seakan terjadi pembesaran leher). Ada struma
diffusa toksik (disertai gejala hipertiroidisme) dan struma diffusa non
toksik (tanpa tanda dan gejala hipertiroidisme).
b. Struma nodusa ditandai dengan membesarnya sebagian dari kelenjar
tiroid, yang dimana benjolannya terlokalisir. Pembesaran tersebut
ditandai dengan benjolan di leher yang bergerak pada saat menelan.
Nodul mungkin tunggal, tetapi kebanyakan berkembang menjadi
multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan
menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya yang
sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala
kecuali benjolan di leher. Sebagian penderita dengan struma nodosa
dapat hidup dengan strumanya tanpa gangguan.
1) Struma nodusa toksik : kelenjar tiroid aktif menghasilkan hormon
tiroid sehingga produksinya berlebihan.
2) Struma nodusa non-toksik :kelenjar tiroid tidak aktif menghasilkan
hormon tiroid. sering tidak menampakkan gejala/keluhan karena
pasien tidak mengalami hipotiroidisme ataupun hipertiroidisme.

4. Manifestasi klinis
Pada penyakit Struma Nodosa Non Toksik (SNNT) terdapat
beberapa manifestasi klinis berupa :
a. Terdapat benjolan di daerah leher
b. Pembesaran kelenjar tyroid terjadi dengan lambat.
c. Jika strumacukup besar, akan menekan area trakea yang dapat
mengakibatkan gangguanpada respirasi dan juga esophagus tertekan
sehingga terjadi gangguan menelan.
d. Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau
hipertirodisme.
e. Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif denganmeningkatnya
denyut nadi.
f. Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadiberdebar-debar, gelisah,
berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar,dan kelelahan
5. KOMPLIKASI
a. Gangguan menelan atau bernafas
b. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung
kongestif ( jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh)
c. Osteoporosis karena tubuh kekurangan kalsium
d. Komplikasi pembedahan :
1) Perdarahan
2) Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
3) Trauma pada nervus laryngeus recurrens.
4) Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam
sirkulasi dengan tekanan.
5) Sepsis yang meluas ke mediastinum.
6) Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid.
7) Trakeumalasia (melunaknya trakea).

6. PATOFISIOLOGI
Kelenjar tiroid dikendalikan oleh tirotropin (TSH), yang
disekresikan oleh kelenjar pituitari, yang mana, pada gilirannya,
dipengaruhi oleh tirotropin releasing hormone (TRH) dari hipothalamus.
TSH menyebabkan pertumbuhan, diferensiasi sel, dan produksi hormon
tiroid serta sekresinya oleh kelenjar tiroid. Tirotropin bekerja pada reseptor
TSH pada kelenjar tiroid. Hormon tiroid dalam serum (levothyroxine dan
triiodothyronine) menyebabkan feedback ke pituitari, yang mengatur
produksi TSH. Rangsangan pada reseptor TSH oleh TSH, TSH-receptor
antibodi, atau TSH receptor agonist, seperti chorionic gonadotropin, bisa
menyebabkan struma diffuse. Ketika sejumlah kecil sel tiroid, sel-sel
peradangan, atau sel-sel keganasan bermetastase ke tiroid, bisa terbentuk
nodul tiroid.
Kekurangan sintesis hormon tiroid atau kurangnya pemasukan
menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan
peningkatan jumlah sel dan hiperplasia dari kelenjar tiroid untuk
menormalkan kadar hormon tiroid. Bila proses ini terus terjadi, bisa
terbentuk struma. Penyebab kekurangan hormon tiroid bisa karena
gangguan pada sintesisnya, kekurangan iodium, dan goitrogen.
Struma bisa terbentuk dari sejumlah TSH receptor agonist. TSH
receptor merangsang TSH receptor antibodies, resistensi pituitari terhadap
hormon tiroid, adenoma dari kelenjar tiroid atau pituitari, dan tumor yang
menghasilkan human chorionic gonadotropin

7. PATHWAY

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid,
kadar normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL;
T3 sangat membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang
dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat
membantu untuk mengetahui hipotiroidisme primer di mana basal TSH
meningkat 6 mU/L. Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal.
2) Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibodi
terhadap macam - macam antigen tiroid ditemukan pada serum
penderita dengan penyakit tiroid autoimun :
a) antibodi tiroglobulin
b) antibodi microsomal
c) antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)
d) antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
e) hyroid stimulating hormone antibody (TSA)

b. Sidik (scanning) tiroid


Memakai uptake I131 yang didistribusikan ke tiroid untuk menentukan
fungsi tiroid. Normalnya uptake 15-40 % dalam 24 jam.Bila
uptake > normal disebut hot area, sedangkan jika uptake < normal disebut
cold area (pada neoplasma).
c. Ultrasonography (USG) : untuk menentukan isi nodul berupa cairan atau
padat. Selain itu digunakan untuk membedakan antara nodul solid dan
kistik. Bila hasil USG memberikan gambaran solid (padat) maka
selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan scanning tiroid.
d. Radiologi
1) Thorax : mengetahui adanya deviasi trakea, retrosternal struma, coin
lesion (papiler), cloudy (folikuler).
2) Leher AP lateral : untuk evaluasi jalan nafas untuk intubasi pembiusan.
e. Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan biopsi jaringan dilakukan jika masih belum dapat
ditentukan diagnosis, jenis kelainan jinak atau ganas. Pemeriksaan
patologi anatomi merupakan standar baku untuk sel tiroid dan memiliki
nilai akurasi paling tinggi. Pengerjaan dengan teknik Biopsi Aspirasi
dengan Jarum Halus atau Fine Needle Aspiration Biopsi (BAJAH/FNAB)
harus dilakukan oleh operator yang sudah berpengalaman.Di tangan
operator yang terampil, BAJAH dapat menjadi metode yang efektif untuk
membedakan jinak atau ganas pada nodul soliter atau nodul dominan
dalam struma multinodular.BAJAH mempunyai sensitivitas sebesar 83%
dan spesifitas 92%. Bila BAJAH dikerjakan dengan baik maka akan
menghasilkan angka negatif palsu kurang dari 5% dan angka positif palsu
hampir mendekati 1%.
f. Terapi Supresi Tiroksin
Salah satu cara meminimalisasi hasil negatif palsu pada BAJAH
ialah dengan terapi supresi TSH dengan tiroksin.

9. PENATALAKSANAAN
a. Konservatif/medikamentosa
Indikasi :pasien usia tua, pasien berada pada fase pengobatan sangat
awal, rekurensi pasca bedah, pada persiapan operasi, struma residif,
pada kehamilan (misalnya pada trimester ke-3).
1) Struma non toksik : iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl
2) Struma toksik :
a) Bed rest
b) Propilthiouracil (PTU) 100-200 mg. PTU merupakan obat anti-
tiroid, dimana bekerjanya dengan prevensi pada sintesis dan
akhir dari tiroksin. Obat ini bekerja mencegah produksi tiroksin
(T4). Diberikan dosis 3x 100 mg/hari tiap 8 jam sampai
tercapai eutiroid. Bila menjadi eutiroid dilanjutkan dengan
dosis maintenance 2 x 5 mg/hari selama 12-18 bulan.
c) Lugol 5 – 10 tetes. Obat ini membantu mengubah menjadi
tiroksin dan mengurangi vaskularisasi serta kerapuhan kelenjar
tiroid. Digunakan 10-21 hari sebelum operasi. Namun sekarang
tidak digunakan lagi, oleh karena propanolol lebih baik dalam
mengurangi vaskularisasi dan kerapuhan kelenjar. Dosis 3 x 5-
10 mg/hari selama 14 hari.
b. Radioterapi
Menggunakan Iodium (I131), biasanya diberikan pada pasien yang
telah diterapi dengan obat anti-tiroid dan telah menjadi eutiroid.
Indikasi radioterapi adalah pasien pada awal penyakit atau pasien
dengan resiko tinggi untuk operasi dan untuk pasien dengan hipotiroid
rekuren.Radioterapi merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil dan
anak-anak.
c. Pembedahan
Pembedahan dilakukan dengan indikasi berupa : adanya
pembesaran kelenjar thyroid dengan gejala penekanan berupa
gangguan menelan, suara parau dan gangguan pernafasan, keganasan
kelenjar tiroid, dan kosmetik.
Beberapa jenis pembedahan yang dilakukan adalah :
1) Isthmulobectomy , mengangkat isthmus
2) Lobectomy, mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram
3) Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat
4) Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus kanan
dan sebagian kiri.
5) Near total tiroidectomi, isthmulobectomy dextra danlobectomy
subtotal sinistra dan sebaliknya.
6) Radical Neck Dissection (RND), mengangkat seluruh jaringan
limfoid pada leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan
nervus naccessories, vena jugularis eksterna dan interna, musculus
sternocleidomastoideus dan musculus omohyoideus serta kelenjar
ludah submandibularis

10. PENCEGAHAN
a. Pemberian edukasi
Pemberian edukasi ini bertujuan merubah perilaku masyarakat,
khususnya mengenai pola makan dan memasyarakatkan penggunaan
garam beriodium.
b. Pemberian kapsul minyak beriodium, terutama bagi penduduk yang
berada di wilayah endemic sedang dan berat.
c. Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah
endemic, diberikan endemic 40%tiga tahun sekali dengan dosis untuk
orang dewasa dan anak diatas enam tahun 1 cc, sedangkan yang
usianya sedang atau kurang dari enam tahun hanya diberikan 0,2 – 0,8
cc.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SNNT


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien dan Penanggung Jawab
Meliputi nama, jenis kelamin, alamat, umur, suku, pendidikan, pekerjaan, no
rm, diagnose medis, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, nama
penanggung jawab, alama, umur, pekerjaan, hubungan dengan pasien.
b. Status Kesehatan
1) Keluhan Utama
Pada klien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran pada
leher.Kesulitan menelan dan bernapas. Pada post operasi keluhan yang
dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.
2) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang
semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan
karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.
3) Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan
penyakit gondok, sebelumnya pernah menderita penyakit gondok.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini.

c. Pola Kebutuhan
1) Pernafasan :frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema
paru (pada krisis tiroksikosis).
2) Aktivitas/istirahat : insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan
berat, atrofi otot.
3) Integritas ego : mengalami stress, emosi labil, depresi.
4) Makanan dan cairan : kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan,
terkadang nafsu makan meningkat, makan sering, kehausan,mual, muntah.
5) Rasa nyaman : adanya rasa nyeri
6) Rasa aman : tidak toleransi terhadap panas, keringat berlebihan.

d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : Baik
2) Kesadaran : Compos Mentis
3) Tanda-tanda vital
Tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu cenderung meningkat.
4) Pemeriksaan Head to Toe
a) Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simeris, tidak ada lesi
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan/lepas
b) Mata
Inspeksi : Mata simetris, konjungtiva anemis, reflek pupil isokor
Palpasi : Tidak ada gangguan
c) Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada serumen
Palpasi : Tidak ada gangguan
d) Mulut
Inspeksi : Mukosa mulut lembab, tidak ada lesi
e) Leher
Palpasi : Ada pembesaran tiroid, ada benjolan, sulit menelan
f) Dada
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : Tidak ada gangguan
Perkusi : Sonor
g) Abdomen
Inspeksi : simetris, tidak ada bengkak
Auskultasi : bising usus 3-15 x/menit
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Timpani
h) Genetalia dan Anus
Inspeksi : Bersih
i) Ekstremitas Atas
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada gangguan
j) Ekstremitas Bawah
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada gangguan

2. Diagnosa Keperawatan
Diagosa yang mungkin muncul dalam asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit SNNT antara lain :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing dalam
jalan nafas
b. Penurunan curah jantung berhubunga dengan perubahan irama jantung
c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuscular.
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
g. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
h. Risiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas
a. 1. Respiratory status : a. 1. Airway suction
tidak efektif
b. Ventilation a. Auskultasi suara nafas pasien
berhubungan dengan
c. 2. Respiratory status : b. Monitor status oksigen pasien
benda asing dalam Airway patency c. Berikan oksigen apabila pasien
jalan nafas d. 3. Aspiration Control menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan jalan 2. Airway Management
nafas yang paten a. Buka jalan nafas, gunakan teknik
(klien tidak merasa chin lift atau jaw thrust bila perlu
tercekik, irama nafas, b. Auskultasi suara nafas, catat
frekuensi pernafasan adanya suara tambahan
dalam rentang c. Monitor respirasi dan status O2
normal, tidak ada d. Posisikan pasien untuk
suara nafas memaksimalkan ventilasi
abnormal. e. Identifikasi pasien perlunya
b. Mampu pemasangan alat jalan nafas
mengidentifikasikan buatan
dan mencegah factor f. Atur intake untuk cairan
yang dapat mengoptimalkan keseimbangan.
menghambat jalan
nafas

2 Nausea berhubungan Nausea and vomiting Nausea Management


dengan efek agen control 1. Kaji rasa mual secara
farmakologis Nausea and vomiting komperehensif mulai dari
severity frekuensi, durasi, tingkat
mual dan faktor yang
Setelah dilakukan menyebabkan pasien mual.
tindakan asuhan 2. Evaluasi efek mual terhadap
keperawatan selama 3 x nafsu makan pasien, aktivitas
24 jam diharapkan rasa sehari – hari dan pola tidur
mual klien hilang atau pasien
berkurang. 3. Berikan istirahat dan tidur
Kriteria hasil : yang adekuat
1. Pasien mengatakan 4. Berikan KIE makan sedikit –
rasa mual berkurang sedikit tetapi sering dan
atau tidak mual lagi dalam keadaan hangat
2. Pasien mengatakan 5. Kolaborasi pemberian
tidak muntah antiemetic
3. Tidak ada
peningkatan kelenjar
saliva
4. Pasien dapat
menghindari faktor
penyebab nausea
dengan baik
3 Risiko penurunan Cardiac Pump Cardiac care
curah jantung Effectiveness Vital Sign Monitoring
berhubungan dengan Circulation status 1. Monitor TTV dan keadaan umum

perubahan irama Vital sign status pasien

jantung Setelah diberikan asuhan 2. Observasi tanda – tanda adanya


keperawtan selama 3 edema
x24jam diharapkan curah 3. Observasi status pernafasan
jantung dalam batas 4. Observasi adanya nyeri dada
normal, dengan kriteria (intensitas, durasi, skala, lokasi nyeri)
hasil : 5. Monitor balance cairan
e. TTV dalam batas normal 6. Anjurkan istirahat yang cukup
f. Kelelahan tidak ada Anjurkan menurunkan stress
g. Edema paru (-)
h. Asites (-)
i. Penurunan kesadaran (-)
4 Ansietas a. Anxiety self control a. Anxiety Reduction
b. Anxiety level (Pengurangan kecemasan)
berhubungan dengan
c. Coping
kurang terpapar 1. Gunakan pendekatan yang
Setelah dilakukan
informasi menenangkan dan menyakinkan.
tindakan asuhan 2. Dorong pasien mengungkapkan
keperawatan selama 3 x kecemasan yang dialaminya.
24 jam diharapkan 3. Dengarkan pasien dengan penuh
perhatian.
kecemasan klien hilang
4. Kaji tanda kecemasan yang
atau berkurang.
diungkapkan secara verbal maupun
Kriteria hasil :
nonverbal.

1. Mampu 5. Beri pujian atau kuatkan perilaku

mengindentifikasi dan yang baik secara tepat.

mengungkapan (tanda 6. Ajak melakukan teknik relaksasi

dan gejala) kecemasan. nafas dalam

2. Mengatakan kecemasan b. Peningkatan Koping

sudah berkurang yang 1. Berikan informasi mengenai

dinyatakan verbal penyakit, yang dideritanya

maupun nonverbal. 2. Dukung keterlibatan keluarga untuk

3. Tampak adanya mendampingi pasien

dukungan keluarga

5 Nyeri akut
j. 1. Pain level 1. Pain management
berhubungan denga
k. 2. Pain control 2. Analgesic administration
agen pencedera fisik
l. 3. Comfort level
(prosedur operasi) Setelah dilakukan a. Observasi TTV
tindakan asuhan b. Kaji karakteristik nyeri secara
keperawatan selama 3 x komprehensif (penyebab,
24 jam diharapkan nyeri kualitas, intensitas, skala nyeri)
berkurang klien hilang yang diungkapkan secara verbal
atau berkurang. dan nonverbal
c. Berikan posisi yang nyaman
Kriteria hasil : d. Ajarkan teknik relaksasi baik
1. Pasien mengatakan nafas dalam ataupun distraksi
nyeri berkurang yang e. Kolaborasi pemberian obat
diekspresikan melalui analgesik
verbal dan non verbal
2.Mampu mengontrol
nyeri dengan
manajemen nyeri

6 Gangguan m. 1. Anxiety self control 1. Communication enhancement :


komunikasi verbal
n. 2. Coping Speech deficit
berhubungan dengan
o. 3. Sensory fundion : 2. Anxiety reduction
gangguan hearing & vision a. Kaji kemampuan berbicara
neuromuscular p. 4. Fear self control pasien
b. Kaji kemampuan lain yang
Setelah dilakukan dimiliki pasien
tindakan asuhan c. Dengarkan dengan penuh
keperawatan selama 3 x perhatian
24 jam diharapkan d. Berikan pujian atas kemampuan
gangguan komunikasi yang dimiliku
verbalpasien berkurang. e. Berikan fasilitas yang dapat
digunakan untuk berkomunikasi
Kriteria hasil : (buku, pulpen, pensil, dan
1. Mampu perlatan lainnya yang dapat
berkomunikasi digunakan komunikasi dua arah
dengan menunjukkan secara optimal)
ekspresi verbal dan f. Ajarkan menyampaikan
atau non verbal yang informasi dengan bahasa isyarat
bermakna g. Dorong partisipasi keluarga
2. Mampu dalam proses penyembuhan
mengkoordinasikan h. Kolaborasi pemberian terapi
gerakan dalam wicara
menggunakan bahasa
isyarat
3. Mampu mengontrol
respon ketakutan dan
kecemasan terhadap
ketidakmampuan
berbicara
4. Mampu
memanajemen
kemampuan fisik
yang dimiliki
5. Mampu menerima ,
memahami dan
menyampaikan
pesan

7 Gangguan pola tidur


q. 1.Anxiety reduction 1. Sleep enhancement
berhubungan dengan
r. 2. Comfort level
adanya nyeri s. 3. Pain level a. Kaji kebutuhan tidur pasien
t. 4. Rest : Extent and b. Kaji kualitas dan kuantitas tidur
Pattern pasien
u. 5. Sleep : Extent and c. Identifikasi penyebab gangguan
Pattern pola tidur yang dialami pasien
d. Berikan lingkungan yang
Setelah dilakukan nyaman dan kurangi factor
tindakan asuhan penyebabkan gangguan pola
keperawatan selama 3 x tidur
24 jam diharapkan e. Beri KIE pentingnya pemenuhan
gangguan pola tidur waktu tidur terhadap kesehatan
berkurang. f. Ajarkan teknik relaksasi
g. Dorong keluarga pasien untuk
Kriteria Hasil : membantu peningkatan kuantitas
1. Pasien dapat tidur dan kualitas tidur pasien
dengan tenang h. Kolaborasi pemberian obat untuk
2. Jumlah tidur pasien mengurangi dampak dari factor
sesuai dengan penyebab yang menimbulkan
kebutuhan pasien (6- gangguan tidur
8 jam/hari) i. Kolaborasi pemberian makanan
seperti susu

10 Risiko infeksi 1. Immune status 1. Infection control


berhubungan dengan 2. Knowledge : (Kontrol Infeksi )
efek prosedur invasif Infection control
3. Risk control a. Monitor keadaan luka
b. Monitor tanda dan gejala infeksi
Setelah dilakukan c. Monitor kadar WBC, granulosit
tindakan asuhan d. Berikan perawatan luka secara
keperawatan selama 3 x berkala dengan teknik yang tepat
24 jam diharapkan risiko e. Berikan lingkungan yang bersih
infeksi klien hilang atau f. Berikan KIE pasien dan keluarga
berkurang. mengenai personal hygiene
(seperti cara mencuci tangan
Kriteria hasil : yang benar) untuk menghindari
1. Tidak tampak adanya adanya factor pemicu infeksi
tanda dan gejala g. Kolaborasi pemberian antibiotic
infeksi
2. Jumlah leukosit
dalam batas normal
3. Menunjukkan
perilaku hidup sehat
9 Risiko jatuh 1. Trauma risk for 1. Fall prevention
berhubungan dengan 2. Injury risk for a. Identifikasi defisit kognisi atau fisik
efek agen Setelah diberikan pasien

farmakologis asuhan keperawatan b. Identifikasi karakteristik lingkungan

selama 3 x 24jam yang berpotensi menyebabkan

diharapkan tidak ada kejadian jatuh

kejadian jatuh dengan c. Pasang belt pengaman pada tepi

kriteria hasil : tempat tidur dan kunci roda tempat


tidur setelah melakukan mobilisasi
1. Mampu d. Bantu memenuhi ADLs pasien
mempertahakan e. Ajarkan pasien dan keluarga pasien
keseimbangan tubuh menjaga lingkungan yang aman dan
2. Tidak terjadi kejadian terhindar dari kejadian jatuh

jatuh
3. Mempunyai
pemahaman dan
perilaku pencegahan
kejadian jatuh
4. Lingkungan aman

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.Kegiatan dalam implementasi juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan
sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena

kesimpulan yang ditarik dari evaluasi menentukan menentukan apakah

intervensi keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan, atau diubah untuk

memperbaiki kekurangan dan memodifikasi rencana asuhan sesuai

kebutuhan (Kozier, 2010).


DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Syamat, dkk, 2006. Edisi Revisi Buku Ilmu Penyakit Dalam,EGC :

Jakarta.

Nurarif A, H, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa

Medis

dan Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta : Mediaction

Jogja.

Potter and Perry.2006.Fundamental Keperawatan .Volume 2.Jakarta:EGC

Price, Sylvia A. 2009.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Jakarta :

EGC

Reeves, J.C.2007. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika

Smeltzer. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

Definisi dan Indikator Diagnostik.Edisi 1. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Wilkinson, Judith M. 2013. Buku Saku Keperawatan: Diagnosa NANDA,

Intervensi

NIC, kriteria hasil NOC.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai