DENGAN STRUMA
A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid.Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan
oleh kurangnya diet iodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon
tiroid.Terjadinya pembesaran kelenjar tiroid dikarenakan sebagai usaha
meningkatkan hormon yang dihasilkan.
2. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid
merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
a. Defisiensi yodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma
sering terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang
mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
b. Kelainan metabolik kongenital yang mengahambat sintesa hormon tyroid
1) Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (substansi dalam kol,
lobak, dan kacang kedelai).
2) Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (Triocarbamide,
sulfonylurea dan litium).
3. Klasifikasi
Struma dapat diklasifikasikan menjadi struma difusa non- toksik,
struma difusa toksik, struma nodusa toksik dan struma nodusa non-
toksik.Dimana istlah toksik dan nontoksik ini merujuk pada adanya
perubahan dari segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid
(kelenjar tiroid aktif menghasilkan hormone tiroid secara berlebihan) dan
hipotiroid (produksi hormone tiroid kurang dari kebutuhan
tubuh).Sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih berfokus kepada bentuk
pembesaran kelenjar tiroid.
a. Struma diffusa ditandai dengan adanya pembesaran atau benjolan
diseluruh kelenjar tiroid (seakan terjadi pembesaran leher). Ada struma
diffusa toksik (disertai gejala hipertiroidisme) dan struma diffusa non
toksik (tanpa tanda dan gejala hipertiroidisme).
b. Struma nodusa ditandai dengan membesarnya sebagian dari kelenjar
tiroid, yang dimana benjolannya terlokalisir. Pembesaran tersebut
ditandai dengan benjolan di leher yang bergerak pada saat menelan.
Nodul mungkin tunggal, tetapi kebanyakan berkembang menjadi
multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan
menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya yang
sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala
kecuali benjolan di leher. Sebagian penderita dengan struma nodosa
dapat hidup dengan strumanya tanpa gangguan.
1) Struma nodusa toksik : kelenjar tiroid aktif menghasilkan hormon
tiroid sehingga produksinya berlebihan.
2) Struma nodusa non-toksik :kelenjar tiroid tidak aktif menghasilkan
hormon tiroid. sering tidak menampakkan gejala/keluhan karena
pasien tidak mengalami hipotiroidisme ataupun hipertiroidisme.
4. Manifestasi klinis
Pada penyakit Struma Nodosa Non Toksik (SNNT) terdapat
beberapa manifestasi klinis berupa :
a. Terdapat benjolan di daerah leher
b. Pembesaran kelenjar tyroid terjadi dengan lambat.
c. Jika strumacukup besar, akan menekan area trakea yang dapat
mengakibatkan gangguanpada respirasi dan juga esophagus tertekan
sehingga terjadi gangguan menelan.
d. Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau
hipertirodisme.
e. Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif denganmeningkatnya
denyut nadi.
f. Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadiberdebar-debar, gelisah,
berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar,dan kelelahan
5. KOMPLIKASI
a. Gangguan menelan atau bernafas
b. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung
kongestif ( jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh)
c. Osteoporosis karena tubuh kekurangan kalsium
d. Komplikasi pembedahan :
1) Perdarahan
2) Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
3) Trauma pada nervus laryngeus recurrens.
4) Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam
sirkulasi dengan tekanan.
5) Sepsis yang meluas ke mediastinum.
6) Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid.
7) Trakeumalasia (melunaknya trakea).
6. PATOFISIOLOGI
Kelenjar tiroid dikendalikan oleh tirotropin (TSH), yang
disekresikan oleh kelenjar pituitari, yang mana, pada gilirannya,
dipengaruhi oleh tirotropin releasing hormone (TRH) dari hipothalamus.
TSH menyebabkan pertumbuhan, diferensiasi sel, dan produksi hormon
tiroid serta sekresinya oleh kelenjar tiroid. Tirotropin bekerja pada reseptor
TSH pada kelenjar tiroid. Hormon tiroid dalam serum (levothyroxine dan
triiodothyronine) menyebabkan feedback ke pituitari, yang mengatur
produksi TSH. Rangsangan pada reseptor TSH oleh TSH, TSH-receptor
antibodi, atau TSH receptor agonist, seperti chorionic gonadotropin, bisa
menyebabkan struma diffuse. Ketika sejumlah kecil sel tiroid, sel-sel
peradangan, atau sel-sel keganasan bermetastase ke tiroid, bisa terbentuk
nodul tiroid.
Kekurangan sintesis hormon tiroid atau kurangnya pemasukan
menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan
peningkatan jumlah sel dan hiperplasia dari kelenjar tiroid untuk
menormalkan kadar hormon tiroid. Bila proses ini terus terjadi, bisa
terbentuk struma. Penyebab kekurangan hormon tiroid bisa karena
gangguan pada sintesisnya, kekurangan iodium, dan goitrogen.
Struma bisa terbentuk dari sejumlah TSH receptor agonist. TSH
receptor merangsang TSH receptor antibodies, resistensi pituitari terhadap
hormon tiroid, adenoma dari kelenjar tiroid atau pituitari, dan tumor yang
menghasilkan human chorionic gonadotropin
7. PATHWAY
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid,
kadar normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL;
T3 sangat membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang
dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat
membantu untuk mengetahui hipotiroidisme primer di mana basal TSH
meningkat 6 mU/L. Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal.
2) Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibodi
terhadap macam - macam antigen tiroid ditemukan pada serum
penderita dengan penyakit tiroid autoimun :
a) antibodi tiroglobulin
b) antibodi microsomal
c) antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)
d) antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
e) hyroid stimulating hormone antibody (TSA)
9. PENATALAKSANAAN
a. Konservatif/medikamentosa
Indikasi :pasien usia tua, pasien berada pada fase pengobatan sangat
awal, rekurensi pasca bedah, pada persiapan operasi, struma residif,
pada kehamilan (misalnya pada trimester ke-3).
1) Struma non toksik : iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl
2) Struma toksik :
a) Bed rest
b) Propilthiouracil (PTU) 100-200 mg. PTU merupakan obat anti-
tiroid, dimana bekerjanya dengan prevensi pada sintesis dan
akhir dari tiroksin. Obat ini bekerja mencegah produksi tiroksin
(T4). Diberikan dosis 3x 100 mg/hari tiap 8 jam sampai
tercapai eutiroid. Bila menjadi eutiroid dilanjutkan dengan
dosis maintenance 2 x 5 mg/hari selama 12-18 bulan.
c) Lugol 5 – 10 tetes. Obat ini membantu mengubah menjadi
tiroksin dan mengurangi vaskularisasi serta kerapuhan kelenjar
tiroid. Digunakan 10-21 hari sebelum operasi. Namun sekarang
tidak digunakan lagi, oleh karena propanolol lebih baik dalam
mengurangi vaskularisasi dan kerapuhan kelenjar. Dosis 3 x 5-
10 mg/hari selama 14 hari.
b. Radioterapi
Menggunakan Iodium (I131), biasanya diberikan pada pasien yang
telah diterapi dengan obat anti-tiroid dan telah menjadi eutiroid.
Indikasi radioterapi adalah pasien pada awal penyakit atau pasien
dengan resiko tinggi untuk operasi dan untuk pasien dengan hipotiroid
rekuren.Radioterapi merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil dan
anak-anak.
c. Pembedahan
Pembedahan dilakukan dengan indikasi berupa : adanya
pembesaran kelenjar thyroid dengan gejala penekanan berupa
gangguan menelan, suara parau dan gangguan pernafasan, keganasan
kelenjar tiroid, dan kosmetik.
Beberapa jenis pembedahan yang dilakukan adalah :
1) Isthmulobectomy , mengangkat isthmus
2) Lobectomy, mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram
3) Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat
4) Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus kanan
dan sebagian kiri.
5) Near total tiroidectomi, isthmulobectomy dextra danlobectomy
subtotal sinistra dan sebaliknya.
6) Radical Neck Dissection (RND), mengangkat seluruh jaringan
limfoid pada leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan
nervus naccessories, vena jugularis eksterna dan interna, musculus
sternocleidomastoideus dan musculus omohyoideus serta kelenjar
ludah submandibularis
10. PENCEGAHAN
a. Pemberian edukasi
Pemberian edukasi ini bertujuan merubah perilaku masyarakat,
khususnya mengenai pola makan dan memasyarakatkan penggunaan
garam beriodium.
b. Pemberian kapsul minyak beriodium, terutama bagi penduduk yang
berada di wilayah endemic sedang dan berat.
c. Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah
endemic, diberikan endemic 40%tiga tahun sekali dengan dosis untuk
orang dewasa dan anak diatas enam tahun 1 cc, sedangkan yang
usianya sedang atau kurang dari enam tahun hanya diberikan 0,2 – 0,8
cc.
c. Pola Kebutuhan
1) Pernafasan :frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema
paru (pada krisis tiroksikosis).
2) Aktivitas/istirahat : insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan
berat, atrofi otot.
3) Integritas ego : mengalami stress, emosi labil, depresi.
4) Makanan dan cairan : kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan,
terkadang nafsu makan meningkat, makan sering, kehausan,mual, muntah.
5) Rasa nyaman : adanya rasa nyeri
6) Rasa aman : tidak toleransi terhadap panas, keringat berlebihan.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : Baik
2) Kesadaran : Compos Mentis
3) Tanda-tanda vital
Tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu cenderung meningkat.
4) Pemeriksaan Head to Toe
a) Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simeris, tidak ada lesi
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan/lepas
b) Mata
Inspeksi : Mata simetris, konjungtiva anemis, reflek pupil isokor
Palpasi : Tidak ada gangguan
c) Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada serumen
Palpasi : Tidak ada gangguan
d) Mulut
Inspeksi : Mukosa mulut lembab, tidak ada lesi
e) Leher
Palpasi : Ada pembesaran tiroid, ada benjolan, sulit menelan
f) Dada
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : Tidak ada gangguan
Perkusi : Sonor
g) Abdomen
Inspeksi : simetris, tidak ada bengkak
Auskultasi : bising usus 3-15 x/menit
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Timpani
h) Genetalia dan Anus
Inspeksi : Bersih
i) Ekstremitas Atas
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada gangguan
j) Ekstremitas Bawah
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada gangguan
2. Diagnosa Keperawatan
Diagosa yang mungkin muncul dalam asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit SNNT antara lain :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing dalam
jalan nafas
b. Penurunan curah jantung berhubunga dengan perubahan irama jantung
c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuscular.
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
g. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
h. Risiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas
a. 1. Respiratory status : a. 1. Airway suction
tidak efektif
b. Ventilation a. Auskultasi suara nafas pasien
berhubungan dengan
c. 2. Respiratory status : b. Monitor status oksigen pasien
benda asing dalam Airway patency c. Berikan oksigen apabila pasien
jalan nafas d. 3. Aspiration Control menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan jalan 2. Airway Management
nafas yang paten a. Buka jalan nafas, gunakan teknik
(klien tidak merasa chin lift atau jaw thrust bila perlu
tercekik, irama nafas, b. Auskultasi suara nafas, catat
frekuensi pernafasan adanya suara tambahan
dalam rentang c. Monitor respirasi dan status O2
normal, tidak ada d. Posisikan pasien untuk
suara nafas memaksimalkan ventilasi
abnormal. e. Identifikasi pasien perlunya
b. Mampu pemasangan alat jalan nafas
mengidentifikasikan buatan
dan mencegah factor f. Atur intake untuk cairan
yang dapat mengoptimalkan keseimbangan.
menghambat jalan
nafas
dukungan keluarga
5 Nyeri akut
j. 1. Pain level 1. Pain management
berhubungan denga
k. 2. Pain control 2. Analgesic administration
agen pencedera fisik
l. 3. Comfort level
(prosedur operasi) Setelah dilakukan a. Observasi TTV
tindakan asuhan b. Kaji karakteristik nyeri secara
keperawatan selama 3 x komprehensif (penyebab,
24 jam diharapkan nyeri kualitas, intensitas, skala nyeri)
berkurang klien hilang yang diungkapkan secara verbal
atau berkurang. dan nonverbal
c. Berikan posisi yang nyaman
Kriteria hasil : d. Ajarkan teknik relaksasi baik
1. Pasien mengatakan nafas dalam ataupun distraksi
nyeri berkurang yang e. Kolaborasi pemberian obat
diekspresikan melalui analgesik
verbal dan non verbal
2.Mampu mengontrol
nyeri dengan
manajemen nyeri
jatuh
3. Mempunyai
pemahaman dan
perilaku pencegahan
kejadian jatuh
4. Lingkungan aman
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.Kegiatan dalam implementasi juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan
sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena
Hidayat, Syamat, dkk, 2006. Edisi Revisi Buku Ilmu Penyakit Dalam,EGC :
Jakarta.
Medis
Jogja.
Jakarta :
EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Intervensi