Kasus 3 Cacing Blok 1
Kasus 3 Cacing Blok 1
Seorang ibu membawa anaknya yang berumur 6 tahun ke puskesmas, dengan keluhan badan kurus,
muka pucat dan lesu. Anaknya sering mengeluh gatal pada anus terutama pada malam hari.
Lingkungan tempat tinggal pasien teletak di daerah kumh pinggir kali. Pasien tidak penah dibawa ke
puskesmas sebelumnya dan tidak pernah minum obat cacing. Lalu dokter memeriksa anak tersebut
dan didapatkan anaknya mudah menangis, konjungtiva pucat, perut kembung, lainnya dalam batas
normal. Dokter lalu menyarankan pada orang tua pasien itu, agar anaknya diambil darah dan
fecesnya untuk diperiksa ke laboratorium.
2. KLARIFIKASI MASALAH
2.1. Mengapa pada kasus ini pasien mengeluh badan kurus, muka pucat, lesu dan gatal tiap
malam?
2.2. Mengapa pada pemerriksaan didapat anak mudah menangis, konjungtiva pucat dan perut
kembung?
2.3. Bagaimana pengaruh lingkungan terhadap kasus ini?
2.4. Bagaimana pemeriksaan penunjang?
2.4.1. Cek darah
2.4.2. Pemeriksaan feces
2.5. Cacingan
2.5.1. Jenis parasit apa pada kasus ini?
2.5.2.Daur hidup (epidemologi)?
2.5.3.Penatalaksanaan?
2.5.4.Patofisiologi (mekanisme dalam tubuh)?
3. ANALISIS MASALAH
3.1. Mengapa pada kasus ini pasien mengeluh badan kurus, muka pucat, lesu dan gatal tiap
malam?
*karena terjadi simbiosis parasitisme oleh parasit di saluran pencernaan (usus halus).
*karena parasit mengambil darah untuk makan.
*karena parasit mengambil atau memakan sebagian nutrisi yang seharusnya diserap tubuh.
*karena ada aktivitas parasit pada malam hari
3.2. Mengapa pada pemerriksaan didapat anak mudah menangis, konjungtiva pucat dan perut
kembung?
*karena gatal (apalagi ada luka) dan tidurnya terganggu.
*karena turunnya Hb.
*karena adanya parasi di usus yang menyebabkan iritasi.
3.3. Bagaimana pengaruh lingkungan terhadap kasus ini?
*sangat berpengaruh, karena lingkungan kumuh mendukung siklus hidup parasit.
3.4. Bagaimana pemeriksaan penunjang?
3.4.1.Cek darah
*metode sahli
3.4.2. Pemeriksaan feces
* (SB)
3.5. Cacingan
3.5.1. Jenis parasit apa pada kasus ini?
*Enterobius vermicularis/ Oxyuris vermicularis/ Cacing kremi.
Karena : - Pruritus ani (gatal pada anus) terutama pada malam hari.
- Hospes : manusia
- Paling sering pada anak-anak
3.5.2.Daur hidup (epidemologi)?
Digaruk dan
menempel di tangan Makan tidak cuci
tangan Caing dewasa di
caecum dan colon
3.5.3.Penatalaksanaan?
*medika mentosa : mebendazole, albendazole, piperazine sitrat, pirantel pamoat,
pirivum pamoat
*non medika mentosa : (SB)
3.5.4.Patofisiologi (mekanisme dalam tubuh)?
*Telur menetas ke usus halus badan krurus dan lesu. (SB)
4. FISH BONE
BADAN KURUS
GATAL
PADA
ANUS INFEKSI ENETROBIUS
MALAM
HARI PARASIT VERMICULARIS
5. SASARAN BELAJAR
5.1. Cara mencari BB ideal?
5.2. Pemeriksaan penunjang?
5.3. Daur hidup Enterobius Vermicularis?
5.4. Patofisologi?
5.5. Penatalaksanaan
6. BELAJAR MANDIRI
7. HASIL DISKUSI
7.1. Cara mencari BB ideal?
Body Mass Index (BMI) atau dalam bahasa Indonesia disebut Index Masa Tubuh (IMT) adalah
sebuah ukuran “berat terhadap tinggi” badan yang umum digunakan untuk menggolongkan
orang dewasa ke dalam kategori Underweight (kekurangan berat badan), Overweight
(kelebihan berat badan) dan Obesitas (kegemukan). Rumus atau cara menghitung BMI
sangat mudah, yaitu dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan kuadrat dari
tinggi badan dalam meter (kg/m²).
Lalu hasil dari BMI tersebut dapat dicocokkan pada Tabel Klasifikasi Internasional dari
Underweight, Overweight dan Obesitas pada Orang Dewasa yang disepakati oleh
organisasi kesehatan dunia, WHO sebagai berikut :
Contoh: Berat badan saya adalah 77 kg dan tinggi saya adalah 176 cm. Maka BMI
saya adalah 77/(1,76)² = 24.86 kg/m². Bila dicocokkan dalam tabel di atas maka saya masih
masuk dalam kategori normal.
Nilai BMI dipengaruhi oleh usia namun sama pada kedua jenis kelamin. Nilai BMI
dapat tidak sesuai pada derajat kegemukan dari populasi yang berbeda, dalam hubungannya
dengan perbedaan proporsi tubuh. Sebagai contoh, ada orang Amerika dan orang Asia yang
memiliki nilai BMI yang sama. Namun dilihat dari kenyataan, orang Asia tersebut memiliki
proporsi massa lemak yang lebih banyak dari pada massa otot dibandingkan dengan orang
Amerika. Analogi lain, mana yang lebih berat ‘lemak 40kg + otot 10kg’ atau ‘lemak 20kg +
otot 30kg’ ? Sama saja kan?
Siklus Hidup
Manusia merupakan satu-satunya hospes bagi E. vermicularis. Manusia terinfeksi
bila menelan telur infektif. Telur akan menetas di dalam usus dan berkembang menjadi
dewasa dalam caecum, termasuk appendix (DB Jelliffe, 1994).
Cacing betina memerlukan waktu sekitar 1 bulan untuk menjadi matur dan mulai
memproduksi telur (Garcia dan Bruckner, 1999). Cacing betina yang gravid mengandung
sekitar 11.000-15.000 butir telur, berimigrasi ke perianal pada malam hari untuk bertelur
dengan cara kontraksi uterus dan vaginanya. Telur-telur jarang di keluarkan di usus
sehingga jarang di temukan di tinja. Telur menjadi matang dalam waktu kira-kira 6 jam
setelah di keluarkan pada suhu badan. Dalam keadaan lembab telur dapat hidup sampai
13 hari (Gandahusada et al., 2006). Kadang-kadang cacing betina berimigrasi ke vagina
dan menyebabkan vaginitis (Lynne dan David, 1999).
Populasi cacing jantan dan betina mungkin terjadi di caecum. Cacing jantan mati
setelah populasi, dan cacing betina mati setelah bertelur. Daur hidup cacing mulai dari
tertelannya telur infektif sampai menjadi cacing dewasa gravid yang bermigrasi ke
perianal dan memerlukan waktu kira-kira 2 minggu sampai 2 bulan (Gandahusada et al.,
2006).
7.4. Patofisologi?
Enterobiasis sering tidak menimbulkan gejala (asimptomatis). Gejala klinis yang
menonjol berupa pruritus ani, disebabkan oleh iritasi disekitar anus akibat migrasi cacing
betina ke perianal untuk meletakkan telur-telurnya. Gatal-gatal di daerah anus terjadi saat
malam hari, karena migrasi cacing betina terjadi di waktu malam (Noer, 1996)/
Cacing betina gravid, sering mengembara dan bersarang di vagina serta tuba fallopi.
Sementara sampai di tuba fallopi menyebabkan salphyngitis. Kondisi ini sangat berbahaya,
terutama pada wanita usia subur, sebab dapat menyebabkan kemandulan, akibat buntunya
saluran tuba. Cacing juga sering ditemukan di appendix. Hal ini bisa menyebabkan
apendisitis, meskipun jarang ditemukan (Wolfrarm, 2003)
7.5. Penatalaksanaan
Pengobatan enterobiasis efektif jika semua penghuni rumah juga di obati, infeksi
ini dapat menyerang semua orang yang berhubungan dengan penderita. Obat-obatan
yang di gunakan antara lain piperazin, pirvinium, tiabendazol dan stilbazium iodida
(Gandahusada et al., 2006).
Pengobatan enterobiasis adalah sebagai berikut :
1. Piperazin sulfat diberikan dengan dosis 2 x 1 g/hari selama 8 hari,
2. Pirvinium pamoat, diberikan dgn dosis 5 mg/kg berat badan (maksimum 0,25
g) dan di ulangi 2 minggu kemudian,
3. Piranthel pamoat, di berikan dengan dosis 11mg/kg berat badan single dose,
dan maksimum 1 gram,
4. Stilbazium Iodida, dengan dosis tunggal 10-15 mg/kg berat badan. Warna tinja
akan menjadi merah karena obat ini (Noer, 2007).
Pencegahan dengan menjaga kebersihan, cuci tangan sebelum makan, ganti sprei
teratur, ganti celana dalam setiap hari, membersihkan debu-debu kotoran di rumah,
potong kuku secara rutin, hindari mandi cuci kakus (MCK) di sungai. Kalau perlu toilet
dibersihkan dengan menggunakan desinfektan (Noer, 1999). Selain itu, peningkatan
kesehatan perorangan dan kelompok digabung dengan terapi kelompok dapat
membantu pencegahan (Garcia dan Bruckner, 1999)
DAFTAR PUSTAKA
1. Brooks G.F, Butel J.S, Ornston l.n.Jawetz, Melnick, Adelberg Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20.
Jakarta. EGC. 1996.
2. Hadi Purmono. Mikrobiologi Dasar. Semarang. Bagian Mikrobiologi FK UNDIP-RSDK. 2006.
3. Prastiwi Sylvia T. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta. Erlangga.2008.
4. Srisai Gandahusada, Parasitologi Kedokteran, Jakarta, FKUI, 1995.
5. Juni P, Atlas Parasitologi Kedokteran, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2004.