Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KEGIATAN ATROPOGENIK

TERHADAP LINGKUNGAN TAMBAK

Dosen Pengajar:
dr.Hasanuddin Ishak,M.Sc., Ph.D

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 6:

FAUZIYAH RESKY ANANDA (K011171030)

SRI RAHMAYANTI (K011171310)

ANDI BESSE WITMA (K011171316)

RIFDAH WARDANI (K011171315)

MIFTA ANNAJASI MUSLIMIN (K011171339)

KESMAS PESISIR DAN KEPULAUAN “A”

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan terhadap kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
atas berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya berupa akal pikiran serta berbagai sarana untuk
belajar dan menambah ilmu pengetahuan/wawasan, makalah ini dapat disusun dengan baik
dan diselesaikan tepat pada waktunya. Penyusunan makalah ini ditujukan demi keperluan
pembelajaran pada mata kuliah Kesmas Pesisir Dan Kepulauanyang diambil di semester
kelima.

Kami telah berusaha menyusun makalah dengan sebaik-baiknya, baik dari segi
sistematika penyusunannya maupun dari segi isinya. Kami sangat berterima kasih jika ada
masukan dan saran dari para pembaca yang budiman. Untuk ke depannya, kami berharap
dapat mempertahankan yang telah baik dan memperbaiki yang masih kurang baik. Semoga
makalah ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembacanya.

Makassar, Oktober 2019

Kelompok 6
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. 1

DAFTAR ISI................................................................................................................................. 2

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................................ 3

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 3

1.2 Fakta Masalah .................................................................................................................... 3

1.3 Pertanyaan Masalah ........................................................................................................... 2

1.4 Tujuan ................................................................................................................................

BAB II. PEMBAHASAN ............................................................................................................. 3

2.1 Tabel Rekapitulasi Hasil Penelitian ................................................................................... 3

2.2 Faktor Penyebab ................................................................................................................. 3

2.3 Aspek Kesehatan ............................................................................................................... 4

2.4 Solusi ..................................................................................................................................

BAB III. PENUTUP ..................................................................................................................... 7

3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................ 7

3.2 Saran ................................................................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 8


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesi merupakan negara kepulauan yang terbesar di dunia dengan jumlah 17.504
pulau yang terdiri dari pulau besar dan pulau kecil, namun sekitar 90% dari seluruh pulau
milik NKRI berupa pulau kecil. Pulau kecil adalah pulau dengan luas 2.000 km 2atau
200.00 hektar. Indonesia pun memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, mencapai
81.000 km, yang secara garis besar dapat dibedakan menjadi kawasan budidaya dan
kawasan non-budidaya. Budidaya secara harfiah berarti pemeliharaan. Dalam konteks
perikanan, berarti kegiatan pemeliharaan segala sumber daya perikanan yang dilakukan
oleh manusia dalam lingkungan terkontrol untuk kesejateraan manusia (Sugianto &
Fretty, 2017).
Aktivitas Manusia (antropogenik) seperti pembukaan lahan tambak udang, dapat
menimbulkan perubahan pada lingkungan baik fisik, kimia, biologi maupun lingkungan
sosial ekonomi dan budaya.Hal tersebut akan menimbulkan dampak yang dirasakan oleh
masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan seperti pembuatan
tambak-tambak ilegal yang berada disekitar pesisir dapat menyebabkan pencemaran dan
kerusasakan lingkungan sekitar sehingga mereka harus disidak oleh penegak hukum agar
tidak terjadi lagi kegiatan ilegal yang dapat mencemari ekosistem di kepulauan.
Perubahan lingkungan yang muncul akibat dari degradasi mangrove menimbulkan
sejumlah kerugian bagi masyarakat, seperti: peningkatan daya rusak abrasi dan pasang-
surut air laut
Pencemaran air laut biasanya berasal dari air yang terkontaminasi oleh limbah
buangan industri dan aktivitas pelabuhan. Semakin tinggi aktivitas pabrik dan kendaraan
di sekitar perairan baik di darat maupun areal pantainya maka kadar logam berat dapat
meningkat pula. Terumbu karang mempunyai berbagai fungsi yaitu, sebagai gudang
keanekaragaman hayati biota-biota laut, tempat tinggal sementara atau tetap, tempat
mencari makan, berpijah, daerah asuhan dan tempat berlindung bagi hewan laut lainnya.
Terumbu karang juga berfungsi sebagai tempat berlangsungnya siklus biologi, kimiawi
dan fisik secara global yang mempunyai tingkat produktivitas yang sangat tinggi.
Terumbu karang merupakan sumber bahan makanan langsung maupun tidak langsung
dan sumber obat-obatan. Terumbu karang sebagai pelindung pantai dari hempasan
ombak dan sumber utama bahan-bahan kontruksi. Untuk itu pentingnya pencegahan
antropogenik perlu untuk segera diatasi.

1.2 Fakta Masalah


Kegiatan budidaya tambak merupakan pemanfaatan wilayah pesisir sebagai lahan
budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk masyarakat dan
perolehan devisa (Indirawati, 2017). Beberapa komoditas yang biasa budidayakan adalah
udang, kepiting, bandeng, nila dan rumput laut. Masing- masing komoditas biasa di
budidayakan pada petakan tambak dengan satu jenis komoditas (monokultur) dan juga
memanfaatkan satu petakan tambak untuk beberapa komoditas yang didiversifikasi
dengan komoditas lain (polikultur).
Kegiatan pengelolaan tambak menunjukkan pola budidaya yang memiliki ciri khas
masing-masing. Ciri tersebut terletak pada tahapan persiapan lahan, manajemen kualitas
air, manajemen pakan dan manajemen penyakit. Saat ini telah dikenal pengelolaan
tambak dengan 3 cara, yaitu Sistem Intensif, Sistem Semi Intensif dan Sistem Ekstensif
(Tradisional). Kualitas air merupakan faktor yang paling penting dalam budidaya baik itu
untuk tambak maupun industri.

1.3 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalahnya, yaitu:
1. Apa saja faktor penyebab dari kegiatan antropogenik tambak?
2. Bagaimana aspek lingkungan yang ditimbulkan dari kegiatan antropogenik tambak?
3. Apa saja solusi untuk mencegah pencemaran lingkungan akibat kegiatan antopogenik
tambak ?

1.4 Tujuan
Adapun tujuannya, yaitu:
1. Agar mengetahui faktor penyebab dari kegiatan antropogenik tambak.
2. Agar mengetahui dampak yang ditimbulkan dari kegiatan antropogenik tambak.
3. Agar mengetahui solusi yang tepat untuk mencegah pencemaran lingkungan akibat
kegiatan antopogenik tambak.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tabel Rekapitulasi Hasil Penelitian

NO NIM KEGIATAN ATROPOGENIK ASPEK LINGKUNGAN


1. K011171030 / Di daerah sungai Kembung  Wilayah sungai Kembung
Fauzyah Rezky terdapat beberapa pengusaha terdapat beberapa potensi
Ananda tambak udang yang pencemaran yang besar
membudidayakan udang jenis yang mengakibatkan
Udang Vannamei (Litopenaeus konentrasi pencemar
Vannamei) dengan teknologi sungai tersebut telah
budidaya yang intensif. melewati ambang batas
menurut KepMen LH No..
51/Men-KLH/2004 untuk
parameter BOD5, Nitrat,
Posfat dan DO. Sehingga
sungai Kembung
dinyatakan berstatus
tercemar ringan.
 Beban pencemar BOD5
dapat menyebabkan
menurunnya oksigen
dalam air sehingga dapat
mematikan air ikan dan
menimbulkan bau busuk.
 Beban pencemar Nitrat
(NO3) disebabkan oleh
asupan nitrat dari buangan
pertanian dan rumah
tangga.
 Bahan pencemar Posfat
yang sangat tinggi
jumlahnya akan berbahaya
bagi biota aquatic yang
hidup dalam perairan
tersebut.
2. K011171310 / Di Pulau Tanakeke memiliki Perubahan lingkungan yang
Sri Rahmayanti kawasan ekosistem mangrove muncul akibat dari aktivitas
yang dimanfaatkan oleh kegiatan antropometrik yang
masyarakat sebagai (pembuatan dilakukan oleh masyarakat
arang, kayu bakar, bahan mengakibatkan degradasi
bangunan, patok budi daya mangrove yang menimbulkan
rumput laut) dan perikanan (budi sejumlah kerugian bagi
daya tambak, perikanan tangkap). masyarakat, seperti:
peningkatan daya rusak
abrasi dan pasang-surut air
laut saat musim barat karena
fungsi fisik ekosistem
mangrove menurun.
Hilangnya ikan yang
dibudidayakan karena tambak
yang rusak akibat hantaman
gelombang laut. Rusaknya
pematang tambak dan
bangunan rumah.

3. K011171315 / Pulau pramuka sebagai pusat Kualitas perairan dipengaruhi


Rifdah Wardani pemerintahan merupakan pulau secara langsung oleh aktivitas
pemukiman dengan kepadatan antropogenik yang ditemukan
penduduk yang cukup tinggi, dan di setiap stasiun pengamatan.
juga merupakan daerah tujuan Stasiun 1 masih dalam
wisata yang banyak dikunjungi keadaan yang baik bagi
wisatawan, sehingga dapat pertumbuhan lamun, karena
memberikan dampak pada dalam stasiun ini daerahnya
ekosistem pesisir khususnya masih alami dan jauh dari
ekosistem lamun yang hidup di aktivitas wisatwan.Sedangkan
perairan dangkal dekat dengan stasiun 2 dan 3 tergolong
aktivitas wisatawan kurang dan buruk akan
pertumbuhan lamun, hal ini
dikarenakan daerah stasiun 2
dan 3 dekat dengan aktivitas
wisatawan. Pada stasiun 2
dan 3 terindikasi oleh
hadirnya aktivitas
anropogenik seperti
pembuangan sampah
domestik yang sembarangan,
penimbunan atau reklamasi
pantai. Ha ini mempengaruhi
penurunan kualitas habitat
lamun.
4. K011171316 / Di Kabupaten Berau adalah salah Aktivitas antropogenik di
Andi Besse satu kabupaten di Provinsi Kabupaten Berau dapat
Witma Kalimantan Timur dengan mengakibatkan fluktasi suhu
perkembangan budidaya yang dapat menimbulkan
prikanannya termasuk budidaya masalah adalah fluktasi suhu
tambak. harian. Perbedaan suhu antara
siang dan malam hari cukup
besar terutama pada tambak-
tambak dangkal yaitu 10o C.
Tanah tergolong tanah sulfat
masam dengan potensi
kemasan dan kandungan
unsur beracun yang tinggi,
serta kandungan unsur hara
makro yang rendah. Kualitas
air seperti suhu,salinitas,
pH,dan oksigen terlarut
secara umum mendukung
usaha budidaya ditambak,
kecuali bahan organik total
air yang relatif tinngi. Curah
hujan dan hari hujan
tergolong tinggi yang hampir
menyebar secara merata
sepanjang tahun.
5. K011171339 / Perairan Sidodadi dan Pulau tegal Aktifitas atropogenik di
Mifta Annajasi merupakan perairan yang Perairan Sidodadi dan Pulau
Muslimin dimanfaatkan oleh masyarakat Tegal dapat mempercepat
untuk melakukan kegiatan proses degradasi terumbu
perikanan, dalam hal ini sebagai karang dan komunitas ikan
Keramba Jaring Apung (KJA). karang. Tingginya tingkat
degradasi tersebut secara
langsung akan berpengaruh
pada hilangnya
Zooxantellakarang dan secara
langsung akan berdampak
pada kelangsungan hidup
ikan karang yang berasosiasi
dengan terumbu karang
tersebut.
2.2 Faktor Penyebab

Ada beberapa hal yang menjadi faktor penyebab aktivitas antropogenik terhadap
lingkungan pada tambak diantaranya yaitu tingginya permintaan akan produk perikanan
menyebabkan masyarakat melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan pasar
tersebut, tidak terkecuali penangkapan ikan dengan cara-cara yang tidak ramah
lingkungan. Faktor yang juga sangat berpengaruh pada degradasi terumbu karang yaitu
destructive fishing. Selain decstructif fishing, pengambilan batu karang baik untuk break
water maupun untuk dijual kepada pemilik tambak ikut mempercepat proses terjadinya
degradasi terumbu karang. Adanya bahan kimia yang berlebihan juga menjadi penyebab
ketidakseimbangan perairan dan kehidupan biota yang membuat kondisi perairan
memburuk. Perusakan ekosistem pada hutan mangrove yang digunakan sebagai sumber
mata pencaharian masyarakat setempat juga ikut membuat fungsi fisik ekosistem
mangrove menurun dan menyebabkan rusaknya pematang tambak sehingga ikan yang
dibudidayakan hasilnya tidak maksimal. Hal-hal tersebut menjadi faktor yang
menyebabkan aktivitas antropogenik terus menerus dilakukan yang pada akhirnya juga
menjadi kerugian bagi masyarakat sendiri.

2.3 Aspek Lingkungan

Kegiatan Antropogenik pertambakan yang dilakukan masyarakat di daerah kepulaun


dapat meberikan dampak yang buruk bagi lingkungan sekitar. Dapat dilihat dari kegiatan
tambak udang yang menggunakan bahan-bahan pencemar yang telah melebihi ambang
batas sehingga dapat menyebabkan kematian pada biota-biota dilaut dan peningkatan
fluktasi suhu. Selain itu, kegiatan antropogenik pun dapat menyebabkan degradasi
mangrove, degradasi terumbu karang dan degradasi komunitas ikan karang sehingga
menakibatkan peningkatan daya rusak abrasi, pasang-surut air laut saat musim barat
karena fungsi fisik ekosistem mangrove menurun, hilangnya ikan yang dibudidayakan
karena tambak yang rusak akibat hantaman gelombang laut, dan rusaknya pematang
tambak dan bangunan rumah. Dalam hal ini perlulah ada ketegasan bagi penegak hukum
untuk mensidak orang-orang yang telah berusaha melakukan pencemaran lingkungan.
2.4 Solusi

Pencemaran lingkungan akibat kegiatan antropogenik dapat menyebabkan


dampak yang buruk untuk lingkungan masyarakat di sekitar kepulauan, adapun cara
agar lingkungan di sekitar kepulauan tetap aman dari zat-zat pencemar yaitu:

1. Pengolahan tanah dasar dilakukan menggunakan hand tractor atau dicangkul,


dengan kedalaman tidak lebih dari 30 cm. hal ini dilakukan sehubungan dengan
pengaruh unsur hara terhadap pertumbuhan plankton pada kedalaman tertentu, dan
kemampuan unsur toksis berpengaruh terhadap kehidupan udang didasar tambak.
Pengolahan tanah dasar dilakukn hanya pada tambak masam dan tambak yang
sudah lama beroperasi, dan dilakukan pada musim tertentu, dimana unsur- unsur
toksis dalam bongkahan tanah dapat teroksidasi dengan sempurna (musim
kemarau). Setelah tanah dasar tambak ditraktor, kemudian dibalik dan Lumpur
yang ada didalam caren harus diangkat sambil memperbaiki pematang.
Selanjutnya direndam air (10 – 20) selama ± 7 hari, lalu dikeringkan kembali.
2. Memperbaiki struktur tanah yaitu meningkatkan daya sanggah (buffer) tanah dan
air sehingga tidak terjadi perubahan kemasaman (pH) yang ekstrim.
a. Menetralisasi unsur toksis yang disebabkan oleh aluminium dan zat besi
dengan ketersediaan kalsium dalam jumlah yang cukup, sehingga ketersediaan
unsur hara seperti posfat akan bertambah.
b. Menstimulir aktivitas organisme tanah sehingga dapat menghambat organisme
yang membahayakan kehidupan udang (desinfectan)
c. Dapat merangsang kegiatan jasad renik dalam tanah sehingga dapat
meningkatkan penguraian bahan organic dan nitrogen dalam tanah.
3. Pada tanah masam dengan pH<5, pengapuran dilakukan sesudah diadakan
reklamasi sehingga pH tanah tidak terjadi perubahan yang drastis. Sedangkan
pada tanah dasar tambak yang pH>7 tidak dilakukan pengapuran atau pengapuran
dalam jumlah yang sedikit sebgai desinfectan saja (poernomo 1992). Pengapuran
dilakukan pada saat tanah dasar tambak dalam keadaan lembab dan juga
dilakukan pada saat pengolahan atau pembalikan tanah dasar tambak. Setelah
tanah dasar tambak dikapur dengan kaptan selanjutnya dibiarkan kering dan
terjemur.
4. Pemberantasan hama (terutama trisipan, kepiting dan udang / ikan liar) yang
paling efektif adalah melalui pengeringan tambak secara sempurna. Sedangkan
pengapuran dengan menggunakan kapur hidrat dan kapur oksida pada suhu tinggi
juga dapat berfungsi untuk memberantas hama udang liar Pemberantasan hama
ikan dapat dilakukan dengan menggunakan saponin, dimana keampuhannya
sangat dipengaruhi oleh kondisi suhu dan salinitas air tambak. Pada salinitas
rendah yaitu salinitas <20 ppm sebaiknya diaplikasi pada dosis 20-30kg/ha dan
dilakukan pada siang hari, dan apabila salinitas >30 ppm, saponin diaplikasikan
dengan dosis 10-15 kg/ha.
Alternatif yang harus diperhatikan juga adalah penegakan hukum dan sanksi.
Dasarnya Indonesia sudah memiliki berbagai kebijakan, aturan dan SOP yang
ditujukan agar limbah dan sampah tidak mencemari lingkungan. Namun
sayangnya kebijakan, aturan dan SOP tersebut relatif belum dapat menanggulangi
terjadinya pencemaran lingkungan. Kondisi ini umumnya terjadi karena masih
maraknya pelanggaran pada berbagai hal.
Pelanggaran ini sendiri pada umumnya terjadi karena belum ketatnya
penegakan hukum dan sanksi yang diberikan kepada yang melanggar. Selain hal
tersebut juga karena orientasi dari penegakan hokum dan sanksi tersebut
umumnya masih berupa sanksi dalam bentuk uang yang cukup tinggi, sehingga
memungkinkan pelanggar dan petugas samasama mencari sama-sama untung.
Oleh karena itu maka hal tersebut harus dihindari sebaik mungkin, sehingga
penegakan hukum dan sanksi dapat dilaksanakan secara tegas dan mengikat tanpa
pandang bulu, sehingga pelanggaran dalam pengelolaan limbah dan sampah dapat
diminimalkan. Terkait hal tersebut, maka hal yang tidak kalah pentingnya agar
terjadi penegakan hukum dan sanksi adalah menjaga ketaatan dan kedisiplinan
dari aparat penegak hukum itu sendiri.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adapun Kesimpulan pada makalah ini ialah :

1. Faktor penyebab aktivitas antropogenik terhadap lingkungan pada tambak diantaranya


yaitu tingginya permintaan akan produk perikanan menyebabkan masyarakat
melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut, tidak terkecuali
penangkapan ikan dengan cara-cara yang tidak ramah lingkungan.

2. Kegiatan Antropogenik pertambakan yang dilakukan masyarakat di daerah kepulaun


dapat meberikan dampak yang buruk bagi lingkungan sekitar kegiatan antropogenik
pun dapat menyebabkan degradasi mangrove.

3. Solusi yang dapat diajaukan ialah mengolah tanah, dan memberantas hama. Serta
menghimbau pada masyarakat agar tidak melakukan hal-hal yang dapat merusak
ekosistam

3.2 Saran

Ada baiknya jika pemerintah turut ambil andil dalam memelihara dan merawat
keadaan pesisir dan kepulauan di Indonesia dengan memberikan bantuan dan membuat
program-program yang membangun dan memberdayakan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

K011171030. Fauziyah Rezky Ananda : Ronidua.S.M.H,dkk.2018.Analisis Beban Pencemar


Tambak Udang di Sekitar Sungai Kembung Kecamatan Bantan Bengkalis.Dinamika
Lingkungan Indonesia. Hal : 12-19

K011171310. Sri Rahmayanti : Anhar, Fibrianis Puspita, Aceng Hidayat & Meti Ekayani.
2019. Analisis nilai manfaat dan kerugian dari pemanfaatan ekosistem mangrove di
Pulau Tanakeke, Sulawesi Selatan. Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan.
14(1) Hal : 1-12
K011171315. Rifdah wardani : Fajarwati, S.D., Setianingsih, A, I., Muzani. 2015. Analisis
Kondisi Lamun Di Perairan Pulau Pramuka.Jurnal SPATIAL. Hal : 22-32
K011171316. Andi Besse Witma : Hasnawi,dkk.2015.Karakteristik Lahan Tambak Eksisting
Di Kecamatan Pulau Dermawan Kabupaten Berau Provinsi Kalimatan Timur.Jurnal
Riset Akuakultur. Hal : 503 - 60

K011171339.Mifta Annajasi Muslimin: Titaheluw.S.S.2017.Status Terumbu Karang dan Ikan


Karang Di Perairan Sidodadi dan Pulau Tegal Provinsi Lampung. Jurnal Ilmiah
Agribisnis dan Perikanan. 10(1) . Hal : 27-33

Indirawati S. M. (2017). Pencemaran logam berat Pb dan Cd dan keluhan kesehatan pada
masyarakat di kawasan Pesisir Belawan. Jurnal JUMANTIK, 2, 54–60.

Sugianto dan Fretty, S. R. M. (2017). Analisis logam berat Fe, Cd, dan Cu pada limbah
industri. Jurnal Komunikasi Fisika Indonesia, Edisi April ISSN.1412-2960.

Anda mungkin juga menyukai