Disusun Oleh :
Kelompok 4 / C5AIR
1. Qurrota a’yun (1710110085)
2. Sofiyan Oky Hidayat (1710110092)
3. Misbakun Niam (1710110099)
4. Silviyana Sailin Nihlah (1710110112)
0
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bimbingan dan konseling merupakan bantuan yang diberikan oleh
individu yang disebut dengan konselor kepada individu yang di sebut dengan
konseli untuk mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya. Didalam proses
konseling, konselor harus menggunsksn pendekstsn-pendekatan yang sesuai
dengan karakteristik masalah dari konseli. Salah satu pendekatan konseling
adalah rasional emotif. Rasional emotif terapi merupakan teknik yang
dikembangkan oleh albert ellis sebagai salah satu bentuk perubahan dari
pendekatan pendekatan yang sudah ada pada saat itu.
Pendekatan Rasional emotif merupakan Pendekatan yang berbeda dimana
pendekatan ini menekankan kepada faktor kognisi, perilaku dan perbuatan.
Rasional emotif pada umumnya dipakai oleh konselor ketika menghadapi
jenis konseli yang mengalami masalah yang disebabkan oleh pikiran
irrasional. Pikiran pikiran irrasional yang menyebabkan timbulnya suatu
perbuatan atau perasaan yang salah tersebut oleh Rasional emotif akan
dilakukan perubahan yang mendasar. Sehubungan dengan keinginan untuk
lebih memahami tentang teori ini, maka kami bermaksud untuk melakukan
kajian pustaka mengenai pendekatan Rasional emotif dalam konseling
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dan tujuan pendekatan rasional emotif dalam
konseling ?
2. Bagaimana teknik-teknik pendekatan rasional emotif dalam konseling ?
3. Bagaimana konsep dasar pendekatan rasional emotif dalam konseling?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan tujuan pendekatan Rasional emotif
dalam konseling.
2. Untuk mengetahui teknik-teknik pendekatan rasional emotif dalam
konseling.
1
3. Untuk mengetahui konsep dasar pendekatan rasional emotif dalam
konseling.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (PT Eresco, 1988) hal:241
2
WS Winkel, Bimbingan dan Konseling di institusi Pendidikan (jakarta: Grasindo, 1991) hal:
364
3
tergambar dalam bentuk tingkah lakunya yang nyata. Dengan kata lain,
dapat dijelaskan bahwa apabila seseorang telah berpikir rasional atau logis
yang dapat diterima dengan akal sehat, maka orang itu akan bertingkah
laku rasional dan logis pula. Tetapi sebaliknya apabila seseorang itu
berpikir yang tidak rasional atau tidak bisa diterima akal sehat maka ia
menunjukkan tingkah laku yang tidak rasional. Pola berpikir semacam
inilah oleh Ellis yang disebut sebagai penyebab bahwa seseorang itu
mengalami gangguan emosional.3
2. Tujuan konseling rasional emotive
Tujuan umum Konseling rasional emotif perilaku yaitu membantu
individu mengidentifikasi sistem keyakinannya yang tidak rasional dan
kemudian memodifikasinya agar menjadi lebih rasional. Secara Konseling
rasional emotif perilaku memusatkan perhatian pada upaya membantu
individu untuk belajar memperoleh keterampilan yang memudahkannya
untuk membentuk pikiranpikiran yang lebih rasional, mengarahkan pada
penerimaan diri dan kebahagiaan yang lebih besar dan mendorong
kesanggupan untuk dapat lebih menikmati hidupnya.4
3
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung : PT. Refika
Aditama, 2005), hal. 245
4
Bakhrudin All Habsy, KONSELING RASIONAL EMOTIF PERILAKU: SEBUAH
TINJAUAN FILOSOFIS, INDONESIAN JOURNAL OF EDUCATIONAL COUNSELING
Volume 2, No. 1, hal. 21
5
Namora Lumongga, Memahami Dasar-dasar Konseling Dalam Teori dan Praktik,
(Jakarta: Kencana, 2011), 182
4
1. Teknik-teknik Emotif
Teknik emotif adalah teknik yang digunakan untuk mengubah emosi
konseli. Teknik yang sering digunakan ialah:
a. Teknik Assertive Training
Digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien dengan
pola perilaku tertentu yang diinginkannya.
b. Teknik Sosiodrama
Memberi peluang mengekspresikan berbagai perasaan yang menekan
anggota kelompok melalui suasana yang didramatisasikan sehingga
klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan,
tulisan, atau melalui gerak dramatis.
c. Teknik Self Modelling
digunakan dengan meminta klien berjanji dengan konselor untuk
menghilangkan perasaan yang menimpanya. Dia diminta taat setia pada
janjinya.
d. Teknik Imitasi
digunakan dengan meminta klien menirukan odel perilaku secara terus-
menerus untuk menghikangkan perilakunya yang negative.6
2. Teknik-teknik Behavioristik
Terapi Rasional Emotif banyak menggunakan teknik behavioristik
terutama dalam hal upaya modifikasi perilaku negatif klien, dengan
mengubah akar-akar keyakinannya yang tidak rasional dan tidak logis,
bebrapa teknik yang tergolong behavioristik adalah:
a. Teknik Reinforcement
Teknik reinforcement (penguatan), yaitu mendorong klien kea rah
tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan
pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). Teknik ini
dimaksudkan untuk membongkar sitem nilai-nilai dan keyakinan yang
6
Namora Lumongga, Konseling Kelompok, (Jakarta: Kencana, 2016), 118
5
irrasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang
rasional atau lebih positif.
b. Teknik Social Modeling
Teknik social modeling (pemodelan sosial), yaitu teknik untuk
membentuk perilaku-perilaku baru pada klien. Teknik ini dilakukan
agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan
dengan cara mutasi (meniru), mengobservasi dan menyesuaikan dirinya
serta menginternalisasikan norma-norma da;am sistem model sosial
dengan masalah tertentu yang telah disiapkan konselor.
c. Teknik Live Models
Teknik live models 9model kehidupan nyata), yaitu teknik yang
digunakan untuk menggambar perilaku-perilaku tertentu. Khususnya
situasi-situasi interpersonal yang kompleks dalam bentuk percakapan-
percakapan sosial, interaksi dengan memecahkan masalah-masalah.
3. Teknik-teknik Kognitif
Teknik kognitif adalah teknik yang digunakan untuk mengubah cara
berfikir klien. Ada empat tahap dalam teknik-teknik kognitif:
a. Tahap Pengajaran
Dalam Rasional Emotif, konselor mengambil peranan lebih aktif dari
konseli. Tahap ini memberikan keleluasaan kepada konselor untuk
berbicara serta menunjukkan sesuatu kepada anggota terutama
menunjukkan bagaimana ketidaklogisan berfikir itu secara langsung
menimbulkan gangguan emosi kepada klien tersebut.
b. Tahap Persuasif
Meyakinkan anggota kelompok untuk mengubah pandangan yang ia
kemekukakan itu tidak benar . konselor juga mencoba meyakinkan,
berbagai argumentasi untuk menunjukkan apa yang dianggap oleh klien
itu adalah tidak benar.
c. Tahap Konfrontasi
Konselor mengubah ketidaklogikaan berfikir klien dan membawa
anggota kelompok kea rah berfikir yang lebih logika.
6
d. Tahap Pemberian Tugas
Konselor memberi tugas kepada anggota untuk mencoba melakukan
tindakan tertentu dalam situasi nyata. Misalnya, menugaskan klien
bergaul dengan anggota masyarakat kalau mereka merasa dipencilkan
dari pergaulan atau membaca buku untuk memperbaiki kekeliruan
caranya berfkir.7
7
Namora Lumongga, 119.
7
consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep
atau teori ABC.
1. Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau
memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian,
tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan
bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan
antecendent event bagi seseorang.
2. Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri
individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam,
yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan
yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional
merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal,
bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak
rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang
salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.
3. Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai
akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan
emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi
emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh
beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB
maupun yang iB.
Selain itu, Ellis juga menambahkan D dan E untuk rumus ABC
ini. Seorang terapis harus melawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan
irasional itu agar kliennya bisa menikmati dampak-dampak (effects; E)
psikologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional.
Sebagai contoh, “orang depresi merasa sedih dan kesepian karena
dia keliru berpikir bahwa dirinya tidak pantas dan merasa tersingkir”.
Padahal, penampilan orang depresi sama saja dengan orang yang tidak
mengalami depresi. Jadi, Tugas seorang terapis bukanlah menyerang
perasaan sedih dan kesepian yang dialami orang depresi, melainkan me-
nyerang keyakinan mereka yang negatif terhadap diri sendiri.
8
Walaupun tidak terlalu penting bagi seorang terapis mengetahui
titik utama keyakinan-keyakinan irasional tadi, namun dia harus
mengerti bahwa keyakinan tersebut adalah hasil “pengondisian
filosofis”, yaitu kebiasaan-kebiasaan yang muncul secara otomatis,
persis seperti kebiasaan kita yang langsung mengangkat dan menjawab
telepon setelah mendengarnya berdering.8
8
Namora Lumongga. Hlm.177.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
WS Winkel dalam Bukunya “bimbingan dan Konseling”
menyatakan bahwa Terapi Rasional Emotif adalah Corak konseling yang
menekankan kebersamaan dan interaksi antara berpikir dan akal sehat.
Tujuan umum Konseling rasional emotif perilaku yaitu membantu
individu mengidentifikasi sistem keyakinannya yang tidak rasional dan
kemudian memodifikasinya agar menjadi lebih rasional. Teknik-teknik
Konseling Rasional Emotif, Teknik emotif adalah teknik yang digunakan
untuk mengubah emosi konseli, Teknik-teknik Behavioristik Terapi
Rasional Emotif banyak menggunakan teknik behavioristik terutama
dalam hal upaya modifikasi perilaku negatif klien, dengan mengubah akar-
akar keyakinannya yang tidak rasional dan tidak logis, Teknik kognitif
adalah teknik yang digunakan untuk mengubah cara berfikir klien. Konsep
Dasar Teori Rasional-Emotif, Antecedent event (A) yaitu segenap
peristiwa luar yang dialami atau memapar individu, Belief (B) yaitu
keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu
peristiwa, Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional
sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau
hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A).
10
DAFTAR PUSTAKA
11