Anda di halaman 1dari 15

Tugas Makalah:

‘’Ft Tumbuh Kembang’’


(Tortikolis)

Dosen Mata Kuliah : Fiantri,S.ftr

Oleh kelompok 3 :

1. Dian Islamiah (Ft.2017.002)

2. Millani (Ft.2017.004)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BUDI MULIA KOTA KENDARI
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta

karunia-nya kepada saya sehingga berhasil menyelesaikan Makalah ini tepat pada waktunya

yang berjudul “TORTIKOLIS’’Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada

semua, khususnya mahasiswa FISIOTERAPI.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna oleh karena itu

kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi

kesempurnaan makalah ini.Dalam kesempatan ini saya juga ingin mengucapakan banyak

terimakasih kepada pihak kampus yang sudah memberikan kemampuan kepada kami untuk

menyusun makalah ini, juga kepada Ibu Dosen yang sudah banyak membantu selama

perkuliahan ini. Tidak lupa juga kepada teman-teman yang selalu menemani, membantu dan

mensuport selama pembuatan makalah ini Maka, makalah ini dapat terselesaikan dan tak

lepas dari kerja dari semuanya.

Akhir kata, saya sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta

dalam peyelesaian makalah ini.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i


DAFTAR ISI................................................................................................................ ii

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Tujuan ................................................................................................................... 1
C. Rumusan Masalah ................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Defini Tortikolis ..... ............................................................................... 2
B. Anatomi Otot Leher .. ............................................................................... 3
C. Etilogi ........................................................................................................ 4
D. Patofisiologi...................................................................................................5
E. Diagnosis ......................................................................................................7
F. Penatalaksanaan .............................................................................................8

BAB III PENUTUP


III. 1 Kesimpulan .......................................................................................................... 11
III. 2 Saran .................................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 12

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tortikolis merupakan leher yang terputar atau keadaan dimana otot-otot leher
terkontraksi disertai perputaran leher.1 Tortikolis dapat terjadi sejak lahir, congenital
Muscular Torticollis (CMT), atau didapat saat dewasa, acquired torticollis. Congenital
muscular torticollis (CMT) merupakan kelainan musculoskeletal kongenital terbanyak
ketiga setelah dislokasi panggul dan clubfoot. Kelainan kongenital ini ditandai dengan
pemendekan otot sternokleidomastoideus unilateral.
Insidensi CMT kurang dari 2% dan diyakini disebabkan oleh trauma lokal
pada jaringan lunak leher sebelum atau selama persalinan, khususnya pada persalinan
dengan presentasi bokong dan persalinan sulit yang dibantu dengan forceps.
Sedangkan, pada orang dewasa, setiap abnormalitas atau trauma tulang servikal bisa
menyebabkan tortikolis termasuk trauma minor (tegangan/regangan), fraktur, dislokasi,
dan subluxasi, sering menyebabkan spasme dari otot leher.
Manifestasi klinis yang didapat dari pemeriksaan yaitu kepala miring ke arah
yang sakit (setelah menyingkirkan penyebab lain seperti anomali tulang, diskitis,
limfadenitis), leher menjadi tidak seimbang dan pendek pada bagian yang fibrosis, di
sisi yang fibrosis telinga mendekati bahu, garis mata dan garis bahu membentuk sudut
(normalnya sejajar), perkembangan muka dapat menjadi asimetris, dan terdapat
benjolan berbatas tegas yang melibatkan satu atau kedua caput sternocledomastoideus.
Semakin muda usia pasien tortikolis, semakin baik prognosisnya. Pada usia
anak dibawah satu tahun, pengobatan secara konservatif menunjukkan hasil yang
memuaskan. Sedangkan, waktu yang optimal untuk operasi adalah antara 1-4 tahun.
Mengingat pentingnya diagnosa sedini mungkin pada pasien dengan tortikolis, maka
penting bagi para calon dokter umum untuk mengetahui mengenai penyakit ini lebih
jauh. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas mengenai tortikolis.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Definisi dari Tortikolis,Etilogi,Patofisiologi,Gejala,penyebab dan faktor
resiko Tortikolis?
2. Mengetahui penatalaksanaan Terapi pada Tortikolis!

C. Tujuan
Untuk mengetahui pentingnya diagnosa sedini mungkin pada pasien dengan tortikolis.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Tortikolis merupakan leher yang terputar atau keadaan dimana otot-otot leher
terkontraksi disertai perputaran leher.1 Tortikolis bisa juga diartikan sebagai istilah
umum untuk berbagai kondisi dystonia kepala dan leher , yang menampilkan variasi
tertentu dalam gerakan kepala ( komponen phasic ) ditandai dengan arah gerakan
(horizontal , seolah-olah mengatakan " tidak" , atau vertikal , seolah-olah mengatakan "
iya "). Tortikolis berasal dari bahasa Latin , tortus , berarti memutar dan collum , berarti
leher .

B. Anatomi Otot Leher


Otot leher ada yang melekat pada tulang hyoid dan ada yang tidak melekat pada
tulang hyoid. Otot yang tidak melekat pada tulang hyoid yaitu : (1) Musculus
Sternocleidomastoideus, origo di manubrium sterni dan clavicula (1/3 medial) serta
insersio di processus mastoideus os temporalis. Adapun aksinya yakni bilateral-flexi
kepala, rotasi unilateral kepala, memalingkan wajah ke sisi sebaliknya. Otot ini
dipersarafi oleh nervus accessorius (N XI); (2) Musculus scalenus anterior dan scalenus
medius, origo di processus transverses vertebra cervicalis bagian atas dan insersio di
costa 1. Aksinya adalah fleksi leher dan elevasi costa 1. Otot ini dipersarafi oleh ramus
ventralis nervus cervicalis (Gambar 2.1 dan Gambar 2.2).

Gambar 2.1 Otot leher ( Tampak lateral)

5
Gambar 2.2 Otot leher ( Tampak anterior)
Otot leher yang melekat pada hyoid terbagi menjadi dua yaitu suprahyoid dan
infrahyoid. Otot yang berada infrahyoid yaitu : (1) Musculus Omohyoid (otot ini
memiliki dua belly yang dihubungkan dengan tendon intermediet), origo
untuk inferior belly dari scapula-medial ke suprascapular notch (tendon intermediet
dihubungkan ke klavikula dan rib 1. Insersionya pada tulang hyoid. Aksinya yaitu
untuk menekan tulang hyoid. Omohyoid dipersarafi oleh ansa cervicalis; (2) Musculus
Sternohyoid , origonya berasal dari sternum-manubrium klavikula dan insersionya di
tulang hyoid. Aksinya untuk mendepresi tulang hyoid. Sternohyoid dipersarafi ansa
cervicalis; (3) Musculus Sternothyroid, origonya dari sternum-manubrium dan
insersionya di kartilago tiroidea. Aksinya adalah untuk depresi kartilago tiroidea,
depresi tulang hyoid dan laring secara indirek. Sternothyroid dipersarafi oleh ansa
cervicalis; (4) Musculus Thyrohyoid, origo dari kartilago tiroidea dan insersio di
tulang hyoid. Aksinya untuk depresi tulang hyoid dan elevasi laring. Thyrohyoid
dipersarafi oleh C1 dan Nervus hipoglossus ( N X11) (Gambar 2.3 dan Gambar 2.4).

Gambar 2.3 Otot Infrahyoid dan suprahyoid


Otot leher yang berada suprahyoid yaitu : (1) Musculus Digastricus (memiliki
dua belly), origo posterior belly dari tulang temporal-mastoid notch (medial terhadap

6
processus mastoideus) sedangkan origo anterior belly dari bagian dalam mandibula.
Insersionya pada tulang hyoid melalui tendon intermediet. Aksinya untuk elevasi
tulang hyoid dan depresi mandibula. Posterior belly dipersarafi oleh nervus facialis (
N VII) dan anterior belly dipersarafi oleh nervus trigeminus (N V3); (2) Muculus
Stylohyoid, origo di tulang temporal-processus styloideus dan insersio di tulang
hyoid. Aksinya untuk elevasi tulang hyoid dan dipersarafi oleh nervus facialis (N
VII); (3) Musculus mylohyoid, origo dari mandibula-mylohyoid line dan insersio di
tulang hyoid. Aksinya untuk elevasi tulang hyoid serta mengangkat dasar mulut
selama menelan. Otot ini dipersarafi ileh nervus trigeminus (N V3); (4) Musculus
Geniohyoid, origonya dari bagian dalam mandibula dan insersio di tulang hyoid.
Aksinya untuk elevasi tulang hyoid dan membawa hyoid ke depan. Otot ini
dipersarafi oleh C1, nervus hypoglossus ( N XII) (Gambar 2.3 dan Gambar 2.4).

Gambar 2.4 Otot Infrahyoid dan Suprahyoid serta aksinya

C. Etiologi

Etiologi tortikolis terbagi menjadi etiologi lokal, etiologi kompensasi, dan


etiologi sentral. Masing-masing akan dijelaskan dibawah ini.
a. Etiologi lokal
Pada orang dewasa, setiap abnormalitas atau trauma tulang servikal bisa
menyebabkan tortikolis termasuk trauma minor (tegangan/regangan), fraktur,
dislokasi, dan subluxasi, sering menyebabkan spasme dari otot leher. Penyebab
lainnya yakni infeksi, spondylosis, tumor, jaringan parut. Selain itu, infeksi saluran
nafas bagian atas dan infeksi jaringan lunak di leher bisa menyebabkan tortikolis
sekunder terhadap kontraktur otot atau adenitis.
Pada anak usia 2-4 tahun biasanya tortikolis sering disebabkan oleh abses
retrofaringeal. Tortikolis juga bisa terjadi akibat infeksi yang mengikuti trauma atau
infeksi di sekitar jaringan atau struktur leher termasuk faringitis, tonsillitis,
epiglottitis, sinusitis, otitis media, mastoiditis, abses nasofaring, dan pneumonia lobus
atas.
7
b. Etiologi kompensasi
Tortikolis sering merupakan mekanisme kompensasi dari penyakit atau
symptom lain seperti strabismus dengan parese nervus IV, nistagmus kongenital, dan
tumor fossa posterior.

c. Etiologi sentral
Tortikolis sering juga disebabkan oleh reaksi distonia sekunder terhadap
obat-obatan seperti phenotiazin, metoclopramide, haloperidol, carbamazepine,
phenytoin, and terapi L-dopa. Pada wamita usia 30-60 tahun idiopatik spasmodic
tortikolis meningkat. Sedangkan, pada anak etiologinya torsion dystonia, drug-
induced dystonia, dan cerebral palsy.

D. Patofisiologi
1. Congenital Torticollis
Tortikolis kongenital jarang dijumpai (insidensi <2%) dan diyakini
disebabkan oleh trauma lokal pada jaringan lunak leher sebelum atau selama
persalinan. Trauma otot sternokleidomastoideus saat proses persalinan menyebabkan
fibrosis atau malposisi intrauterine yang menyebabkan pemendekan dari otot
sternokleidomastoideus. Bisa juga terjadi hematom yang diikuti dengan kontraktur
otot. Biasanya anak-anak seperti ini lahir dengan persalinan sungsang atau
menggunakan forseps. Penyebab lain yang mungkin yakni herediter dan oklusi arteri
atau vena yang menyebabkan fibrosis jaringan didalam otot sternokleidomastoideus.

2 .Acquired Torticollis
Patofisiologi dari torticollis yang didapat adalah tergantung dari penyakit yang
mendasarinya. Spasme dari otot leher yang menyebabkan tortikolis merupakan hasil
dari injury atau inflamasi dari otot cervical atau nervus kranialis dari proses penyakit
yang berbeda.
Tortikolis akut bisa disebabkan oleh trauma tumpul pada kepala dan leher atau
dari kesalahan posisi saat tidur. Tortikolis akut biasanya akan sembuh dengan
sendirinya dalam beberapa hari dampai minggu atau setelah menghentikan obat pada
tortikolis akut yang disebabkan oleh obat-obatan seperti dopamine reseptor blocker,
metoclopramide, phenytoin, carbamazepin.
Atlantoaxial rotary subluxation (AARS) C1 pada C2 memiliki gejala klinis
yang sama dengan tortikolis, biasanya terjadi pada anak-anak dan setelah trauma
minor, operasi faring, proses inflamasi, atau infeksi saluran nafas bagian atas. Hal ini
diduga dipicu oleh edema retropharyngeal menyebabkan kelemahan ligamen dan
struktur di tingkat atlantoaxial, memungkinkan deformitas rotasi. Berbeda dengan
tortikolis otot kongenital, kepala miring jauh dari otot sternokleidomastoideus yang
terkena. Dikenal sebagai posisi "cock robin", kepala rotasi ke sisi yang berlawanan
dengan dislokasi dan lateral fleksi ke arah yang berlawanan. Pasien juga dapat
mengeluh sakit oksipital unilateral.

8
Idiopatik spasmodik tortikolis (IST) adalah bentuk tortikolis yang dan
progresif , diklasifikasikan sebagai dystonia fokus. Etiologi tidak jelas, meskipun
diduga ada lesi thalamus. Hal ini ditandai dengan etiologi nontraumatic terdiri dari
episodik tonik dan / atau kontraksi involunter klonik otot leher. Gejala berlangsung
lebih dari 6 bulan dan menghasilkan cacat somatic dan psikologis.
Benign paroxysmal tortikolis adalah kondisi pada bayi yang ditandai dengan
episode berulang dari kepala miring dengan muntah, pucat, irritabilitas, ataksia, atau
mengantuk dan biasanya terjadi dalam beberapa bulan pertama kehidupan dan akan
sembuh dengan sendirinya.
Sebagai penyakit neurodegeneratif, tortikolis, atau cervical dystonia idiopatik,
diyakini muncul dari kelainan sirkuit ganglia basalis yang berasal dari kerentanan
selektif struktur ini untuk proses biokimia abnormal yang mengarah ke disfungsi
neuronal. Beberapa indikasi keterlibatan sirkuit dopamine-secretingberasal dari
temuan rendahnya tingkat metabolit dopamin dalam cairan serebrospinal (CSF).

3. Tanda-tanda & gejala

Gejala awal berupa sensasi seperti kejang dan Anda kehilangan kendali dari
gerakan otot yang menyebabkan leher, kepala, dan postur leher mengalami kelainan di
setiap gerakan selama peregangan.

Gerakan ini dapat mendorong kepala dan leher ke banyak arah. Anterokolis
merupakan postur leher yang bungkuk sebelum ditekuk. Retrokolis merupakan kepala
yang miring saat postur leher meregang. Laterokolis merupakan kepala yang miring ke
salah satu bahu.

Hal ini menyebabkan kejang otot yang menyakitkan dan membuat Anda
merasakan otot leher Anda mengencang. Masalah kesulitan menelan juga dapat terjadi
bersamaan dengan rasa sakit pada lengan Anda. Beberapa posisi membuat saraf dari
tulang leher seperti terikat. Anda juga dapat merasakan sakit kepala karena kejangnya
otot leher.Walaupun penyakit ini tidak membahayakan nyawa, tetapi dapat membuat
orang-orang depresi karena pandangan sosial dari bentuk dan postur leher yang kaku.

4.Apa penyebab tortikolis?

Penyebab utamanya masih belum diketahui, tetapi beberapa orang percaya


bahwa tortikolis disebabkan oleh gagalnya pembuatan saraf pengirim di otak. Volume
dari unsur abu-abu pada hemisper serebral terpengaruh. Bagian dari unsur ini adalah
untuk menjalankan proses sinyal yang diproduksi oleh otot.

9
Beberapa orang memperdebatkan bahwa tortikolis merupakan keturunan.
Bukti luka tortikolis juga bermula secara mendadak beberapa hari setelah kepala dan
leher Anda terluka. Terkadang gejala muncul beberapa bulan setelah kecelakaan.

5. Faktor-faktor risiko

Apa yang meningkatkan risiko saya untuk tortikolis?

 Anda memiliki sejarah keluarga yang menderita tortikolis


 Mengonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi tubuh
 Pernah terdapat luka, khususnya pada leher

D. Diagnosis
Pada tortikolis kongenital, penegakkan diagnosis tortikolis harus berdasarkan riwayat
penyakit sebelumnya dan pemeriksaan fisik infant (Gambar 2.5) . Didapati riwayat
kelahiran sukar atau sungsang serta trauma pada proses persalinan seperti fraktur
klavikula pada tortikolis kongenital. Selain itu, perinatal asfiksia, jaundice, kejang,
penggunaan obat-obatan, gastroesofageal reflux disease (GERD), atau sindrom Sandifer
juga turut menjadi penyebabnya. Manifestasi klinis yang didapat dari pemeriksaan yaitu
kepala miring ke arah yang sakit (setelah menyingkirkan penyebab lain seperti anomali
tulang, diskitis, limfadenitis), leher menjadi tidak seimbang dan pendek pada bagian
yang fibrosis, di sisi yang fibrosis telinga mendekati bahu, garis mata dan garis bahu
membentuk sudut (normalnya sejajar), perkembangan muka dapat menjadi asimetris, dan
terdapat benjolan berbatas tegas yang melibatkan satu atau kedua caput
sternocledomastoideus. Benjolan ini bersifat firm, tidak nyeri, terdiri dari jaringan
fibrotic dengan deposit kolagen dan migrasi fibroblast disekitar serat
sternokleidomastoideus yang atrofi.

Gambar 2.5 Pemeriksaan klinis tortikolis

Selanjutnya, tipe dari deformitas harus diselidiki, sebagaimana kombinasi dan


fleksi dan rotasi, apakah deformitas tersebut rigid atau fleksibel, dan apakah bisa
sembuh dengan sendirinya atau tidak. Kondisi kelainan musculoskeletal lainnya seperti

10
hip dysplasia harus diperiksa. Selain itu, pemeriksaan optalmologi perlu dilakukan
karena dapat mengetahui ketidakseimbangan dari otot ekstra ocular yang merupakan
faktor penyebab dari tortikolis.

Pemeriksaan ultrasonografi berguna sebagai alat diagnostik yang penting dan


untuk menentukan prognosis. Hal ini ditandai dengan sensitivitas (95.83%) dan
spesifisitas (83.33%) dan dapat membedakan staging dari tortikolis kongenital.
Pemeriksaan penunjang yang lebih modern dan canggih ialah dengan
menggunakan magnetic resonance imaging (MRI). Pada beberapa studi dilaporkan
bahwa hasil temuan dari MRI memiliki korelasi dengan hasil histopatologi.

E. Penatalaksanaan

1. Terapi Fisik
Peregangan secara pasif dan manual pada otot sternokleidomastoideus sebelum
usia 12 bulan adalah terapi fisik yang paling efektif. Hal ini dapat dilakukan oleh orang
tua dengan cara satu tangan berada pada kepala anak dan bahu ipsilateral, kemudian
fleksi lateral dari kepala anak dilakukan berbarengan dengan rotasi ke arah yang
berlawanan. Cara ini dilakukan setidaknya dua kali dalam satu hari, dilakukan 10-15
peregangan, dengan waktu dilatasi mencapai 30 detik. Dengan latihan yang dilakukan
secara benar dan teratur setiap hari, didapatkan hasil yang memuaskan yakni lebih dari
90%, dan rekurensi 2%.

Selain itu, dapat juga dilakukan terapi fisik berupa terapi paraphino
dan thermoterapi, serta iontophoresis dan terapi microcurrent. Terapi fisik yang lain
yaitu dengan masase pada otot leher dan jaringan subkutan yang kaku dapat
mengurangi nyeri, mobilisasi sendi, dan terapi kraniosakral. Pada anak yang lebih besar
dapat digunakan penyangga (torticollis brace) yang bersifat membantu terapi.

2. Toksin Botulinum
Pada beberapa studi dilaporkan penggunaan Injeksi toksin botulinum untuk
segala jenis distonia servikal. Metode ini aman dan efektif pada anak dan remaja.
Toksin ini akan menurunkan spasme dan dapat meregangkan otot yang kaku secara
manual. Beberapa kasus tortikolis dewasa berhasil diatasi dengan toksin botulinum ini.
Akan tetapi, tidak ada bukti ilmiah yang adekuat untuk keamanan dan efisiensi dari
pengobatan modern ini.
3. Operasi
Penatalaksanaan operatif dianjurkan untuk anak dengan usia diatas 12-18
bulan yang tidak berhasil dengan penatalaksanaan secara konservatif atau dijumpai
wajah yang asimetris dan plagiocephaly (Gambar 2.6). Operasi untuk memanjangkan
otot sternokleidomastoideus yang kontraktur dijumpai pada 3% kasus. Operasi sangat
direkomendasikan jika didapati keterbatasan gerakan sampai 30 derajat serta pada
kasus deformitas tulang wajah yang kompleks.

11
Gambar 2.6 Penatalaksanaan tortikolis secara operatif
Menurut Ling et al, waktu yang optimal untuk operasi adalah antara 1-4 tahun.
Hal ini didasari pada kebanyakan anak-anak dibawah usia 1 tahun respon terhadap terapi
konservatif. Namun demikian, untuk kasus pada dewasa dengan tortikolis kongenital
yang terabaikan, dapat dilakukan reseksi unipolar pada ujung distal dari otot
sternikleidomastoideus. Hasilnya didapati jarak dari gerakan leher dan kemiringan
kepala meningkat dan secara kosmetik tampilannya membaik (Gambar 2.7).

Gambar 2.7 Gambaran preoperatif dan postoperatif


pada pasien tortikolis dewasa

12
F. Prognosis
Semakin muda usia pasien tortikolis, semakin baik prognosisnya. Hasil yang
positif didapatkan pada sekitar 90% kasus yang melakukan latihan peregangan setiap
hari dengan cara yang benar. Rekurensinya sekitar diaras 2%. Faktor prognostik yang
negatif didapati pada kasus yang terdapat massa pada sternokleidomastoideus, rotasi
awal dari posisi netral lebih dari 15 derajat, serta pengobatannya baru dimulai setelah
usia satu tahun.
Komplikasi dari operasi adalah cedera nervus aksesorius. Angka relapsnya
mencapai 1.2%. Pada suatu studi didapatkan hasil setelah operasi 88.1% sangat baik,
8.3% baik, dan 3.6% cukup baik sampai kurang baik. Hasil operasi ini dipengaruhi oleh
usia dan jarak rotasi leher. Waktu yang optimal untuk operasi adalah antara 1-4 tahun,
meskipun hasil yang baik juga didapati pada usia pasien di atas 10 tahun saat operasi.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tortikolis merupakan leher yang terputar atau keadaan dimana otot-otot leher
terkontraksi disertai perputaran leher.1 Tortikolis dapat terjadi sejak lahir, congenital
muscular torticollis (CMT), atau didapat saat dewasa, acquired torticollis.7 Kelainan
kongenital ini ditandai dengan pemendekan otot sternokleidomastoideus unilateral.
Etiologi tortikolis terbagi menjadi etiologi lokal, etiologi kompensasi, dan
etiologi sentral. Patofisiologinya dapat terjadi secara bawaan atau didapat, tergantung
dari penyakit yang mendasarinya.2 Manifestasi klinisnya berupa kepala miring ke arah
yang sakit (setelah menyingkirkan penyebab lain seperti anomali tulang, diskitis,
limfadenitis), leher menjadi tidak seimbang dan pendek pada bagian yang fibrosis, di
sisi yang fibrosis telinga mendekati bahu, garis mata dan garis bahu membentuk sudut
(normalnya sejajar), perkembangan muka dapat menjadi asimetris, dan terdapat
benjolan berbatas tegas yang melibatkan satu atau kedua caput sternocledomastoideus.
Selain dari pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi USG dan MRI dapat digunakan
sebagai penunjang.
Pengobatan tortikolis yang utama adalah terapi konservatif, pada tortikolis
kongenital. Terapi fisik berupa peregangan otot yang dilakukan setiap hari memiliki
dampak yang bagus. Sedangkan, untuk kasus yang gagal dengan terapi konservatif
dapat dilakukan tindakan operasi, tenotomi. Hasil operasi dapat meningkatkan kualitas
hidup pasien, akan tetapi hal ini sangat dipengaruhi oleh usia pasien.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan dalam makalah tersebut.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25. Jakarta : EGC. h 1104
2. Kurer,M.C.,et.alTorticollis Available atthttp://emedicine.medscape.com/article/1152543-
overview#[Accesed 16th May 2015].
3.Netter. Interactive Atlas of Human Anatomy. Elsevier. p 91-96
4.Angoules, et al. 2013. Congenital Muscular Torticollis: An Overview. Available at
http://dx.doi.org/10.4172/2329-9126.1000105 [Accesed 16th May 2015].
5. The Pediatric Orthopaedic Society of North America. 2015. Torticollis. Available
at http://www.posna.org/education/StudyGuide/torticollis.asp[Accesed 16th May 2015]
6. Apley, A. Graham dkk. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur. Jakarta : Widya Medika
7. Chang et al. 2013. Case report: A Surgical Treatment for Adult Muscular Torticollis.
Hindawi. Available athttp://www.hindawi.com/journal/crior/2013/965693/[16th May
2015].

15

Anda mungkin juga menyukai