Gagasan Baru Kelompok 6

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 12

PERBEDAAN DAYA HAMBAT ANTIBAKTERI EKSTRAK N-HEKSANA, ETIL

ASETAT, AIR DAN ETANOL DAUN KEMANGI (Ocimum basilicum L) TERHADAP


BAKTERI Streptococcus mutans

Nurul Faizah, Siti Mundiroh, Aliefa Sana, Sofiana


Email : kimia.walisongo13@gmail.com

Abstrak

Kemangi ( Ocimum basilicum L ) merupakan tanaman yang memiliki banyak manfaat


sebagai obat dan penghasil minyak atsiri. Kemangi memiliki berbagai kandungan seperti
alkaloid, triterpenoid, flavonoid, eugenol yang mampu memberikan efek antibakteri.
Senyawa eugenol yang mempunyai peran sebagai anti bakteri yang baik dalam menghambat
bakteri stertococcus mutans. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas
antibakteri ektrak herba kemangi terhadap streptococcus mutans. Ekstraksi dilakukan dengan
metode maserasi. metode maserasi dengan menggunakan variasi pelarut dengan sifat
kepolaran bertingkat. Pelarut yang digunakan adalah n-heksan ( non polar ), etil asetat ( semi
polar ), air dan etanol ( polar ). Dan metode difusi agar untuk menentukan aktivitas agen anti
mikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri streptococcus mutans.

Kata kunci : Kemangi ( Ocimum Basilicum L ), N-Heksana, Etil Asetat, Air dan Etanol,
Streptococcus Mutans.

A. PENDAHULUAN

Karies gigi dan penyakit periodontal masih menjadi masalah bagi kesehatan
gigi dan mulut masyarakat Indonesia secara umum. Proses pembentukan penyakit gigi
dan mulut tersebut diawali dengan terbentuknya biofilm dalam rongga mulut atau
yang dikenal dengan istilah biofilm oral. Biofilm merupakan kumpulan
mikroorganisme yang berikatan satu sama lain atau pada permukaan solid dan
diselimuti oleh matriks lipopolisakarida. Perkembangan biofilm oral menjadi masalah
serius karena mengarah pada kerusakan gigi.

Streptococcus mutans (S. mutans) merupakan bakteri gram positif yang


berperan dalam pembentukan dan peningkatan akumulasi plak, serta sebagai
organisme utama penyebab timbulnya karies. Interaksi S. mutans pada permukaan

Keterpaduan Islam dan Iptek | 1


gigi menyebabkan proses demineralisasi email. Streptococcus mutans adalah bersifat
asidogenik (menghasilkan asam asidodurik), bakteri ini mampu tinggal pada
lingkungan asam dan menghasilkan suatu polisakarida yang lengket disebut
dextran.[1] Oleh karena kemampuan ini, Streptococcus mutans bisa menyebabkan
lengket dan mendukung bakteri lain menuju ke email gigi.

Gambar 1. Pembentukan plak penyebab karies dan penyakit periodontal

Klasifikasi Streptococcus mutans adalah sebagai berikut :


Kingdom : Monera
Divisio : Firmicutes
Class : Bacilli
Order : Lactobacilalles
Family : Streptococcaceae
Genus : Streptococcus
Species : Streptococcus mutans

Gambar 2. Koloni Streptococcus mutans dengan pewarnaan Gram positif

Bakteri ini menggunakan fruktosa dalam suatu metabolisme glikolosis untuk


memperoleh energi. Hasil akhir dari glikolisis di bawah kondisi-kondisi anaerobic
adalah asam laktat. Asam laktat ini menciptakan kadar keasaman yang ekstra untuk
menurunkan pH yang sejumlah tertentu menghancurkan zat kapur fosfat di dalam

Keterpaduan Islam dan Iptek | 2


email gigi mendorong ke arah pembentukan suatu rongga atau lubang. Streptococcus
mutans ini yang mempunyai suatu enzim yang disebut glukosil transferase di atas
permukaannya yang dapat menyebabkan polimerisasi glukosa pada sukrosa dengan
pelepasan dari fruktosa, sehingga dapat mensintesa molekul glukosa yang memiliki
berat molekul yang tinggi yang terdiri dari ikatan glukosa alfa (1-6) dan alfa (1-3).
Pembentukan alfa (1-3) ini sangat lengket, sehingga tidak larut dalam air. Hal ini
dimanfaatkan oleh bakteri Streptococcus mutans untuk berkembang dan membentuk
plak pada gigi.

Ada banyak cara menurunkan jumlah koloni bakteri ini dalam rongga mulut.
Salah satunya yaitu dengan penggunaan obat kumur. Di Indonesia, salah satu contoh
obat kumur yang sangat mudah kita peroleh di pasaran yaitu klorheksidin.
Klorheksidin merupakan agen antimikroba berspektrum luas dan memiliki efek
bakterisidal terhadap semua jenis mikroba. Klorheksidin merupakan obat kumur yang
efektif mengurangi jumlah Streptococcus mutans. Shaila V. Kothiwale, dkk (2014)
dalam Journal of Indian Society of Periodontology menyatakan bahwa:
Since 1970s, chlorhexidine digluconate has been considered to be the
most effective plaque inhibitor against which other antiplaque agents are
measured. But there are side-effects associated with chlorhexidine, such as
staining of teeth, altered taste sensation, and supragingival calculus formation
in some patients when used over a long period. As a result, there is an
increased interest in research for newer formulations. The relative safe nature
of herbal extracts has led to their use in several fields of medicine.

Sejak tahun 1970-an, Klorheksidin diglukonat terbukti dapat


menghambat pembentukan plak dan mencegah karies gigi. Namun, di samping
kegunaan Chlorhexidine terdapat beberapa kekurangan dari obat kumur
tersebut, antara lain dijumpai stain kecoklatan pada gigi, lidah, tambalan
restorasi, mengubah sensasi rasa sampai berjam-jam setelah berkumur dan
terkadang dihubungkan dengan penumpukan kalkulus pada supragingival.[2]

Salah satu sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan sebagai solusi
permasalahan kesehatan gigi tersebut adalah penggunaan antibakteri yang terkandung
dalam ekstrak herbal daun kemangi. Ekstrak dun kemangi mengandung 3,7-dimetil-
1,6-oktadien-3-ol (linalool 3,94 mg/g), 1-metoksi-4-(2-propenil) benzena (estragol
2,03 mg/g), metil sinamat 1,28 mg/g, 4-alil-2-metoksifenol (eugenol 0,896 mg/g), dan
1,8-sineol 0,288 mg/g yang diidentifikasi dengan metode GC/MS.[3]

Alagesaboophati (2011) dalam Journal of Microbiology mengungkapkan:

Keterpaduan Islam dan Iptek | 3


According to World Health Organization, medicinal plants can be a
good source of variety of drugs. Various societies across the world have
shown great interest in curing diseases using plants/plant based drugs.
Microbes are closely associated with the health and welfare of human beings.
Some are beneficial and some are detrimental. As a preventive and curative
measure, plants and their products have been used in the treat-ment of
infections for centuries. WHO estimated that 80% of the people worldwide
rely on plant based medicines for their primary healthcare.

Menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), tanaman herbal dapat


menjadi variasi sumber obat. Masyarakat di seluruh dunia telah menunjukkan
ketertarikan yang luar biasa terhadap pengobatan yang menggunakan tumbuh-
tumbuhan. Bakteri dikaitkan dengan kesehatan dan kesejahteraan manusia.
Sebagian bakteri bermanfaat namun sebagian lainnya merugikan. Sebagai
tindakan pencegahan dan pengobatan, tumbuhan dan produknya telah
digunakan selama berabad-abad untuk perawatan terhadap infeksi. WHO
memperkirakan bahwa 80% orang seluruh dunia mempercayakan tanaman
herbal untuk perawatan utama kesehatan mereka.[4]

Hal demikian merupakan hikmah diciptakannya tumbuh-tumbuhan, biji-bijian


dan buah-buahan serta hikmah musimnya yang datang silih berganti, jenisnya yang
beraneka ragam dan kegunaannya bermacam-macam. Allah SWT berfirman dalam
Al-Qur’an surat Thaha ayat 53 :
   
   
   
  
   

Artinya : “(Dia) Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah
menjadikan bagimu di bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami
tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam.

Tanaman kemangi merupakan tanaman yang memiliki banyak manfaat


sebagai obat dan penghasil minyak atsiri. Tanaman ini berasal dari daerah Asia tropis
termasuk di Indonesia. Ocimum basilicum L. atau yang sering dikenal di Indonesia
dengan nama kemangi mempunyai sistem klasifikasi seperti berikut ini :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida

Keterpaduan Islam dan Iptek | 4


Subkelas : Asteridae
Ordo : Lamiales
Keluarga : Lamiaceae
Genus : Ocimum
Spesies : basilicum
Nama Binomial : Ocimum basilicum
Kemangi di Jawa Tengah sering dikenal dengan nama selasih. Adapun daerah
lain menyebut kemangi dengan nama Selasen (Melayu), Solanis (Sunda), Amping
(Minahasa).

Gambar 3. Tanaman kemangi


Tanaman kemangi mempunyai deskripsi morfologi : batang tegak bercabang,
tinggi 0,6 - 0,9 m, batang dan cabang hijau atau kadang-kadang keunguan. Daun
Ocimum basilicum panjangnya mencapai 2,5 - 5 cm atau lebih, bentuk bulat telur,
seluruh atau lebih atau kurang bergigi. Tangkai daun panjangnya 1,3 - 2,5 cm. Daun
memiliki banyak titik seperti kelenjar minyak yang mengeluarkan minyak atsiri
sangat wangi. Tangkai penunjang, lebih pendek dari kelopak, ovate dan akut. Kelopak
panjangnya 5 mm, pembesaran dalam buah. Bibir bawah dengan dua gigi tengah lebih
panjang dari bibir atas. Corolla panjangnya 8 - 13 mm berwarna putih, merah muda
atau keunguan. Filamen atas benang sari sedikit bergigi.

Kemangi telah digunakan sebagai obat tradisional untuk sejumlah besar


penyakit termasuk kebosanan, kejang, diare, asam urat, cegukan, impotensi, mual,
sakit tenggorokan, sakit gigi, dan batuk. (Sullivan, 2009). Selain itu, pada sebuah
penelitian yang dilakukan oleh biro penelitian dan aplikasi Universitas Ataturk Turki
menunjukkan bahwa ekstrak daun kemangi (Ocimum basilicum) mempunyai aktivitas
farmakologi sebagai antivirus, larvasida, dan antimikroba.[5]

B. KAJIAN RISET SEBELUMNYA


Keterpaduan Islam dan Iptek | 5
1. Majalah Farmaseutik, vol. 11 no. 2 tahun 2015 berjudul Pengaruh Variasi Kadar
Gelling Agent HPMC Terhadap Sifat Fisik dan Aktivitas Antibakteri Sediaan Gel
Ekstrak Etanolik Daun Kemangi (Ocimum basilicum L. forma citratum Back)
oleh Hanum Pramuji Afianti dan Mimiek Murrukmihadi dari Fakultas Farmasi
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variasi kadar
gelling agent HPMC (hidroksipropilmetilselulosa) terhadap sifat fisik dan
aktivitas antibakteri sediaan gel ekstrak etanolik daun kemangi. Metode
maserasi digunakan untuk mendapatkan ekstrak dengan penyari etanol 95%.
Gel diformulasikan menjadi tiga formula dengan variasi kadar HPMC 10%,
15%, dan 20% menggunakan kadar ekstrak sebesar 9,1% untuk setiap
formula. Uji sifat fisik meliputi organoleptis, homogenitas, pH, daya sebar, daya
lekat, dan viskositas. Aktivitas antibakteri diuji menggunakan metode difusi
padat, kemudian diamati diameter zona hambat antibakteri gel.[6]
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan variasi kadar HPMC
(10%, 15%, dan 20%) berpengaruh terhadap sifat fisik sediaan gel ekstrak
etanolik daun kemangi yaitu wujud yang semakin kental, warna gel yang semakin
gelap, peningkatan nilai viskositas gel dan daya lekat gel, serta penurunan nilai
daya sebar gel, akan tetapi peningkatan variasi kadar HPMC tersebut tidak
mempengaruhi homogenitas dan pH gel. Gel dengan variasi kadar HPMC (10%;
15%; 20%) menghasilkan kemampuan pelepasan zat aktif dalam penurunan daya
hambat bakteri Staphylococcus aureus yang berbeda secara signifikan.
Penelitian ini mendorong kami untuk membuat gagasan penelitian baru
tentang aktivitas antibakteri ekstrak herbal daun kemangi yang telah terbukti
dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Inovasi yang
ingin kami kembangkan adalah aktivitas antibakteri tersebut terhadap bakteri
Streptococcus mutans penyebab karies gigi dan penyakit periodontal yang
merupakan bakteri Gram positif sebagaimana Staphylococcus aureus.

2. Penelitian skripsi oleh Nur Atikah, mahasiswi Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan
Maret tahun 2013, berjudul Uji Aktifitas Antimikroba Ekstrak Herbal Kemangi
(Ocimum americonum L.) Terhadap Staphylococcus aeurus dan Candida
albicans. Hasilnya pengujian aktivitas antimikroba ekstrak herba kemangi fase n-

Keterpaduan Islam dan Iptek | 6


heksana, fase etil asetat dan ekstrak etanol 70 % mempunyai aktivitas
antimikroba terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans yaitu pada
konsentrasi 125 𝜇𝑔/𝑚𝐿 terhadap Staphylococcus aureus dan pada konsentrasi
500 𝜇𝑔/𝑚𝐿 terhadap Candida albicans.[7]
Melalui kajian penelitian ini, kami perlu mengembangkan lagi gagasan
penelitian baru yang telah dijelaskan sebelumnya. Ekstraksi daun kemangi
dilakukan dengan metode maserasi langsung menggunakan pelarut dengan sifat
kepolaran bertingkat. Pelarut-pelarut tersebut adalah n-heksana (pelarut non
polar), etil asetat (pelarut semi polar), etanol dan air (pelarut polar). Dengan
demikian harapannya dapat diketahui perbedaan daya hambat oleh masing-
masing ekstrak daun kemangi terhadap bakteri Streptococcus mutans.

3. Pharmaconjurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 4 No. 4 november 2015


berjudul Uji Efek Antibakteri Ekstrak Daun Leilem (Clerodendrum Minahassae
L.) Terhadap Bakteri Streptococcus mutans oleh Susriyani Bontjura, Olivia
Amelia, dan Waworuntuk Krista Veronica Siagian, dari Program Studi
Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas
Sam Ratulangi.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan
desain post test only control group design dengan menggunakan metode
modifikasi Kirby-Bauer menggunakan kertas saring. Daun Leilem
(Clerodendrum minahassae L.) diambil dari Kota Manado dan diekstraksi
dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96%.[8] Perbedaan
dengan penelitian yang kami lakukan adalah Perbedaan dengan penelitian yang
kami lakukan adalah metode maserasi yang digunakan untuk mengekstrak daun
kemangi dengan variasi pelarut yaitu etanol, n-heksan, air, dan etil asetat.
Persamaannya dengan penelitian kami yaitu bakteri Streptococcus mutans.

4. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. VI, No. 1, April 2009, 09 – 17 (ISSN : 1693-
9883) berjudul Antibakteri Ekstrak Kulit Batang Manggis Hutan (Garcinia rigida
Miq.) oleh Berna Elya, Atiek Soemiati dan Farida dari Departemen Farmasi,
FMIPA – Universitas Indonesia, Kampus UI Depok.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui daya antibakteri ekstrak n-
heksana dan ekstrak etil asetat kulit batang manggis hutan (Garcinia rigida Miq.)

Keterpaduan Islam dan Iptek | 7


terhadap kuman Salmonella typhosa ATCC 14028, Staphylococcus aureus ATCC
29213 dan Bacillus subtilis ATCC 6633. Penelitian dilakukan melalui penentuan
zona hambatan pertumbuhan dengan metode difusi silinder dan kadar hambat
minimal (KHM) dengan metode dilusi penapisan lempeng. Hasil Penelitian
menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana kulit batang Garcinia rigida Miq. tidak
memberikan zona hambatan terhadap pertumbuhan kuman Salmonella typhosa
ATCC 14028, Staphylococcus aureus ATCC 29213 dan Bacillus subtilis ATCC
6633, tetapi memberikan nilai kadar hambat minimal pada konsentrasi 500 mg/ml
untuk Salmonella typhosa ATCC 14028, 250 mg/ml untuk Staphylococcus
aureus ATCC 29213 dan 125 mg/ml untuk Bacillus subtilis ATCC 6633,
sedangkan ekstrak etil asetat kulit batang Garcinia rigida Miq. memberikan zona
hambatan terhadap pertumbuhan pada konsentrasi 500, 250 dan 125 mg/ml
berturut-turut untuk Salmonella typhosa ATCC 14028 adalah 11,15; 9,05; 7,55
mm sedangkan untuk Staphylococcus aureus ATCC 29213 adalah 14,25; 11,10;
8,95 mm dan untuk Bacillus subtilis ATCC 6633 adalah 20,97; 15,00; 10,07 mm.
Kadar hambat minimal untuk kadar ekstrak etil asetat berturut-turut untuk kuman
Salmonella typhosa ATCC 14028, Staphylococcus aureus ATCC 29213 dan
Bacillus subtilis ATCC 6633 adalah 250, 62,5 dan 31,25 mg/ml. Disimpulkan
bahwa ekstrak etil asetat kulit batang manggis hutan (Garcinia rigida Miq.)
memiliki daya antibakteri lebih baik dibandingkan dengan ekstrak n-heksana kulit
batang manggis hutan (Garcinia rigida Miq.).[9]
Penelitian ini memiliki persamaan dengan gagasan baru penelitian yang
kami rencanakan dalam tulisan ini. Di antaranya adalah penggunaan variasi
pelarut n-heksana dan etil asetat untuk mengekstrak zat antibakteri terhadap
bakteri Gram positif. Perbedaannya adalah bahan simplisia, yaitu kulit batang
manggis hutan (Garcinia rigida Miq.) dan daun kemangi (Ocimum basilicum L.).
Sedangkan perbedannya, dalam gagasan penelitian baru ini kami menghendaki
metode difusi. Alasannya uji kepekaan cara dilusi agar memakan waktu dan
penggunaannya dibatasi pada keadaan tertentu saja.

C. GAGASAN BARU

Metode ekstraksi yang hendak digunakan pada penelitian ini yaitu maserasi
langsung menggunakan pelarut dengan sifat kepolaran bertingkat. Pelarut yang

Keterpaduan Islam dan Iptek | 8


digunakan adalah n-heksana (non polar), etil asetat (semi polar), air dan etanol (polar).
Herba kemangi hasil panen disortasi, dicuci sampai bersih kemudian diangin-angikan
sampai kering. Daun harus terlindung dari sinar matahari langsung kemudian dirajang
dan dihaluskan sehingga diperoleh simplisia. Simplisia daun kemangi selanjutnya
dimaserasi menggunakan pelarut dengan kepolaran yang bertingkat, yaitu n-heksana, etil
asetat, air dan etanol. Ekstraksi dilakukan dengan perendaman simplisia daun kemangi
selama 2-3 hari. Jka diperlukan, filtrat hasil saringan diremaserasi hingga filtrat hasil
saringan mendekati jernih kemudian dikentalkan dalam rotary vacuum evaporator.

Adapun pengujian aktivitas antimikroba dari ekstrak kemangi terhadap bakteri


Streptococcus mutans dilakukan dengan metode difusi agar. Sebagai kontrol positif
digunakan Klorheksidin. Metode disc-diffusion (metode Kirby-Bauer) digunakan untuk
menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba
diletakkan pada media agar yang telas ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi
pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar. Metose E-test
digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum Inhibitory Concentration) atau KHM
(Kadar Hambat Minimum), yaitu konsentrasi minimal suatu agen antimikroba untuk
dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Pada metode ini digunakan strip
plastik yang mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hinga kadar tertinggi dan
diletakkan pada permukaan media agar yang telah ditanami mikroorganisme.
Pengamatan dilakukan pada area jernih yang ditimbulkannya yang menunjukkan kadar
agen antimikroba yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media agar.

D. KESIMPULAN

Gagasan baru penelitian kami bertujuan untuk mengetahui perbedaan daya


hambat antibakteri ekstrak daun kemangi (Ocimum basilicum L.) yang diektraksi
menggunakan variasi pelarut berdasarkan sifat kepolarannya terhadap bakteri
Streptococcus mutans penyebab karies gigi dan penyakit periodontal. Perbedaan sifat
kepolaran pelarut yang digunakan berpengaruh pada ekstraksi senyawa aktif dalam daun
kemangi yang berperan menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Dari
informasi sifat pelarut yang dapat mengekstrak lebih banyak anti bakteri daun kemangi
(Ocimum basilicum L.) dan menunjukkan hasil daya hambat paling tinggi terhadap

Keterpaduan Islam dan Iptek | 9


Streptococcus mutans, senyawa aktif dalam daun kemangi (Ocimum basilicum L.)
tersebut dapat diidentifikasi pula berdasarkan konsep like dissolve like.

Penelitian yang berkontribusi memberikan solusi untuk masalah karies gigi dan
penyakit periodontal tentunya tidak berhenti di sisni. Namun perlu dilakukan dan
dikembankan penelitian-penelitian selanjutnya untuk dapat memanfaatkan senyawa aktif
penghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Gagasan penelitian ini hanya
merupakan titik awal usaha penulis dalam mengaplikasikan kandungan ayat Al-Qur’an,
dan mengembangkan serta mendedikasikannya untuk kemaslahatan umat manusia.
Dengan ini penulis berharap gagasan penelitian ini memberikan manfaat dalam bidang
kesehatan masyarakat.

Keterpaduan Islam dan Iptek | 10


E. DAFTAR PUSTAKA

[1] Dini Febriany H, Efek Hambat Berbagai Macam Obat Kumur Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Streptococcus mutans, Skripsi Program Studi Pendidikan
Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2013, hlm: 7.

[2] Shaila V. Kothiwale, Vivek Patwardhan, Megha Gandhi, Rahul Sohoni, dan Ajay
Kumar, A Comparative Study of Antiplaque and Antigingivitis Effects of Herbal
Mouthrinse Containing Tea Tree Oil, Clove, and Basil with Commercially
Available Essential Oil Mouthrinse, Journal of Indian Society of Periodontology,
2014 May-Jun; 18(3), hlm: 316–320.

[3] Lee, S., Umano, K., Shibamoto, T., danLee, K., Identification of Volatile
Components in Basil (Ocimum basilicum L.) and Thyme Leaves (Thymus vulgaris
L.) and Their Antioxidant Properties, Food Chemistry, 91(1), 2005, hlm: 131–137.

[4] Alagesaboopathi C, Antimicrobial Screening of Selected Medicinal Plants in


Tamilnadu India, Africa, Journal of Microbiology, Res., 5, 2011, hlm: 617-621.

[5] Novita Maylia Eka Cahyani, Daun Kemangi sebagai Alternatif Pembuatan
Handsanitizier, Jurnal Kesehatan Masyarakat, KEMAS 9 (2), 2014, hlm: 152.

[6] Hanum Pramuji Afianti dan Mimiek Murrukmihadi, Pengaruh Variasi Kadar
Gelling Agent HPMC Terhadap Sifat Fisik dan Aktivitas Antibakteri Sediaan Gel
Ekstrak Etanolik Daun Kemangi (Ocimum basilicum L. forma citratum Back),
Majalah Farmaseutik Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, vol.
11 no. 2, 2015, hlm: 314.

[7] Nur Atikah, Uji Aktifitas Antimikroba Ekstrak Herbal Kemangi (Ocimum
americonum L.) Terhadap Staphylococcus aeurus dan Candida albicans, Skripsi
Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2013, hlm: 36.

[8] Susriyani Bontjura, Olivia Amelia, dan Waworuntuk Krista Veronica Siagian, Uji
Efek Antibakteri Ekstrak Daun Leilem (Clerodendrum Minahassae L.) Terhadap

Keterpaduan Islam dan Iptek | 11


Bakteri Streptococcus mutans, Pharmaconjurnal Ilmiah Farmasi Program Studi
Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas
Sam Ratulangi, Vol. 4 No. 4, 2015.

[9] Berna Elya, Atiek Soemiati dan Farida, Antibakteri Ekstrak Kulit Batang Manggis
Hutan (Garcinia rigida Miq.), Majalah Ilmu Kefarmasian, Departemen Farmasi,
FMIPA – Universitas Indonesia, Kampus UI Depok.Vol. VI, No. 1, 09 – 17 (ISSN
: 1693-9883), April 2009.

Keterpaduan Islam dan Iptek | 12

Anda mungkin juga menyukai