Anda di halaman 1dari 12

5

Laporan pendahuluan
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Orkitis adalah inflamasi (peradangan) akut atau infeksi pada testis. Hal ini

biasanya terjadi akibat komplikasi dari penyakit sistemik atau sebagai perluasan

dari epididimitis. (Lemone, 2004 : 1533)

Orkitis adalah peradangan testis, yang jika dengan epididimitis menjadi

epididimorkitis dan merupakan komplikasi yang serius dari epididimitis. (Price &

Silvia, 1995 : 1156).

“Orkitis adalah suatu peradangan pada salah satu atau kedua testis (buah

zakar).” (http://www.medicastore.com)

Orkitis adalah suatu peradangan pada satu atau kedua testis, disertai oleh

pembengkakan, nyeri, demam dan rasa berat pada area sekitar. ( Tenerelli, 2006)

B. Etiologi

Orkitis (inflamasi pada testis) dapat disebabkan oleh bakteri atau akibat

septicemia. Biasanya kedua testis terkena, dan jika terjadi bilateral kemandulan

sering diakibatkannya, steril tidak terjadi bila bersifat unilateral. (Long, 1996 :

468)

Orkitis bisa disebabkan oleh sejumlah bakteri dan virus. Virus yang paling

sering menyebabkan orkitis adalah virus gondongan (mumps). Virus lainnya

meliputi Coxsackie virus, varicella, dan echovirus. Bakteri yang biasanya

menyebabkan orkitis antara lain Neisseria gonorhoeae, Chlamydia trachomatis, E.


6

coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus sp., dan

Streptococcus sp. Pasien immunocompromised (memiliki respon imun yang

diperlemah dengan imunosupresif) dilaporkan terkena orkitis dengan agen

penyebab Mycobacterium avium complex, Crytococcus neoformas, Toxoplasma

gondii, Haemophilus parainfluenzae, dan Candida albicans. (Mycyk, 2004)

Faktor resiko untuk orkitis yang tidak berhubungan dengan penyakit

menular seksual :

 imunisasi gondongan yang tidak adekuat

 usia lanjut (lebih dari 45 tahun)

 infeksi saluran kemih berulang

 kelainan saluran kemih

Faktor resiko orkitis yang berhubungan dengan penyakit menular seksual

adalah :

 berganti-ganti pasangan

 riwayat penyakit menular pada pasangan

 riwayat gonorhoe atau penyakit menular seksual lainnya. (Gilbert,

2004)

C. Patofisiologi

Kebanyakan penyebab orkitis pada laki-laki yang sudah puber adalah

gondongan (mumps), dimana manifestasinya biasanya muncul mendadak

dalam 3 sampai 4 hari setelah pembengkakan kelenjar parotis. (Lemone,

2004 : 1533)
7

Virus parotitis juga dapat mengakibatkan orkitis, sekitar 15 % - 20%

pria menderita orkitis akut bersamaan dengan parotitis. Anak laki-laki pra

pubertas dengan orkitis parotitika dapat diharapkan untuk sembuh tanpa

disertai disfungsi testis. Pada pria dewasa atau pubertas, biasanya terjadi

kerusakan tubulus seminiferus dan pada beberapa kasus merusak sel-sel

leydig, sehingga terjadi hipogonadisme akibat defisiensi testosteron. Ada

resiko infertilitas yang bermakna pada pria dewasa dengan orkitis parotitika.

Tuberkukosis genitalia yang menyebar melalui darah biasanya berawal

unilateral pada kutub bawah epididimis. Dapat terbentuk nodula-nodula yang

kemudian mengalami ulserasi melalui kulit. Infeksi dapat menyebar melalui

fenikulus spermatikus menuju testis. Penyebaran lebih lanjut terjadi pada

epididimis dan testis kontralateral, kandung kemih, dan ginjal. (Price & Silvia,

1995 : 1156).

D. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala orkitis dapat berupa demam, semen mengandung

darah, keluar nanah dari penis, pembengkakan skrotum, testis yang terkena

terasa berat, membengkak, dan teraba lunak, serta nyeri ketika berkemih,

buang air besar(mengedan), melakukan hubungan seksual. Selanglangan klien

juga dapat membengkak pada sisi testis yang terkena (Mycyk, 2004).

Sedangkan menurut Lemone (2004 : 1533) manifestasi orkitis termasuk

demam tinggi, peningkatan WBCs, kemerahan skrotum secara unilateral atau

bilateral, pembengkakan, dan nyeri.


8

E. Komplikasi

McCance & Hueter, 2002 dalam Lemone (2004 : 1533) menyatakan

bahwa kurang lebih 30% kasus orkitis terjadi atrofi testis dengan kerusakan

irreversibel terhadap spermatogenesis. Disamping hal tersebut potensial

komplikasi lainnya yaitu abses skrotum, infark testis, fistula kulit skrotum,

dan epididimitis kronik (Gilbert, 2004).

F. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan urin kultur

2. Urethral smear (tes penyaringan untuk klamidia dan gonorhoe)

3. Pemeriksaan darah CBC (complete blood count)

4. Dopller ultrasound, untuk mengetahui kondisi testis, menentukan

diagnosa dan mendeteksi adanya abses pada skrotum

5. Testicular scan

6. Analisa air kemih

7. Pemeriksaan kimia darah(Gilbert, 2004).

G. Penatalaksanaan

Jika penyebab orkitis adalah bakteri, virus, jamur maka terapi

diarahkan pada organisme spesifik yang menginfeksi. Selebihnya evaluasi

skrotum, kantong es untuk mengurangi udem skrotum, antibiotic, analgetik,

dan medikasi antiinflamasi diberikan. Penderita sebaiknya menjalani tirah

baring (Smeltzer&Bare, 2002 :1640). Menurut Lemone (2004 : 1533) bila

terjadi hidrokel maka diperlukan aspirasi.


9

H. Pathway
Invasi bakteri, virus,
jamur pada testis

Reaksi atigen
Proses peradangan antibodi Kerusakan tubulus
seminiferus

Pertahanan
Suhu Vasodilatasi tubuh kalah
meningkat pembuluh darah
Defisiensi
Infeksi pada testis testosteron
Hipertermi (proliferasi dan
udem multiplikasi sel-sel
mikroorganism hipogonadisme
pathogen)
Penekanan syaraf
peka nyeri sekitar
udem infertilitas
Leukosit mati

Pelepasan abses Gangguan


serotonin dan konsep diri
bradikinin
Ulserasi kulit
skrotum
Nyeri

Kerusakan Kerusakan syaraf


Meningkat bila integritas perifer sekitar
beraktifitas jaringan ulkus
Perawatan dan
pengobatan tidak
Defisit
adekuat
perawatan diri nyeri

Perubahan pola Resiko infeksi


seksual sistemik

(Price & Silvia, 1995)


10

I. Proses Keperawatan

I.1. Pengkajian

a. Meliputi riwayat penyakit sebelumnya seperti penyakit menular

seksual, mumps

b. riwayat pengobatan sebelumnya

c. pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan testis (terhadap adanya

pembesaran, pengerasan, kelunakan, kemerahan kulit skrotum, udem

kulit skrotum, dan pembesaran epididimis), pemeriksaan rectal

(kondisi prostate, adanya darah pada feses), parotitis, dan demam

(Mycyk, 2004).

d. Uretral smear untuk mengetahui adanya chlamidia dan gonorrhea,

Doppler ultrasound untuk mengetahui adanya abses skrotum,

testicular scan untuk mengetahui adanya peningkatan blood

flow(Gilbert, 2004)

e. Kultur urin untuk mengetahui jenis bakteri (Association for

Genitourinary Medicine, 2002)

f. Laboratorium darah untuk mengetahui tanda-tanda infeksi

(www.nursingcenter.com), adanya peningkatan sel darah putih.

I.2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien orkitis berdasarkan

pathways adalah :

a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi jaringan terinfeksi


11

b. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme akibat

peradangan (proses penyakit)

c. Resiko infeksi sistemik berhubungan dengan tidak adekuatnya

pertahanan primer (kerusakan integritas kulit skrotum)

d. Kurang perawatan diri : mandi/hygiene, toileting, makan

berhubungan dengan nyeri

e. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketidakmampuan

mempunyai keturunan

f. Perubahan pola seksual berhubungan nyeri, sekunder terhadap

peradangan

I.3. Fokus Intervensi

a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi jaringan terinfeksi

(Carpenito, 2000 : 45)

Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang

Kriteria hasil :

- Klien menyatakan nyeri berkurang atau hilang

- Ekspresi wajah rileks

- Klien dapat beristirahat

Intervensi :

- Kaji nyeri dengan PQRST

- Beri posisi yang nyaman bagi klien

- Ajarkan teknik manajemen nyeri seperti distraksi dan relaksasi

- Ciptakan lingkungan tenang dan nyaman


12

- Kompres hangat atau dingin pada daerah nyeri

- Kolaborasi pemberian analgetik

b. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme akibat

peradangan (proses penyakit) (Doenges, 1999 : 875)

Tujuan : Klien terbebas dari hipertermi

Kriteria hasil :

- Klien bebas dari demam

- Suhu badan klien dalam batas normal

Intervensi :

- Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan menggigil,

diaforesis

- Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat

tidur sesuai indikasi

- Tambahkan atau kurangi selimut sesuai indikasi

- Berikan kompres hangat atau dingin sesuai indikasi

- Kolaborasi pemberian antipiretik

c. Resiko infeksi sistemik berhubungan dengan tidak adekuatnya

pertahanan primer (kerusakan integritas kulit skrotum) (doenges,

1999 : 515)

Tujuan : Tidak terjadi infeksi sistemik

Kriteria Hasil :

- Luka mengalami penyembuhan sesuai waktunya, bebas dari

pus purulen, dan eritema


13

- Leukosit dalam batas normal

Intervensi :

- Batasi pengunjung sesuai indikasi

- Motivasi untuk tirah baring sesuai toleransi sesering mungkin

- Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perasat pada

klien

- Gunakan teknik septic antiseptic dalam perawatan luka,

gunakkan sarung tangan dan hindari kontak langsung dengan

cairan tubuh klien

- Buang balutan atau bahan kotor dari klien dalam kantong

sampah infeksius

- Motivasi klien untuk mejaga kebersihan diri terutama daerah

sekitar luka

- Pantau suhu klien

- Motivasi peningkatan asupan nutrisi

- Kolaborasi pemeriksaan leukosit dan lainnya sesuai indikasi

- Kolaborasi pemberian antibiotik yang sesuai

d. Kurang perawatan diri : mandi/hygiene, toileting, makan

berhubungan dengan nyeri (carpenito, 2000 : 330)

Tujuan : Perawatan diri klien terpenuhi

Kriteria Hasil :

- Klien menyatakan puas terhadap perawatan dirinya


14

- Klien aktif dalam perawatan dirinya secara fisik atau verbal

sesuai kemampuan

Intervensi :

- Kaji faktor penyebab ketidakmampuan klien dalam merawat

diri

- Evaluasi kemampuann klien dan keluarga dalam perawatan diri

klien

- Dorong untuk mengekspresikan perasaan tentang kurang

perawatan diri

- Berikan perawatan diri seperti memberi makan, memandikan

klien, dan membantu toileting sesuai indikasi

- Libatkan keluarga dalam perawatan diri klien

- Motivasi klien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri secara

seoptimal mungkin

e. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketidakmampuan

mempunyai keturunan (Carpenito, 2000 : 357)

Tujuan : Klien mempunyai harga diri yang positif

Kriteria Hasil :

- Klien mengungkapkan perasaan dan pikiran mengenai dirinya

- Klien mengungkapkan penerimaan keterbatasan dirinya dengan

sabar

- Klien dapat berinteraksi sosial dengan orang lain


15

Intervensi :

- Terapkan hubungan saling percaya perawat-klien dengan

mendorong klien untuk mengekspresikan perasaan khususnya

cara klien memandang atau berpikir mengenai dirinya,

mendorong klien untuk bertanya mengenai masalah

kesehatannya, memberikan informasi yang dapat dipercaya,

memperjelas mengenai berbagai kesalahan konsep individu

mengenai diri, menghindari konflik negative, dan memberikan

privasi dan lingkungan nyaman saat interaksi

- Tingkatkan interaksi sosoal klien dengan membantu klien

untuk menerima bantuan orang lain, mendorong keluarga untuk

menjaga hubungan dan komunikasi demgan klien

- Gali kekuatan dan sumber-sumber positif pada klien

- Beri reinforcement positif

- Kolaborasi dengan psikiater atau psikolog

f. Perubahan pola seksual berhubungan nyeri, sekunder terhadap

peradangan (Carpenito, 2000 :374)

Tujuan : Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan pola seksual

yang sedang dialami

Kriteria Hasil :

- Klien menceritakan kepedulian mengenai fungsi seksual

- Klien mengekspresikan peningkatan kepuasan dengan pola

seksual yang dialami


16

Intervensi :

- Kaji riwayat pola seksual klien

- Berikan dorongan untuk bertanya tentang fungsi seksual yang

mungkin mengganggu klien

- Gali hubungan klien denganpasangannya

- Dorong pasangan untuk memperhatikan kebutuhan seksualitas

klien tanpa hubungan intim

- Beri pengertian kepada klien dan pasangan bahwa kepuasan

seksualitas tidak harus dengan hubungan seks

Anda mungkin juga menyukai