Anda di halaman 1dari 6

PROSES PRODUKSI ETANOL OLEH SACCHAROMYCES CERIVISIAE

DENGAN OPERASI KONTINYU PADA KONDISI VAKUM

Tri Supriyanto (L2C006105) dan Wahyudi (L2C006108)


Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Jln. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, 50239, Telp/Fax: (024) 7460058
Pembimbing : Dr. Ir. Abdullah, MS.

Abstrak

Salah satu cara pembuatan etanol adalah dengan fermentasi.. Masalah yang timbul dalam
proses fermentasi adalah terjadinya inhibisi produk etanol Akibat dari inhibisi produk etanol
adalah rusaknya struktur membran plasma mikroba serta terjadinya denaturasi protein. Hal
tersebut akan mengkibatkan pertumbuhan mikroba penghasil etanol terhambat sehingga
menurunkan produktivitas.Terjadinya inhibisi produk etanol ini dapat diatasi dengan
pengambilan produk etanol secara terus-menerus dari fermentor. Salah satu cara yang dapat
dilakukan yaitu dengan menjalankan fermentasi pada kondisi vakum. Dengan kondisi vakum, titik
didih etanol akan turun sehingga sebagian etanol hasil fermentasi akan teruapkan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh tekanan operasi terhadap
perolehan etanol serta pengaruh konsentrasi gula terhadap perolehan etanol dan sel. Substrat
yang digunakan adalah molasses yang dengan konsentrai gula sebesar 50;75;100;125;150 gram/l.
Sedangkan tekanan operasi yang digunakan adalah 0,098 atm dan 0,49 atm. Percobaan dimulai
dengan pre-teatment molasses, pembiakan kultur saccromyces cereviseae, pembuatan starter.
Setelah semua bahan siap, maka dilakukan proses fermentasi dengan mengalirkan molasses
dengan laju alir 62,5 ml/jam kedalam fermentor yang telah terisi campuran antara starter (10%
v/v) dan subtrat molasses dengan volume total 3liter. Produktivitas tertinggi didapat pada
konsentrasi subtrat 125 gram/l dengan tekanan operasi 0,098 atm yaitu sebesar 0,767 gram/l/jam.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi gula akan meningkatkan
perolehan etanol dan biomasa. Selain itu penggunaan operasi vakum memberikan pengaruh
terhadap perolehan produk etanol. Pada tekanan yang lebih vakum akan didapatkan kurva
produktivitas etanol dan yang lebih stabil serta pertumbuhan sel yang lebih baik.

Kata kunci: fermentasi vakum; inhibisi; produktivitas etanol

Abstract

Fermentation is one of method for ethanol production. The problem which occurring in
fermentation process is ethanol inhibition. The influences of ethanol inhibition are destruction of
membrane stucture of the yeast cell and protein denaturation. Those effects makes the growth of
microbes inhibited and decrease its productivity. Inhibition problem can be solved by removal
ethanol from fermentation system continously. One of the way is perfom the fermentation by
vacuum condition. In vacuum condition, boiling point of etanol will decrease, therefore some
ethanol as fermentation product will be vaporized
The aims of this research are to study the effects of operation pressure to ethanol and yeast
cell productivities. The substrat used in this research was molasses with 50; 75; 100; 125; 150
gram/l of sugar concentrations. The operation pressure used were 10 and 0,49 atm. The
experiment was started with pretreatment of molasses, cultivation of saccaromyces cereviseae, and
starter production. Fermentation was carried out in continuous operation with flow rate of substrat
is 62.5 ml/h into 3 litres fermentor which contains of mixed substrat and starter (10% v/v). The
highest productivity of ethanol was 0,767 gram/l/h obtained at 125 gram/l in substrat
concentration with 0,098 atm in pressure. This research shows that the raising of sugar
concentration will increase productivity of ethanol and biomass. In addition, vacuum condition
gives some influnces for the ethanol productivity. In vacuum condition, productivity curve of
ethanol was more stable and growth of yeast was better.

Key Word: ethanol productivity; inhibition; vacuum fermentation


2

1. Pendahuluan
Jumlah pengguna alat transportasi semakin meningkat dengan meningkatnya jumlah penduduk. Indonesia
dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 200 juta jiwa membutuhkan bahan bakar transportasi dalam bentuk
premium dan solar dalam jumlah yang besar. Saat ini sumber utama bahan bakar transportasi berasal dari minyak
bumi. Data BPS tahun 2005 menunjukkan bahwa produksi premium sekitar 62 juta barrel dan produksi solar sekitar
87 juta barrel. Produk tersebut belum termasuk penggunaan untuk kebutuhan lain, misal minyak pelumas, kerosen,
avgas, serta bahan-bahan lain. Hal ini sangat mengkhawatirkan mengingat cadangan minyak bumi yang semakin
menipis. Salah satu energi alternatif untuk bahan bakar transportasi adalah bioetanol sebagai pengganti bensin dan
biodiesel sebagai pengganti solar.
Etanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya sifat
etanol yang dapat diperbarui dan ramah lingkungan karena emisi karbondioksidanya rendah (Jeon, 2007). Etanol
dapat digunakan sebagai bahan campuran bensin (gasolin) yang kemudian dinamakan gasohol, dan juga dapat
digunakan secara langsung sebagai bahan bakar (McKetta, 1983). Di Indonesia produksi etanol semakin meningkat.
Pabrik pembuat etanol pun semakin berkembang. Salah satunya adalah pendirian PT MEDCO ethanol di Lampung
yang mempunyai kapasitas produksi 180.000 kiloliter/hari. Indonesia juga tercatat sebagai negara pengekspor
etanol. Data BPS tahun 2006 menunjukkan besarnya ekspor etanol sebesar 25.590 ton (BPS dalam anonim, 2007).
Salah satu metode pembuatan etanol yang paling terkenal adalah fermentasi. Bahan baku untuk proses
fermentasi berupa bahan mentah seperti mono/disakarida (gula tebu, tetes tebu), bahan berpati (padi, jagung, umbi,
dll), dan bahan selulosa (kayu, limbah pertanian). Ragi yang dapat digunakan dalam proses fermentasi etanol adalah
Saccharomyces cerivisiae, Saccharomyces uvarum (tadinya Saccharomyces carlsbergensis), Candida utilis,
Saccharomyces anamensis, Schizosccharomyces pombe. Proses fermentasi dapat dijalankan secara batch maupun
kontinyu. Fermentasi secara batch membutuhkan waktu sekitar 50 jam, pH awal 4,5 dan suhu 20-30 oC untuk
menghasilkan yield etanol 90% dari nilai gula teoritis. Hasil akhir etanol sekitar 10-16% v/v (Bailey, 1986).
Secara teoritik tiap molekul glukosa akan menghasilkan 2 mol etanol dan 2 mol karbondioksida, dan
melepaskan energi. Nutrien diperlukan dalam pertumbuhan ragi. Nutrien yang ditambahkan adalah karbon, nitrogen,
fosfor, belerang, dan hidrogen, sedangkan nutrien dalam jumlah kecil yaitu kalium, magnesium, kalsium, mineral,
dan senyawa-senyawa organik seperti vitamin, asam nukleat, dan asam amino. Temperatur operasi yang digunakan
tergantung pada jenis ragi, umumnya adalah 30-40 oC.

2. Bahan dan Metode Penelitian


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tetes tebu, strain Saccharomyces cerevisiae, minyak
goreng, kalium phosphat, amonium phosphat, aquadest dan reagen-reagen untuk analisa gula antara lain DNS,
kalium hidroksida, asam klorida, dan indikator PP. Langkah-langkah percobaan meliputi perlakuan pendahuluan,
pembiakan kultur yeast Saccharomyces cerevisiae, adaptasi yeast, dan proses fermentasi.
2.1. Perlakuan Pendahuluan
Lima liter tetes ditambah 300 ml asam phosphate 27%. Campuran diaduk dan dipanaskan sampai suhu 70 oC
selama 30 menit. pH diatur pada kisaran 6-7 dengan larutan NaOH 10%. Larutan dipisahkan dengan endapannya
dengan sentrifuge (Triantari, 2005).
2.2. Pembiakan yeast Saccharomyces ceresiae
Kultur disiapkan dengan cara menimbang 5 gram agar potato dextrose dicampur dengan 20 ml aquadest
murni, kemudian dipanaskan sampai mendidih. Larutan tersebut didinginkan dalam tabung reaksi pada keadaan
miring. Jamur dipindahkan ke atas kultur agar potato dextrose dan dibiarkan selama 5 hari supaya jamur dapat
berkembang biak.
2.3. Adaptasi yeast
Satu tabung agar miring yang terisolasi ragi dengan umur 5 hari diambil kemudian dipindahkan dengan air
steril ke dalam tetes steril sebanyak 300 ml di dalam erlenmeyer dan diinkubasikan selama 2 hari .
2.4. Proses Fermentasi
Bioreaktor diisi dengan tetes steril sampai volume 3 liter. Tetes steril dialirkan ke dalam bioreaktor dengan
laju alir 1,39 ml/menit. Laju alir dijaga pada nilai yang ditentukan agar volum reaktor konstan. Produk keluaran
reaktor dipisahkan dengan sentrifuge hingga terpisah antara padatan dan cairannya. Produk cair dianalisa
konsentrasi etanol dan gulanya sedangkan padatan dianalisa konsentrasi biomassanya.
3

3. Hasil dan Pembahasan


3.1 Pengaruh Konsentrasi Gula Terhadap Perolehan Etanol
Pada percobaan ini, konsentrasi substrat yang dipilih adalah 50, 75, 100, 125, dan 150 gram/l dengan
tekanan 0,098 atm. Secara umum, hubungan antara waktu dan konsentrasi gula terhadap konsentrasi etanol
dapat ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik Hubungan Antara Waktu Terhadap Konsentrasi Etanol

Dari Gambar 1 terlihat bahwa produktivitas tertinggi tercapai pada konsentrasi gula 125 gram/l dan
terjadi pada waktu 8 jam. Kecenderungan yang terjadi yaitu semakin naiknya konsentrasi gula akan
menghasilkan produktivitas etanol yang makin tinggi. Hal ini disebabkan semakin banyaknya substrat yang
tersedia untuk digunakan dalam metabolisme yeast sehingga akan menghasilkan metabolit yaitu etanol yang
semakin banyak pula. Pada penelitian terdahulu, dengan proses batch dan konsentrasi gula 1,6-5 gram/l serta
kondisi operasi yang hampir sama, didapatkan konsentrasi etanol sebesar 5-18,4 gram/l setelah diinkubasikan
selama 24 jam (Ergun dan Mutlu, 2000). Jika dibandingkan nilai produktivitasnya maka akan jelas sekali
bahwa dengan peningkatan konsentrasi substrat akan menaikkan perolehan etanol. Pada penelitian ini dengan
dilution rate sebesar 0,02/jam, didapatkan nilai produktivitas 0,77 gram/l/jam. Sedangkan untuk penelitian
terdahulu oleh Ergun dan Mutlu, didapatkan nilai produktivitas sebesar 0,48 gram/l/jam dengan proses batch.
Proses kontinyu menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi karena dengan proses kontinyu substrat
ditambahkan secara terus menerus kedalam sistem fermentasi sehingga kebutuhan sumber kabon serta nutrisi-
nutrisi lain yang diperlukan oleh yeast selalu tersedia.
Telah dijelaskan bahwa dengan kenaikan konsentrasi substrat akan menaikkan perolehan etanol, namun
tetap saja ada batas maksimal konsentrasi substrat untuk proses fermentasi etanol. Menurut Roukas (1996),
penurunan produksi etanol pada konsentrasi gula berlebih merupakan efek dari inhibisi subtrat. Konsentrai
subtrat yang tinggi akan mengurangi jumlah oksigen terlarut. Dalam proses fermentasi ini, oksigen tetap
dibutuhkan walaupun dalam jumlah yang sedikit. Saccharomyces cereviseae membutuhkan oksigen untuk
mempertahankan kehidupan dan menjaga konsentrasi sel tetap tinggi, (Hepworth 2005; Nowak 2000; Tao dkk,
2005). Fungsi oksigen disini adalah untuk memproduksi ATP dalam glikolisis dan dalam fosforilasi oksidatif.
Proses fosforilasi oksidatif merupakan proses yang paling menonjol dalam produksi ATP. Bila tidak ada
oksigen (anaerob), NADH dalam mitokondria tidak dapat dioksidasi kembali maka daur asam sitrat,
pembentukan ATP serta pemecahan nutrisi akan terhenti. Hal inilah yang mengakibatkan pada konsentrasi gula
tertinggi, yaitu 150 gram/l didapatkan nilai produktivitas yang lebih rendah daripada konsentrasi gula 125
gram/l.

3.2 Pengaruh Konsentrasi Gula Terhadap Perolehan Sel


Pada percobaan ini, konsentrasi substrat yang dipilih adalah 50, 75, 100, 125, dan 150 gram/l dengan
tekanan 0,098 atm. Secara umum, hubungan antara waktu dan konsentrasi gula terhadap konsentrasi biomassa
dapat ditunjukkan pada Gambar 2.
4

Gambar 2. Grafik Hubungan Antara Waktu Terhadap Konsentrasi Biomassa

Gambar 2 menunjukkan hubungan antara waktu dengan pertumbuhan sel. Dari grafik terlihat bahwa
perolehan sel tertinggi adalah 4,9 gram/l yang terjadi pada konsentasi gula 150 gram/l dan terendah adalah 3,8
gram/l yang terjadi pada konsentasi gula 50 gram/l. Tren grafik yang lain pun menunjukkan bahwa semakin
tinggi konsentrasi gula akan didapatkan sel yang semakin banyak. Pada akhir periode analisa didapatkan
konsentrasi biomassa tertinggi pada konsentrasi gula 150 gram/l. Dengan adanya substrat yang lebih banyak
maka pertumbuhan mikroba akan lebih baik karena kebutuhan nutrisinya yang semakin terpenuhi. Konsentrasi
gula maksimal yang digunakan sebagai variabel disini adalah 150 gram/l. Konsentrasi tersebut masih sesuai
untuk kondisi tumbuh yeast, karena konsentrasi gula optimal untuk fermentasi adalah antara 50-250 gram/l,
artinya konsentrasi gula yang digunakan dalam percobaan ini masih sesuai dengan kondisi tumbuh mikroba
(Pramanik, 1999).
Yeast yang digunakan langsung diadaptasikan dengan substrat (molasses) ketika pembuatan starter,
sehingga fase adaptasi sel terjadi saat yeast dikembangkan dalam starter. Oleh karena itu dalam grafik terlihat
bahwa antara selang waktu 0 jam sampai 20 jam langsung terjadi fase eksponensial.

3.3 Pengaruh Tekanan Terhadap Perolehan Etanol


Pada percobaan ini, konsentrasi substrat yang dipilih adalah 50, 75, 100, 125, dan 150 gram/l dengan
tekanan 10 dan 0,49 atm. Secara umum, hubungan antara waktu dan tekanan operasi terhadap konsentrasi
etanol dapat ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik Hubungan Antara Waktu dan Tekanan Operasi Terhadap Konsentrasi Etanol

Gambar 3 menunjukkan hubungan antara waktu dengan konsentrasi etanol yang dihasilkan selama
proses fermentasi pada tekanan yang berbeda. Dari grafik dapat dilihat adanya perbedaan konsentrasi etanol
yang cukup signifikan dimana pada tekanan 0,098 atm, etanol yang terdeteksi pada sampel lebih kecil daripada
tekanan 0,49 atm. Pada tekanan 0,098 atm, kondisi didalam fermentor lebih vakum sehingga jumlah etanol
yang teruapkan selama proses fermentasi lebih banyak. Hal tersebut menyebabkan konsentrasi etanol yang
terdeteksi pada sampel lebih sedikit. Hal ini berakibat pada pertumbuhan sel selama fermentasi seperti
ditunjukkan pada Gambar 4.
5

Gambar 4. Grafik Hubungan Antara Waktu dan Tekanan Operasi Terhadap Konsentrasi Biomassa

Gambar 4 menunjukkan perbedaan profil pertumbuhan sel pada variasi tekanan 0,098 atm dan 0,49 atm.
Pada tekanan 0,098 atm, konsentrasi etanol dalam sistem fermentasi lebih sedikit sehingga kemungkinan
terjadinya inhibisi lebih kecil. Hal ini berakibat pada pertumbuhan sel yang lebih baik karena gangguan akibat
inhibisi produk etanol selama proses pertumbuhan lebih sedikit. Pada masa awal pertumbuhan tidak terdapat
perbedaan profil pertumbuhan yang berarti. Namun mulai jam ke 28, tedapat perbedaan profil pertumbuhan
dimana untuk tekanan 0,098 atm lebih baik daripada 0,49 atm. Hal ini sesuai dengan profil etanol, dimana
mulai jam ke 28 konsentrasinya naik sama-sama naik namun konsentrasi untuk 0,49 atm jauh lebih besar
sehingga menghasilkan profil pertumbuhan yang sedikit berbeda. Konsentrasi etanol yang besar menyebabkan
pertumbuhan sel terhambat atau bahkan dapat menyebabkan kematian sel. Oleh karena itu untuk tekanan 0,49
atm dimana konsentrasi etanolnya lebih besar fase kematian untuk selnya terjadi lebih ekstrim yang
ditunjukkan dengan penurunan konsentrasi sel yang lebih banyak daripada pada tekanan 0,098 atm. Secara
garis besar profil perubahan konsentasi gula, etanol, dan biomassa dengan variasi tekanan dapat ditunjukkan
pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik Hubungan Antara Waktu dan Tekanan Operasi Terhadap Konsentrasi Gula,
Konsentrasi Etanol, dan Konsentrasi Etanol

Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa profil produksi etanol, penurunan konsentrasi gula, serta
pertumbuhan sel untuk dua variasi tekanan secara umum hampir sama. Pada grafik terlihat bahwa
penggunaan gula pada tekanan 0,098 atm lebih banyak dibandingkan dengan tekanan 0,49 atm, hal ini
menunjukkan adanya produkivitas yang lebih tinggi, namun yang terdeteksi oleh analisa dengan GC lebih
kecil akibat sebagian besar etanol telah teruapkan. Hal ini disebabkan pengaruh tekanan operasi. Pada
tekanan 0,098 atm titik didih etanol murni adalah sekitar 30 0C, sedangkan pada tekanan 0,49 atm, titik didih
etanol sekitar 62 0C. Terdapat perbedaan titik didih yang sangat besar sehingga etanol pada tekanan 0,098
atm yang teranalisa oleh GC lebih kecil jika dibandingkan pada tekanan 0,49 atm. Penelitian terdahulu oleh
Ghasem dkk, pada kondisi atmosferik didapatkan produktivitas etanol yang lebih tinggi yaitu sebesar 1,77
gram/l/jam. Substrat yang digunakan pada penelitian tersebut adalah glukosa murni dengan konsentrasi 150
gram/l. Pada konsentrasi gula yang sama, untuk penelitian dengan tekanan 0,098 atm ini menghasilkan
produktivitas sebesar 0,539 gram/l/jam. Hal ini disebabkan karena sebagian besar etanol yang telah
6

diproduksi teruapkan akibat kondisi sistem dalam keadaan vakum. Dengan demikian, etanol yang terkandung
dalam sampel menjadi lebih sedikit. Selain itu dengan substrat yang berbeda maka akan dihasilkan
perbedaan hasil karena dengan glukosa dengan molasses mempunyai karakteristik yang sangat berbeda.
Molasses masih mengandung sejumlah pengotor sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan sel, hal ini akan
berakibat langsung terhadap produktivitas etanol.

4. Kesimpulan
Secara umum, semakin tinggi konsentrasi gula maka akan didapatkan produk etanol yang semakin
banyak. Semakin tinggi konsentrasi gula akan didapatkan konsentrasi sel yang semakin banyak. Penggunaan
kondisi vakum tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap produksi etanol.

Ucapan terima kasih


Terima kasih disampaikan kepada Dr. Ir. Abdullah, MS., Widayat, ST., MT., dan semua pihak yang telah
membimbing dan membantu dalam pelaksanaan penelitian serta penyusunan karya ilmiah ini.

Daftar Notasi
BPS : Badan Pusat Statistik

Daftar Pustaka
Bailey, James E. and David F. Ollis, 1986, Biochemical Engineering Fundamentals, 2nd edition, McGraw-Hill Book
Co., Singapore.
Ergun M, Mutlu SF, 2000, Application of a Statistical Technique to Production of Ethanol From Sugar Beet
Molasses by Saccharomyces cerevisiae, Bioresour Technol, 73: 251-255.
Ghasem N, Habibollah Y., Ku S, Ku I., 2004, Ethanol Fermentation In An Immobilized Cell Reactor Using
Saccharomyces cerevisiae. Bioresour Technol 92:251–260.
Hepworth, M., 2005, Technical, Environmental and Economic Aspects of Unit Operation for The production of
Bioethanol From Sugar Beet in the United Kingdom, CET IIA Exercise 5, Corpus Christi College.
Jeon, Bo Young et al, 2007, Development of a Serial Bioreactor System for Direct Ethanol Production from Starch
Using Aspergillus niger and Saccharomyces cerevisiae, Biotechnology and Bioprocess Engineering, Vol. 12,
pp. 566-573.
Lin, Yan and Shuzo Tanaka, 2006, Ethanol Fermentation from Biomass Resources: Current State and Prospects,
Applied Microbiology Biotechnology, Springer-Verlag, 69: 627-642.
McKetta, John J. and William Aaron Cunningham, 1983, Encyclopedia of Chemical Processing and Design, Marcel
Dekker, Inc., New York and Bessel.
Nowak, J., 2000, Ethanol Yield and Productivity of Zymomonas mobilis in Various Fermentation Methods,
Electronic Journal of Polish Agricultural Universities, Vol. 3, No. 2 seri Food Science and Technology.
Pramanik, K., 1999, parametrics Studies on Batch Alcohol Fermentation Using Saccharomyces cerevisiae Yeast
Extracted From Toddy, Department of Chemical Engineering, Regional Engineering College, Andra Pradesh.
Roukas, T., 1996, Continuous Ethanol Production fromNonsterilized Carob Pod Extract by Immobilized
Saccharomyces cerevisiae on Mineral Kissiris Using A Two-reactor System, Journal Applied Biochemistry
and Biotechnology, Vol. 59, No. 3.
Tao, F., Miao, J. Y., Shi, G. Y., dan Zhang, K. C., 2003, Ethanol Fermentationby an Acid-tolerant Zymomonas
mobilis under Non-sterilized Condition, Process Biochemistry, Elsevier, 40: 183-187.
Triantarti, 2005, Karakteristik Resin Untuk Proses Ion Exclusion Chromatography Dan Aplikasinya Pada
Pengambilan Gula Dari Tetes Tebu, Jurnal ILMU DASAR, Vol. 6 No. 1, pp. 48-57.

Anda mungkin juga menyukai