Anda di halaman 1dari 31

Laboratorium Obstetri dan Ginekologi Tutorial Klinik

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

PREEKLAMPSIA BERAT

Disusun Oleh :
Salaudin Al Ayubi Pratama 1810029044
Muhammad Aris Indrawan 1810029035

Pembimbing :
dr. Yasmin Sabina Sa’diah, Sp.OG

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Laboratorium


Obstetri dan Ginekologi
Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan Makalah Tutorial
Klinik tentang “Preeklampsia Berat”. Makalah ini disusun dalam rangka tugas
kepaniteraan klinik di Laboratorium Obstertri dan Ginekologi Rumah Sakit
Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Yasmin Sabina


Sa’diah, Sp.OG, selaku dosen pembimbing Tutorial Klinik yang telah
memberikan bimbingan kepada penyusun dalam penyelesaian makalah ini.
Penyusun menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam makalah ini, sehingga
penyusun mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan. Akhir kata,
semoga makalah ini berguna bagi penyusun sendiri dan para pembaca.

Samarinda, 11 Oktober 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... 1


DAFTAR ISI ...................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 4
o Latar Belakang ............................................................................................. 4
o Tujuan .......................................................................................................... 4
o Manfaat ........................................................................................................ 6
BAB II LAPORAN KASUS .............................................................................. 6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 13
3.1. Definisi ........................................................................................................... 13
3.2. Faktor Resiko ................................................................................................. 14
3.3. Etiopatologis ................................................................................................. 17
3.4. Perubahan Sistem dan Organ Pada Preeklamsia ............................................ 20
3.5. Diagnosis ...................................................................................................... 23
3.6. Penatalaksanaan ............................................................................................ 25
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................. 26
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 30

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tingginya angka kematian ibu (AKI) masih merupakan masalah kesehatan di


Indonesia dan juga mencerminkan kualitas pelayanan kesehatan selama kehamilan
dan nifas (World Health Organization [WHO], 2007). AKI di Indonesia masih
merupakan salah satu yang tertinggi di negara Asia Tenggara. Berdasarkan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKI di Indonesia sebesar
359 per 100.000 kelahiran hidup. Tren AKI di Indonesia menurun sejak tahun 1991
hingga 2007, yaitu dari 390 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup. Jika
dibandingkan kawasan ASEAN, AKI pada tahun 2007 masih cukup tinggi, AKI di
Singapura hanya 6 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei 33 per 100.000 kelahiran
hidup, Filipina 112 per 100.000 kelahiran hidup, serta Malaysia dan Vietnam sama-
sama mencapai 160 per 100.000 kelahiran hidup. Meskipun, Millenium
development goal (MDG) menargetkan penurunan AKI menjadi 102 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2015, namun pada tahun 2012 SDKI mencatat kenaikan
AKI yang signifikan yaitu dari 228 menjadi 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran
hidup. (Kementrian Kesehatan RI, 2015). Preeklampsia merupakan salah satu
penyebab morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal terbesar, yang terjadi
pada 2-3% kehamilan (Sumulyo, et al., 2017).

1.2 Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum

Mengetahui teori tentang preeklampsia berat serta kesesuaian antara teori


dengan kasus nyata.

4
1.2.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui teori tentang preeklampsia berat yakni mencakup:


a. Definisi
b. Epidemiologi
c. Etiologi
d. Klasifikasi
e. Tanda dan Gejala
f. Diagnosis
g. Penatalaksanaan
2. Mengetahui kesesuaian antara teori dengan kasus nyata preeklampsia berat di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie.

1.3 Manfaat
1.3.1. Manfaat Ilmiah

Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran


terutama bidang Obstetri dan Ginekologi, khususnya tentang preeklampsia berat

1.3.2. Manfaat bagi Pembaca


Makalah ini diharapkan menjadi sumber pengetahuan bagi pembaca
mengenai preeklampsia berat.

5
BAB II
LAPORAN KASUS

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Kamis, 10 Oktober 2019
pukul 07.00 WITA di ruang Mawar-VK RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

ANAMNESIS
Identitas pasien
Nama : Ny. FL
Usia : 42 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta (Jualan singkong)
Alamat : Jl. Rumbia, Samarinda
Masuk Rumah Sakit : Hari Kamis 10 Oktober 2019 pukul 02.15 WITA.

Identitas Suami

Nama : Tn. P
Usia : 43 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta (Jualan singkong)
Alamat : Jl. Rumbia, Samarinda

6
Keluhan Utama
Nyeri kepala

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien masuk ke ruang VK RSUD AWS dengan keluhan nyeri kepala sejak 2
jam SMRS disertai muntah dan pusing. Keluhan timbul tiba-tiba setelah pasien
terbangun dari tidur. Nyeri kepala dirasa pasien menetap, seperti berdenyut. Pasien
muntah 2x berupa air, tidak menyembur. Tidak terdapat keluhan kejang, pandangan
kabur, nyeri perut, perut kencang-kencang, keluar air dan lendir darah dari jalan
lahir. Pasien masih sering merasakan gerakan janin.

Riwayat Penyakit dahulu :


 Riwayat preeklamsia pada kehamilan pertama
 Tidak terdapat riwayat diabetes melitus dan penyakit ginjal.

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Tidak ada riwayat hipertensi, alergi, diabetes mellitus

Riwayat Haid
Menarche : Usia 14 tahun
Siklus haid : 28 hari dan teratur
Lama haid : 5-7 hari, dengan banyak 2-3 kali ganti pembalut/hari
HPHT : 08-11-2018
Taksiran persalinan : 15-08-2019
Taksiran persalinan USG : 15-11-2019

Riwayat Perkawinan
Perkawinan yang pertama, umur pertama kali menikah 25 tahun, dan lama
menikah 17 tahun.

7
Riwayat Obstetrik
 Tahun 2004 – RS – Aterm – SC – Dokter – 3.100gr/P – Hidup
 Tahun 2008 – RS – Post term – SC – Dokter – 3.000gr/L – Hidup
 Tahun 2019 – Hamil ini

Antenatal Care
 Pasien rutin memeriksakan kehamilan di Puskesmas. Saat 3 bulan SMRS
ketika kontrol kehamilan tekanan darah pasien mulai meningkat dengan tanpa
keluhan.

Kontrasepsi
 Pasien pernah menggunakan kontrasepsi suntik setiap 1 bulan selama 11 tahun.
Terakhir disuntik 1 tahun yang lalu.

PEMERIKSAAN FISIK
Berat badan 60 kg, tinggi badan 148 cm
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda vital
Tekanan darah : 180/110 mmHg
Frekuensi nadi : 80 kali/menit, regular, kuat angkat
Frekuensi nafas : 18 kali/menit, regular
Suhu : 36,0 oC (per axiller)
Status Generalis
Kepala : normosefalik
Mata : Konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada
Telinga/hidung/tenggorokan : Tidak ditemukan kelainan
Thorax :
 Jantung :
o Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
o Palpasi : iktus kordis teraba di ICS 5 MCL sinistra
o Perkusi : batas jantung normal

8
o Auskultasi : S1S2 tunggal regular, mumur tidak ada, gallop tidak ada
 Paru :
o Inspeksi : dinding thoraks simetris, seirama gerakan nafas
o Palpasi : fremitus suara dekstra = sinistra
o Perkusi : sonor
o Auskultasi : vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen :
 Inspeksi : dinding abdomen cembung, linea nigra (+)
 Palpasi : soefel, organomegali (-), nyeri tekan (-)
 Perkusi : timpani, asites (-)
 Auskultasi : bising usus (+) normal, metallic sound (-)

Ekstremitas :
 Atas: akral hangat, edema (-/-), kekuatan otot 5
 Bawah: akral hangat, pitting edema (-/-), varises (-/-), kekuatan otot 5

Status Obstetri
Inspeksi : abdomen membesar sesuai umur kehamilan, linea nigra (+),
striae gravidarum (+)
Palpasi :
 Tinggi fundus uteri (TFU)= 30 cm
 Leopold I : Terasa bagian lunak, bulat, kesan bokong.
 Leopold II : Teraba punggung janin di kiri ibu.
 Leopold III : Teraba bagian keras, bulat, kesan kepala.
 Leopold IV : Belum masuk PAP
HIS :-
TBJ : 2.900 gram
Denyut Jantung Janin : 143x/menit
Vaginal Toucher : Tidak dilakukan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

9
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 10-10-2019
o Darah lengkap :
 Leukosit : 12.250 /uL (↑)
 Eritrosit : 4,74x106 /uL (↓)
 Trombosit : 136.000/uL
 Hemoglobin : 14.7 g/dL (↓)
 Hematokrit : 42.7 %
o Kimia Klinik :
 GDS : 109 mg/dL (↑)
 Cholesterol : 394 mg/dL (↑)
 Ureum : 15 mg/dL
 Creatinin : 0,5 mg/dL
 SGOT : 95 u/L
 SGPT : 47 u/L
o Urinalisa :
 Keton : -
 Hemoglobin/darah : +2
 Protein : +3
 Glukosa :+2
 Leukosit : 50-60
 Eritrosit : 5-8

DIAGNOSIS KERJA
G3P2002A000 gravidarum aterm + belum inpartu + Preeklampsia berat dengan
impending eklampsia + BSC 2x.

TATALAKSANA

10
 Penatalaksanaan di IGD :
- Observasi keluhan utama dan tanda-tanda vital
- Melakukan pemeriksaan denyut jantung janin
- Pemasangan infus Ringer lactate 20 tetes per menit
- Pemasangan Dower Catheter (DC)
- Melakukan pemeriksaan laboratorium darah

 Co. dr.Sp.OG pukul 03.50:


- Protap MgSO4
- Konsul jantung.
- Observasi di ruang VK, hasil lab. lapor.
 Co. dr.Sp.JP pukul 03.52:
- Metildopa 3x250 mg
- Nifedipine 3x10 mg
- Bisoprolol 1x5mg

OBSERVASI PASIEN DI RUANG VK


Tanggal Observasi
Kamis, 10 Subjective = Pasien mengeluhkan pusing dan nyeri kepala.
Oktober 2019 Objective =Keadaan umum : Sakit sedang; Kesadaran :
07.00 Composmentis E4V5M6
VK tekanan darah: 180/110 mmHg, Nadi: 88 x/menit,
RR: 18 x/menit, Suhu: 36,0 0C (per axiller).
Tinggi Fundus Uteri: 30 cm; Vaginal Toucher: tidak dilakukan.
Denyut Jantung Janin: 146x/m, HIS: -

Assessment = G3P2002A000 gravidarum aterm + belum inpartu +


Preeklampsia berat dengan impending eklampsia + BSC 2x.
Planning =
- Observasi keluhan utama dan TTV
- Observasi HIS dan DJJ
- Observasi tanda-tanda eklamsia
Lapor dr. Sp. OG.:

11
- Rencana Sectio Caesarea dan MOW pukul 08.00
Kamis, 10 Subjective = Pasien mengeluhkan nyeri luka post operasi dan
Oktober 2019 pusing.
14.45 Objective =Tekanan darah: 210/110 mmHg, Nadi: 98x/menit,
VK RR: 24 x/menit, Suhu: 36,2 0C (per axiller).
Tinggi Fundus Uteri: 1 jari dibawah pusat, kontraksi uterus baik.
UT: 200 cc/ 4jam warna merah
DL post operasi
Hemoglobin: 15.3
Leukosit: 16.300
Hematokrit: 45 %
Trombosit: 46.000

Assessment = P3002 A000 post SC a/i BSC 2x + post MOW +


Preeklampsia berat.
Planning =
Lapor Sp. OG
- Inj. Asam tranexamat 3x500mg
- Inj. Dexamethasone 2x10 mg selama 2 hari
- Inj. Ranitidin 2x50 mg
- Inj. Furosemide 1 amp (extra)
- Nifedipine 4x10 mg
- Metildopa 3x500 mg
- Cek DL per hari

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

12
3.1 Definisi

Preeklampsia dan eklampsia yang dikenal dengan nama toksemia gravidarum


merupakan suatu sindrom yang berhubungan dengan vasospasme, peningkatan
resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ yang ditandai
adanya hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Adanya
kejang dan koma lebih mengarah pada kejadian eklampsi (Sumulyo, e.c.t., 2017).
Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang
disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada usia
kehamilan diatas 20 minggu. Preeklampsia, sebelumya selalu didefinisikan dengan
adanya hipertensi dan proteinuria yang baru terjadi pada kehamilan (new onset
hypertension with proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi definisi
klasik preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya hipertensi disertai
gangguan multisistem lain yang menunjukkan adanya kondisi berat dari
preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami proteinuri. Sedangkan,
untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak
ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal (Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia [POGI], 2016)

Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau


90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama. Definisi hipertensi berat adalah peningkatan tekanan darah
sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik (POGI, 2016).

3.2 Faktor Resiko

Sampai saat ini terdapat berbagai temuan biomarker yang dapat digunakan
untuk meramalkan kejadian preeklampsia, namun belum ada satu tes pun yang
memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi. Butuh serangkaian pemeriksaan
yang kompleks agar dapat meramalkan suatu kejadian preeklampsia dengan lebih
baik. Praktisi kesehatan diharapkan dapat mengidentifikasi faktor risiko
preeklampsia dan mengkontrolnya, sehingga memungkinkan dilakukan

13
pencegahan primer. Dari beberapa studi dikumpulkan ada 17 faktor yang terbukti
meningkatkan risiko preeklampsia (POGI, 2016).

Fakto risiko yang dapat dinilai pada kunjungan antenatal pertama


Anamnesis:
 Umur > 40 tahun
 Nulipara
 Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
 Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
 Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
 Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
 Kehamilan multipel
 IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
 Hipertensi kronik
 Penyakit Ginjal
 Sindrom antifosfolipid (APS)
 Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio
 Obesitas sebelum hamil
Pemeriksaan fisik:
 Indeks masa tubuh > 35
 Tekanan darah diastolik > 80 mmHg
 Proteinuria (dipstick >+l pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6 jam atau secara
kuantitatif 300 mg/24 jam)
Faktor risiko yang telah diidentifikasi dapat membantu dalam melakukan
penilaian risiko kehamilan pada kunjungan awal antenatal. Berdasarkan hasil
penelitian dan panduan Internasional terbaru kami membagi dua bagian besar faktor
risiko yaitu risiko tinggi / mayor dan risiko tambahan / minor (POGI, 2016).
Risiko Tinggi
■ Riwayat preeklampsia
■ Kehamilan multipel
■ Hipertensi kronis
■ Diabetes Mellitus tipe 1 atau 2
■ Penyakit ginjal

14
■Penyakit autoimun (contoh: systemic lupus erythematous, antiphospholipid
syndrome)

Risiko Sedang
■ Nulipara
■ Obesitas (Indeks masa tubuh > 30 kg/m2)
■ Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
■ Usia ≥ 35 tahun
■ Riwayat khusus pasien (interval kehamilan > 10 tahun)

3.3 Etiopatologis

Penyebab hipertensi dalam kehamilan sampai saat ini belum diketahui pasti.
Beberapa penjelasan mengenai patogenesisnya masih berupa teori. Teori-teori yang
saat ini banyak dianut adalah sebagai berikut.

Teori kelainan vaskularisasi plasenta


Pada kehamilan normal, dengan alasan yang belum jelas, terjadi invasi
trofoblas ke lapisan otot polos vaskuler, sehingga lapisan otot beregenerasi dan
arteri spiralis dapat berdilatasi. Dilatasi lumen dan matriks di sekitar vaskuler
memberi efek menurunkan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan
peningkatan aliran darah ke jaringan plasenta & janin sehingga terjadi remodeling
arteri spiralis (Wiknjosastro, 2009).
Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi trofoblas ke lapisan otot
vaskular & matriks sekitarnya. Akibatnya, lapisan myoepitel tetap keras dan kaku
sehingga tidak terjadi vasodilatasi, bahkan relatif mengalami vasokonstriksi. Efek
remodeling arteri spiralis yang normal pun tidak terjadi yang kemudian
menyebabkan peningkatan tekanan darah dan aliran darah uteroplasenta menurun
sehingga terjadi iskemia plasenta (Wiknjosastro, 2009).

15
Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel
i. Iskemia plasenta, dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Pada teori invasi tropoblas, hipertensi dalam kehamilan teradi karena
kegagalan “remodeling arteri spiralis” dengan akibat plasenta mengalami iskemia.
Plasenta yang mengalami iskemia akan menghasilkan radikal bebas/oksidan
(senyawa penerima elektron atau atom/molekul yang mempunyai elektron yang
tidak berpasangan). Salah satu yang dihasilkan adalah radikal hidroksil, yang
bersifat toksis terhadap membran sel endotel yang banyak mengandung asam lemak
tidak jenuh menjadi peroksida lemak yang akan merusak membran sel, nukleus,
dan protein sel endotel (Wiknjosastro, 2009).
ii. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Peroksida lemak sebagai bahan oksidan akan beredar dalam darah sebagai
bahan toksin, yang paling mudah terpengaruh oleh bahan ini adalah sel endotel,
karena sel endotel adalah yang paling dekat dengan aliran darah, dan mengandung
banyak asam lemak yang dengan mudah dapat diubah menjadi lemak peroksida
oleh oksidan hidroksil yang dihasilkan plasenta iskemik (Wiknjosastro, 2009).
iii. Disfungsi sel endotel
Endotel yang terpapar peroksida lemak akan mengalami kerusakan dan
gangguan fungsi endotel, keadaan ini disebut “disfungsi endotel”, yang
mengakibatkan :
a) Gangguan metabolisme prostaglandin, suatu vasodilator kuat.
b) Agregasi trombosit ke daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi
trombosit memproduksi tromboksan, yang merupakan vasokonstriktor kuat.
c) Peningkatan permeabilitas kapiler
d) Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, misalnya endotelin.
e) Peningkatan faktor-faktor koagulasi (Wiknjosastro, 2009).

Teori Intoleransi Imunologis Ibu-Janin


Pada kehamilan normal, tubuh ibu menerima hasil konsepsi, yang merupakan
suatu benda asing. Disebabkan oleh adanya human leukocyte antigen protein G
(HLA-G), yang memodulasi sistem imun, sehingga tidak bereaksi terhadap hasil
konsepsi.HLA-G ini berfungsi untuk melindungi tropoblas dari lisis oleh Natural

16
Killer (NK) ibu.Pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-
G. Berkurangnya HLA-G di sel desidua di daerah plasenta, menghambat invasi
tropoblas dalam desidua, yang penting dalam memudahkan vasodilatasi pembuluh
darah dan matriks di sekitarnya (Wiknjosastro, 2009).
Teori Adaptasi Kardiovaskuler
Pada kehamilan normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan
vasopressor, akibat adanya perlindungan dari sintesis prostaglandin oleh sel
endotel. Refrakter artinya tidak peka atau dibutuhkan kadar yang lebih tinggi untuk
menimbulkan vasokonstriksi (Wiknjosastro, 2009).
Pada hipertensi dalam kehamilan, endotel kehilangan daya refrakternya
terhadap bahan vasopressor, sehingga terjadi peningkatan kepekaan terhadap
rangsangan dari bahan-bahan tersebut, hingga dalam tahap pembuluh darah
menjadi sangat peka terhadap rangsangan bahan vasopressor (Wiknjosastro, 2009).
Teori genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu
lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika
dibandingkan dengan genotie janin. Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami
preeklampsia, 26 % anak perempuannya akan mengalami preeklmapsia pula,
sedangkan hanya 8 % anak menantu mengalami preeklampsia (Wiknjosastro,
2009).
Teori Defisiensi Gizi (Teori diet)
Penelitian lama menyebutkan bahwa terdapat hubungan adanya defisiensi
gizi terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terbaru
menyebutkan konsumsi minyak ikan dapat menurunkan resiko. Penelitian lainnya
juga menyebutkan, wanita yang mengkonsumsi kalsium selama kehamilan,
memiliki resiko lebih rendah mengalami HDK, dan angka kejadian preeklampsia
lebih rendah pada wanita hamil yang diberi suplemen kalsium daripada hanya
glukosa (Wiknjosastro, 2009).

Teori Stimulus Inflamasi

17
Teori ini didasarkan pada fakta bahwa lepasnya debris fibroblas akan
merangsang terjadinya inflamasi. Pada kehamilan normal, hal ini juga terjadi,
namun dalam batas wajar, sehingga proses inflamasi yang terjadi tidak
menimbulkan masalah.Disfungsi endotel mengakibatkan aktivasi leukosit yang
sangat tinggi pada aliran darah ibu sehingga inflamasi yang terjadi bersifat sistemik
(Wiknjosastro, 2009).

3.4 Perubahan Sistem dan organ pada Preeklampsia

Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan


patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh
vasospasme dan iskemia. Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat
mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti
prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi
platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf
pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis
ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan proteinuria.
Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan
peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi
penurunan volume intavaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan
tahanan pembuluh perifer (Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, & Spong,
2010).
Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan
trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim (Cunningham, Leveno, Bloom,
Hauth, Rouse, & Spong, 2010).
Perubahan yang terjadi adalah sebagai berikut.
1) Perubahan volume plasma
Pada hamil normal volume plasma meningkat dengan bermakna
(hipervolemia) guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin. Peningkatan
tertinggi volume plama pada hamil normal terjadi pada umur kehamilan 32-34
mingggu. Sebaliknya, oleh sebab yang tidak jelas pada preeklamsia terjadi
penurunan volume plasma antara 30-40% dibandingkan dengan hamil normal

18
(hipovolemia). Hipovolemia diimbangi dengan vasokonstriksi, sehingga
terjadilah hipertensi. (Wiknjosastro, 2009).

2) Hipertensi
Pada preeklamsia peningkatan reaktivitas vaskular dimulai pada usia
kehamilan 20 minggu, tetapi hipertensi dideteksi umumnya pada trimester II.
Tekanan darah yang tinggi pada preeklamsia bersifat labil dan mengikuti irama
sirkardian normal. Tekanan diastolik menggambarkan resistensi perifer,
sedangkan tekanan sistolik menggambarkan besarnya curah jantung.
Timbulnya hipertensi adalah akibat vasospasme menyeluruh dengan ukuran
tekanan darah ≥ 140/90 mmHg selang 6 jam (Wiknjosastro, 2009).

3) Fungsi ginjal
 Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia mengakibatkan
terjadinya oligouria atau anuria. Berat ringannya oligouria
menggambarrakn berat ringannya hipovolemia.
 Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas
membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan
proteinuria. Proteinuria dapat terjadi jauh pada akhir kehamilan, sehingga
sering dijumpai preeklamsia tanpa proteinuria, karena janin lebih dahulu
lahir.
 Gagal ginjal akut akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian besar kedua
korteks ginjal mengalami nekrosis, maka dapat terjadi nekrosis korteks
ginjal yang ireversibel.
 Meningkatnya serum asam urat (uric acid serum) akibat penurunan perfusi
ginjal, umumnya meningkat ≥ 5mg/cc. Peningkatan asam urat dapat terjadi
karena iskemia jaringan.
 Mengatnya kreatinin plasma akibat hipovelemia dan penurunan perfusi
ginjal (kreatini dapat mencapai ≥ 1mg/cc (Wiknjosastro, 2009).

4) Tekanan osmotik dan koloid plasma


Osmolaritas serum dan tekanan onkotik menurun pada usia kehamilan 8
minggu. Pada preeklamsia tekanan onkotik semakin menurun karena kebocoran
protein dan peningkatan permeabilitas vaskular (Wiknjosastro, 2009).

19
5) Koagulasi dan Fibrinolisis
Gangguan koagulasi pada preeklamsia, misalnya trombositopenia jarang terjadi
berat, tetapi sering dijumpai. Pada preeklamsia terjadi peningkatan FDP,
penurunan antitrombin III, dan peningkatan fibronektin (Wiknjosastro, 2009).

6) Viskositas darah
Viskositas darah ditentukan oleh volume plasma dan molekul makro
(fibrinogen dan hematokrit). Pada preeklamsia viskositas darah meningkat,
mengakibatkan meningkatnya resistensi perifer danmenurunnya aliran darah ke
organ. Pada preeklamsia nilai hematokrit akan meningkat akibat keadaan
hipovolemia (Wiknjosastro, 2009).

6) Edema
Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan endotel kapiler. Edema
yang patologik adalah edema yang nondependen pada muka dan tangan atau
edema anasarka. Biasanya hal tersebut disertai kenaikan berat badan yang cepat
(Wiknjosastro, 2009).

7) Hepar
Dasar perubahan pada hepar adalah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Bila
terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel
hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga di
bawah kapsula hepar dan disebut sebagai subkapsular hematoma. Subkapsular
hematoma ini menimbulkan nyeri di dearah epigastrium dan dapat
menimbulkan ruptur hepar sehingga memerlukan pembedahan (Wiknjosastro,
2009).

8) Neurologik
Perubahan neurologik dapat berupa:
 Nyeri kepala yang disebabkan oleh hiperperfusi otak, sehingga
menimbulkan edema vasogenik.
 Gangguan visus yang terjadi akibat spasme arteri retina dan edema retina.
Gangguan visus dapat berupa pandangan kabur, skotoma, amaurosis
(kebutaan tanpa jelas adanya kelainan) dan ablasio retina.

20
 Hiperrefleksia sering dijumpai pada preeklamsia berat
 Kejang eklamtik, dimana penyebabnya belum diketahui dengan jelas.
Faktor-faktor yang menimbulkan kejang eklamtik adalah edema serebri,
vasospasme serebri, dan iskemia serebri.
 Perdarahan intrakranial (Wiknjosastro, 2009).

9) Kardiovaskular
Perubahan kardiovaskular disebabkan oleh oleh peningkatan cardiac afterload
akibat hipertensi dan penurunan cardiac preload akibat hipovolemia
(Wiknjosastro, 2009).
10) Paru
Penderita preeklamsia berat mempunyai resiko besar mengalami edema paru.
Edema paru dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel
pada pembuluh darah kapiler paru, dan menurunnya diuresis (Wiknjosastro,
2009).

11) Janin
Preeklamsia dan eklamsia memberi pengaruh buruk pada keadaan janin akibat
penurunan perfusi uteroplasenta, hipovolemia, dan vasospasme, serta
kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta. Dampak preeklamsia berat dan
eklamsia pada janin adalah Intrauterine Growth Retardation (IUGR) dan
oligohidramnion, serta kenaikan morbiditas dan mortalitas janin secara tidak
langsung akibat IUGR, prematuritas, olihidrmanion, dan solusio plasenta
(Wiknjosastro, 2009).

3.5 Diagnosis

Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan


sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20
minggu disertai adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja,
kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan
gangguan organ spesifik akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus
preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika protein urin tidak

21
didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosis preeklampsia, yaitu (POGI, 2016):

1) Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter

2) Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan


kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya

3) Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau


adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen

4) Edema Paru

5) Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus

6) Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi


uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)

Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada


preeklampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi
kondisi pemberatan preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia berat. Kriteria
gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia atau
preklampsia berat adalah salah satu dibawah ini (POGI, 2016):

1) Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg


diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama

2) Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter

3) Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan


kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya

4) Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau


adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen

5) Edema Paru

22
6) Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus

7) Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta:


Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan absent or
reversed end diastolic velocity (ARDV)

Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara


kuantitas protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga kondisi protein urin
masif ( lebih dari 5 g) telah dieleminasi dari kriteria pemberatan preeklampsia
(preeklampsia berat). Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi preeklampsia
ringan, dikarenakan setiap preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan
dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara signifikan
dalam waktu singkat.

3.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Preeklampsia

Sikap terhadap penyakitnya: pengobatan medikamentosa


Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat
inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting
pada preeklampsia berat adalah pengelolaan cairan, karena penderita preeklampsia
dan eklampsia mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria.
Sebab dari kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi faktor yang sangat
memnentukan terjadinya edema paru dan oliguria adalah hipovolemia, vasospasme,
kerusakan sel endotel, penurunan gradien tekanan onkotik koloid (pulmonary
capillary wedge pressure). Oleh karena itu, monitoring input cairan (melalui oral
ataupun infus) dan output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya
harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang dimasukkan
dan dikeluarkan. Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan
koreksi cairan, yaitu dapat diberikan berupa 5% Ringer-dekstrose atau cairan garam
faali, dengan jumlah tetesan 125 cc/jam atau infus dekstrose 5% yang tiap 1 liternya
diselingi dengan infus Ringer laktat (60-125 cc/jam) 500 cc (Wiknjosastro, 2009).

23
Pasien juga dipasangi kateter foley untuk mengukur pengeluaran urin.
Oliguria terjadi bila produksi urin <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24 jam.
Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak
kejang, dapat menghindari aspirasi asam lambung yang sangat asam. Diet yang
cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam (Wiknjosastro, 2009).

Pemberian Obat Anti Kejang


Obat anti kejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah magnesium sulfat
(MgSO47H2O). Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin
pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular.
Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps, sehingga pada
pemberian magnesium sulfat, akan menggeser kalsium yang kerja magnesium
sulfat. Magnesium sulfat menjadi pilihan pertama untuk kejang pada preeklampsia
atau eklampsia (Wiknjosastro, 2009). Dosis terapeutik dan toksis MgSO4:
a. Dosis terapeutik: 4-7 mEq/L (4,8-8,4 mg/dl)
b. Hilangnya reflek tendon: 10 mEq/L (12 mg/dl)
c. Tehentinya pernafasan: 15 mEq/L (18 mg/dl)
d. Terhentinya jantung: >30 mEq/L (>36 mg/dl)
Cara pemberian magnesium sulfat antara lain sebagai berikut.
a) Cara pemberian dosis awal
Ambil 4 g larutan MgSO4 (10 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan dengan
10 ml akuades. Berikan larutan tersebut secara perlahan IV selama 20 menit. Jika
akses intravena sulit, berikan masing-masing 5 g MgSO4 (12,5 ml larutan MgSO4
40%) IM di bokong kiri dan kanan (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
[Kemenkes RI], 2013).
b) Cara pemberian dosis rumatan
Ambil 6 g MgSO4 (15 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan dalam 500 ml
larutan Ringer Laktat/Ringer Asetat, lalu berikan secara IV dengan kecepatan 28
tetes/menit selama 6 jam, dan diulang hingga 24 jam setelah persalinan atau
kejang berakhir (bila eklampsia) (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
[Kemenkes RI], 2013).

24
c) Syarat-syarat pemberian MgSO4
- Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium
glukonas 10% = 1 g (10% dalam 10 cc) diberikan i.v. 3 menit.
- Reflek patella (+) kuat
- Frekuensi nafas >16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distress pernafasan.
- Produksi urin >100 cc dalam 4 jam terakhir > 30cc/jam dalam 6 jam terakhir
atau 0.5 cc/kgbb/jam (Wiknjosastro, 2009).
d) Magnesium sulfat dihentikan bila:
- Ada tanda-tanda intoksikasi (refleks patella negatif, pernapasan <12x/menit,
sesak nafa, produksi urin <30 cc/jam
- Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir
(Wiknjosastro, 2009).

Pemberian antihipertensi

Ibu dengan hipertensi berat selama kehamilan perlu mendapat terapi


antihipertensi. Pilihan antihipertensi didasarkan terutama pada pengalaman dokter
danketersediaan obat. Ibu yang mendapat terapi antihipertensi di masa antenatal
dianjurkanuntuk melanjutkan terapi antihipertensi hingga persalinan. Terapi
antihipertensi dianjurkan untuk hipertensi pascasalin berat Beberapa jenis
antihipertensi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut (Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia [Kemenkes RI], 2013).

25
BAB 4
PEMBAHASAN

Pasien Ny. FL usia 42 tahun datang ke IGD RSUD AW. Sjahranie Samarinda pada
hari Kamis 10 Oktober 2019 pukul 02.15 WITA dengan keluhan utama nyeri kepala
sejak 2 jam SMRS disertai muntah dan pusing. Berdasarkan tinjauan pustaka yang
ada, berikut dibawah ini uraian kesesuaian kasus dengan teori yang ada.

KASUS TEORI
Anamesis : Didapatkan gejala
- Nyeri kepala
- neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
- Pusing
- Muntah-muntah - Muntah-muntah

- edema
- RPD = -

- RPK = -
Kesimpulan : Sesuai
Pemeriksaan Fisik :
Tekanan darah : 180/110 mmHg
- Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg
Frekuensi nadi : 80 kali/menit, sistolik atau 110 mmHg diastolik
regular, kuat angkat
- Edema terjadi karena hipoalbuminemia.
Frekuensi nafas : 18 kali/menit,
regular
Suhu : 36,0 oC (per axiller)
Kesimpulan : Sesuai
Pemeriksaan Penunjang : - Proteinuria (+) jika tidak ada terdapat beberapa
Laboratorium gejala lain:
Tanggal 10-10-2019
- Trombositopenia: < 100.000 /uL

26
o Darah lengkap : - Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau
 Leukosit : 12.250 /uL didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum pada

 Eritrosit: 4,74x106 /uL kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya

 Trombosit : 136.000/uL (↓)


 Hemoglobin: 14.7 g/dL
 Hematokrit: 42.7 %
o Kimia Klinik :
 GDS: 109 mg/dL
 Cholesterol: 394 mg/dL (↑)
 Ureum: 15 mg/dL
 Creatinin: 0,5 mg/dL
 SGOT: 95 u/L
 SGPT : 47 u/L
o Urinalisa :
 Keton : -
 Hemoglobin/darah : +2
 Protein : +3
 Glukosa :+2
 Leukosit : 50-60
 Eritrosit : 5-8
Kesimpulan : Sesuai
Penatalaksanaan : - tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
 Penatalaksanaan di IGD : - dipasang kateter foley

- Observasi keluhan utama dan


tanda-tanda vital
- Melakukan pemeriksaan Pemberian Obat Anti Kejang
denyut jantung janin - MgSO4 4 gr (10 ml larutan MgSO4 40%) dan
- Pemasangan infus Ringer larutkan dengan 10 ml akuades.
lactate 20 tetes per menit - MgSO4 6 gr (15 ml larutan MgSO4 40%) dan
- Pemasangan Dower Catheter larutkan dalam 500 ml larutan Ringer Laktat/Ringer

(DC) Asetat, lalu berikan secara IV dengan kecepatan 28


tetes/menit selama 6 jam, dan diulang hingga 24 jam
setelah persalinan atau kejang berakhir

27
- Melakukan pemeriksaan
laboratorium darah
Pemberian antihipertensi

 Co. dr.Sp.OG pukul 03.50: - Nifedipin 4x10-30mg peroral


- Nikardipin 5mg/jam, dapat dititrasi 2,5mg/jam tiap
- Protap MgSO4
5 menit max 10mg/jam
- Konsul jantung.
- Metildopa 2x250-500mg po
- Observasi di ruang VK, hasil
lab. lapor.
 Co. dr.Sp.JP pukul 03.52:
- Metildopa 3x250 mg
- Nifedipine 3x10 mg
- Bisoprolol 1x5mg
Kesimpulan : Sesuai

28
BAB V
PENUTUP

Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada


kehamilan/ diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ.
Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik
pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama.
Telah dilaporkan sebuah kasus atas pasien Ny. FL yang berusia 42 tahun datang ke
rumah sakit dengan keluhan utama nyeri kepala, Tekanan darah pasien 180/110
mmHg, terdapat riwayat hipertensi dalam kehamilan sebelumya. Pemeriksaan
penunjang didapatkan proteinuria. Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang, maka didapatkan diagnosis G3P2002A000
gravidarum aterm + belum inpartu + Preeklampsia berat dengan impending
eklampsia + BSC 2x.
Pada pasien ini dilakukan tatalaksana Sectio Caesarea, MOW dan obat anti
hipertensi. Secara umum penegakkan diagnosis maupun penatalaksanaan pada
pasien ini sudah tepat dan sesuai dengan teori.

29
DAFTAR PUSTAKA

Affandi, B., & Albar, E. (2014). Kontrasepsi. In M. Anwar, A. baziad, & R.


Prabowo, Ilmu Kandungan Edisi Ketiga (pp. 436-462). Jakarta: P.T. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Cunningham, G. F., Leveno, K. J., Bloom, S. L., Hauth, J. C., Rouse, D. J., &
Spong,C. Y. (2010). Williams Obstetrics (23 ed.). United States: The McGraw-
Hills Company.
Djanah, S. N., & Sukma, I. A. (2009). Gambaran Epidemiologi Kejadian
Preeklampsia/Eklampsia Di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun
2007. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 4, 378.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia [Kemenkes RI]. (2015). Profil
Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia [Kemenkes RI]. (2013). Buku Saku
Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta:
Kemenkes RI.
Osungbade, & Ige. (2011). Public Health Perspectives of Preeclampsia in
Developing Countries: Implication for Health System Strengthening. Journal
of Pregnancy.
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). 2016. Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Diagnosis dan Tatalaksana Preeklamsia. Jakarta:POGI
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi ; Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC.
Saifuddin, E. A. (2014). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sumulyo G., Iswari W. A, Pardede T. U., Darus F., Puspitasari B., Santana S.,
Abidin F., Endjun J. J. (2017). Diagnosis dan Tatalaksana Preeklampsia Berat
Tidak Tergantung Proteinuria. CDK-255, 44(8), 576-579.
Wiknjosastro, H. (2009). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
World Health Organization (WHO). Dibalik angka - Pengkajian kematian maternal
dan komplikasi untuk mendapatkan kehamilan yang lebih aman. Indonesia:
WHO; 2007.

30
31

Anda mungkin juga menyukai