Anda di halaman 1dari 113

Minggu, 07 Februari 2010

TUGAS DAN TANGGUNGJAWAB BIDAN DI KOMUNITAS


TUGAS DAN TANGGUNGJAWAB BIDAN DI KOMUNITAS
By Eny Retna Ambarwati

A. TUGAS UTAMA BIDAN DI KOMUNITAS


1. Pelaksana asuhan atau pelayanan kebidanan.
a. Melaksanakan asuhan kebidanan dengan standar profesional.
b. Melaksanakan asuhan kebidanan ibu hamil normal dengan komplikasi, patologis dan
resiko tinggi dengan melibatkan klien/keluarga.
c. Melaksanakan asuhan ibu bersalin normal dengan komplikasi, patologis dan resiko
tinggi dengan melibatkan klien/keluarga.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir normal dengan komplikasi,
patologis dan resiko tinggi dengan melibatkan klien/keluarga.
e. Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas dan menyusui normal dengan
komplikasi, patologis dan resiko tinggi dengan melibatkan klien/keluarga.
f. Melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi dan balita dengan melibatkan
klien/keluarga.
g. Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita atau ibu dengan gangguan sistem
reproduksi dengan melibatkan klien/keluarga.
h. Melaksanakan asuhan kebidanan komunitas melibatkan klien/keluarga.
i. Melaksanakan pelayanan keluarga berencana melibatkan klien/keluarga.
j. Melaksanakan pendidikan kesehatan di dalam pelayanan kebidanan.
2. Pengelola pelayanan KIA/KB.
a. Mengembangkan pelayanan kesehatan masyarakat terutama pelayanan kebidanan
untuk individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat diwilayah kerjanya dengan
melibatkan keluarga dan masyarakat.
b. Berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan program
sektor lain diwilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun bayi, kader
kesehatan, dan tenaga kesehatan lain yang berada diwilayah kerjanya.
3. Pendidikan klien, keluarga, masyarakat dan tenaga kesehatan.
1
Melaksanakan bimbingan/penyuluhan, pendidikan pada klien, masyarakat dan tenaga
kesehatan termasuk siswa bidan/keperawatan, kader, dan dukun bayi yang
berhubungan dengan KIA/KB.
4. Penelitian dalam asuhan kebidanan.
Melaksanakan penelitian secara mandiri atau bekerjasama secara kolaboratif dalam tim
penelitian tentang askeb.

B. TUGAS TAMBAHAN BIDAN DI KOMUNITAS


1. Upaya perbaikan kesehatan lingkungan.
2. Mengelola dan memberikan obat - obatan sederhana sesuai dengan kewenangannya.
3. Survailance penyakit yang timbul di masyarakat.
4. Menggunakan tehnologi tepat guna kebidanan.

C. BIDAN PRAKTEK SWASTA


Praktek pelayanan bidan perorangan (swasta), merupakan penyedia layanan kesehatan,
yang memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan, khususnya dalam
meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Supaya masyarakat pengguna jasa layanan
bidan memperoleh akses pelayanan yang bermutu dari pelayanan bidan, perlu adanya
regulasi pelayanan praktek bidan secara jelas, persiapan sebelum bidan melaksanakan
pelayanan praktek, seperti perizinan, tempat, ruangan, peralatan praktek, dan
kelengkapan administrasi semuanya harus sesuai dengan standar.
Setelah bidan melaksanakan pelayanan di lapangan, untuk menjaga kualitas dan
keamanan dari layanan bidan, dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan
kewenangannya. Pihak pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
organisasi Ikatan Bidan memiliki kewenangan untuk pengawasan dan pembinaan
kepada bidan yang melaksanakan praktek perlu melaksanakan tugasnya dengan baik.
Penyebaran dan pendistribusian bidan yang melaksanakan praktek perlu pengaturan
agar terdapat pemerataan akses pelayanan yang sedekat mungkin dengan masyarakat
yang membutuhkannya. Tarif dari pelayanan bidan praktek akan lebih baik apabila ada
pengaturan yang jelas dan trasparan, sehingga masyarakat tidak ragu untuk datang ke
pelayanan bidan praktek perorangan (swasta). Informasi dari jasa pelayanan bidan
untuk masyarakat perlu pengaturan yang jelas, agar masyarakat mendapatkan
2
informasi yang jelas, sehingga konsumen bidan praktek swasta mendapatkan kepuasan
akan layanan yang diterimanya.
Kompetensi minimal bidan praktek swasta meliputi :
1. Ruang lingkup profesi
a. Diagnostik (klinik, laboratorik)
b. Terapy (promotif, preventif)
c. Merujuk
d. Kemampuan komunikasi interpersonal
2. Mutu pelayanan
a. Pemeriksaan seefisien mungkin
b. Internal review
c. Pelayanan sesuai standar pelayanan kebidanan dan etika profesi
d. Humanis (tidak diskriminatif)
3. Kemitraan
a. Sejawat/kolaborasi
b. Dokter, perawat, petugas kesehatan yang lain, psikolog, sosiolog
c. Pasien, komunitas
4. Manajemen
a. Waktu
b. Alat
c. Informasi/MR
d. Obat
e. Jasa
f. Administrasi/regulasi/Undang-Undang
5. Pengembangan diri
a. CME (Continue Midwifery Education)
b. Information Search

D. PROGRAM BIDAN DELIMA


1. Latar Belakang

3
Pembangunan kesehatan di Indonesia dewasa ini masih diwarnai oleh rawannya derajat
kesehatan ibu dan anak, terutama pada kelompok yang paling rentan yaitu ibu hamil,
ibu bersalin dan nifas, serta bayi pada masa perinatal, yang ditandai dengan masih
tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Perinatal (AKP).
Salah satu upaya yang mempunyai dampak relatif cepat terhadap penurunan AKI dan
AKP adalah dengan penyediaan pelayanan kebidanan berkualitas yang dekat dengan
masyarakat dan didukung dengan peningkatan jangkauan dan kualitas pelayanan
rujukan. Sebanyak 30% bidan memberikan pelayanan praktek perorangan (IBI, 2002),
dengan berbagai jenis pelayanan yang diberikan yaitu pelayanan kontrasepsi suntik
58%, kontrasepsi pil, IUD dan implant 25%, dan pelayanan pada ibu hamil dan bersalin
masing-masing 93% dan 66%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bidan
mempunyai peran besar dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak di
masyarakat.
Mengingat peran besar dalam pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi
tersebut maka berbagai program telah dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan Bidan Praktek Swasta agar sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku.
Salah satu upaya IBI ialah bekerja sama dengan BKKBN dan Departemen Kesehatan
serta dukungan dan bantuan teknis dari USAID melalui program STARH (Sustaining
Technical Assistance in Reproductive Health) tahun 2000 – 2005 dan HSP (Health
Services Program) tahun 2005 – 2009 mengembangkan program Bidan Delima untuk
peningkatan kualitas pelayanan Bidan Praktek Swasta dan pemberian penghargaan bagi
mereka yang berprestasi dalam pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan
Reproduksi.
2. Kerangka Pikir Bidan Delima
Pelayanan bidan di Indonesia mempunyai akar yang kuat sejak zaman Belanda, dan
mengalami pasang surut sepanjang zaman kemerdekaan terutama ditinjau dari segi
penyelenggaraan pendidikan sebagai institusi yang mempersiapkan bidan sebelum
diterjunkan untuk memberikan pelayanan di masyarakat. Riwayat pendidikan bidan di
Indonesia sangat fluktuatif dan mengalami pasang surut, dengan sendirinya
menghasilkan kinerja pelayanan bidan yang bervariasi.
Kemajuan dunia global yang pesat baik di bidang teknologi informasi, pengetahuan dan
teknologi kesehatan termasuk kesehatan reproduksi berdampak pada adanya
4
persaingan yang ketat dalam bidang pelayanan kesehatan. Tuntutan masyarakat pada
saat ini adalah pelayanan yang berkualitas, aman, nyaman, dan terjangkau. Hal ini
mendorong bidan untuk siap, tanggap serta mampu merespon dan mengantisipasi
kemajuan zaman dan kebutuhan masyarakat.
Disisi lain IBI sebagai organisasi profesi yang dalam tujuan filosofisnya melakukan
pembinaan dan pengayoman bagi anggotanya juga terus berupaya untuk mencari
terobosan guna tercapainya peningkatan profesionalisme para anggotanya.
3. Pengertian Bidan Delima
Bidan Delima adalah suatu program terobosan strategis yang mencakup :
a. Pembinaan peningkatan kualitas pelayanan bidan dalam lingkup Keluarga Berencana
(KB) dan Kesehatan Reproduksi.
b. Merk Dagang/Brand.
c. Mempunyai standar kualitas, unggul, khusus, bernilai tambah, lengkap, dan memiliki
hak paten.
d. Rekrutmen Bidan Delima ditetapkan dengan kriteria, system, dan proses baku yang
harus dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan.
e. Menganut prinsip pengembangan diri atau self development, dan semangat tumbuh
bersama melalui dorongan dari diri sendiri, mempertahankan dan meningkatkan
kualitas, dapat memuaskan klien beserta keluarganya.
f. Jaringan yang mencakup seluruh Bidan Praktek Swasta dalam pelayanan Keluarga
Berencana dan Kesehatan Reproduksi.
4. Tujuan
a. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
b. Meningkatkan profesionalitas Bidan.
c. Mengembangkan kepemimpinan Bidan di masyarakat.
d. Meningkatkan cakupan pelayanan Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana.
e. Mempercepat penurunan angka kesakitan dan kematian Ibu, Bayi dan Anak.
5. Logo Bidan Delima

a. Makna yang ada pada Logo Bidan Delima adalah:


Bidan Petugas Kesehatan yang memberikan pelayanan yang berkualitas, ramah-tamah,
aman-nyaman, terjangkau dalam bidang kesehatan reproduksi, keluarga berencana dan
5
kesehatan umum dasar selama 24 jam.
Delima Buah yang terkenal sebagai buah yang cantik, indah, berisi biji dan cairan manis
yang melambangkan kesuburan (reproduksi).
Merah Warna melambangkan keberanian dalam menghadapi tantangan dan
pengambilan keputusan yang cepat, tepat dalam membantu masyarakat.
Hitam Warna yang melambangkan ketegasan dan kesetiaan dalam melayani kaum
perempuan (ibu dan anak) tanpa membedakan.
Hati Melambangkan pelayanan Bidan yang manusiawi, penuh kasih sayang (sayang Ibu
dan sayang Bayi) dalam semua tindakan/ intervensi pelayanan.
b. Bidan Delima melambangkan:
Pelayanan berkualitas dalam Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana yang
berlandaskan kasih sayang, sopan santun, ramah-tamah, sentuhan yang manusiawi,
terjangkau, dengan tindakan kebidanan sesuai standar dan kode etik profesi.
Logo/branding/merk Bidan Delima menandakan bahwa BPS tersebut telah memberikan
pelayanan yang berkualitas yang telah diuji/diakreditasi sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan, memberikan pelayanan yang berorientasi pada kebutuhan dan
kepuasan pelanggannya (Service Excellence).
6. Landasan Hukum
a. UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan
b. Anggaran Dasar IBI, Bab II Pasal 8 dan Anggaran Rumah Tangga IBI Bab III Pasal
c. Permenkes No.900/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktek Bidan.
d. SPK (Standar Pelayanan Kebidanan) IBI 2002.
7. Visi dan Misi
a. Visi
Meningkatkan kualitas pelayanan untuk memberikan yang terbaik, agar dapat
memenuhi keinginan masyarakat
b. Misi
Bidan Delima adalah Bidan Praktek Swasta yang mampu memberikan pelayanan
berkualitas terbaik dalam bidang kesehatan reproduksi dan keluarga berencana,
bersahabat dan peduli terhadap kepentingan pelanggan, serta memenuhi bahkan
melebihi harapan pelanggan.
8. Strategi
6
Menggalang upaya terpadu dalam peningkatkan kualitas pelayanan dan profesionalisme
Bidan Praktek Swasta dengan:
a. Menyiapkan pengelola program Bidan Delima di setiap jenjang kepengurusan IBI.
b. Mengembangkan jaringan pelayanan Bidan Delima yang dirancang secara sistematis
sesuai dengan standar kualitas pelayanan yang baku.
c. Mensosialisasikan program Bidan Delima kepada seluruh jajaran IBI dan Bidan
Praktek Swasta dalam rangka meningkatkan minat dan jumlah Bidan berpredikat Bidan
Delima.
d. Memberikan penghargaan kepada Bidan Delima yang berprestasi.
e. Meluncurkan program pemasaran Bidan Delima untuk meningkatkan minat
masyarakat menggunakan jejaring pelayanan Bidan Delima.
Suatu program akan dapat terlaksana dengan baik melalui pengelolaan yang cermat
dan konsisten; dengan berorientasi utamanya pada potensi, ketersediaan sumber daya
dan kemampuan internal organisasi pelaksananya.
Untuk melaksanakan program Bidan Delima ini; IBI telah memiliki potensi dan sumber
daya yang memadai dan akan mencapai hasil yang lebih optimal apabila memperoleh
dukungan baik dari internal IBI maupun dari stakeholder.

Referensi :
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of
Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan
Desa Siaga. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Pusat Promosi Kesehatan.

Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
7
(PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat,
Jakarta.

Depkes RI. (2006). Manajemen BBLR untuk Bidan. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2003). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Pelatihan Konseling Pasca Keguguran. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Profesi Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Kompetensi Bidan Indonesia. Jakarta


Depkes RI. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga . Depkes RI. Jakarta.
Depkes RI. (1999). Buku Pedoman Pengenalan Tanda Bahaya pada Kehamilan,
Persalinan dan Nifas, Departemen kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Tim
Penggerak PKK dan WHO. Jakarta.
Effendy Nasrul. (1998). Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. EGC.
Jakarta.
International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan diadopsi oleh seluruh
organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of International
Gynecologist Obstetrition (FIGO).

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi Dan


Praktik Bidan;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 741/MENKES/per/VII/2008 tentang Standar


Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Tehnis


Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
8
keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi
Bidan.

Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter Bidan.
Yogyakarta.
Markum. A.H. dkk. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan

Pelayanan Obtetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) Asuhan Neonatal


Essensial. 2008.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan


Soetjiningsih. (1998). Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta.
Syahlan, J.H. (1996). Kebidanan Komunitas. Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan.
Widyastuti, Endang. (2007). Modul Konseptual Frame work PWS-KIA Pemantauan dan
Penelusuran Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Neonatal. Unicef.

Diposkan oleh ERA Blogger di 05:16


Label: Kebidanan Komunitas (Askeb V)

Minggu, 07 Februari 2010


MELAKUKAN MONITORING DAN EVALUASI KEGIATAN PELAYANAN
KEBIDANAN DI KOMUNITAS (KOHORT IBU DAN BALITA)
MELAKUKAN MONITORING DAN EVALUASI KEGIATAN PELAYANAN KEBIDANAN DI
KOMUNITAS (KOHORT IBU DAN BALITA)
By Eny Retna Ambarwati

9
A. PENGERTIAN
Register kohort adalah sumber data pelayanan ibu hamil, ibu nifas, neonatal, bayi dan
balita.

B. TUJUAN
Untuk mengidentifikasi masalah kesehatan ibu dan neonatal yang terdeteksi di rumah
tangga yang teridentinfikasi dari data bidan.

C. JENIS REGISTER KOHORT


1. Register kohort ibu
Register kohort ibu merupakan sumber data pelayanan ibu hamil dan bersalin, serta
keadaan/resiko yang dipunyai ibu yang di organisir sedemikian rupa yang
pengkoleksiaannya melibatkan kader dan dukun bayi diwilayahnya setiap bulan yang
mana informasi pada saat ini lebih difokuskan pada kesehatar ibu dan bayi baru lahir
tanpa adanya duplikasi informasi.
2. Register kohort bayi
Merupakan sumber data pelayanan kesehatanbayi, termasuk neonatal.
3. Register kohort balita
Merupakan sumber data pelayanan kesehatan balita, umur 12 bulan sampai dengan 5
tahun
Pendataan suatu masyarakat yang baik bilamana dilakukan oleh komponen yang
merupakan bagian dari komunitas masyarakat bersangkutan, karena merekalah yang
paling dekat dan mengetahui situasi serta keadaan dari masyarakat tersebut. Sumber
daya masyarakat itu adaIah Kader dan dukun bayi serta Tokoh masyarakat.

Bersama-sama dengan Bidan desa, pendataan ibu hamil, ibu bersalin, neonatal, bayi
dan balita dapat diIakukan. Dengan mendata seluruh ibu hamil yang ada di suatu
komunitas tanpa terIewatkan yang dilakukan oleh kader dan dukun bayi kemudian
bidan desa memasukan seluruh data ibu hamil ke dalam kohort yang telah disediakan di
Pusesmas, sehingga data yang ada di desa pun dimiliki puskesmas.
Dengan Puskesmas juga memiliki data dasar, bidan desa dan Puskesmas dalam hal ini
bidan puskesmas dan timnya dapat memonitor dan mengikuti setiap individu yang ada
10
didaerah tersebut.
Dengan puskesmas memiliki seluruh data ibu hamil dan bidan desa memberikan
pemeriksaan seluruh ibu hamil tanpa melihat apakah ibu hamil lersebut mempunyai
faktor resiko atau tidak, sehingga dapat menyelamatkan jiwa ibu dan anak yang
dikandung.

D. CARA PENGISIAN KOHORT IBU


Kolom
1. Diisi nomer urut
2. Diisi nomer indeks dari famili folder
3. Diisi nama ibu hamil
4. Diisi nama suami ibu hamil
5. Diisi alamat ibu hamil
6. Diisi umur ibu hamil
7. Diisi umur kehamilan pada kunjungan pertama dalam minggu/tanggal HPL
8. Faktor resiko : diisi v ( rumput) untuk umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari
35 tahun
9. Paritas diisi Gravidanya
10. Diisi bila jarak kahamilan < 2 tahun
11. Diisi bila BB ibu < 45 kg, lila < 23,5 cm
12. Diisi bila TB ibu < 145 cm
13. sd 17 Resiko tinggi : diiisi dengan tanggal ditemukan ibu hamil dengan resiko tinggi,
HB diperiksa dan ditulis hasil pemeriksaannya
18. Pendeteksian faktor resiko : diisi tanggal ditemukan ibu hamil dengan resiko tinggi
oleh tenaga kesehatan.
19. Diisi diisi tanggal ditemukan ibu hamil dengan resiko tinggi oleh Non NAKES.
20. sd 22 diisi tanggal immunisasi sesuai dengan statusnya.
23. sd 34 diisi umur kehamilan dalam bulan kode pengisian sebagai berikut :
K I :Kontak pertama kali dengan tenaga kesehatan dimana saja pada kehamilan I s/d 5
bulan dengan rambu-rambu O dan secara langsung juga akses dengan rambu-rambu ◙.
K4 : Kunjungan ibu hamil yang keempat kalinya.
11
Untuk memperoleh K4 dapat memakai rumus 1-1–2 atau 0-2-2 dengan rambu-rambu Δ
Perhatian: K4 tidak boleh rada usia kehamilan 7 bulan
Pada ibu hamil pertama kali kunjungan pada usia kehamilan 5 bulan pada bulan
berikutnya yaitu 6 bulan harus berkunjung atau dikunjungi agar tidak kehilangan K4.
Pada ibu hamil yang awalnya periksa diluar kota, dan pada akhir kehamilannya periksa
di wilayah kita karena untuk melahirkan dan penduduk setempat bisa mendapatkan K1,
K4 dan sekaligus Akses apabila ibu tersebut dapat menunjukan pemeriksaan dengan
jelas

Akses :Kontak pertama kali dengan tenaga kesehatan tidak memandang usia kehamilan
dengan rambu-rambuΟ
35. Penolong Persalinan, diisi tanggal penolong persalinan tenaga kesehatan
36. Diisi tanggal bila yang menolong bukan nakes.
37. Hasil akhir Kehamilan : Abortus diisi tanggal kejadian abortus
38. Diisi lahir mati
39. Diisi BB bila BBL < 2500 gram
40. Diisi BB bila BBL > 2500 gram
41. Keadaan ibu bersalin,di beri tanda v bila sehat
42. Dijelaskan sakitnya
43. Diisi sebab kematiaannya
44. Diisi v (rumput)
45. Diisi apabila pindah, atau yang perlu diterangkan

E. CARA PENGISIAN REGISTER KOHORT BAYI


Kolom

1. Diisi nomor urut. Sebaiknya nomor urut bayi disesuaikan dengan nornor urut ibu
pada register kohort ibu.
2. Disi nomor indeks dari Family Folder
3. sd 7 jelas
8. Diisi angka berat bayi lahir dalam gram sd 10 diisi tanggal pemeriksaan neonatal oleh
tenaga kesehatan
12
11. Diisi tanggal pemeriksaan post neonatal oleh petugas kesehatan
12. sd 23 Diisi hasil penimbangan bayi dalam kg dan rambu gizi yaitu : N = naik, T =
turun, R = Bawah garis titik¬ – titik (BGT), BGM = Bawah garis merah
24. sd 35 Diisi tanggal bayi tersebut mendapat immunisasi
36. Diisi tanggal bayi ditemukan meninggal.
37. Diisi penyebab kematian bayi tersebut
38. Diisi bila bayi pindah atau ada kolom yang perlu keterangan.

F. CARA PENGISIAN REGISTER KOHORT BALITA


Kolom
1. Diisi nomor urut. Sebaiknya nomor urut bayi disestiaikan dengan nomor urut ibll
pada register kohort ibu
2. Disi nomor indeks dari Family Folder
3. sd 7 jelas
8. sd 31 dibagi 2, diisi hasil penimbangan dalam kg dan rambu gizi 32 sd 35 diisi
tanggal pcmberian vit A bulan februari dan Agustus
36. Diisi tanggal bila ditemkan sakit
37. Diisi penyebab sakit
38. Diisi tanngal meninggal
39. Diisi sebab meninggal
40. Diisi tanggal bila ditemukan kelainan tumbuh kembang
41. Diisi jenis kelainan tumbuh kembang.
42. Diisi bila ada kcterangan penting tentang balita tersebut.
Setiap bulan data di kohort di rekap kedalam suatu laporan yang disebut dengan PWS
KIA atau Pemantauan wilayah setempat yaitu alat manajemen program KIA untuk
memantau cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah (puskesmas kecamatan) secara
terus menerus agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat terhadap desa
yang cakupan pelayanan KIA nya masih rendah.
Penyajian PWS-KIA juga dapat dipakai sebagai alat motivasi dan komunikasi kepada
sektor terkait, khususnya Pamong setempat yang berperan dalam pendataan dan
penggerakan sasaran agar mendapatkan pelayanan KIA dan membantu memecahkan
masalah nonteknis, sehingga semua masalah ibu hamil dapat tertangani secara
13
memadai, yang pada akhimya AKI dan AKB akan turun sesuai harapan.

Referensi :
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of
Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan
Desa Siaga. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Pusat Promosi Kesehatan.

Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat,
Jakarta.

Depkes RI. (2006). Manajemen BBLR untuk Bidan. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2003). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Pelatihan Konseling Pasca Keguguran. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Profesi Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Kompetensi Bidan Indonesia. Jakarta


Depkes RI. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga . Depkes RI. Jakarta.
14
Depkes RI. (1999). Buku Pedoman Pengenalan Tanda Bahaya pada Kehamilan,
Persalinan dan Nifas, Departemen kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Tim
Penggerak PKK dan WHO. Jakarta.
Effendy Nasrul. (1998). Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. EGC.
Jakarta.
International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan diadopsi oleh seluruh
organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of International
Gynecologist Obstetrition (FIGO).

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi Dan


Praktik Bidan;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 741/MENKES/per/VII/2008 tentang Standar


Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Tehnis


Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi


Bidan.

Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter Bidan.
Yogyakarta.
Markum. A.H. dkk. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan

Pelayanan Obtetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) Asuhan Neonatal


Essensial. 2008.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan


15
Soetjiningsih. (1998). Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta.
Syahlan, J.H. (1996). Kebidanan Komunitas. Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan.
Widyastuti, Endang. (2007). Modul Konseptual Frame work PWS-KIA Pemantauan dan
Penelusuran Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Neonatal. Unicef.

Diposkan oleh ERA Blogger di 06:13


Label: Kebidanan Komunitas (Askeb V)

Minggu, 07 Februari 2010


MENJALANKAN TUGAS TAMBAHAN YANG TERKAIT DENGAN
KESEHATAN IBU DAN ANAK
MENJALANKAN TUGAS TAMBAHAN YANG TERKAIT DENGAN KESEHATAN IBU DAN
ANAK.
By Eny Retna Ambarwati

A. PELAYANAN KESEHATAN PADA WANITA SEPANJANG DAUR KEHIDUPANNYA.


Perempuan mempunyai kebutuhan khusus dibandingkan laki-laki karena kodratnya
untuk haid, hamil, melahirkan, menyusui, dan mengalami menopause, sehingga
memerlukan pemeliharaan kesehatan yang lebih intensif selama hidupnya.
Ini berarti bahwa pada masa-masa kritis, seperti pada saat kehamilan, terutama sekitar
persalinan, diperlukan perhatian khusus terhadap perempuan.

B . MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS)


Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu pendekatan yang digagas oleh
WHO dan UNICEF untuk menyiapkan petugas kesehatan melakukan penilaian,
membuat klasifikasi serta memberikan tindakan kepada anak terhadap penyakit-
penyakit yang umumnya mengancam jiwa. MTBS bertujuan untuk meningkatkan
keterampilan petugas, memperkuat sistem kesehatan serta meningkatkan kemampuan
perawatan oleh keluarga dan masyarakat yang diperkenalkan pertama kali pada tahun
16
1999.
MTBS dalam kegiatan di lapangan khususnya di Puskesmas merupakan suatu sistem
yang mempermudah pelayanan serta meningkatkan mutu pelayanan. Tabel di bawah
ini dapat dilihat penjelasan MTBS merupakan suatu sistem.
1. Input
Balita sakit datang bersama kelaurga diberikan status pengobatan dan formulir MTBS
Tempat dan petugas : Loket, petugas kartu
2. Proses
a. Balita sakit dibawakan kartu status dan formulir MTBS.
b. Memeriksa berat dan suhu badan.
c. Apabila batuk selalu mengitung napas, melihat tarikan dinding dada dan mendengar
stridor.
d. Apabila diare selalu memeriksa kesadaran balita, mata cekung, memberi minum anak
untuk melihat apakah tidak bias minum atau malas dan mencubit kulit perut untuk
memeriksa turgor.
e. Selalu memerisa status gizi, status imunisasi dan pemberian kapsul VitaminA
f. Tempat dan petugas : Ruangan MTBS, case manager (Bidan yang telah dilatih MTBS)
3. Output
Klasifikasi yang dikonversikan menjadi diagnosa, tindakan berupa pemberian terapi dan
konseling berupa nasehat pemberian makan, nasehat kunjungan ulang, nasehat kapan
harus kembali segera. Konseling lain misalnya kesehatn lingkungan, imunisasi,
Konseling cara perawatan di rumah. Rujukan diperlukan jika keadaan balita sakit
membutuhkan rujukan. Tempat dan petugas : Ruangan MTBS, case manager (Bidan
yang telah dilatih MTBS).
Pemeriksaan balita sakit ditangani oleh tim yang dipimpin oleh pengelola MTBS yang
berfungsi sebagai case manager. Pemilihan case manager oleh pimpinan Puskesmas
berdasarkan pertimbangan pernah mengikuti pelatihan dan sanggup untuk mengelola
MTBS. Dalam Keseharian pengelola bertanggung jawab kepada coordinator KIA
Puskesmas. Case manager bertanggung jawab melakukan pemeriksaan dari penilaian,
membuat klasifikasi, mengambil tindakan serta melakukan konseling dengan dipandu
buku bagan dan tercatat dalam formulir pemeriksaan.
Case manager bertanggung jawab mengelola kasus balita sakit apabila memerlukan
17
konseling gizi, kesehatan lingkungan, serta imunisasi, petugas dapat meminta petugas
yang bersangkutan muntuk memberikan konseling. Sesudah mendapatkan konseling
maka dilakukan penulisan resep serta penjelasan agar pengantar mematuhi perintah
yang diberikan dalam pengobatan di rumah. Konseling mengenai cara pemberian obat,
dosis, lama pemberian, waktu pemberian, cara pemberian dan lain-lain menjadi hal
yang rutin dilakukan. Hasil kegiatan pemeriksaan dicatat dalam register kunjungan,
kemudian direkap setiap akhir bulan untuk laporan MTBS kepada Dinkes.
Adanya tim sangat mendukung praktik MTBS. Tim yang dipimpin oleh seorang case
manager apabila menemukan masalah maka mengkonsulatasikannya kepada
koordinator KIA yang selanjutnya dikonsultasikan kepada pimpinan Puskesmas. Dalam
hal konseling case manager mendistribusikan tugas pada petugas yang berhubungan
dengan masalah konseling yang dilakukan. Kejelasan tugas dalam pembagian kerja
menyebabkan penanganan kasus lebih efektif. Selain itu adanya fleksibelitas dalam tim
memungkinkan petugas lain juga diharapkan mampu memberikan konseling lain apabila
petugas yang bersangkutan tidak ada sehingga praktik MTBS tetap berjalan.
Pemberian konseling menjadi unggulan dan sekaligus pembeda dengan pelayanan
balita sakit tanpa melakukan praktik MTBS. Dengan pemberian konseling diharapkan
pengantar atau ibu pasien mengerti penyakit yang diderita, cara penanganan di rumah,
memperhatikan perkembangan penyakit anaknya sehingga mampu mengenali kapan
harus segera membawa anaknya ke petugas kesehatan serta diharapkan
memperhatikan tumbuh kembang anak dengan cara memberikan makanan sesuai
umurnya. Semua pesan tersebut tercermin dalam Kartu Nasihat Ibu (KNI) yang
biasanya diberikan setelah ibu atau pengantar balita sakit mendapatkan konseling ini
untuk menjadi pengingat pesan-pesan yang disampaikan serta pengingat cara
perawatan di rumah.
Keterpaduan pelayanan yang dilakukan praktik MTBS menunjukan suatu kerja tim yang
kompak dan fleksibel dengan dipandu buku panduan atau formulir MTBS
menggambarkan bahwa MTBS merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan.

Referensi :
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of
18
Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan
Desa Siaga. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Pusat Promosi Kesehatan.

Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat,
Jakarta.

Depkes RI. (2006). Manajemen BBLR untuk Bidan. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2003). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Pelatihan Konseling Pasca Keguguran. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Profesi Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Kompetensi Bidan Indonesia. Jakarta


Depkes RI. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga . Depkes RI. Jakarta.
Depkes RI. (1999). Buku Pedoman Pengenalan Tanda Bahaya pada Kehamilan,
Persalinan dan Nifas, Departemen kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Tim
Penggerak PKK dan WHO. Jakarta.
Effendy Nasrul. (1998). Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. EGC.
Jakarta.
International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan diadopsi oleh seluruh
19
organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of International
Gynecologist Obstetrition (FIGO).

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi Dan


Praktik Bidan;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 741/MENKES/per/VII/2008 tentang Standar


Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Tehnis


Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi


Bidan.

Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter Bidan.
Yogyakarta.
Markum. A.H. dkk. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan

Pelayanan Obtetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) Asuhan Neonatal


Essensial. 2008.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan


Soetjiningsih. (1998). Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta.
Syahlan, J.H. (1996). Kebidanan Komunitas. Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan.
Widyastuti, Endang. (2007). Modul Konseptual Frame work PWS-KIA Pemantauan dan
Penelusuran Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Neonatal. Unicef.

Diposkan oleh ERA Blogger di 06:10


20
Label: Kebidanan Komunitas (Askeb V)

Minggu, 07 Februari 2010


PENGEMBANGAN WAHANA/FORUM PSM BERPERAN DALAM
BERBAGAI KEGIATAN
DONOR DARAH BERJALAN
By Eny Retna Ambarwati
Donor darah berjalan merupakan salah satu strategi yang dilakukan Departemen
Kesehatan dalam hal ini direktorat Bina Kesehatan Ibu. Melalui program pemberdayaan
perempuan, keluarga dan masyarakat, dalam upaya mempercepat penurunan AKl.
Donor darah berjalan adalah para donor aktif yang kapan saja bisa dipanggil. Termasuk
kerja mobil ambulance dilapangan yang mendatangi instansi pemerintahan dan swasta
terkait sediaan darah lewat program yang mereka buat.
Untuk menguatkan program tersebut Menteri Kesehatan Dr.dr. Siti Fadilah Supari,
Sp.JP(K) mencanangkan dimulainya penempelan stiker perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K) secara nasional. Dengan pencanangan ini, semua rumah
yang di dalamnya terdapat ibu hamil akan ditempeli stiker berisi nama, tanggal taksiran
persalinan, penolong persalinan, tempat persalinan, pendamping persalinan,
transportasi dan calon pendonor darah. Dengan demikian, setiap kehamilan sampai
dengan persalinan dan nifas dapai dipantau oleh masyarakat sekitar dan tenaga

21
kesehatan sehingga persalinan tersebut berjalan dengan aman dan selamat.
Kebutuhan akan darah dari tahun ke tahun semakin meningkat yaitu mencapai 3 juta
kantong per tahun. Sementara PMI setiap tahunnya hanya dapat mengumpulkan
sekitar 1.2 juta kantong. Masih kurangnya jumlah kantong darah yang harus
dikumpulkan disebabkan masih minimnya geliat masyarakat untuk mendonorkan darah
mereka. Oleh karena itu perlu dilakukan penggalangan Donor Darah Sukarela (DDS).
Dari sudut medis tindakan menyumbang darah merupakan kebiasaan baik bagi
kesehatan pendonor. Salah satunya, dengan berdonor darah secara teratur secara tidak
langsung pendonor telah melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur pula.
Karena sebelum mendonorkan darah terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan kesehatan
secara lengkap.
Darah yang disumbangkan dapat expired (kedaluwarsa) bila tidak terpakai. Sel-sel
darah merah harus digunakan dalam 42 hari. Platelet harus digunakan dalam 5 hari,
dan plasma dapat dibekukan dan digunakan dalam jangka waktu 1 tahun. Selain itu,
donor darah akan membantu menurunkan risiko terkena serangan jantung dan masalah
jantung lainnya. Penelitian menunjukkan, mendonorkan darah akan mengurangi
kelebihan zat besi dalam tubuh. Walau masih perlu penelitian lagi untuk
memastikannya, kelebihan zat besi diduga berperan menimbulkan kelainan pada
jantung. Kelebihan itu akan membuat kolesterol jahat (LDL) membentuk ateros/derosis
(plak lemak yang akan menyumbat pembuluh darah).
Jika donor darah dilakukan 2-3 kali setahun, atau setiap 4 bulan sekali, diharapkan
kekentalan darah berkurang sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya
penyumbatan pembuluh darah. Sistem produksi sel - sel darah juga akan terus terpicu
untuk memproduksi sel-sel darah baru yang akan membawa oksigen keseluruh jaringan
tubuh. Sirkulasi darah yang baik akan meningkatkan metabolisme dan merevitalisasi
tubuh.
Siklus pembentukan sel-sel darah baru yang lancar dan metabolisme tubuh yang
berjalan baik, membuat berbagai penyakit dapat dihindarkan. Selama 24 jam setelah
berdonor maka volume darah akan kembali normal. Sel-sel darah akan dibentuk
kembali dalam waktu 4-8 minggu.
Adapun donor darah dapat dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu :
1. Fasilitasi warga untuk menyepakati pentingnya mengetahui golongan darah.
22
2. Jika warga belum mengetahui golongan darahnya, maka perlu dilakukan
pemeriksaan golongan darah bagi seluruh warga yang memenuhi syarat untuk menjadi
donor darah.
3. Hubungi pihak Puskesmas untuk menyelenggarakan pemeriksaan darah. Jika
Puskesmas tidak mempunyai layanan pemeriksaan darah, maka mintalah Puskesmas
melakukan rujukan. Jika diperlukan hubungi unit tranfusi darah PMI terdekat.
4. Buatlah daftar golongan darah ibu hamil dan perkiraan waktu lahir, kumpulkan nama
warga yang mempunyai golongan darah yang sama dengan ibu hamil. Catat nama dan
alamat mereka ataupun cara menghubungi yang tercepat dari semua warga yang
bergolongan darah sama dengan ibu hamil.
5. Usahakan semua ibu hamil memiliki daftar calon donor darah yang sesuai dengan
golongan darahnya.
6. Buatlah kesepakatan dengan para calon donor darah untuk selalu siap 24 jam,
sewaktu-waktu ibu hamil memerlukan tranfusi.
7. Buat kesepakatan dengan Unit Tranfusi darah, agar para warga yang telah bersedia
menjadi pendonor darah diprioritaskan untuk diambil darahnya, terutama tranfusi bagi
ibu bersalin yang membutuhkannya.
8. Kader berperan memotivasi serta mencari sukarelawan apabila ada salah seorang
warganya yang membutuhkan darah.

Referensi :
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of
Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan
Desa Siaga. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Pusat Promosi Kesehatan.

Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
23
Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat,
Jakarta.

Depkes RI. (2006). Manajemen BBLR untuk Bidan. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2003). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Pelatihan Konseling Pasca Keguguran. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Profesi Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Kompetensi Bidan Indonesia. Jakarta


Depkes RI. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga . Depkes RI. Jakarta.
Depkes RI. (1999). Buku Pedoman Pengenalan Tanda Bahaya pada Kehamilan,
Persalinan dan Nifas, Departemen kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Tim
Penggerak PKK dan WHO. Jakarta.
Effendy Nasrul. (1998). Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. EGC.
Jakarta.
International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan diadopsi oleh seluruh
organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of International
Gynecologist Obstetrition (FIGO).

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi Dan


Praktik Bidan;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 741/MENKES/per/VII/2008 tentang Standar


Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

24
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Tehnis
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi


Bidan.

Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter Bidan.
Yogyakarta.
Markum. A.H. dkk. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan

Pelayanan Obtetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) Asuhan Neonatal


Essensial. 2008.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan


Soetjiningsih. (1998). Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta.
Syahlan, J.H. (1996). Kebidanan Komunitas. Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan.
Widyastuti, Endang. (2007). Modul Konseptual Frame work PWS-KIA Pemantauan dan
Penelusuran Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Neonatal. Unicef.

Diposkan oleh ERA Blogger di 06:04


Label: Kebidanan Komunitas (Askeb V)

25
Minggu, 07 Februari 2010
PENGEMBANGAN WAHANA/FORUM PSM BERPERAN DALAM
BERBAGAI KEGIATAN
AMBULAN DESA
By Eny Retna Ambarwati

1. Pengertian.
a. Ambulan desa adalah salah satu bentuk semangat gotong royong dan saling peduli
sesama warga desa dalam sistem rujukan dari desa ke unit rujukan kesehatan yang
berbentuk alat transportasi.
b. Ambulan desa adalah suatu alat transportasi yang dapat digunakan untuk
mengantarkan warga yang membutuhkan pertolongan dan perawatan di tempat
pelayanan kesehatan.
2. Tujuan
a. Tujuan umum.
Mempercepat penurunan AKI karena hamil, nifas dan melahirkan.
b. Tujuan khusus.
Mempercepat pelayanan kegawat daruratan masa1ah kesehatan, bencana serta
kesiapsiagaan mengatasi masalah kesehatan yang terjadi atau mungkin terjadi.
3. Sasaran
Pihak-pihak yang berpengaruh terhadap perubahan prilaku individu dan keluarga yang
dapat menciptakan iklim yang kondusif terhadap perubahan prilaku tersebut. Semua
26
individu dan keluarga yang tanggap dan peduli terhadap permasalahan kesehatan
dalam hal ini kesiapsiagaan memenuhi sarana transportasi sebagai ambulan desa.
4. Kriteria
a. Kendaraan yang bermesin yang sesuai standart (mobil sehat)
b. Mobil pribadi, perusahaan, pemerintah pengusaha .
c. ONLINE (siap pakai)
5. Indikator Proses Pembentukan Ambulan Desa.
a. Ada forum kesehatan desa yang aktf
b. Gerakan bersama atau gotong royong oleh masyarakat dalam upaya mencegah dan
mengatasi masalah kesehatan. bencana serta kegawat daruratan kesehatan dengan
pengendalian faktor resikonya.
c. UKBM berkualitas
d. Pengamatan dan pemantauan masalah kesehatan.
e. Penurunan kasus masalah kesehatan, bencana atau kegawat daruratan kesehatan.

Referensi :
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of
Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan
Desa Siaga. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Pusat Promosi Kesehatan.

Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat,
Jakarta.

27
Depkes RI. (2006). Manajemen BBLR untuk Bidan. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2003). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Pelatihan Konseling Pasca Keguguran. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Profesi Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Kompetensi Bidan Indonesia. Jakarta


Depkes RI. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga . Depkes RI. Jakarta.
Depkes RI. (1999). Buku Pedoman Pengenalan Tanda Bahaya pada Kehamilan,
Persalinan dan Nifas, Departemen kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Tim
Penggerak PKK dan WHO. Jakarta.
Effendy Nasrul. (1998). Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. EGC.
Jakarta.
International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan diadopsi oleh seluruh
organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of International
Gynecologist Obstetrition (FIGO).

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi Dan


Praktik Bidan;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 741/MENKES/per/VII/2008 tentang Standar


Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Tehnis


Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi


Bidan.
28
Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter Bidan.
Yogyakarta.
Markum. A.H. dkk. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan

Pelayanan Obtetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) Asuhan Neonatal


Essensial. 2008.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan


Soetjiningsih. (1998). Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta.
Syahlan, J.H. (1996). Kebidanan Komunitas. Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan.
Widyastuti, Endang. (2007). Modul Konseptual Frame work PWS-KIA Pemantauan dan
Penelusuran Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Neonatal. Unicef.

Diposkan oleh ERA Blogger di 06:06


Label: Kebidanan Komunitas (Askeb V)

29
Minggu, 07 Februari 2010
PENGEMBANGAN WAHANA/FORUM PSM BERPERAN DALAM
BERBAGAI KEGIATAN
TABULIN
By Eny Retna Ambarwati
1. Definisi
Tabulin adalah tabungan sosial yang dilakukan oleh calon pengantin, ibu hamil dan ibu
yang akan hamil maupun oleh masyarakat untuk biaya pemeriksaan kehamilan dan
persalinan serta pemeliharaan kesehatan selama nifas. penyetoran tabulin dilakukan
sekali untuk satu masa kehamilan dan persalinan ke dalam rekening tabulin.
2. Tujuan
a. Meningkatkan pemahaman, pengetahuan, pengelola dan masyarakat tentang tabulin.
b. Meningkatkan kemampuan para pengelola dan masyarakat dalam mengenali masalah
potensi yang ada dan menemukan alternative pemecahan masalah yang berkaitan
dengan ibu hamil dan nifas.
c. Meningkatkan kesadaran, kepedulian pengelola dan masyarakat dalam penggerakan
ibu hamil untuk ANC, persalinan dengan tenaga kesehatan, PNC, serta penghimpunan
dana masyarakat untuk ibu hamil, bersalin dan ambulan desa

Referensi :
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of
Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan
Desa Siaga. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.

30
Pusat Promosi Kesehatan.

Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat,
Jakarta.

Depkes RI. (2006). Manajemen BBLR untuk Bidan. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2003). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Pelatihan Konseling Pasca Keguguran. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Profesi Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Kompetensi Bidan Indonesia. Jakarta


Depkes RI. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga . Depkes RI. Jakarta.
Depkes RI. (1999). Buku Pedoman Pengenalan Tanda Bahaya pada Kehamilan,
Persalinan dan Nifas, Departemen kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Tim
Penggerak PKK dan WHO. Jakarta.
Effendy Nasrul. (1998). Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. EGC.
Jakarta.
International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan diadopsi oleh seluruh
organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of International
Gynecologist Obstetrition (FIGO).

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi Dan


Praktik Bidan;
31
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 741/MENKES/per/VII/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Tehnis


Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi


Bidan.

Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter Bidan.
Yogyakarta.
Markum. A.H. dkk. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan

Pelayanan Obtetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) Asuhan Neonatal


Essensial. 2008.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan


Soetjiningsih. (1998). Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta.
Syahlan, J.H. (1996). Kebidanan Komunitas. Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan.
Widyastuti, Endang. (2007). Modul Konseptual Frame work PWS-KIA Pemantauan dan
Penelusuran Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Neonatal. Unicef.

Diposkan oleh ERA Blogger di 06:02


Label: Kebidanan Komunitas (Askeb V)

32
Minggu, 07 Februari 2010
PENGEMBANGAN WAHANA/FORUM PSM BERPERAN DALAM
BERBAGAI KEGIATAN
KB – KIA
By Eny Retna Ambarwati

1. Definisi
KB – KIA adalah kegiatan kelompok belajar kesehatan ibu dan anak yang anggotanya
meliputi ibu hamil dan menyusui.
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Agar ibu hamil dan menyusui tahu cara yang baik untuk menjaga kesehatan sendiri dan
anaknya, tahu pentingnya pemeriksaan ke puskesmas dan posyandu atau tenaga
kesehatan lain pada masa hamil dan menyusui serta adanya keinginan untuk ikut
menggunakan kontrasepsi yang efektif dan tepat.
b. Tujuan Khusus
Memberi pengetahuan kepada ibu tentang hygiene perorangan pentingnya menjaga
kesehatan, kesehatan ibu untuk kepentingan janin, jalannya proses persalinan,
persiapan menyusui dan KB.
3. Kebijakan
a. Kegiatan harus disesuaikan dengan kesehatan ibu dan masalah yang ada.
b. Pelaksanaannya dilakukan setiap minggu dengan materi dasar yang harus di review
terus.
c. Metode yang digunakan adalah demonstrasi dengan materi dan pembicara berganti -
ganti.
d. Tenaga pelatih atau pengajar adalah orang yang ahli di bidangnya.
e. Tempat pertemuan adalah di ruang tunggu puskesmas, kelurahan atau tempat lain
yang dikenal masyarakat.
f. Lamanya pelatihan tiap hari tidak lebih dari 1 jam.

33
g. Beri teori 20 menit, selebihnya adalah demontrasi
4. Materi Kegiatan
a. Pemeliharaan diri waktu hamil
b. Makanan ibu dan bayi
c. Pencegahan infeksi dengan imunisasi
d. Keluarga Berencana
e. Perawatan payudara dan hygiene perorangan.
f. Rencana persalinan
g. Tanda-tanda persalinan
5. Kegiatan yang dilakukan
a. Pakaian dan perawatan bayi
b. Contoh makanan sehat untuk ibu hamil dan menyusui
c. Makanan bayi
d. Perawatan payudara sebelum dan setelah persalinan
e. Peralatan yang diperlukan ibu hamil dan menyusui
f. Cara memandikan bayi
g. Demontrasi tentang alat kontrsepsi dan cara penggunaanya
6. Pelaksana
a. Pelaksana utama meliputi dokter puskesmas, pengelola KIA, Kader, Bidan.
b. Pelaksana pendukung meliputi camat, kades, pengurus LKMD, tokoh masyarakat.
c. Pelaksana pembina meliputi sub din KIA Propinsi, tim pengelola KIA kabupaten.
7. Faktor Penentu Keberhasilan
a. Faktor manusia
b. Faktor sarana (tempat)
c. Faktor prasarana (fasilitas).

Referensi :
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of
Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan
Desa Siaga. Depkes. Jakarta.
34
Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Pusat Promosi Kesehatan.

Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat,
Jakarta.

Depkes RI. (2006). Manajemen BBLR untuk Bidan. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2003). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Pelatihan Konseling Pasca Keguguran. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Profesi Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Kompetensi Bidan Indonesia. Jakarta


Depkes RI. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga . Depkes RI. Jakarta.
Depkes RI. (1999). Buku Pedoman Pengenalan Tanda Bahaya pada Kehamilan,
Persalinan dan Nifas, Departemen kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Tim
Penggerak PKK dan WHO. Jakarta.
Effendy Nasrul. (1998). Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. EGC.
Jakarta.
International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan diadopsi oleh seluruh
organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of International
Gynecologist Obstetrition (FIGO).

35
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi Dan
Praktik Bidan;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 741/MENKES/per/VII/2008 tentang Standar


Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Tehnis


Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi


Bidan.

Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter Bidan.
Yogyakarta.
Markum. A.H. dkk. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan

Pelayanan Obtetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) Asuhan Neonatal


Essensial. 2008.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan


Soetjiningsih. (1998). Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta.
Syahlan, J.H. (1996). Kebidanan Komunitas. Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan.
Widyastuti, Endang. (2007). Modul Konseptual Frame work PWS-KIA Pemantauan dan
Penelusuran Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Neonatal. Unicef.

Diposkan oleh ERA Blogger di 05:54


Label: Kebidanan Komunitas (Askeb V)

Minggu, 07 Februari 2010

36
PENGEMBANGAN WAHANA/FORUM PSM BERPERAN DALAM
BERBAGAI KEGIATAN
DASA WISMA
By Eny Retna Ambarwati

Dasa wisma adalah kelompok ibu berasal dari 10 rumah yang bertetangga. Kegiatannya
diarahkan pada peningkatan kesehatan keluarga. Bentuk kegiatannya seperti arisan,
pembuatan jamban, sumur, kembangkan dana sehat (PMT, pengobatan ringan,
membangun sarana sampah dan kotoran)

Referensi :
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of
Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan
Desa Siaga. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Pusat Promosi Kesehatan.

Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat,
Jakarta.

Depkes RI. (2006). Manajemen BBLR untuk Bidan. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2003). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.

37
Depkes RI. (2002). Pelatihan Konseling Pasca Keguguran. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Profesi Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Kompetensi Bidan Indonesia. Jakarta


Depkes RI. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga . Depkes RI. Jakarta.
Depkes RI. (1999). Buku Pedoman Pengenalan Tanda Bahaya pada Kehamilan,
Persalinan dan Nifas, Departemen kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Tim
Penggerak PKK dan WHO. Jakarta.
Effendy Nasrul. (1998). Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. EGC.
Jakarta.
International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan diadopsi oleh seluruh
organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of International
Gynecologist Obstetrition (FIGO).

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi Dan


Praktik Bidan;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 741/MENKES/per/VII/2008 tentang Standar


Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Tehnis


Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi


Bidan.

Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter Bidan.
Yogyakarta.
Markum. A.H. dkk. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
38
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan

Pelayanan Obtetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) Asuhan Neonatal


Essensial. 2008.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan


Soetjiningsih. (1998). Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta.
Syahlan, J.H. (1996). Kebidanan Komunitas. Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan.
Widyastuti, Endang. (2007). Modul Konseptual Frame work PWS-KIA Pemantauan dan
Penelusuran Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Neonatal. Unicef.

Diposkan oleh ERA Blogger di 05:57


Label: Kebidanan Komunitas (Askeb V)

Minggu, 07 Februari 2010


PENGEMBANGAN WAHANA/FORUM PSM BERPERAN DALAM
BERBAGAI KEGIATAN

39
POSYANDU
By Eny Retna Ambarwati

Posyandu merupakan salah satu UKBM yang sudah sangat luas dikenal di masyarakat
dan telah masuk dalam bagian keseharian kehidupan sosial di pedesaan maupun
perkotaan.
1. Pengertian
a. Suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat oleh
dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis dalam mengembangkan sumber
daya manusia sejak dini.
b. Pusat kegiatan masyarakat dalam upaya kesehatan dan keluarga berencana (Nasrul
Effendi : 1998).
c. Kegiatan posyandu merupakan kegiatan nyata yang melibatkan partisipasi
masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dari masyarakat, yang dilaksanakan oleh
kader-kader kesehatan yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari
puskesmas mengenai pelayanan kesehatan dasar (Nasrul Effendi : 1998).
d. Posyandu adalah pusat pelayanan keluarga berencana dan kesehatan yang dikelola
dan diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas
kesehatan dalam rangka pencapaian NKBBS (Nasrul Effendi : 1998).
2. Tujuan posyandu
a. Mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak.
b. Peningkatan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR (Infant Mortality
Rate/Angka Kematian Bayi).
c. Mempercepat penerimaan NKKBS.
d. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan
dan kegiatan- kegiatan lain yang menunjang peningkatan kemampuan hidup sehat.
e. Pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam usaha
meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada penduduk berdasarkan letak
geografi.
f. Peningkatan dan pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka alih teknologi
untuk swakelola usaha-usaha kesehatan masyarakat.
40
3. Sasaran posyandu
a. Bayi berusia kurang dari 1 tahun.
b. Anak balita usia 1 – 5 tahun.
c. Ibu hamil.
d. Ibu menyusui.
e. Ibu nifas.
f. Wanita usia subur.
4. Kegiatan posyandu
a. Lima (5) kegiatan posyandu (panca krida posyandu)
1) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
2) Keluarga Berencana (KB)
3) Imunisasi
4) Peningkatan Gizi
5) Penanggulangan Diare.
b. Tujuh (7) kegiatan posyandu (sapta krida posyandu)
1) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
2) Keluarga Berencana (KB)
3) Imunisasi
4) Peningkatan Gizi
5) Penanggulangan Diare
6) Sanitasi Dasar
7) Penyediaan Obat Essensial
8) Pembentukan Posyandu
5. Pembentukan Posyandu
a. Posyandu dibentuk dari pos-pos yang telah ada seperti pos penimbangan balita, pos
immunisasi, pos keluarga berencana, pos kesehatan, pos lainnya yang bentuk baru.
b. Persyaratan posyandu
1) Penduduk RW tersebut paling sedikit terdapat 100 orang balita.
2) Terdiri dari 120 kepala keluarga.
3) Disesuaikan dengan kemampuan petugas (bidan desa).
4) Jarak antara kelompok rumah, jumlah KK dalam 1 tempat atau kelompok tidak
terlalu jauh.
41
c. Alasan pendirian posyandu
1) Posyandu dapat memberikan pelayanan kesehatan khususnya dalam upaya
pencegahan penyakit dan pertolongan pertama pada kecelakaan sekaligus dengan
pelayanan KB.
2) Posyandu dari masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat sehingga
menimbulkan rasa memiliki masyarakat terhadap upaya dalam bidang kesehatan dan
keluarga berencana.
6. Penyelenggara posyandu
a. Pelaksana kegiatan adalah anggota masyarakat yang telah dilatih menjadi kader
kesehatan setempat di bawah bimbingan puskesmas.
b. Pengelola posyandu adalah pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang berasal dari
kader PKK, tokoh masyarakat formal dan informal serta kader kesehatan yang ada di
wilayah tersebut.
7. Lokasi/letak posyandu
a. Berada di tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat.
b. Ditentukan oleh masyarakat itu sendiri.
c. Dapat merupakan lokal tersendiri.
d. Bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan di rumah penduduk, balai rakyat, pos
RT/RW atau pos lainnya.
8. Pelayanan Posyandu
a. Pelayanan kesehatan yang dijalankan
1) Pemeliharaan kesehatan bayi dan balita
2) Penimbangan bulanan
3) PMT yang berta badannya kurang
4) Immunisasi bayi 3-14 bulan
5) Pemberian oralit yang menanggulangi diare
6) Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama
b. Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui, dan pasangan usia subur
1) pemeriksaan kesehatan umum
2) Pemeriksaan kehamilan dan nifas
3) Pelayanan peningkatan gizi melalui pemberian vitamin dan pil penambah darah
4) Immnunisasi TT untuk ibu hamil
42
5) Peyuluhan kesehatan dan KB
6) Pemberian alat kontrasepsi KB
7) Pemberian oralit pada ibu yang terkena diare
8) Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama
9) Pertolongan petama pada kecelakaan
9. Sistem informasi di posyandu (sistem lima meja)
a. Meja I
Layanan meja I merupakan layanan pendaftaran, kader melakukan pendaftaran pada
ibu dan balita yang datang ke Posyandu. Alur pelayanan posyandu menjadi terarah dan
jelas dengan adanya petunjuk di meja pelayanan. Petunjuk ini memudahkan ibu dan
balita saat datang, sehingga antrian tidak terlalu panjang atau menumpuk di satu meja.
b. Meja II
Layanan meja II merupakan layanan penimbangan.
c. Meja III
Kader melakukan pencatatan pada buku KIA setelah ibu dan balita mendaftar dan di
timbang. Pencatatan dengan mengisikan berat badan balita ke dalam skala yang di
sesuaikan dengan umur balita. Di atas meja terdapat tulisan yang menunjukan
pelayanan yang di berikan.
d. Meja IV
Diketahuinya berat badan anak yang naik atau yang tidak naik, ibu hamil dengan resiko
tinggi, pasangan usia subur yang belum mengikuti KB, penyuluhan kesehatan,
pelayanan PMT, oralit, vitamin A, tablet zat besi, pil ulangan, kondom.
e. Meja V
Pemberian makanan tambahan pada bayi dan balita yang datang ke posyandu dilayani
di meja V. Kader menyiapkan nasi, lauk, sayur dan buah-buahan yang akan dibagikan
sebelum pelaksanaan Posyandu. Pemberian makanan tambahan bertujuan
mengingatkan ibu untuk selalu memberikan makanan bergizi kepada bayi dan
balitanya.
Indikator pelayanan di Posyandu atau di Pos Penimbangan Balita menggunakan
indiktor-indikator SKDN dimana :
1) S adalah jumlah seluruh balita yang ada dalam wilayah kerja posyandu
2) K adalah jumlah Balita yang ada di wilayah kerja posyandu yang mempunyai KMS
43
( Kartu Menujuh Sehat)
3) D adalah Jumlah Balita yang datang di posyandu dan menimbang berat badannya
4) N adalah jumlah balita yang ditimbang bebrat badannya mengalami peningkatan
bebrat badan dibanding bulannya sebelumnya.
10. Prinsip dasar posyandu
a. Posyandu merupakan usaha masyarakat dimana terdapat perpaduan antara
pelayanan profesional dan non prosfesional.
b. Adanya kerjasama lintas program yang baik (KIA, KB, Gizi, Imunisasi,
penanggulangan diare) maupun lintas sektoral (Departemen Kesehatan RI, Departemen
dalam negeri, BKKBN).
c. Kelembagaan masyarakat (pos desa, kelompok timbang/pos timbang, pos imunisasi,
pos kesehatan, dll).
d. Mempunyai sasaran penduduk yang sama (Bayi 0-1 tahun, anak balita 1-5 tahun, ibu
hamil, PUS).
e. Pendekatan yang digunakan adalah pengembangan dan PKMD/PHC.
11. Kategori posyandu
a. Posyandu Pratama (warna merah) dengan kriteria posyandu yang belum mantap,
kegiatannya belum rutin tiap bulan, kader aktifnya terbatas.
b. Posyandu Madya (warna kuning) dengan kriteria kegiatannya >8x/tahun, kader >5
orang, cakupan program utama (KB, KIA, Gizi, Imunisasi) rendah yaitu 50%,
kelestarian posyandu baik.
c. Posyandu Purnama (warna hijau).
d. Posyandu Mandiri (warna biru).
12. Indikator posyandu
a. Frekwensi penimbangan pertahun
Seharusnya kegiatan ini dilakukan tiap bulan (12x/tahun). Tapi kenyataannya tidak
semua posyandu berfungsi setiap bulan, maka diambil batasan 8x/tahun. Rawan
apabila frekuensi penimbangan <8x/tahun, sedangkan cukup mapan apabila frekuensi
penimbangan 8x/tahun.
b. Rata-rata jumlah kader tugas pada hari “H” posyandu.
Baik, bila jumlah kader ≥5 orang sedangkan kurang, bila jumlah kader <5 orang.
c. Cakupan D/S.
44
Baik jika D/S mencapai ≥ 50% sedangkan kurang jika D/S mencapai < 50 % (belum
mantap).

Referensi :
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of
Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan
Desa Siaga. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Pusat Promosi Kesehatan.

Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat,
Jakarta.

Depkes RI. (2006). Manajemen BBLR untuk Bidan. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2003). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Pelatihan Konseling Pasca Keguguran. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Profesi Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Kompetensi Bidan Indonesia. Jakarta


Depkes RI. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga . Depkes RI. Jakarta.
45
Depkes RI. (1999). Buku Pedoman Pengenalan Tanda Bahaya pada Kehamilan,
Persalinan dan Nifas, Departemen kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Tim
Penggerak PKK dan WHO. Jakarta.
Effendy Nasrul. (1998). Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. EGC.
Jakarta.
International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan diadopsi oleh seluruh
organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of International
Gynecologist Obstetrition (FIGO).

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi Dan


Praktik Bidan;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 741/MENKES/per/VII/2008 tentang Standar


Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Tehnis


Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi


Bidan.

Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter Bidan.
Yogyakarta.
Markum. A.H. dkk. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan

Pelayanan Obtetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) Asuhan Neonatal


Essensial. 2008.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan


46
Soetjiningsih. (1998). Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta.
Syahlan, J.H. (1996). Kebidanan Komunitas. Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan.
Widyastuti, Endang. (2007). Modul Konseptual Frame work PWS-KIA Pemantauan dan
Penelusuran Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Neonatal. Unicef.

Diposkan oleh ERA Blogger di 05:45


Label: Kebidanan Komunitas (Askeb V)

Minggu, 07 Februari 2010


PENGEMBANGAN WAHANA/FORUM PSM BERPERAN DALAM
BERBAGAI KEGIATAN
POLINDES
By Eny Retna Ambarwati

1. Latar belakang
Pengembangan pelayanan kesehatan di posyandu meliputi : KIA, KB, imunisasi,
perbaikan gizi dan penanggulangan diare mempunyai kontribusi terhadap penurunan
AKB dan anak balita. Adanya keterbatasan dalam pelayanan posyandu yaitu pelayanan

47
kesehatan bagi ibu tidak dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga perlu diupayakan
peningkatan pelayanan kesehatan ibu melalui polindes. Adanya kebijakan dari
Departemen Kesehatan untuk menempatkan tenaga bidan di desa di bawah pembinaan
dokter puskesmas.
2. Pengertian polindes
Merupakan salah satu bentuk UKBM (Usaha Kesehatan Bagi Masyarakat) yang didirikan
masyarakat oleh masyarakat atas dasar musyawarah, sebagai kelengkapan dari
pembangunan masyarakat desa, untuk memberikan pelayanan KIA-KB serta pelayanan
kesehatan lainnya sesuai dengan kemampuan Bidan.
3. Kajian makna polindes
a. Polindes merupakan salah satu bentuk PSM dalam menyediakan tempat pertolongan
persalinan dan pelayanan KIA, termasuk KB di desa.
b. Polindes dirintis di desa yang telah mempunyai bidan yang tinggal di desa tersebut.
c. PSM dalam pengembangan polindes dapat berupa penyediaan tempat untuk
pelayanan KIA (khususnya pertolongan persalinan), pengelolaan polindes, penggerakan
sasaran dan dukungan terhadap pelaksanaan tugas bidan di desa.
d. Peran bidan desa yang sudah dilengkapi oleh pemerintah dengan alat-alat yang
diperlukan adalah memberikan pelayanan kebidanan kepada masyarakat di desa
tersebut.
e. Polindes sebagai bentuk PSM secara organisatoris berada di bawah seksi 7 LKMD,
namun secara teknis berada di bawah pembinaan dan pengawasan puskesmas.
f. Tempat yang disediakan oleh masyarakat untuk polindes dapat berupa ruang/kamar
untuk pelayanan KIA, termasuk tempat pertolongan persalinan yang dilengkapi dengan
sarana air bersih.
g. Tanggung jawab penyediaan dan pengelolaan tempat serta dukungan opersional
berasal dari masyarakat, maka perlu diadakan kesepakatan antara wakil masyarakat
melalui wadah LKMD dengan bidan desa tentang pengaturan biaya operasional dan tarif
pertolongan persalinan di polindes.
h. Dukun bayi dan kader posyandu adalah kader masyarakat yang paling terkait.
4. Persyaratan polindes
a. Tersedianya bidan di desa yang bekerja penuh untuk mengelola polindes.
b. Tersedianya sarana untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi Bidan, antara lain
48
bidan kit, IUD kit, sarana imunisasi dasar dan imunisasi ibu hamil, timbangan, pengukur
Tinggi Badan, Infus set dan cairan D 5 %, NaCl 0,9 %, obat - obatan sederhana dan
uterotonika, buku-buku pedoman KIA, KB dan pedoman kesehatan lainnya, inkubator
sederhana.
c. Memenuhi persyaratan rumah sehat, antara lain penyediaan air bersih, ventilasi
cukup, penerangan cukup, tersedianya sarana pembuangan air limbah, lingkungan
pekarangan bersih, ukuran minimal 3 x 4 m2.
d. Lokasi mudah dicapai dengan mudah oleh penduduk sekitarnya dan mudah
dijangkau oleh kendaraan roda 4.
e. Ada tempat untuk melakukan pertolongan persalinan dan perawatan postpartum
minimal 1 tempat tidur.
5. Tujuan polindes
a. Meningkatnya jangkauan dan mutu pelayanan KIA-KB termasuk pertolongan dan
penanganan pada kasus gagal.
b. Meningkatnya pembinaan dukun bayi dan kader kesehatan.
c. Meningkatnya kesempatan untuk memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan
bagi ibu dan keluarganya.
d. Meningkatnya pelayanan kesehatan lainnya sesuai dengan kewenangan bidan.
6. Fungsi polindes
a. Sebagai tempat pelayanan KIA-KB dan pelayanan kesehatan lainnya.
b. Sebagai tempat untuk melakukan kegiatan pembinaan, penyuluhan dan konseling
KIA.
c. Pusat kegiatan pemberdayaan masyarakat.
7. Kegiatan-kegiatan polindes
a. Memeriksa kehamilan, termasuk memberikan imunisasi TT pada bumil dan
mendeteksi dini resiko tinggi kehamilan.
b. Menolong persalinan normal dan persalinan dengan resiko sedang.
c. Memberikan pelayanan kesehatan ibu nifas dan ibu menyusui.
d. Memberikan pelayanan kesehatan neonatal, bayi, anak balita dan anak pra sekolah,
serta imunisasi dasar pada bayi.
e. Memberikan pelayanan KB.
f. Mendeteksi dan memberikan pertolongan pertama pada kehamilan dan persalinan
49
yang beresiko tinggi baik ibu maupun bayinya.
g. Menampung rujukan dari dukun bayi dan dari kader (posyandu, dasa wisma).
h. Merujuk kelainan ke fasilitas kesehatan yang lebih mampu.
i. Melatih dan membina dukun bayi maupun kader (posyandu, dasa wisma).
j. Memberikan penyuluhan kesehatan tentang gizi ibu hamil dan anak serta peningkatan
penggunaan ASI dan KB.
k. Mencatat serta melaporkan kegiatan yang dilaksanakan kepada puskesmas setempat.
8. Indikator polindes
a. Fisik
Bangunan polindes tampak bersih, tidak ada sampah berserakan, lingkungan yang
sehat, polindes jauh dari kandang ternak, mempunyai ruangan yang cukup untuk
pemeriksaan kehamilan dan pelayanan KIA, mempunyai ruangan untuk pertolongan
persalinan, tempat yang bersih dengan aliran udara/ventilasi yang baik dan terjamin,
mempunyai perabotan dan alat-alat yang memadai untuk pelaksanaan pelayanan.
b. Tempat tinggal bidan di desa
Keberadaan bidan secara terus menerus/menetap menentukan efektivitas pelayanan,
termasuk efektifitas polindes, jarak tempat tinggal bidan yang menetap di desa dengan
polindes akan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan di polindes, bidan yang tidak
tinggal di desa dianggap tidak mungkin melaksanakan pelayanan pertolongan
persalinan di desa.
c. Pengelolaan polindes
Pengelolaan polindes yang baik akan menentukan kualitas pelayanan sekaligus
pemanfaatan pelayanan oleh masyarakat. Kriteria pengelolaan polindes yang baik
adalah keterlibatan masyarakat melalui wadah kemudian dalam menentukan tarif
pelayanan maka tarif yang ditetapkan secara bersama, diharapkan memberikan
kemudahan kepada masyarakat untuk memanfaatkan polindes, sehingga dapat
meningkatkan cakupan dan sekaligus dapat memuaskan semua pihak.
d. Cakupan persalinan
Pemanfaatan pertolongan persalinan merupakan salah satu mata rantai upaya
peningkatan keamanan persalinan, tinggi rendahnya cakupan persalinan dipengaruhi
banyak faktor, diantaranya ketersediaan sumber dana kesehatan, termasuk di
dalamnya keberadaan polindes beserta tenaga profesionalnya yaitu bidan di desa,
50
dihitung secara komulatif selama setahun, meningkatnya cakupan persalinan yang
ditolong di polindes selain berpengaruh terhadap kualitas pelayanan ibu hamil sekaligus
mencerminkan kemampuan bidan itu sendiri, baik di dalam kemampuan teknis medis
maupun di dalam menjalin hubungan dengan masyarakat.
e. Sarana air bersih
Polindes dianggap baik apabila telah tersedia air bersih yang dilengkapi dengan MCK,
tersedia sumber air (sumur, pompa, PDAM) dan dilengkapi pula dengan SPAL.
f. Kemitraan bidan dan dukun bayi.
Merupakan hal yang dianjurkan dalam pelayanan pertolongan persalinan di polindes,
dihitung secara komulatif selama setahun.
g. Dana sehat
Sebagai wahana memandirikan masyarakat untuk hidup sehat yang pada gilirannya
diharapkan akan mampu melestarikan berbagai jenis upaya kesehatan bersumber daya
masyarakat setempat untuk itu perlu dikembangkan ke seluruh wilayah/kelompok
sehingga semua penduduk terliput dana sehat.
h. Kegiatan KIE untuk kelompok sasaran
KIE merupakan salah satu teknologi peningkatan PSM yang bertujuan untuk mendorong
masyarakat agar mau dan mampu memelihara serta melaksanakan hidup sehat sesuai
dengan kemampuan yang dimilikinya, melalui jalinan komunikasi, informasi dan edukasi
yang bersifat praktis dengan keberadaan polindes beserta bidan di tengah-tengah
masyarakat diharapkan akan terjalin interaksi antara bidan dan masyarakat. Interaksi
dengan intensitas dan frekwensi yang cukup tinggi akan dapat mengatasi kesenjangan
informasi kesehatan. Semakin sering bidan menjalankan KIE akan semakin mendorong
masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup sehatnya termasuk di dalam
meningkatkan kemampuan dukun bayi sebagai mitra kerja di dalam memberikan
pelayanan kesehatan ibu hamil. KIE untuk kelompok sasaran seharusnya dilakukan
minimal sekali setiap bulannya dihitung secara komulatif selama setahun.
9. Kategori tingkat perkembangan polindes
a. Pratama.
1) Fisik : belum ada bangunan tetap, belum memenuhi syarat.
2) Tempat tinggal bidan : tidak tinggal di desa yang bersangkutan.
3) Pengelolaan polindes : tidak ada kesepakatan.
51
4) Cakupan persalinan di polindes : <10 %.
5) Sarana air bersih : tersedia air bersih, tapi belum dilengkapi sumber air dan MCK.
6) Cakupan kemitraan bidan dan dukun bayi : <25 %.
7) Kegiatan KIE untuk kelompok sasaran : <6 kali.
8) Dana sehat/JPKM : <50 %.
b. Madya.
1) Fisik : belum ada bangunan tetap, memenuhi syarat.
2) Tempat tinggal bidan : > 3 km.
3) Pengelolaan polindes : ada, tidak tertulis.
4) Cakupan persalinan di polindes : 10 – 15 %.
5) Sarana air bersih : tersedia air bersih, belum ada sumber air, tapi ada MCK.
6) Cakupan kemitraan bidan dan dukun bayi : 25 – 49 %.
7) Kegiatan KIE untuk kelompok sasaran : 6 – 8 kali.
8) Dana sehat/JPKM : < 50 %.
c. Purnama.
1) Fisik : ada bangunan tetap, belum memenuhi syarat.
2) Tempat tinggal bidan : 1 – 3 km.
3) Pengelolaan polindes : ada dan tertulis.
4) Cakupan persalinan di polindes : 20 – 29 %.
5) Sarana air bersih : tersedia air bersih, sumber air dan MCK.
6) Cakupan kemitraan bidan dan dukun bayi : 50 – 74 %.
7) Kegiatan KIE untuk kelompok sasaran : 9 – 12 kali.
8) Dana sehat/JPKM : < 50 %.
d. Mandiri.
1) Fisik : ada bangunan tetap, memenuhi syarat.
2) Tempat tinggal bidan : < 1 km.
3) Pengelolaan polindes : ada dan tertulis.
4) Cakupan persalinan di polindes : > 30 %.
5) Sarana air bersih : tersedia air bersih, sumber air, MCK dilengkapi SPAL.
6) Cakupan kemitraan bidan dan dukun bayi : < 75 %.
7) Kegiatan KIE untuk kelompok sasaran : < 12 kali.
8) Dana sehat/JPKM : ≥ 50 %.
52
10. Prinsip-prinsip polindes
a. Merupakan bentuk UKBM di bidang KIA-KB.
b. Polindes dapat dirintis di desa yang telah mempunyai bidan yang tinggal di desa.
c. Memiliki tingkat peran serta masyarakat yang tinggi, berupa penyediaan tempat
untuk pelayanan KIA, khususnya pertolongan persalinan, pengelolaan polindes,
penggerakan sasaran dan dukungan terhadap pelaksanaan tugas bidan di desa.
d. Dalam pembangunan fisik polindes dapat berupa ruang/ kamar yang memenuhi
persyaratan sehat, dilengkapi sarana air bersih, maupun peralatan minimal yang
dibutuhkan.
e. Kesepakatan dengan masyarakat dalam hal tanggung jawab penyediaan dan
pengelolaan tempat, dukungan operasional dan tarif pelayanan kesehatan di polindes.
f. Menjalin kemitraan dengan dukun bayi.
g. Adanya polindes tidak berarti bidan hanya memberi pelayanan di dalam gedung.
11. Unsur-unsur polindes
a. Adanya bidan di desa.
b. Bangunan atau ruang untuk pelayanan KIA-KB dan pengobatan sederhana.
c. Adanya partisipasi masyarakat
12. Kebijakan penempatan bidan di desa
Membantu penurunan AKI/AKB akibat komplikasi obstetri, khususnya AKP/AKN, dengan
mengatasi berbagai kesenjangan :
Kesenjangan geografis (mendekatkan pelayanan KIA-KB, kesenjangan informasi,
kesenjangan sosial budaya, kesenjangan ekonomi.
13. Yang harus dilakukan oleh bidan
a. Membangun kemitraan dengan masyarakat, tokoh masyarakat, dukun bayi, dll.
b. Meningkatkan profesionalisme.
c. Memobilisasi pendanaan masyarakat dalam bentuk tabulin (tabungan ibu bersalin).
d. Mendorong kemandirian masyarakat dalam bidang kesehatan
14. Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya pemanfaatan polindes
a. Kurangnya promosi.
b. Kurangnya rasa memiliki.
c. Rendahnya partisipasi aparat desa.
d. Fungsi polindes tak memenuhi harapan masyarakat, disamping faktor teknis lain,
53
dimana pengalaman bidan yang masih minimal.

Referensi :
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of
Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan
Desa Siaga. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Pusat Promosi Kesehatan.

Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat,
Jakarta.

Depkes RI. (2006). Manajemen BBLR untuk Bidan. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2003). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Pelatihan Konseling Pasca Keguguran. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Profesi Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Kompetensi Bidan Indonesia. Jakarta


Depkes RI. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga . Depkes RI. Jakarta.
Depkes RI. (1999). Buku Pedoman Pengenalan Tanda Bahaya pada Kehamilan,
54
Persalinan dan Nifas, Departemen kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Tim
Penggerak PKK dan WHO. Jakarta.
Effendy Nasrul. (1998). Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. EGC.
Jakarta.
International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan diadopsi oleh seluruh
organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of International
Gynecologist Obstetrition (FIGO).

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi Dan


Praktik Bidan;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 741/MENKES/per/VII/2008 tentang Standar


Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Tehnis


Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi


Bidan.

Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter Bidan.
Yogyakarta.
Markum. A.H. dkk. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan

Pelayanan Obtetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) Asuhan Neonatal


Essensial. 2008.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan


Soetjiningsih. (1998). Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta.
55
Syahlan, J.H. (1996). Kebidanan Komunitas. Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan.
Widyastuti, Endang. (2007). Modul Konseptual Frame work PWS-KIA Pemantauan dan
Penelusuran Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Neonatal. Unicef.

Diposkan oleh ERA Blogger di 05:51


Label: Kebidanan Komunitas (Askeb V)

Minggu, 07 Februari 2010


MENGELOLA PROGRAM KIA/KB DI WILAYAH KERJA
MENGELOLA PROGRAM KIA/KB DI WILAYAH KERJA
PWS KIA (Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak)
By Eny Retna Ambarwati

A. PENGERTIAN
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) adalah alat
manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA disuatu wilayah kerja secara
terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA
yang dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan
komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan
komplikasi, bayi, dan balita.
Dengan manajemen PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat menjangkau
seluruh sasaran di suatu wilayah kerja sehingga kasus dengan risiko/komplikasi
kebidanan dapat ditemukan sedini mungkin untuk dapat memperoleh penanganan yang
memadai.
Penyajian PWS KIA juga dapat dipakai sebagai alat motivasi, informasi dan komunikasi
kepada sektor terkait, khususnya aparat setempat yang berperan dalam pendataan dan

56
penggerakan sasaran maupun membantu dalam memecahkan masalah non teknis
misalnya: bumil KEK, rujukan kasus dengan risiko. Pelaksanaan PWS KIA baru berarti
bila dilengkapi dengan tindak lanjut berupa perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan
KIA. PWS KIA dikembangkan untuk intensifikasi manajemen program. Walaupun
demikian, hasil rekapitulasinya di tingkat puskesmas dan kabupaten dapat dipakai untuk
menentukan puskesmas dan desa/kelurahan yang rawan. Demikian pula rekapitulasi
PWS KIA di tingkat propinsi dapat dipakai untuk menentukan kabupaten yang rawan.

B. TUJUAN
1. Umum
Meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA di wilayah kerja puskesmas, melalui
pemantauan cakupan pelayanan KIA di tiap desa secara terus menerus.
2. Khusus
a. Memantau cakupan pelayanan KIA yang dipilih sebagai indikator secara teratur
(bulanan) dan terus menerus.
b. Menilai kesenjangan antara target dengan pencapaian.
c. Menentukan urutan daerah prioritas yang akan ditangani secara intensif.
d. Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang tersedia.
e. Membangkitkan peran pamong dalam menggerakkan sasaran dan mobilisasi sumber
daya.

C. PRINSIP PENGELOLAAN PROGRAM KIA


Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta
mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini
diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut:
1. Peningkatan pelayanan antenatal bagi seluruh ibu hamil di semua pelayanan
kesehatan dengan mutu sesuai standar serta menjangkau seluruh sasaran.
2. Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan diarahkan ke fasilitas
kesehatan.
3. Peningkatan pelayanan kesehatan bayi baru lahir, bayi dan anak balita di semua
pelayanan kesehatan yang bermutu dan sesuai standar serta menjangkau seluruh
sasaran.
57
4. Peningkatan deteksi dini risiko/komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir oleh tenaga
kesehatan maupun masyarakat.
5. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir secara adekuat
dan pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan.
6. Peningkatan pelayanan ibu nifas, bayi baru lahir, bayi dan anak balita sesuai standar
dan menjangkau seluruh sasaran.
7. Peningkatan pelayanan KB berkualitas.
8. Peningkatan deteksi dini tanda bahaya dan penanganannya sesuai standar pada bayi
baru lahir, bayi dan anak balita.
9. Peningkatan penanganan bayi baru lahir dengan komplikasi sesuai standar
1. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal yang berkualitas adalah yang sesuai dengan standar pelayanan
antenatal seperti yang ditetapkan dalam buku Standar Pelayanan Kebidanan (SPK).
Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan
kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi umum dan
khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri
atas:
a. Timbang berat badan dan ukur Tinggi badan
b. Ukur Tekanan darah
c. Ukur Tinggi fundus uteri
d. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila
diperlukan
e. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan
f. Test laboratorium (rutin dan khusus)
g. Tata laksana kasus
h. Temu wicara (konseling).
Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan hemoglobin, protein urine, gula
darah, dan hepatitis B. Pemeriksaan khusus dilakukan didaerah prevalensi tinggi dan
atau kelompok perilaku ber-risiko; dilakukan terhadap HIV, sifilis, malaria, tuberkulosis,
kecacingan dan thalasemia.
Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal disebut layak apabila
dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar ”7T” tersebut.
58
Ditetapkan pula bahwa frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama
kehamilan, dengan distribusi pemberian pelayanan yang dianjurkan sebagai berikut :
a. Minimal 1 kali pada triwulan pertama.
b. Minimal 1 kali pada triwulan kedua.
c. Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan
kepada ibu hamil, berupa deteksi dini risiko, pencegahan dan penanganan komplikasi.
2. Pertolongan Persalinan
Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Pencegahan infeksi
b. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar.
c. Merujuk kasus yang memerlukan tingkat pelayanan yang lebih tinggi.
d. Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
e. Memberikan pada bayi baru lahir : Vit K 1, salep mata dan imunisasi Hepatitis B0
(Hep B0).
3. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas
Untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan pemantauan pemeriksaan
terhadap ibu nifas dengan melakukan kunjungan nifas minimal sebanyak 3 kali dengan
distribusi waktu
a. Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam setelah persalinan sampai dengan 7 hari.
b. Kunjungan nifas ke dua dalam waktu 2 minggu setelah persalinan.
c. Kunjungan nifas ke tiga dalam waktu 6 minggu setelah persalinan.
Pelayanan yang diberikan adalah :
a. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu.
b. Pemeriksaan tinggi fundus uteri (involusi uterus).
c. Pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vaginam lainnya.
d. Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan.
e. Pemberian kapsul Vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali
(2 x 24 jam).
f. Pelayanan KB pasca persalinan
4. Deteksi Dini dan penanganan risiko/komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir.
Penjaringan dini kehamilan berisiko adalah kegiatan yang dilakukan untuk menemukan
59
ibu hamil dengan risiko/komplikasi kebidanan.
Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal, tetapi tetap mempunyai risiko
untuk terjadinya komplikasi. Oleh karenanya deteksi dini oleh tenaga kesehatan dan
masyarakat tentang adanya risiko dan komplikasi, serta penanganan yang adekuat
sedini mungkin, merupakan kunci keberhasilan penurunan angka kematian ibu dan bayi
yang dilahirkannya. .
Faktor risiko pada ibu hamil adalah :
a. Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
b. Anak lebih dari 4.
c. Jarak persalinan terakhir dan kehamilan skarang kurang dari 2 tahun.
d. Kurang Energi Kronis (KEK) dengan lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm, atau
gizi buruk dengan Indeks massa tubuh <>
e. Anemia : Hemoglobin <>
f. Tinggi badan kurang dari 145 cm, atau dengan kelainan bentuk panggul dan tulang
belakang
g. Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya atau sebelum kehamilan ini.
h. Sedang/pernah menderita penyakit kronis, antara lain: Tuberkulosis, Kelainan
jantung-ginjal-hati, Psikosis, Kelainan endokrin (Diabetes Mellitus, Sistemik Lupus
Eritematosus dll), Tumor dan Keganasan
i. Riwayat kehamilan buruk: Keguguran berulang, Kehamilan Ektopik Terganggu, Mola
Hidatidosa, Ketuban Pecah Dini, Bayi dengan cacat kongenital
j. Riwayat persalinan berisiko: Persalinan dengan seksio sesarea, ekstraksi vakum/
forseps
k. Riwayat nifas berisiko: Perdarahan pasca persalinan, Infeksi masa nifas, Psikosis post
partum (post partum blues)
l. Riwayat keluarga menderita penyakit kencing manis, hipertensi dan riwayat cacat
kongenital.
Komplikasi pada ibu hamil, bersalin dan nifas antara lain:
a. Perdarahan pervaginam pada kehamilan: Keguguran, Plasenta Previa, Solusio
Plasenta
b. Hipertensi dalam Kehamilan (HDK): Tekanan darah tinggi (sistolik >140 mmHg,
diastolik >90 mmHg), dengan atau tanpa edema pre-tibial.
60
c. Kelainan jumlah janin: Kehamilan ganda, janin dampit, monster.
d. Kelainan besar janin: Pertumbuhan janin terhambat, Janin besar.
e. Kelainan letak & posisi janin: Lintang/Oblique, Sungsang pada usia kehamilan lebih
dari 32 minggu.
f. Ancaman persalinan prematur.
g. Ketuban pecah dini.
h. Infeksi berat dalam kehamilan: Demam berdarah, Tifus abdominalis, Sepsis.
i. Distosia: Persalinan macet, persalinan tak maju.
j. Perdarahan pasca persalinan: atonia uteri, retensi plasenta, robekan jalan lahir,
kelainan darah.
k. Infeksi masa nifas.
Sebagian besar kematian ibu dapat dicegah apabila mendapat penanganan yang
adekuat di fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor waktu dan transportasi merupakan hal
yang sangat menentukan dalam merujuk kasus risiko tinggi. Oleh karenanya Deteksi
faktor risiko pada ibu baik oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat merupakan salah
satu upaya penting dalam mencegah kematian dan kesakitan ibu.
5. Penanganan Komplikasi Kebidanan
Pelayanan Nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu mulai 6 jam
sampai 42 hari pasca persalinan oleh tenaga kesehatan.
Diperkirakan sekitar 15-20% ibu hamil akan mengalami komplikasi kebidanan.
Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga atau diramalkan
sebelumnya, oleh karenanya semua persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan
agar komplikasi kebidanan dapat segera dideteksi dan ditangani.
Untuk meningkatkan cakupan dan kualitas penanganan komplikasi kebidanan, maka
diperlukan adanya fasilititas pelayanan kesehatan yang mampu memberikan pelayanan
obstetri dan neonatal emergensi secara berjenjang mulai dari bidan, puskesmas mampu
PONED sampai rumah sakit PONEK 24 jam.
Pelayanan medis yang dapat dilakukan di Puskesmas mampu PONED meliputi
pelayanan obstetri yang terdiri dari :
a. Penanganan perdarahan pada kehamilan, persalinan dan nifas.
b. Pencegahan dan penanganan Hipertensi dalam Kehamilan (pre-eklampsi dan
eklampsi)
61
c. Pencegahan dan penanganan infeksi.
d. Penanganan partus lama/macet.
e. Penanganan abortus.
Sedangkan pelayanan neonatus meliputi :
a. Pencegahan dan penanganan asfiksia.
b. Pencegahan dan penanganan hipotermia.
c. Penanganan bayi berat lahir rendah (BBLR).
d. Pencegahan dan penanganan infeksi neonatus, kejang neonatus, ikterus ringan–
sedang
e. Pencegahan dan penanganan gangguan minum.
6. Pelayanan Kesehatan Neonatus
Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus terhadap pelayanan
kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada bayi atau bayi
mengalami masalah kesehatan. Risiko terbesar kematian Bayi Baru Lahir terjadi pada
24 jam pertama kehidupan, minggu pertama dan bulan pertama kehidupannya.
Sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di
fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama. Bidan dalam memberikan pelayanan
kesehatan neonatal I sekaligus memastikan bahwa bayi dalam keadaan sehat pada saat
bayi pulang atau bidan meninggalkan bayi jika persalinan di rumah.
Pelayanan kesehatan neonatal dasar menggunakan pendekatan komprehensif,
Manajemen Terpadu Bayi Muda untuk bidan/perawat, yang meliputi:
a. Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, diare, berat
badan rendah.
b. Perawatan tali pusat
c. Pemberian vitamin K1 bila belum diberikan pada saat lahir
d. Imunisasi Hep B 0 bila belum diberikan pada saat lahir
e. Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif, pencegahan
hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi baru lahir di rumah dengan menggunakan
Buku KIA
f. Penanganan dan rujukan kasus
Pelayanan kesehatan neonatus (bayi berumur 0 - 28 hari) dilaksanakan oleh dokter
spesialis anak/dokter/bidan/perawat terlatih, baik di fasilitas kesehatan maupun melalui
62
kunjungan rumah. Setiap neonatus harus diberikan pelayanan kesehatan sedikitnya dua
kali pada minggu pertama, dan satu kali pada minggu kedua setelah lahir.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus:
a. Kunjungan Neonatal hari ke-1 (KN 1):
1) Untuk bayi yang lahir di fasilitas kesehatan pelayanan dapat dilaksanakan sebelum
bayi pulang dari fasilitas kesehatan (≥ 24 jam).
2) Untuk bayi yang lahir di rumah, bila bidan meninggalkan bayi sebelum 24 jam, maka
pelayanan dilaksanakan pada 6 - 24 jam setelah lahir.
b. Kunjungan Neonatal hari ke-3 (KN 2):
Pada hari ketiga.
c. Kunjungan Neonatal minggu ke-2 (KN 3)
Pada minggu kedua
1. Pelayanan Kesehatan Bayi
Kunjungan bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi terhadap pelayanan
kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada bayi sehingga
cepat mendapat pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit
melalui pemantauan pertumbuhan, imunisasi, serta peningkatan kualitas hidup bayi
dengan stimulasi tumbuh kembang. Dengan demikian hak anak mendapatkan
pelayanan kesehatan terpenuhi.
Pelayanan kesehatan tersebut meliputi:
a. Pemberian imunisasi dasar (BCG, Polio 1-4, DPT-HB 1-3, Campak)
b. Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi (SDIDTK)
c. Pemberian vitamin A 100.000 IU (6 - 11 bulan)
d. Konseling ASI eksklusif dan pemberian makanan pendamping ASI
e. Konseling pencegahan hipotermi dan perawatan kesehatan bayi di rumah
menggunakan Buku KIA
f. Penanganan dan rujukan kasus
Pelayanan kesehatan bayi (29 hari-11 bulan) dilaksanakan oleh dokter spesialis
anak/dokter/bidan/perawat terlatih baik di fasilitas kesehatan maupun melalui
kunjungan rumah. Setiap bayi berhak mendapatkan pelayanan kesehatan sedikitnya
satu kali pada triwulan I, satu kali pada triwulan II, satu kali pada triwulan III dan satu
kali pada triwulan IV.
63
Pelaksanaan pelayanan kesehatan bayi:
a. Kunjungan bayi antara umur 29 hari– 3 bulan
b. Kunjungan bayi antara umur 3 – 6 bln
c. Kunjungan bayi antara umur 6 – 9 bln
d. Kunjungan bayi antara umur 9 – 11 bln
2. Pelayanan neonatus dengan komplikasi
Diperkirakan sekitar 15% dari bayi lahir hidup akan mengalami komplikasi neonatal.
Hari Pertama kelahiran bayi sangat penting, oleh karena banyak perubahan yang terjadi
pada bayi dalam menyesuaikan diri dari kehidupan di dalam rahim kepada kehidupan di
luar rahim. Bayi baru lahir yang mengalami gejala sakit dapat cepat memburuk,
sehingga bila tidak ditangani dengan adekuat dapat terjadi kematian. Kematian bayi
sebagian besar terjadi pada hari pertama, minggu pertama kemudian bulan pertama
kehidupannya.
Pelayanan Neonatus dengan komplikasi adalah penanganan neonatus dengan penyakit
dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan dan kematian oleh
dokter/bidan/perawat terlatih di polindes, puskesmas, puskesmas PONED, rumah
bersalin dan rumah sakit pemerintah/swasta.
Komplikasi pada neonatus antara lain: Asfiksia, Kejang, Ikterus, Hipotermia, Asfiksia,
Tetanus Neonatorum, Sepsis, Trauma lahir, BBLR (bayi berat lahir rendah <>
Kebijakan Departemen Kesehatan dalam peningkatan akses dan kualitas penanganan
komplikasi neonatus tersebut antara lain penyediaan puskesmas mampu PONED
dengan target setiap kabupaten/kota harus mempunyai minimal 4 (empat) puskesmas
mampu PONED. Puskesmas PONED adalah Puskesmas Rawat Inap yang memiliki
kemampuan serta fasilitas PONED siap 24 jam untuk memberikan pelayanan terhadap
ibu hamil, bersalin dan nifas dan kegawatdaruratan bayi baru lahir dengan komplikasi
baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/ masyarakat, bidan di desa,
Puskesmas dan melakukan rujukan ke RS/ RS PONEK pada kasus yang tidak mampu
ditangani.
Untuk mendukung puskesmas mampu PONED ini, diharapkan RSU kabupaten / kota
mampu melaksanakan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi komprehensif
(PONEK) yang siap selama 24 jam. Dalam PONEK, RSU harus mampu melakukan
pelayanan operasi seksio sesaria, perawatan neonatus level II dan transfusi darah.
64
Dengan adanya puskesmas mampu PONED dan RS mampu PONEK maka kasus – kasus
komplikasi kebidanan dapat ditangani secara optimal sehingga dapat mengurangi
kematian ibu dan bayi baru lahir
9. Pelayanan kesehatan anak balita
Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual berkembang
pesat. Masa ini merupakan masa keemasan atau golden period dimana terbentuk
dasar-dasar kemampuan keindraan, berfikir, berbicara serta pertumbuhan mental
intelektual yang intensif dan awal pertumbuhan moral. Pada masa ini stimulasi sangat
penting untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi organ tubuh dan rangsangan
pengembangan otak. Dilain pihak upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan dan
perkembangan pada anak usia dini menjadi sangat penting agar dapat dikoreksi sedini
mungkin dan atau mencegah gangguan ke arah yang lebih berat .
Pelayanan kesehatan anak balita adalah pelayanan kesehatan terhadap anak yang
berumur 12 - 59 bulan yang sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan, ahli gizi,
penyuluh kesehatan masyarakat dan petugas sektor lain, yang meliputi :.
a. Pelayanan pemantauan pertumbuhan setiap bulan yang tercatat dalam Buku
KIA/KMS, dan pelayanan Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang
(SDIDTK) serta mendapat Vitamin A 2 kali dalam setahun
Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan anak balita setiap bulan
yang tercatat pada Buku KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan berturut-
turut atau berat badan anak balita di bawah garis merah harus dirujuk ke sarana
pelayanan kesehatan
b. Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik kasar, motorik
halus, bahasa, sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali pertahun (setiap 6 bulan).
Pelayanan SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan kesehatan) maupun di
luar gedung
c. Suplementasi Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU) diberikan pada anak balita minimal
2 kali pertahun.
d. Kepemilikan dan pemanfaatan buku KIA oleh setiap anak balita
10.Pelayanan KB Berkualitas
Pelayanan KB berkualitas adalah pelayanan KB yang sesuai dengan standar dengan
menghormati hak individu sehingga diharapkan mampu meningkatkan derajat
65
kesehatan dan menurunkan tingkat fertilitas (kesuburan).
Pelayanan KB bertujuan untuk menunda, menjarangkan dan/atau menghentikan
kehamilan, dengan menggunakan metode kontrasepsi. Metode kontrasepsi meliputi:
a. KB alamiah (sistem kalender, metode amenore laktasi).
b. Metode KB hormonal (pil, suntik, susuk).
c. Metode KB non-hormonal (kondom, AKDR/IUD, vasektomi dan tubektomi).
Sampai saat ini di Indonesia cakupan peserta KB aktif (Contraceptive Prevalence
Rate/CPR) mencapai 60,3% (SDKI 2002) dan angka ini merupakan pencapaian tertinggi
diantara negara-negara ASEAN. Namun demikian metode yang dipakai lebih banyak
menggunakan metode jangka pendek seperti pil dan suntik. Menurut data SDKI 2002
akseptor KB yang menggunakan suntik sebesar 21,1%, pil 15,4 %, AKDR 8,1%, susuk
6%, tubektomi 3%, vasektomi 0,4% dan kondom 0,7%. Hal ini terkait dengan
tingginya angka putus pemakain (DO) pada metode jangka pendek sehingga perlu
pemantauan yang terus-menerus. Disamping itu pengelola program KB perlu
memfokuskan sasaran pada kategori PUS dengan “4 terlalu” (terlalu muda, tua, sering
dan banyak).
Untuk mempertahankan dan meningkatkan cakupan peserta KB perlu diupayakan
pengelolaan program yang berhubungan dengan peningkatan aspek kualitas, teknis dan
aspek manajerial pelayanan KB. Dari aspek kualitas perlu diterapkan pelayanan yang
sesuai standard an variasi pilihan metode KB, sedangkan dari segi teknis perlu
dilakukan pelatihan klinis dan non-klinis secara berkesinambungan. Selanjutnya aspek
manajerial, pengelola program KB perlu melakukan revitalisasi dalam segi analisis
situasi program KB dan sistem pencatatan dan pelaporan pelayanan KB.

D. BATASAN DAN INDIKATOR PEMANTAUAN


1. Batasan
a. Pelayanan antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu
selama masa kehamilannya, yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan
antenatal yang ditetapkan.
b. Penjaringan/deteksi dini kehamilan beresiko
Kegiatan ini bertujuan menemukn bumil bresiko/komplikasi oleh kader, dukun bayi dan
66
tenaga kesehatan.
c. Kunjungan ibu hamil
Yang dimaksud kunjungan ibu hamil disini adalah kontak ibu hamil dengan tenaga
kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai dengan standart yang
ditetapkan.
Istilah kunjungan disini tidak mengandung arti bahwa ibu hamil yang berkunjung ke
fasilitas pelayanan, tetapi tidak kontak tenaga kesehatan (di posyandu, pondok bersalin
desa, kunjungan rumah) dengan ibu hamil untuk dapat memberikan pelayanan
antenatal sesuai standar dapat dianggap sebagai kunjungan ibu hamil.
d. Kunjungan baru ibu hamil (K1)
Adalah kunjungan ibu hamil yang pertama kali pada masa kehamilan.
e. K4
Adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang keempat atau lebih untuk
mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar yang ditetapkan dengan syarat :
1) Minimal 1 kali pada triwulan pertama.
2) Minimal 1 kali pada triwulan kedua.
3) Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
f. Kunjungan Neonatal (KN)
Adalah kontak neonatal dengan tenaga kesehatan minimal 2 kali untuk mendapatkan
pelayanan dan pemeriksaan kesehatan neonatal baik di dalam maupun di luar gedung
puskesmas (termasuk bidan didesa, polindes dan kunjungan rumah) dengan
ketentuan :
1) Kunjungan pertama kali pada hari pertama sampai hari ketujuh (sejak 6 jam sampai
setelah lahir 7 hari)
2) Kunjungan ke dua kali pada hari ke delapan sampai hari ke duapuluh delapan (8-28
hari)
3) Pertolongan pertama oleh tenaga kesehatan bukan merupakan kunjungan neonatal.
Contoh :
Hr 1 s/d 7 Hr 8 s/d 28 Keterangan
X
-
XX
67
XX X
XX
-
XX Sebagai KN
Bukan KN
Bukan KN
Sebagai KN

g. Kunjungan ibu nifas (KF)


Adalah kontak ibu nifas dengan tenaga kesehatan minimal 3 kali untuk mendapatkan
pelayanan dan pemeriksaan kesehatan ibu nifas, baik didalam maupun diluar gedung
puskesmas termasuk bidan didesa, polindes dan kunjungan rumah) dengan ketentuan :
1) Kunjungan pertama kali pada hari pertama sampai hari ketujuh (1-7 hari)
2) Kunjungan ke dua kali pada hari ke delapan sampai hari ke duapuluh delapan (8-28
hari)
3) Kunjungan ketiga kali pada hari keduapuluh sembilan sampai dengan hari ke
empatpuluh dua (29-42hari)
4) Contoh :
Hr 1 s/d 7 Hr 8 s/d 28 Hr 29 s/d 42 Keterangan
X
-
X
XX
XX
XX
-X
X
-
X Kunjungan KF
Bukan KF
Bukan KF
Bukan KF
68
h. Sasaran ibu hamil
Sasaran ibu hamil adalah jumlah semua ibu hamil disuatu wilayah dalam kurun waktu 1
tahun.
i. Ibu hamil beresiko
Adalah ibu hamil yang mempunyai faktor resiko dan resiko tinggi.
2. Indikator Pemantauan
Indikator pemantauan terdiri dari 2 kelompok yaitu indikator pemantauan tehnis dan
non tehnis.
a. Indikator Pemantauan Teknis
1) Akses Pelayanan Antenatal (Cakupan KI)
a) Cakupan K1 adalah persentase ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan
oleh tenaga kesehatan.
b) Indikator akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal
serta kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat.
c) Rumus yang dipakai untuk perhitungannya adalah :
d) Jumlah sasaran ibu hamil dalam 1 tahun dapat diperoleh melalui :
 Cacah jiwa dilakukan pendataan menyeluruh di lapangan (apabila memungkinkan).
 Proyeksi dihitung berdasarkan perkiraan jumlah ibu hamil dengan menggunakan
rumus 1,10 X angka kelahiran kasar (CBR) X jumlah penduduk.
 Angka kelahiran kasar (CBR) yang digunakan adalah angka terakhir kabupaten/kota
yang diperoleh dari kantor perwakilan Badan Pusat Statistik di kabupaten/kota.
e) Contoh Perhitungan :
Untuk menghitung perkiraan jumlah ibu hamil di desa/kelurahan X di kabupaten Y yang
mempunyai penduduk sebanyak 2.000 jiwa, maka: Jumlah ibu hamil = 1,10 X 0,027
(CBR kabupaten Y) x 2.000 = 59,4. Jadi sasaran ibu hamil di desa/kelurahan X adalah
59 orang.
2) Cakupan Ibu Hamil (Cakupan K4)
a) Cakupan ibu hamil K4 adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan
antenatal sesuai dengan standar, paling sedikit empat kali disuatu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu.
b) Ibu hamil K4 adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal
69
sesuai dengan standar, paling sedikit empat kali dengan distribusi pemberian pelayanan
yang dianjurkan adalah minimal satu kali pada triwulan pertama, satu kali pada triwulan
kedua, dan dua kali pada triwulan ketiga umur kehamilan.
c) Kunjungan ibu hamil sesuai standar adalah pelayanan yang mencakup minimal : a)
timbang badan dan ukur tinggi badan, b) Ukuran tekanan darah, c) skrining status
imunisasi tetanus (dan pemberian tetanus toksoid), d) ukur tinggi fundus uteri, e)
Pemberian tablet besi (90 tablet selama kehamilan, f) temu wicara (pemberian
komunikasi interpersonal dan konseling), g) tes laboratorium sederhana (Hb, protein
urin) dan atau berdasarkan indikasi (HbsAg, Sifilis, HIV, Malaria, TBC).
d) Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal secara lengkap
(memenuhi standar pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan), yang
menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, di samping
menggambarkan kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA.
e) Rumus :
f) Contoh perhitungan :
Jumlah penduduk 500.000, Angka kelahiran kasar (CBR) 2,3%. Hasil pelayanan
antenatal K4 = 12.000 bumil januari – Desember 2007, maka presentasi cakupan K4
adalah
12.000 X 100% = 94,86 %
1,1 x 2,3% x 500.000
3) Cakupan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan (Pn) yang memiliki kompetensi
kebidanan.
a) Cakupan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan (Pn) yang memiliki kompetensi
kebidanan adalah ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan disatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu.
b) Pertolongan persalinan adalah proses pelayanan persalinan dimulai dari kala I
sampai dengan kala IV persalinan.
c) Tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan adalah tenaga kesehatan
yang memiliki kemampuan klinis kebidanan sesuai dengan standar.
d) Dengan indikator ini dapat diperkirakan proporsi persalinan yang ditangani oleh
tenaga kesehatan, dan ini menggambarkan kemampuan manajemen program KIA
70
dalam pertolongan persalinan sesuai standar.
e) Rumus :
f) Keterangan :
Jumlah seluruh sasaran persalinan dalam 1 tahun diperkirakan melalui perhitungan :
CBR x 1,05 x Jumlah penduduk setempat.
g) Contoh Perhitungan :
Untuk menghitung perkiraan jumlah ibu bersalin di desa/kelurahan X di kabupaten Y
yang mempunyai penduduk sebanyak 2.000 jiwa, maka: Jumlah ibu bersalin = 1,05 X
0,027 (CBR kabupaten Y) x 2.000 = 56,7. Jadi sasaran ibu bersalin di desa/kelurahan X
adalah 56 orang.
4) Cakupan pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan
a) Cakupan pelayanan nifas adalah pelayanan kepada ibu dan neonatal pada masa 6
jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan sesuai standar.
b) Nifas adalah periode mulai 6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan.
c) Pelayanan nifas sesuai standar adalah pelayanan kepada ibu nifas sedikitnya 3 kali,
pada 6 jam pasca persalinan sampai dengan 3 hari, pada minggu kedua, pada minggu
ke empat termasuk pemberian vitamin A 2 kali serta persiapan dan pemasangan KB
pasca persalinan.
d) Jumlah seluruh ibu nifas dihitung melalui estimasi dengan rumus : 1,05 x CBR x
jumlah penduduk. Angka CBR dan jumlah penduduk kab/kota didapat dari BPS masing
– masing kab/kota/propinsi pada kurun waktu tertentu. 1,05 adalah konstanta untuk
menghitung ibu nifas.
e) Dengan indikator ini dapat diketahui jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan ibu
nifas.
f) Rumus yang digunakan :
g) Contoh perhitungan :
Jumlah penduduk 500.000, angka kelahiran kasar (CBR) 2,3%, hasil pelayanan nifas =
10.000 januari – desember 2008. maka cakupan pelayanan nifas adalah
10000 X 100% = 82,82%
1,05 x 2,3% x 500.000

5) Penjaringan (deteksi) ibu hamil oleh masyarakat.


71
a) Dengan indikator ini dapat diukur tingkat kemampuan dan peran serta masyarakat
dalam melakukan deteksi ibu hamil beresiko di suatu wilayah.
b) Rumus :
6) Cakupan pelayanan Neonatal (KN 1) oleh tenaga kesehatan
a) Dengan indikator ini dapat diketahui akses/ jangkauan dan kualitas pelayanan
kesehatan neonatal.

b) Rumus :
c) Jumlah sasaran bayi dalam 1 tahun dihitung berdasarkan jumlah perkiraan (angka
proyeksi) bayi dalam suatu wilayah tertentu.
d) Contoh perhitungan :
Untuk menghitung jumlah perkiraan bayi di suatu desa Z di Kabupaten Dumai Propinsi
Riau yang mempunyai penduduk sebanyak 1500 jiwa, maka Jumlah bayi = 0,0248 (CBR
Kabupaten Dumai) x 1500 = 37,2. Jadi sasaran bayi di desa Z adalah 37 bayi.
7) Cakupan pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan
a) Dengan indikator ini dapat diketahui jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan ibu
nifas
b) Rumus :
8) Penanganan komplikasi obstetri
a) Indikator ini menunjukkan kemampuan sarana pelayanan kesehatan menangani
kasus – kasus kegawatdaruratan obstetri pada ibu bersalin, yang kemudian
ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya, atau dapat dirujuk ke tingkat pelayanan
yang lebih tinggi.
b) Rumus :
9) Penanganan komplikasi neonatal
a) Indikator ini menunjukkan kemampuan sarana pelayanan kesehatan menangani
kasus – kasus kegawatdaruratan neonatal, yang kemudian ditindaklanjuti sesuai
dengan kewenangannya, atau dapat dirujuk ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi.
b) Rumus :
Indikator pemantauan program KIA tersebut merupakan indikator yang digunakan para
program pengelola KIA dan disesuaikan dengan kebutuhan program. Oleh karena itu
indikator tersebut disebut dengan pemantauan tehnis.
72
b. Indikator pemantauan Non – Teknis
Dalam upaya melibatkan lintas sektor terkait, khususnya para aparat setempat,
dipergunakan indikator indikator yang terpilih yaitu
1) Cakupan K1, yang menggambarkan keterjangkauan pelayanan KIA.
2) CakupanK4, yang menggambarkan kualitas pelayanan KIA.
3) Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (PN/ pernakes), yang menggambarkan
tingkat keamanan persalinan
4) Cakupan penanganan komplikasi kebidanan.
5) Cakupan kunjungan nifas.
6) Cakupan pelayanan KB aktif.
7) Cakupan kunjungan neonatus.
8) Cakupan kunjungan bayi.
Penyajian indikator–indikator tersebut kepada lintas sektor ditujukan sebagai alat
motivasi, informasi dan komunikasi dalam menyampaikan kemajuan maupun
permasalahan operasional program KIA, sehingga para aparat dapat memahami
program KIA dan memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Indikator pemantauan ini dapat dipergunakan dalam berbagai pertemuan lintas sektor
di semua tingkat administrasi pemerintah secara berkala dan disajikan setiap bulan,
untuk melihat kemajuan suatu wilayah. Bagi wilayah yang cakupannya masih rendah
diharapkan lintas sektor dapat menindak lanjuti sesuai kebutuhan dengan
menggerakkan masyarakat dan menggali sumber daya setempat yang diperlukan.

E. PEMBUATAN GRAFIK PWS KIA


PWS KIA disajikan dalam bentuk grafik dari tiap indikator yang dipakai, yang juga
menggambarkan pencapaian tiap desa/kelurahan dalam tiap bulan.
Langkah – langkah pokok dalam pembuatan grafik PWS KIA :
1. Penyiapan data
a. Data yang diperlukan untuk membuat grafik dari tiap indikator diperoleh dari catatan
ibu hamil per desa/kelurahan, register kegiatan harian, register kohort ibu dan bayi,
kegiatan pemantauan ibu hamil per desa/kelurahan, catatan posyandu, laporan dari
bidan/dokter praktik swasta, rumah sakit bersalin dan sebagainya.
b. Untuk grafik antar wilayah, data yang diperlukan adalah data cakupan per
73
desa/kelurahan dalam kurun waktu yang sama
Misalnya: untuk membuat grafik cakupan K4 bulan juni di wilayah kerja puskesmas X,
maka diperlukan data cakupan K4 desa/kelurahan A, desa/kelurahan B, desa/kelurahan
C, dst pada bulan Juni.
c. Untuk grafik antar waktu, data yang perlu disiapkan adalah data cakupan per bulan
d. Untuk grafik antar variabel diperlukan data variabel yang mempunyai korelasi
misalnya K1, K4 dan Pn.
2. Pembuatan Grafik.
Grafik Antar Wilayah ++++> PR
Contoh grafik cakupan K1 bulan Juni 2008 di puskesmas X.
Indikator Desa/ kelurahan A Desa/ kelurahan B Desa/ kelurahan C Desa/ kelurahan D
Puskesmas X
K1 Kumulatif
K1 Juni 2008 40% 30% 50% 60%
K1 Mei 2008
a. Perhitungan untuk cakupan K1(akses).
Pencapaian kumulatif per desa/kelurahan adalah :
Pencapaian cakupan kunjungan pertama ibu hamil per desa selama bulan Juni 2007 X
100% .Sasaran ibu hamil per desa selama 1 tahun
Langkah – langkah yang dilakukan dalam membuat grafik PWS KIA (dengan
menggunakan contoh indikator cakupan K1) adalah sebagai berikut menentukan target
rata – rata per bulan untuk menggambarkan skala pada garis vertical (sumbu Y).
Misalnya : target cakupan ibu hamil baru (cakupan K1) dalam 1 tahun ditentukan 100
% (garis a), maka sasaran pencapaian kumulatif sampai dengan bulan Juni adalah (6 x
8,3 %) = 50,0% (garis b).
b. Hasil perhitungan pencapaian kumulatif cakupan K1 per desa/kelurahan sampai
dengan bulan Juni dimasukkan ke dalam jalur % kumulatif secara berurutan sesuai
peringkat. Pencapaian tertinggi di sebelah kiri dan terendah di sebelah kanan,
sedangkan pencapaian untuk puskesmas dimasukkan ke dalam kolom terakhir.
c. Nama desa/kelurahan bersangkutan dituliskan pada lajur desa/kelurahan, sesuai
dengan cakupan kumulatif masing–masing desa/kelurahan yang dituliskan pada butir b
diatas.
74
d. Hasil perhitungan pencapaian pada bulan ini (Juni) dan bulan lalu (Mei) untuk tiap
desa/kelurahan dimasukkan ke dalam lajur masing – masing.
Gambar anak panah dipergunakan untuk mengisi lajur tren. Bila pencapaian cakupan
bulan ini lebih besar dari bulan lalu, maka digambar anak panah yang menunjuk ke
atas. Sebaliknya, untuk cakupan bulan ini yang lebih rendah dari cakupan bulan lalu,
digambarkan anak panah yang menunjukkan kebawah, sedangkan untuk cakupan yang
tetap/sama gambarkan dengan tanda (-).

F. ANALISIS TINDAK LANJUT.


Analisis yang dapat dilakukan mulai dari yang sederhana hingga analisis lanjut sesuai
dengan tingkatan penggunaannya.
1. Analisis Sederhana
Analisis ini membandingkan cakupan hasil kegiatan antar wilayah terhadap target dan
kecenderungan dari waktu ke waktu. Analisis sederhana ini bermanfaat untuk
mengetahui desa/kelurahan mana yang paling memerlukan perhatian dan tindak lanjut
yang harus dilakukan.
Contoh :
Analisis dari grafik cakupan ibu hamil baru (akses) pada pemantauan bulan Juni 2008
dapat digambarkan dalam matriks seperti dibawah ini.
Desa/ kelurahan Cakupan terhadap target Terhadap cakupan bulan lalu Status
Desa/kelurahan
Diatas Dibawah Naik Turun Tetap
A
B
C
D
E+
+
+
+
++

75
+
+
+

+ Baik
Baik
Kurang
Cukup
Jelek
Dari matriks diatas dapat dismpulkan adanya 4 macam status cakupan desa/kelurahan,
yaitu :
a. Status baik.
Adalah desa/kelurahan dengan cakupan diatas target yang ditetapkan untuk bulan Juni
2008, dan mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat atau tetap jika
dibandingkan dengan cakupan bulan lalu. Desa/kelurahan-desa/kelurahan ini adalah
desa/kelurahan A dan desa/kelurahan B. Jika keadaan tersebut berlanjut, maka
desa/kelurahan-desa/kelurahan tersebut akan mencapai atau melebihi target tahunan
yang ditentukan.
b. Status kurang.
Adalah desa/kelurahan dengan cakupan diatas target bulan Juni 2008, namun
mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang menurun jika dibandingkan dengan
cakupan bulan lalu. Desa/kelurahan dalam kategori ini adalah desa/kelurahan C, yang
perlu mendapatkan perhatian karena cakupan bulan lalu ini hanya 5% (lebih kecil dari
cakupan bulan minimal 7,5%). Jika cakupan terus menurun, maka desa/kelurahan
tersebut tidak akan mencapai target tahunan yang ditentukan.
c. Status cukup.
Adalah desa/kelurahan dengan cakupan dibawah target bulan Juni 2008, namun
mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat jika dibandingkan
dengan cakupan bulan lalu. Desa/kelurahan dalam kategori ini adalah desa/kelurahan
D, yang perlu didorong agar cakupan bulanan selanjutnya tidak lebih daripada cakupan
bulanan minimal 7,5%. Jika keadaan tersebut dapat terlaksana , maka desa/kelurahan
ini kemungkinan besar akan mencapai target tahunan yang ditentukan.
76
d. Status jelek.
Adalah desa/kelurahan dengan cakupan dibawah target bulan Juni 2008,dan
mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang menurun dibandingkan dengan
bulan lalu. Desa/kelurahan dalam kategori ini adalah desa/kelurahan E, yang perlu
diprioritaskan untuk pembinaan agar cakupan bulanan selanjutnya dapat ditingkatkan
diatas cakupan bulanan minimal agar dapat mengejar kekurangan target sampai bulan
Juni, sehingga dapat pula mencapai target tahunan yang ditentukan.
2. Analisis Lanjut
Analisis ini dilakukan dengan cara membandingkan variable tertentu dengan variable
terkait lainnya untuk mengetahui hubungan sebab akibat antar variable yang dimaksud.
Contoh analisis lanjut .
Analisis grafik PWS KIA K1, K4, Pn
Desa/ kelurahan Cakupan K1 Cakupan K4 Cakupan Pn Keterangan
A
B
C
D
E 70 %
85 % 60 %
70 % 50 % DO K4
DO Pn
Apabila Drop Out (DO) K1 - K4 lebih dari 10 % berarti wilayah tersebut bermasalah dan
perlu penelusuran dan intervensi lebih lanjut.
Drop Out tersebut dapat disebabkan karena ibu yang kontak pertama (K1) dengan
tenaga kesehatan, kehamilannya sudah berumur lebih dari 3 bulan. Sehingga
diperlukan intervensi peningkatan pendataan ibu hamil yang lebih intensive.
3. Rencana tindak lanjut.
Bagi kepentingan program, analisis PWS KIA ditujukan untuk menghasilkan suatu
keptusan tindak lanjut teknis dan non-teknis bagi puskesmas. Keputusan tersebut harus
dijabarkan dalam bentuk rencana operasional jangka pendek untuk dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapi sesuai dengan spesifikasi daerah .
Rencana operasional tersebut perlu dibicarakan dengan semua pihak yang terkait :
77
a. Bagi desa/kelurahan yang berstatus baik atau cukup, pola penyelenggaraan
pelayanan KIA perlu dilanjutkan, dengan beberapa penyesuaian tertentu sesuai
kebutuhan antara lain perbaikan mutu pelayanan.
b. Bagi desa/kelurahan berstatus kurang dan terutama yang berstatus jelek, perlu
prioritas intervensi sesuai dengan permasalahan.
c. Intervensi yang bersifat teknis (termasuk segi penyediaan logistik) harus dibicarakan
dalam pertemuan mini lokakarya puskesmas dan/atau rapat dinas kesehatan
kabupaten/kota (untuk mendapat bantuan dari kabupaten/kota).
d. Intervensi yang bersifat non-teknis (untuk motivasi, penggerakan sasaran, dan
mobilisasi sumber daya di masyarakat) harus dibicarakan pada rapat koordinasi
kecamatan dan/atau rapat dinas kesehatan kabupaten/kota (untuk mendapat bantuan
dari kabupaten/kota).

E. PELEMBAGAAN PWS KIA


Dalam upaya pelembagaan PWS KIA dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Penunjukkan petugas pengolahan data di tiap tingkatan, untuk menjaga kelancaran
pengumpulan data.
a. Data hasil kegiatan dikumpulkan oleh puskesmas ditabulasikan kemudian dikirimkan
ke dinas kesehatan kabupaten/kota.
b. Di puskesmas disusun PWS KIA tingkat puskesmas (per desa/kelurahan) dan di dinas
kesehatan kabupaten/kota disusun PWS KIA tingkat kabupaten/kota (per puskesmas).
2. Pemanfaatan pertemuan lintas program.
Penyajian PWS KIA pada pertemuan teknis bulanan ditingkat puskesmas (mini
lokakarya) dan kabupaten/kota (pertemuan bulanan dinas kesehatan kabupaten/kota),
untuk menginformasikan hasil yang telah dicapai, identifikasi masalah, merencanakan
perbaikan serta menyusun rencana operasional periode berikutnya. Pada pertemuan
tersebut wilayah yang berhasil diminta untuk mempresentasikan upayanya.
3. Pemantauan PWS KIA untuk meyakinkan lintas sektoral.
PWS disajikan serta didiskusikan pada pertemuan lintas sektoral ditingkat kecamatan
dan kabupaten/kota, untuk mendapatkan dukungan dalam pemecahan masalah dan
agar masalah operasional yang dihadapi dapat dipahami bersama, terutama yang
berkaitan dengan motivasi dan penggerakan masyarakat sasaran.
78
4. Pemanfaatan PWS KIA sebagai bahan Musrenbang desa dan kabupaten/kota
Musrenbang adalah suatu proses perencanaan di tingkat desa dan kabupaten/kota.
Bidan di desa dapat memberikan masukan berdasarkan hasil PWS KIA kepada tim
musrenbang

Referensi :
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of
Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan
Desa Siaga. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Pusat Promosi Kesehatan.

Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat,
Jakarta.

Depkes RI. (2006). Manajemen BBLR untuk Bidan. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2003). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Pelatihan Konseling Pasca Keguguran. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Profesi Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta.

79
Depkes RI. (2002). Kompetensi Bidan Indonesia. Jakarta
Depkes RI. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga . Depkes RI. Jakarta.
Depkes RI. (1999). Buku Pedoman Pengenalan Tanda Bahaya pada Kehamilan,
Persalinan dan Nifas, Departemen kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Tim
Penggerak PKK dan WHO. Jakarta.
Effendy Nasrul. (1998). Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. EGC.
Jakarta.
International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan diadopsi oleh seluruh
organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of International
Gynecologist Obstetrition (FIGO).

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi Dan


Praktik Bidan;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 741/MENKES/per/VII/2008 tentang Standar


Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Tehnis


Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi


Bidan.

Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter Bidan.
Yogyakarta.
Markum. A.H. dkk. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan

Pelayanan Obtetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) Asuhan Neonatal


Essensial. 2008.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional


80
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
Soetjiningsih. (1998). Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta.
Syahlan, J.H. (1996). Kebidanan Komunitas. Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan.
Widyastuti, Endang. (2007). Modul Konseptual Frame work PWS-KIA Pemantauan dan
Penelusuran Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Neonatal. Unicef.

Diposkan oleh ERA Blogger di 05:29


Label: Kebidanan Komunitas (Askeb V

Minggu, 07 Februari 2010


ASKEB DI KOMUNITAS, BAIK DI RUMAH, POSYANDU DAN POLINDES
DENGAN FOKUS MAKING PREGNANCY SAFER
ASUHAN KEBIDANAN DI KOMUNITAS, BAIK DIRUMAH, POSYANDU DAN POLINDES
DENGAN FOKUS MAKING PREGNANCY SAFER.
By Eny Retna Ambarwati

Keselamatan dan kesejahteraan ibu secara menyeluruh merupakan perhatian yang


utama bagi seorang bidan. Bidan bertanggung jawab memberikan pengawasan,
nasehat serta asuhan bagi wanita selama masa hamil, bersalin dan nifas. Asuhan
kebidanan yang diberikan termasuk pengawasan pelayanan kesehatan masyarakat di
komunitas, baik di rumah, posyandu maupun polindes.
Sebagai seorang bidan yang nantinya yang akan ditempatkan di desa, dalam
81
menjalankan tugas ia merupakan komponen dan bagian dari masyarakat desa dimana
ia bertugas. Selain dituntut dapat memberikan asuhan bermutu tinggi dan
komprehensif, seorang bidan harus dapat mengenal masyarakat sesuai budaya
setempat dengan sebaik-baiknya, mengadakan pendekatan dan bekerjasama dalam
memberikan pelayanan, sehingga masyarakat dapat menyadari masalah kesehatan
yang dihadapi serta ikut secara aktif dalam menaggulangi masalah kesehatan baik
untuk individu mereka sendiri maupun keluarga dan masyarakat sekitarnya. Asuhan
kebidanan yang dapat diberikan bidan di komunitas, meliputi :

A. ASUHAN ANTENATAL
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu
selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal
yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK).
Pelayanan antenatal yang berkualitas adalah yang sesuai dengan standar pelayanan
antenatal seperti yang ditetapkan dalam buku Standar Pelayanan Kebidanan (SPK).
Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan
kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi umum dan
khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri
atas timbang berat badan dan ukur tinggi badan, ukur tekanan darah, ukur tinggi
fundus uteri, skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid
(TT) bila diperlukan, pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan, test
laboratorium (rutin dan khusus), tata laksana kasus, temu wicara (konseling).
Dalam pelayanan antenatal terdapat 6 standar asuhan, meliputi
1. Identifikasi ibu hamil
Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan pasien secara berkala
untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami dan anggota keluarga agar
mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini dan teratur.
2. Pemeriksaan dan pemantauan antenatal
Dalam memberikan asuhan antenatal, bidan harus mampu memberikan pelayanan dan
pemantauan antenatal yang terfokus dan berkualitas. Bidan memberikan sedikitnya 4
kali pelayanan antenatal selama periode kehamilan yaitu satu kali kunjungan selama
trimester pertama (sebelum 14 minggu), satu kali kunjungan selama trimester kedua
82
(antara minggu ke-14 sampai minggu ke 28), dua kali kunjungan selama trimester
ketiga (antara minggu ke-28 sampai 36 dan sesudah minggu ke-36).
Salah satu tujuan utama dari kunjungan pertama antenatal adalah untuk mendiagnosis
dan menghitung umur kehamilan, bidan juga harus mengkaji status kesehatan untuk
mengetahui masalah medis, masalah psikososial atau masalah potensial yang mungkin
saja terjadi pada ibu hamil. Sehingga bidan dapat berkolaborasi dengan ibu hamil untuk
membuat rencana asuhan yang dapat memenuhi kebutuhan ibu, janinnya dan
keluarganya.
Pada pemeriksaan dan pemantauan antenatal, bidan harus dapat membina hubungan
atas dasar kepercayaan dengan ibu, mempersiapkan ibu dalam persiapan persalinan
dan kesiagaan menghadapi komplikasi melahirkan, melakukan skrining dan
pendeteksian penyakit yang ada, serta pendeteksian secara dini dan penatalaksanaan
komplikasi yang mungkin akan terjadi.
3. Pemeriksaan Abdomen
Melakukan pemeriksaan mengukur tinggi fundus uteri dengan teknik Mc. Donald
bertujuan untuk menentukan umur kehamilan berdasarkan minggu dibandingkan
dengan hasil anamnesis HPHT dan kapan gerakan janin mulai dirasakan. Tinggi fundus
uteri dalam sentimeter (cm), yang normal harus sama dengan umur kehamilan dalam
minggu yang ditentukan berdasarkan HPHT.
Pemeriksaan palpasi dengan teknik Leopold, bertujuan untuk menentukan umur
kehamilan dan mengetahui presentasi janin.
a. Leopld I bertujuan untuk mengetahui umur kehamilan berdasarkan tingginya fundus
uteri, menentukan bagian-bagian janin yang berada pada fundus uteri
b. Leopold II untuk mengetahui bagian-bagian janin yang berada pada bagian samping
kanan dan kiri uterus.
c. Leopold III untuk menentukan bagian tubuh janin yang berada pada bagian bawah
uterus, untuk mengetahui apakah bagian tubuh janin yang berada pada bagian bawah
uterus sudah masuk atau belum masuk ke pintu atas panggul ibu.
d. Leopold IV untuk memastikan apakah bagian terendah janin benar-benar sudah
masuk ke pintu atas panggul atau belum, untuk menentukan seberapa banyak bagian
terendah janin sudah masuk ke pintu atas panggul ibu.
Periksa dengar menggunakan stetoskop monoral atau dopler, untuk mendengarkan
83
denyut jantung janin, mendengarkan irama dan menghitung frekwensi bunyi jantung
janin serta menentukan area terdengarnya DJJ yang paling keras (punctum
maksimum).
Denyut jantung janin dapat di dengar pada usia 10-12 minggu dengan menggunakan
dopler (rata- rata 120-160 denyut/menit), dan dapat di dengar pada minggu ke 17-20
dengan menggunakan monoral.
4. Pengelolaan anemia dalam kehamilan
Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan serta rujukan semua
kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5. Pengelolan dini hipertensi dalam kehamilan
Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan
mengenai tanda serta gejala pre eklamsi lainnya serta mengambil tindakan yang tepat
serta merujuknya.
6. Persiapan persalinan
Bidan memberikan saran yang tepat pada ibu hamil, suami serta keluarganya pada
trimester ketiga, untuk memastikan bahwa persiapan persalinannya bersih dan aman
serta suasana yang menyenangkan akan direncakanan dengan baik, disamping
persiapan transportasi dan biaya untuk merujuk, apabila terjadi terjadi
kegawatdaruratan.

B. ASUHAN INTRANATAL
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan yang aman
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan kompeten, yaitu dokter spesialis kebidanan,
dokter umum dan bidan.
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pertolongan persalinan kepada masyarakat
adalah: dokter spesialis kebidanan, dokter umum dan bidan.
Pada kenyataan dilapangan, masih terdapat penolong persalinan yang bukan tenaga
kesehatan, dan dilakukan di luar fasilitas pelayanan kesehatan. Secara bertahap seluruh
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
1. Dalam pelayanan kebidanan terdapat empat standar pertolongan persalinan.
a. Asuhan saat persalinan
Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah dimulai, kemudian memberikan
84
asuhan dan pemantauan yang memadai, dengan memperhatikan kebutuhan ibu selama
proses persalinan berlangsung.
b. Persalinan yang aman
Bidan melakukan pertolongan persalinan yang aman dengan sikap sopan dan
penghargaan terhadap klien serta memperhatikan tradisi setempat.
c. Pengeluaran plasenta dengan penegangan tali pusat
Bidan melakukan penegangan tali pusat dengan benar untuk membantu pengeluaran
plasenta dan selaput ketuban secara lengkap.
d. Penanganan kala II dengan gawat janin melalui episiotomi
Bidan mengenali secara tepat tanda-tanda gawat janin pada kala II yang lama, dan
segera melakukan episiotomi dengan aman untuk memperlancar persalinan, diikuti
dengan penjahitan perineum.
2. Persiapan bidan dalam memberikan asuhan persalinan meliputi :
a. Persiapan Bidan
1) Menilai secara tepat bahwa persalinan sudah dimulai, kemudian memberikan asuhan
dan pemantauan yang memadai dengan memperhatikan kebutuhan ibu selama proses
persalinan .
2) Mempersiapkan ruangan yang hangat dan bersih serta nyaman untuk persalinan dan
kelahiran bayi.
3) Persiapan perlengkapan, bahan-bahan dan obat-obatan yang diperlukan dan
pastikan kelengkapan jenis dan jumlah bahan-bahan yang diperrlukan serta dalam
keadaan siap pakai pada setiap persalinan dan kelahiran bayi.
4) Mempersiapkan persiapan rujukan bersama ibu dan keluarganya. Karena jika terjadi
keterlambatan untuk merujuk ke fasilitas yang lebih memadai dapat memahayakan
keselamatan ibu dan bayinya.apabila iu dirujuk, siapkan dan sertakan dokumentasi
asuhan yang telah diberikan.
5) Memberikan asuhan sayang ibu, seperti memberi dukungan emosional, membantu
pengaturan posisi ibu, memberikan cairan dan nutrisi, memberikan keleluasaan untuk
menggunakan kamar mandi secara teratur, serta melakukan pertolongan persalinan
yang bersih dan aman dengan teknik pencegahan infeksi.
b. Persiapan Rumah dan Lingkungan
Ruangan atau lingkungan dimana proses persalinan akan berlangsung harus memiliki
85
pencahayaan penerangan yang cukup, ranjang sebaiknya diletakkan ditengah-tengah
ruangan agar mudah didekati dari kiri maupun kanan, dan cahaya sedapat mungkin
tertuju pada tempat persalinan.
Persiapan untuk mencegah terjadinya kehilangan panas tubuh yang berlebihan, perlu
disiapkan juga lingkungan yang sesuai bagi bayi baru lahir dengan memastikan bahwa
ruangan bersih, hangat, pencahayaan yang cukup dan bebas dari tiupan angin. Apabila
lokasi tempat tinggal ibu di daerah pegunungan atau yang beriklim dingin, sebaiknya
sediakan minimal 2 selimut, kain atau handuk yang kering dan bersih untuk
mengeringkan dan menjaga kehangatan tubuh bayi.
c. Persiapan Alat
1) Pada setiap persalinan dan kelahiran bayi, bidan harus memastikan semua peralatan
sebelum dan sesudah memberikan asuhan.
2) Periksa semua obat-obatan dan bahan-bahan sebelum menolong persalinan dan
melahirkan bayinya.
3) Pastikan bahwa perlengkapan dan bahan-bahan bersih dan siap pakai, partus set,
peralatan untuk melakukan penjahitan atau laserasi jalan lahir dan peralatan untuk
rersusitasi sudah dalam keadaan desinfeksi tingkat tinggi atau steril.
d. Persiapan Ibu dan Keluarga
Persalinan adalah saat yang menegangkan bahkan dapat menjadi saat yang
menyakitkan dan menakutkan bagi ibu. Upaya untuk mengatasi gangguan emosional
dan pengalaman yang menegangkan dapat dilakukan dengan asuhan sayang ibu
selama proses persalinan.

C. ASUHAN IBU POST PARTUM DI RUMAH


Pelayanan Nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu mulai 6 jam
sampai 42 hari pasca persalinan oleh tenaga kesehatan.
Masa nifas dimulai setelah plesenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6
minggu lamanya. Dalam masa nifas ini, bidan mempunyai peran dan tanggung jawab
untuk mendeteksi komplikasi pada ibu untuk melihat perlu atau tidaknya rujukan,
memberikan konseling kepada ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah
perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, memfasilitasi hubungan dan ikatan batin
86
antara ibu dan bayinya, memulai dan mendorong pemberian ASI.
Bidan di komunitas dapat memberikan asuhan kebidanan selama masa nifas melalui
kunjungan rumah, yang dapat dilakukan pada hari ketiga, minggu kedua dan minggu
keenam setelah persalinan, untuk membantu ibu dalam proses pemulihan ibu dan
memperhatikan kondisi bayi terutama penanganan tali pusat atau rujukan komplikasi
yang mungkin terjadi pada masa nifas, serta memberikan penjelasan mengenai
masalah kesehatan secara umum, kebersihan perorangan, makanan bergizi, perawatan
bayi baru lahir, pemberian ASI, imunisasi dan KB.
Kunjungan Asuhan Masa nifas Normal, yaitu :
Kunjungan Waktu Asuhan
I 6-8 jam Postpartum • Mencegah perdarahan masa nifas akibat atonia uteri
• Pemantauan keadaan umum ibu
• Melakuakan hubungan antara ibu dan bayi (Bonding Attachment)
• Pemberian ASI awal
II 6 hari Postpartum • Memastikan involusi berjalan dengan normal, uterus
berkontraksi, fundus dibawah umbilikus, tidak ada tanda-tanda perdarahan abnormal,
tidak ada bau
• Menilai adanya tanda-tanda terjadinya infeksi pada masa nifas
• Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup
• Memastikan ibu mendapatkan makanan yang bergizi
• Memastikan ibu menyusui dengan baikdan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit
III 2 Minggu Postpartum • Sama seperti di atas (asuhan pada 6 hari postpartum)
IV 6 Minggu Postparum • Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang
dialaminya
• Memberikan konseling mengenai imunisasi, senam nifas serta KB secara dini

Asuhan post partum di rumah difokuskan pada pengkajian, penyuluhan dan konseling.
Dalam memberikan asuhan kebidanan di rumah, bidan dan keluarga diupayakan dapat
berinteraksi dalam suasana yang rileks dan kekeluargaan.
Tantangan yang dihadapi bidan dalam melakukan pengkajian dan peningkatan
perawatan pada ibu dan bayi di rumah, pada pelaksanaannya bisa cukup unik, sehingga
bidan akan memiliki banyak kesempatan untuk menggunakan keahlian berpikir secara
87
kritis untuk meningkatkan suatu pilihan kreatif perawatan bersama keluarga .
1. Perencanaan Kunjungan Rumah
Dalam memberikan asuhan kebidanan pada perawatan postpartum di rumah, sebaiknya
Bidan :
a. Merencanakan kunjungan rumah dalam waktu tidak lebih dari 24-48 jam setelah
kepulangan klien ke rumah.
b. Pastikan keluarga telah mengetahui rencana mengenai kunjungan rumah dan waktu
kunjungan bidan ke rumah telah direncanakan bersama anggota keluarga.
c. Menjelaskan maksud dan tujuan kunjungan.
d. Rencanakan tujuan yang ingin dicapai dan menyusun alat dan perlengkapan yang
akan digunakan.
e. Pikirkan cara yang dapat digunakan untuk menciptakan dan mengembangkan
hubungan yang baik dengan keluarga.
f. Melakukan tindakan yang sesuai dengan standar pelayanan kebidanan dalam
memberikan asuhan kepada klien.
g. Buatlah pendokumentasian mengenai hasil kunjungan.
h. Sediakan sarana telepon untuk tindak lanjut asuhan pada klien.
2 Keamanan merupakan hal yang harus dipikirkan oleh bidan pada saat melakukan
kunjungan rumah tanpa menghiraukan dimana bidan berinteraksi dengan klien.
Bagaimanapun bidan harus tetap waspada. Tindakan kewaspadaan ini, dapat meliputi :
a. Mengetahui dengan jelas alamat yang lengkap arah rumah klien.
b. Gambar rute alamat klien dengan peta sebelum berangkat, perhatikan keadaan di
sekitar lingkungan rumah klien sebelum kunjungan diadakan untuk mengidentifikasi
masalah potensial yang kemungkinan akan muncul.
c. Beritahu rekan kerja anda ketika anda pergi untuk kunjungan dan beri kabar kepada
rekan anda segera setelah kunjungan selesai.
d. Bawalah telepon selular dan yakinkan batere telepon selular anda telah diisi ulang.
e. Membawa cukup uang dan uang recehan untuk menelepon dari telepon umum jika
diperlukan.
f. Menyediakan senter khususnya untuk kunjungan malam hari.
g. Sebaiknya memakai tanda nama pengenal dan kenakan sepatu yang pantas dan
nyaman, serta hindari memakai perhiasan yang mencolok.
88
h. Waspada terhadap bahasa tubuh yang diisyaratkan dari siapa saja yang ada selama
kunjungan.
i. Tunjukkan perasaan menghargai di setiap kesempatan.
j. Saat perasaan tidak aman muncul, segeralah akhiri kunjungan.

D. ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS


1. Asuhan segera bayi baru lahir
Adalah asuhan yang diberikan pada bayi tersebut selama jam pertama setelah
kelahiran. Aspek-aspek penting asuhan segera bayi baru lahir
a. Memantau pernafasan dan warna kulit bayi setiap 5 menit sekali
b. Jaga agar bayi tetap kering dan hangat dengan cara ganti handuk atau kain yang
basah dan bungkus bayi dengan selimut serta pastikan kepala bayi telah terlindung
baik.
2. Asuhan bayi baru lahir
Asuhan yang diberikan dalam waktu 24 jam. Asuhan yang diberikan adalah:
a. Lanjutkan pengamatan pernafasan, warna dan aktifitas
b. Pertahankan suhu tubuh bayi
1) Hindari memandikan minimal 6 jam dan hanya setelah itu jika tidak terdapat
masalah medis serta suhunya 36,5C atau lebih.
2) Bungkus bayi dengan kain yang kering/hangat
3) Kepala bayi harus tertutup
c. Pemeriksaan fisik bayi
Butir-butir penting pada saat memeriksa bayi baru lahir
1) Gunakan tempat yang hangat dan bersih
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa, gunakan sarung tangan, dan
bertindak lembut pada saat menangani bayi.
3) Lihat, dengar dan rasakan tiap-tiap daerah mulai dari kepala sampai jari-jari kaki.
4) Jika ada factor resiko dan masalah minta bantuan lebih lanjut jika di perlukan.
5) Rekam hasil pengamatan.
d. Identifikasi bayi
Merupakan alat pengenal bayi agar tidak tertukar.
e. Perawatan lain
89
1) Lakukan perawatan tali pusat
2) Dalam waktu 24 jam dan sebelum ibu dan bayi pulang ke rumah beri imunisasi
Hepatitis B.
3) Ajarkan tanda-tanda bahaya bayi pada orang tua.
4) Ajarkan pada orang tua cara merawat bayi
5) Beri ASI sesuai kebutuhan setiap 2-3 jam
6) Pertahankan bayi agar selalu dekat ibu.
7) Jaga bayi dalam keadaan bersih, hangat dan kering.
8) Jaga tali pusat dalam keadaan bersih dan kering
9) Peganglah, sayangi dan nikmati kehidupan bersama bayi.
10) Awasi masalah dan kesulitan pada bayi.
11) Jaga keamanan bayi terhadap trauma dan penyakit/infeksi.
12) Ukur suhu tubuh bayi jika tampak sakit/menyusu urang baik.

E. DETEKSI DINI PENYIMPANGAN TUMBUH KEMBANG BAYI DAN BALITA


Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan dengan masalah perubahan dalam ukuran
fisik seseorang. Sedangkan perkembangan (development) berkaitan dengan
pematangan dan penambahan kemampuan (skill) fungsi organ atau individu. Kedua
proses ini terjadi secara sinkron pada setiap individu.
1. Mengapa Deteksi Dini Perlu
a. Kualitas generasi penerus tergantung kualitas tumbuh kembang anak, terutama
batita (0-3 tahun) merupakan masa perkembangan otak.
b. Penyimpangan tumbuh kembang harus dideteksi (ditemukan) sejak dini, terutama
sebelum berumur 3 tahun, supaya dapat segera di intervensi (diperbaiki)
c. Bila deteksi terlambat, maka penanganan terlambat, penyimpangan sukar diperbaiki
d. Presiden RI 23 Juli 2005 mencanangkan : Gerakan Nasional Pemantauan Tumbuh
Kembang Anak
e. (Wewenang Bidan : Kepmenkes no 900/2002 : ttg registrasi dan praktik bidan. Bab V
ps 16 dan 20. lamp III : pemantauan, deteksi, intervensi dini tumbuh kembang)
2. Deteksi dini penyimpangan tumbuh kembang mencakup
a. Aspek Pertumbuhan:
1) Timbang berat badannya (BB)
90
2) Ukur tinggi badan (TB) dan lingkar kepalanya (LK)
3) Lihat garis pertambahan BB, TB dan LK pada grafik
b. Aspek Perkembangan:
1) Tanyakan perkembangan anak dengan KPSP (Kuesioner Pra Skrining Perkembangan)
2) Tanyakan daya pendengarannya dengan TDD (Tes Daya Dengar), penglihatannya
dengan TDL (Tes Daya Lihat),
c. Aspek Mental Emosional:
1) KMEE (Kuesioner Masalah Mental Emosional)
2) CHAT (Check List for Autism in Toddles = Cek Lis Deteksi Dini Autis)
3) GPPH (Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas)

F. SISTEM RUJUKAN
Sistem rujukan merupakan suatu upaya kesehatan yaitu suatu sistem jaringan fasilitas
pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab
secara timbal balik, baik secara vertikal maupun horizontal kepada fasilitas pelayanan
yang lebih kompeten, terjangkau dan rasional.
Merujuk memiliki arti meminta pertolongan secara timbal balik kepada fasilitas
pelayanan yang lebih kompeten untuk penanggulangan masalah yang sedang dihadapi.

Rangkaian jaringan fasilitas pelayanan kesehatan dalam sistem rujukan berjenjang dari
yang paling sederhana di tingkat keluarga sampai pada satuan fasilitas pelayanan
kesehatan nasional yang lebih kompeten, terjangkau dan rasional tanpa dibatasi oleh
wilayah administrasi.
Keselamatan dan kesejahteraan ibu secara menyeluruh merupakan perhatian yang
utama bagi seorang bidan. Bidan bertanggung jawab memberikan pengawasan,
nasehat serta asuhan bagi wanita selama masa hamil, bersalin dan nifas. Asuhan
kebidanan yang diberikan termasuk pengawasan pelayanan kesehatan masyarakat di
komunitas, baik di rumah, posyandu maupun polindes.
Sebagai seorang bidan yang nantinya yang akan ditempatkan di desa, dalam
menjalankan tugas merupakan komponen dan bagian dari masyarakat desa dimana
bertugas.
Selain dituntut dapat memberikan asuhan bermutu tinggi dan komprehensif, seorang
91
bidan harus dapat mengenal masyarakat sesuai budaya setempat dengan sebaik-
baiknya, mengadakan pendekatan dan bekerjasama dalam memberikan pelayanan,
sehingga masyarakat dapat menyadari masalah kesehatan yang dihadapi serta ikut
secara aktif dalam menaggulangi masalah kesehatan baik untuk individu mereka sendiri
maupun keluarga dan masyarakat sekitarnya.
1. Definisi sistem rujukan
Adalah suatu jaringan sistem pelayanan kesehatan yang mungkin terjadinya
penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas timbulnya suatu masalah dari
suatu kasus atau masalah kesehatan masyarakat, baik secara vertikal maupun
horisontal, kepada yang lebih kompeten, terjangkau dan dilakukan secara rasional.
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Dihasilkan pemerataan upaya kesehatan yang didukung mutu pelayanan yang optimal
dalam rangka memecahkan masalah kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna.
b. Tujuan Khusus
1) Dihasilkan upaya pelayanan kesehatan klinik yang bersifat kuratif dan rehabilitatif
secara berhasil guna dan berdaya guna.
2) Dihasilkan upaya kesehatan masyarakat yang bersifat preventif dan promotif secara
berhasil guna dan berdaya guna.
3. Jenis Rujukan
a. Rujukan Medik, meliputi :
1) Konsultasi penderita untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan operatif dan
lain-lain, disebut Transfer of Patient.
2) Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap,
disebut Transfer of Specimen.
3) Mendatangkan atau mengirim tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk
meningkatkan mutu pelayanan pengobatan setempat, disebut Transfer of
Knowledge/Personel.
b. Rujukan Kesehatan, adalah rujukan yang menyangkut masalah kesehatan
masyarakat yang bersifat preventif dan promotif yang antara lain meliputi bantuan :
1) Survei epidemiologi dan pemberantasan penyakit atas kejadian luar biasa atau
terjangkitnya penyakit menular.
92
2) Pemberian pangan atas terjadinya kelaparan disuatu wilayah
3) Penyidikan sebab keracunan, bantuan teknologi penanggulangan keracunan dan
bantuan obat-obatan atas terjadinya keracunan massal.
4) Pemberian makanan, tempat tinggal dan obat-obatan untuk pengungsi atas
terjadinya bencana alam.
5) Sarana dan teknologi penyediaan air bersih untuk mengatasi masalah kekurangan air
bersih bagi masyarakat umum.
6) Pemeriksaan spesimen air di laboratorium kesehatan.
4. Jalur Rujukan
a. Intern antara petugas puskesmas
b. antara puskesmas pembantu dengan puskesmas pembina
c. antara masyarakat dengan puskesmas
d. antara satu puskesmas dengan puskesmas lain
e. antara puskesmas dengan rumah sakit lain, laboratorium atau fasilitas kesehatan
lain.
5. Langkah-langkah dalam Meningkatkan Rujukan
a. Meningkatkan mutu pelayanan di puskesmas dalam menampung rujukan dari
puskesmas pembantu dan pos kesehatan, posyandu dari masyarakat
b. Mengadakan pusat rujukan dengan mengadakan ruang tambahan untuk tempat tidur
penderita gawat darurat pada lokasi yang strategis.
c. Meningkatkan sarana komunikasi antara unit-unit pelayanan kesehatan dengan
media telephone datau radio komunikasi pada setiap unit pelayanan kesehatan
d. Menyediakan sarana pencatatan dan pelaporan yang memadai bagi sistem rujukan,
baik rujukan medik maupun rujukan kesehatan.
e. Meningkatkan upaya dana sehat masyarakat untuk menunjang pelayanan rujukan.
Sangatlah sulit untuk menduga kapan penyulit akan terjadi, sehingga kesiapan untuk
merujuk ibu dan/atau bayinya ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat
waktu jika penyulit terjadi. Setiap tenaga penolong/fasilitas pelayanan harus
mengetahui lokasi fasilitas rujukan terdekat yang mampu untuk melayani
kegawatdaruratan obstetri dan BBL seperti :
a. Pembedahan termasuk bedah sesar
b. Transfusi darah
93
c. Persalinan menggunakan EV atau cunam
d. AB IV
e. Resusitasi BBL dan asuhan lanjutan bayi BBL.
6. Masukkan persiapan dan informasi berikut ke dalam rencana rujukan
a. Siapa yang akan menemani ibu atau BBL
b. Tempat-tempat rujukan mana yang lebih disukai ibu dan keluarga
c. Sarana transportasi yang akan digunakan dan siapa yang akan mengendarainya.
Transportasi harus segera tersedia, baik siang maupun malam
d. Orang yang dirujuk menjadi donor darah, jika transfusi dibutuhkan
e. Uang yang disisihkan untuk asuhan medis, transportasi, obat-obatan dan bahan-
bahan.
f. Siapa yang akan tinggal dan menemani anak-anak lain pada saat ibu tidak dirumah.

Referensi :
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of
Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan
Desa Siaga. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Pusat Promosi Kesehatan.

Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat,
Jakarta.

Depkes RI. (2006). Manajemen BBLR untuk Bidan. Depkes. Jakarta.

94
Depkes RI. (2003). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Pelatihan Konseling Pasca Keguguran. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Profesi Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Kompetensi Bidan Indonesia. Jakarta


Depkes RI. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga . Depkes RI. Jakarta.
Depkes RI. (1999). Buku Pedoman Pengenalan Tanda Bahaya pada Kehamilan,
Persalinan dan Nifas, Departemen kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Tim
Penggerak PKK dan WHO. Jakarta.
Effendy Nasrul. (1998). Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. EGC.
Jakarta.
International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan diadopsi oleh seluruh
organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of International
Gynecologist Obstetrition (FIGO).

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi Dan


Praktik Bidan;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 741/MENKES/per/VII/2008 tentang Standar


Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Tehnis


Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi


Bidan.

Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter Bidan.
95
Yogyakarta.
Markum. A.H. dkk. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan

Pelayanan Obtetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) Asuhan Neonatal


Essensial. 2008.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan


Soetjiningsih. (1998). Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta.
Syahlan, J.H. (1996). Kebidanan Komunitas. Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan.
Widyastuti, Endang. (2007). Modul Konseptual Frame work PWS-KIA Pemantauan dan
Penelusuran Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Neonatal. Unicef.

Diposkan oleh ERA Blogger di 05:22


Label: Kebidanan Komunitas (Askeb V)

96
Minggu, 07 Februari 2010
PENGEMBANGAN WAHANA/FORUM PSM BERPERAN DALAM
BERBAGAI KEGIATAN
POSYANDU
By Eny Retna Ambarwati

Posyandu merupakan salah satu UKBM yang sudah sangat luas dikenal di masyarakat
dan telah masuk dalam bagian keseharian kehidupan sosial di pedesaan maupun
perkotaan.
1. Pengertian
a. Suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat oleh
dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis dalam mengembangkan sumber
daya manusia sejak dini.
b. Pusat kegiatan masyarakat dalam upaya kesehatan dan keluarga berencana (Nasrul
Effendi : 1998).
c. Kegiatan posyandu merupakan kegiatan nyata yang melibatkan partisipasi
masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dari masyarakat, yang dilaksanakan oleh
kader-kader kesehatan yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari
puskesmas mengenai pelayanan kesehatan dasar (Nasrul Effendi : 1998).
d. Posyandu adalah pusat pelayanan keluarga berencana dan kesehatan yang dikelola
dan diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas
kesehatan dalam rangka pencapaian NKBBS (Nasrul Effendi : 1998).
2. Tujuan posyandu
a. Mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak.
b. Peningkatan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR (Infant Mortality
Rate/Angka Kematian Bayi).
c. Mempercepat penerimaan NKKBS.

97
d. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan
dan kegiatan- kegiatan lain yang menunjang peningkatan kemampuan hidup sehat.
e. Pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam usaha
meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada penduduk berdasarkan letak
geografi.
f. Peningkatan dan pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka alih teknologi
untuk swakelola usaha-usaha kesehatan masyarakat.
3. Sasaran posyandu
a. Bayi berusia kurang dari 1 tahun.
b. Anak balita usia 1 – 5 tahun.
c. Ibu hamil.
d. Ibu menyusui.
e. Ibu nifas.
f. Wanita usia subur.
4. Kegiatan posyandu
a. Lima (5) kegiatan posyandu (panca krida posyandu)
1) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
2) Keluarga Berencana (KB)
3) Imunisasi
4) Peningkatan Gizi
5) Penanggulangan Diare.
b. Tujuh (7) kegiatan posyandu (sapta krida posyandu)
1) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
2) Keluarga Berencana (KB)
3) Imunisasi
4) Peningkatan Gizi
5) Penanggulangan Diare
6) Sanitasi Dasar
7) Penyediaan Obat Essensial
8) Pembentukan Posyandu
5. Pembentukan Posyandu
a. Posyandu dibentuk dari pos-pos yang telah ada seperti pos penimbangan balita, pos
98
immunisasi, pos keluarga berencana, pos kesehatan, pos lainnya yang bentuk baru.
b. Persyaratan posyandu
1) Penduduk RW tersebut paling sedikit terdapat 100 orang balita.
2) Terdiri dari 120 kepala keluarga.
3) Disesuaikan dengan kemampuan petugas (bidan desa).
4) Jarak antara kelompok rumah, jumlah KK dalam 1 tempat atau kelompok tidak
terlalu jauh.
c. Alasan pendirian posyandu
1) Posyandu dapat memberikan pelayanan kesehatan khususnya dalam upaya
pencegahan penyakit dan pertolongan pertama pada kecelakaan sekaligus dengan
pelayanan KB.
2) Posyandu dari masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat sehingga
menimbulkan rasa memiliki masyarakat terhadap upaya dalam bidang kesehatan dan
keluarga berencana.
6. Penyelenggara posyandu
a. Pelaksana kegiatan adalah anggota masyarakat yang telah dilatih menjadi kader
kesehatan setempat di bawah bimbingan puskesmas.
b. Pengelola posyandu adalah pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang berasal dari
kader PKK, tokoh masyarakat formal dan informal serta kader kesehatan yang ada di
wilayah tersebut.
7. Lokasi/letak posyandu
a. Berada di tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat.
b. Ditentukan oleh masyarakat itu sendiri.
c. Dapat merupakan lokal tersendiri.
d. Bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan di rumah penduduk, balai rakyat, pos
RT/RW atau pos lainnya.
8. Pelayanan Posyandu
a. Pelayanan kesehatan yang dijalankan
1) Pemeliharaan kesehatan bayi dan balita
2) Penimbangan bulanan
3) PMT yang berta badannya kurang
4) Immunisasi bayi 3-14 bulan
99
5) Pemberian oralit yang menanggulangi diare
6) Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama
b. Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui, dan pasangan usia subur
1) pemeriksaan kesehatan umum
2) Pemeriksaan kehamilan dan nifas
3) Pelayanan peningkatan gizi melalui pemberian vitamin dan pil penambah darah
4) Immnunisasi TT untuk ibu hamil
5) Peyuluhan kesehatan dan KB
6) Pemberian alat kontrasepsi KB
7) Pemberian oralit pada ibu yang terkena diare
8) Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama
9) Pertolongan petama pada kecelakaan
9. Sistem informasi di posyandu (sistem lima meja)
a. Meja I
Layanan meja I merupakan layanan pendaftaran, kader melakukan pendaftaran pada
ibu dan balita yang datang ke Posyandu. Alur pelayanan posyandu menjadi terarah dan
jelas dengan adanya petunjuk di meja pelayanan. Petunjuk ini memudahkan ibu dan
balita saat datang, sehingga antrian tidak terlalu panjang atau menumpuk di satu meja.
b. Meja II
Layanan meja II merupakan layanan penimbangan.
c. Meja III
Kader melakukan pencatatan pada buku KIA setelah ibu dan balita mendaftar dan di
timbang. Pencatatan dengan mengisikan berat badan balita ke dalam skala yang di
sesuaikan dengan umur balita. Di atas meja terdapat tulisan yang menunjukan
pelayanan yang di berikan.
d. Meja IV
Diketahuinya berat badan anak yang naik atau yang tidak naik, ibu hamil dengan resiko
tinggi, pasangan usia subur yang belum mengikuti KB, penyuluhan kesehatan,
pelayanan PMT, oralit, vitamin A, tablet zat besi, pil ulangan, kondom.
e. Meja V
Pemberian makanan tambahan pada bayi dan balita yang datang ke posyandu dilayani
di meja V. Kader menyiapkan nasi, lauk, sayur dan buah-buahan yang akan dibagikan
100
sebelum pelaksanaan Posyandu. Pemberian makanan tambahan bertujuan
mengingatkan ibu untuk selalu memberikan makanan bergizi kepada bayi dan
balitanya.
Indikator pelayanan di Posyandu atau di Pos Penimbangan Balita menggunakan
indiktor-indikator SKDN dimana :
1) S adalah jumlah seluruh balita yang ada dalam wilayah kerja posyandu
2) K adalah jumlah Balita yang ada di wilayah kerja posyandu yang mempunyai KMS
( Kartu Menujuh Sehat)
3) D adalah Jumlah Balita yang datang di posyandu dan menimbang berat badannya
4) N adalah jumlah balita yang ditimbang bebrat badannya mengalami peningkatan
bebrat badan dibanding bulannya sebelumnya.
10. Prinsip dasar posyandu
a. Posyandu merupakan usaha masyarakat dimana terdapat perpaduan antara
pelayanan profesional dan non prosfesional.
b. Adanya kerjasama lintas program yang baik (KIA, KB, Gizi, Imunisasi,
penanggulangan diare) maupun lintas sektoral (Departemen Kesehatan RI, Departemen
dalam negeri, BKKBN).
c. Kelembagaan masyarakat (pos desa, kelompok timbang/pos timbang, pos imunisasi,
pos kesehatan, dll).
d. Mempunyai sasaran penduduk yang sama (Bayi 0-1 tahun, anak balita 1-5 tahun, ibu
hamil, PUS).
e. Pendekatan yang digunakan adalah pengembangan dan PKMD/PHC.
11. Kategori posyandu
a. Posyandu Pratama (warna merah) dengan kriteria posyandu yang belum mantap,
kegiatannya belum rutin tiap bulan, kader aktifnya terbatas.
b. Posyandu Madya (warna kuning) dengan kriteria kegiatannya >8x/tahun, kader >5
orang, cakupan program utama (KB, KIA, Gizi, Imunisasi) rendah yaitu 50%,
kelestarian posyandu baik.
c. Posyandu Purnama (warna hijau).
d. Posyandu Mandiri (warna biru).
12. Indikator posyandu
a. Frekwensi penimbangan pertahun
101
Seharusnya kegiatan ini dilakukan tiap bulan (12x/tahun). Tapi kenyataannya tidak
semua posyandu berfungsi setiap bulan, maka diambil batasan 8x/tahun. Rawan
apabila frekuensi penimbangan <8x/tahun, sedangkan cukup mapan apabila frekuensi
penimbangan 8x/tahun.
b. Rata-rata jumlah kader tugas pada hari “H” posyandu.
Baik, bila jumlah kader ≥5 orang sedangkan kurang, bila jumlah kader <5 orang.
c. Cakupan D/S.
Baik jika D/S mencapai ≥ 50% sedangkan kurang jika D/S mencapai < 50 % (belum
mantap).

Referensi :
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of
Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan
Desa Siaga. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Pusat Promosi Kesehatan.

Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat,
Jakarta.

Depkes RI. (2006). Manajemen BBLR untuk Bidan. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2003). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Pelatihan Konseling Pasca Keguguran. Depkes. Jakarta.


102
Depkes RI. (2002). Standar Profesi Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Kompetensi Bidan Indonesia. Jakarta


Depkes RI. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga . Depkes RI. Jakarta.
Depkes RI. (1999). Buku Pedoman Pengenalan Tanda Bahaya pada Kehamilan,
Persalinan dan Nifas, Departemen kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Tim
Penggerak PKK dan WHO. Jakarta.
Effendy Nasrul. (1998). Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. EGC.
Jakarta.
International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan diadopsi oleh seluruh
organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of International
Gynecologist Obstetrition (FIGO).

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi Dan


Praktik Bidan;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 741/MENKES/per/VII/2008 tentang Standar


Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Tehnis


Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi


Bidan.

Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter Bidan.
Yogyakarta.
Markum. A.H. dkk. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan
103
Pelayanan Obtetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) Asuhan Neonatal
Essensial. 2008.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan


Soetjiningsih. (1998). Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta.
Syahlan, J.H. (1996). Kebidanan Komunitas. Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan.
Widyastuti, Endang. (2007). Modul Konseptual Frame work PWS-KIA Pemantauan dan
Penelusuran Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Neonatal. Unicef.

Diposkan oleh ERA Blogger di 05:45


Label: Kebidanan Komunitas (Askeb V)

Minggu, 07 Februari 2010


MENGGERAKKAN DAN MEMBERDAYAKAN PERANSERTA
MASYARAKAT

104
MENGGERAKKAN DAN MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT
By Eny Retna Ambarwati

Strategi penggerakan dan pemberdayaan masyarakat yaitu meningkatkan kesadaran


masyarakat tentang pentingnya kesehatan, meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang telah disediakan oleh pemerintah,
mengembangkan berbagai cara untuk menggali dan memanfaatkan sumber daya yang
dimiliki oleh masyarakat untuk pembangunan kesehatan, mengembangkan berbagai
bentuk kegiatan pembangunan kesehatan yang sesuai dengan kultur budaya
masyarakat setempat dan mengembangkan manajemen sumber daya yang dimiliki
masyarakat secara terbuka (transparan).
Pengertian penggerakan dan pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi
yang bersifat persuasif dan melalui memerintah yang bertujuan untuk meningkatkan
pengetahun, sikap, perilaku, dan kemampuan masyarakat dalam menemukan,
merencanakan serta memecahkan masalah menggunakan sumber daya/potensi yang
mereka miliki termasuk partisipasi dan dukungan tokoh-tokoh masyarakat serta LSM
yang ada dan hidup di masyarakat.
Penggerakan dan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan akan menghasilkan
kemandirian masyarakat di bidang kesehatan dengan demikian penggerakan dan
pemberdayaan masyarakat merupakan proses sedangkan kemandirian merupakan hasil,
karenanya kemandirian masyarakat di bidang kesehatan bisa diartikan sebagai
kemampuan untuk dapat mengidentifikasi masalah kesehatan yang ada di
lingkungannya, kemudian merencanakan dan melakukan cara pemecahannya dengan
memanfaatkan potensi setempat tanpa tergantung pada bantuan dari luar.

Pembinaan peran serta masyarakat adalah salah satu upaya pengembangan yang
berkesinambungan dengan tetap memperhatikan penggerakan dan pemberdayaan
masyarakat melalui model persuasif dan tidak memerintah, untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap, perilaku, dan mengoptimalkan kemampuan masyarakat dalam
menemukan, merencanakan, dan memecahkan masalah. Pembinaan lokal merupakan
serangkaian langkah yang diterapkan guna menggali, meningkatkan dan mengarahkan
105
peran serta masyarakat setempat. menggunakan sumber daya/potensi yang mereka
miliki termasuk partisipasi dan dukungan tokoh-tokoh masyarakat serta LSM yang ada
dan hidup di masyarakat.

A. PRINSIP-PRINSIP PENGGERAKAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


1. Menumbuhkembangkan kemampuan masyarakat
Di dalam upaya pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat
sebaiknya secara bertahap sedapat mungkin menggunakan sumber daya yang dimiliki
oleh masyarakat, apabila diperlukan bantuan dari luar bentuknya hanya berupa
perangsang atau pelengkap sehingga tidak semata-mata bertumpu pada bantuan
tersebut.
2. Menumbuhkan dan atau mengembangkan peran serta masyarakat dalam
pembangunan kesehatan.
Peran serta masyarakat di dalam pembangunan kesehatan dapat diukur dengan makin
banyaknya jumlah anggota masyarakat yang mau memanfaatkan pelayanan kesehatan
seperti memanfaatkan Puskesmas, Pustu, Polindes, mau hadir ketika ada kegiatan
penyuluhan kesehatan, mau menjadi kader kesehatan, mau menjadi peserta Tabulin,
JPKM, dan lain sebagainya.
3. Mengembangkan semangat gotong royong dalam pembangunan kesehatan .
Semangat gotong royong yang merupakan warisan budaya masyarakat Indonesia
hendaknya dapat juga ditunjukkan dalam upaya pemeliharaan dan peningkatan derajat
kesehatan masyarakat. Adanya semangat gotong royong ini dapat diukur dengan
melihat apakah masyarakat bersedia bekerjasama dalam peningkatan sanitasi
lingkungan, penggalakan gerakan 3M (Menguras¬, Menutup, Menimbun) dalam upaya
pemberantasan penyakit demam berdarah, dan lain sebagainya.
4. Bekerja bersama masyarakat .
Setiap pembangunan kesehatan hendaknya pemerintah/petugas kesehatan
menggunakan prinsip bekerja untuk dan bersama masyarakat. Maka akan
meningkatkan motivasi dan kemampuan masyarakat karena adanya bimbingan,
dorongan, alih pengetahuan dan keterampilan dari tenaga kesehatan kepada
masyarakat.
5. Menggalang kemitraan dengan LSM dan organisasi kemasyarakatan yang ada
106
dimasyarakat.
Prinsip lain dari penggerakan dan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan
adalah pemerintah/tenaga kesehatan hendaknya memanfaatkan dan bekerja sama
dengan LSM serta organisasi kemasyarakatan yang ada di tempat tersebut. Dengan
demikian upaya pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat lebih
berhasil guna (efektif) dan berdaya guna (efisien).
6. Penyerahan pengambilan keputusan kepada masyarakat
Semua bentuk upaya penggerakan dan pemberdayaan masyarakat termasuk di bidang
kesehatan apabila ingin berhasil dan berkesinambungan hendaknya bertumpu pada
budaya dan adat setempat. Untuk itu penga'mbilan keputusan khususnya yang
menyangkut tata cara pelaksanaan kegiatan guna pemecahan masalah kesehatan yang
ada di masyarakat hendaknya diserahkan kepada masyarakat, pemerintah/tenaga
kesehatan hanya bertindak sebagai fasilitator dan dinamisator. Sehingga masyarakat
merasa lebih memiliki tanggung jawab untuk melaksanakannya, karena pada
hakekatnya mereka adalah subyek dan bukan obyek pembangunan. dan peningkatan
derajat kesehatan masyarakat lebih berhasil guna (efektif) dan berdaya guna (efisien).
7. Penyerahan pengambilan keputusan kepada masyarakat
Semua bentuk upaya penggerakan dan pemberdayaan masyarakat termasuk di bidang
kesehatan apabila ingin berhasil dan berkesinambungan hendaknya bertumpu pada
budaya dan adat setempat. Untuk itu pengambilan keputusan khususnya yang
menyangkut tata cara pelaksanaan kegiatan guna pemecahan masalah kesehatan yang
ada di masyarakat hendaknya diserahkan kepada masyarakat, pemerintah/tenaga
kesehatan hanya bertindak sebagai fasilitator dan dinamisator. Sehingga masyarakat
merasa lebih memiliki tanggung jawab untuk melaksanakannya, karena pada
hakekatnya mereka adalah subyek dan bukan obyek pembangunan.

B. CIRI-CIRI PENGGERAKAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


1. Upaya yang berlandaskan pada penggerakan dan pemberdayaan masyarakat.
2. Adanya kemampuan/kakuatan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.
3. Kegiatan yang segala sesuatunya diatur oleh masyarakat secara sukarela.

107
C. KEMAMPUAN KEKUATAN YANG DIMILIKI OLEH MASYARAKAT
1. Tokoh-tokoh masyarakat
Yang tergolong sebagai tokoh masyarakat adalah semua orang yang memiliki pengaruh
di masyarakat setempat baik Kampung, Kepala Dusun, Kepala Desa) maupun tokoh non
formal (tokoh agama, adat, tokoh pemuda, kepala suku). Tokoh-tokoh masyarakat ini
merupakan kekuatan yang sangat besar yang mampu menggerakkan masyarakat di
dalam setiap upaya pembangunan.
2. Organisasi kemasyarakatan
Organisasi yang ada di masyarakat seperti TPKK, Lembaga Persatuan Pemuda (LPP),
pengajian, dan lain sebagainya merupakan wadah berkumpulnya para angggota dari
masing-masing organisasi tersebut, sehingga upaya penggerakan dan pemberdayaan
masyarakat akan lebih berhasil guna apabila pemerintah/tenaga kesehatan
memanfaatkannya dalam upaya pembangunan kesehatan.
3. Dana masyarakat
Pada golongan masyarakat tertentu, penggalangan dana masyarakat merupakan upaya
yang tidak kalah pentingnya. Tetapi pada golongan masyarakat yang tidak ekonominya
pra-sejahtera, penggalangan dana masyarakat hendaknya dilakukan sekedar agar
mereka merasa ikut memiliki dan bertanggung jawab terhadap upaya pemeliharaan dan
peningkatan derajat kesehatannya. Cara lain yang dapat ditempuh adalah dengan
model tabungan-tabungan atflu sistem asuransi yang bersifat subsidi silang.
4. Sarana dan material yang dimiliki masyarakat
Pendayagunaan sarana dan material yang dimiliki oleh masyarakat seperti peralatan,
batu kali, bambu, kayu dan lain sebagainya untuk pembangunan kesehatan akan
menumbuhkan rasa tanggung jawab dan ikut memillki masyarakat. Kampung, Kepala
Dusun, Kepala Desa) maupun tokoh non formal (tokoh agama, adat, tokoh pemuda,
kepala suku). Tokoh-tokoh masyarakat ini merupakan kekuatan yang sangat besar yang
mampu menggerakkan masyarakat di dalam setiap upaya pembangunan.
5. Pengetahuan masyarakat
Masyarakat memiliki pengetahuan yang bermanfaat bagi pembangunan kesehatan
masyarakat, seperti pengetahuan tentang obat tradisional (asli Indonesia),
pengetahuan mengenai penerapan teknologi tepat guna untuk pembangunan fasilitas
108
kesehatan di wilayahnya misalnya penyaluran air menggunakan bambu, dll.
Pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat tersebut akan meningkatkan keberhasilan
upaya pembangunan kesehatan.
6. Teknologi yang dimiliki masyarakat
Masyarakat juga telah memiliki teknologi tersendiri dalam memecahkan masalah yang
dialaminya, teknologi ini biasanya bersifat sederhana tapi tepat guna. Untuk itu
pemerintah sebaiknya memanfaatkan tekonologi yang dimiliki oleh masyarakat tersebut
dan apabila memungkinkan dapat memberikan saran teknis guna meningkatkan hasil
gunanya.
7. Pengambilan keputusan
Apabila tahapan penemuan masalah dan perencanaan kegiatan pemecahan masalah
kesehatan telah dapat dilakukan oleh masyarakat, maka pengambilan keputusan
terhadap upaya pemecahan masalahnya akan lebih baik apabila dilakukan oleh
masyarakat sendiri. Dengan demikian kegiatan pemecahan masalah kesehatan tersebut
akan berkesinambungan karena masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab
terhadap kegiatan yang mereka rencanakan sendiri.
Dalam memfasilitasi penggerakan dan memberdayaan masyarakat yang perlu diketahui
adalah bagaimana mengidentifikasi potensi sumber daya, mencari peluang yang ada di
Kampung, Kepala dusun, Kepala desa) maupun tokoh non formal (tokoh agama, adat,
tokoh pemuda, kepala suku). Tokoh-tokoh masyarakat ini merupakan kekuatan yang
sangat besar yang mampu menggerakkan masyarakat di dalam setiap upaya
pembangunan.

D. PEMBINAAN DUKUN BAYI


1. Pengertian
a. Dukun bayi adalah seorang anggota masyarakat pada umumnya seorang wanita
yang mendapat kepercayaan serta memiliki ketrampilan menolong persalinan secara
turun menurun, belajar secara praktis atau cara lain yang menjurus kearah peningkatan
ketrampilan tersebut serta memiliki petugas kesehatan.
109
b. Pembinaan adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang, masyarakat,
pemerintah dalam rangka meningkatkan keterampilan dan mempersempit kewenangan
sesuai dengan fungsi dan tugasnya.
c. Kemitraan adalah kerjasama yang didasarkan atas kesepakatan¬ kesepakatan
bersama antara beberapa pihak yang terkait.
2. Peran Dukun Bayi
Perbedaan antara peran dukun bayi jaman sekarang dan jaman dulu.
a. Jaman Dahulu
1) Melakukan pemeriksaan ibu hamil.
2) Menolong persalinan.
3) Merawat ibu nifas dan bayi.
4) Menganjurkan ibu hamil dan nifas untuk berpantang makanan tertentu.
5) Melarang ibu untuk ber KB sebelum 7 bulan pasca persalinan.
6) Melarang bayi diimunisasi.
b. Jaman Sekarang.
1) Merujuk ibu hamil ke petugas kesehatan.
2) Merujuk ibu bersalin ke petugas kesehatan dan tidak boleh menolong persalinan.
3) Membantu merawat ibu nifas dan bayi.
4) Melarang ibu berpantang makanan tertentu sesuai dengan petunjuk kesehatan.
5) Memotivasi ibu untuk segera berKB, ASI eklusif dan segera imunisasi.
3. Tujuan Pembinaan dan Kemitraan Dukun Bayi dan Bidan
Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia utamanya mempercepat penurunan
AKI dan AKB.
4. Manfaat Pembinaan dan Kemitraan Dukun Bayi
a. Meningkatkan mutu ketrampilan dukun bayi dalam memberikan pelayanan sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
b. Meningkatkan ke~asama antara dukun bayi dan bidan.
c. Meningkatkan cakupan persalinan dengan petugas kesehatan.
5. Program pembinaan dukun bayi meliputi :
a. Fase I : Pendaftaran dukun
1) Semua dukun yang berpraktek didaftar dan diberikan tanda terdaftar.
2) Dilakukan assesment mengenai pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka dalam
110
penanganan kehamilan dan persalinan.
b. Fase II : Pelatihan
1) Dilakukan pelatihan sesuai dengan hasil assesment.
2) Diberikan sertifikat.
3) Dilakukan penataan kembali tugas dan wewenang dukun dalam pelayanan
kesehatan ibu.
4) Yang tidak dapat sertifikat tidak diperkenankan praktek.
c. Fase III : Pelatihan oleh tenaga terlatih
1) Persalinan hanya boleh ditolong oleh tenaga terlatih.
2) Pendidikan bidan desa diprioritaskan pada anak/keluarga dukun.

Referensi :
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of
Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan
Desa Siaga. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Pusat Promosi Kesehatan.

Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat,
Jakarta.

Depkes RI. (2006). Manajemen BBLR untuk Bidan. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2003). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.

111
Depkes RI. (2002). Pelatihan Konseling Pasca Keguguran. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Profesi Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Kompetensi Bidan Indonesia. Jakarta


Depkes RI. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga . Depkes RI. Jakarta.
Depkes RI. (1999). Buku Pedoman Pengenalan Tanda Bahaya pada Kehamilan,
Persalinan dan Nifas, Departemen kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Tim
Penggerak PKK dan WHO. Jakarta.
Effendy Nasrul. (1998). Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. EGC.
Jakarta.
International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan diadopsi oleh seluruh
organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of International
Gynecologist Obstetrition (FIGO).

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi Dan


Praktik Bidan;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 741/MENKES/per/VII/2008 tentang Standar


Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Tehnis


Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi


Bidan.

Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter Bidan.
Yogyakarta.
Markum. A.H. dkk. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
112
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan

Pelayanan Obtetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) Asuhan Neonatal


Essensial. 2008.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan


Soetjiningsih. (1998). Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta.
Syahlan, J.H. (1996). Kebidanan Komunitas. Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan.
Widyastuti, Endang. (2007). Modul Konseptual Frame work PWS-KIA Pemantauan dan
Penelusuran Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Neonatal. Unicef.

Diposkan oleh ERA Blogger di 05:41


Label: Kebidanan Komunitas (Askeb V)

113

Anda mungkin juga menyukai