3
Pembangunan kesehatan di Indonesia dewasa ini masih diwarnai oleh rawannya derajat
kesehatan ibu dan anak, terutama pada kelompok yang paling rentan yaitu ibu hamil,
ibu bersalin dan nifas, serta bayi pada masa perinatal, yang ditandai dengan masih
tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Perinatal (AKP).
Salah satu upaya yang mempunyai dampak relatif cepat terhadap penurunan AKI dan
AKP adalah dengan penyediaan pelayanan kebidanan berkualitas yang dekat dengan
masyarakat dan didukung dengan peningkatan jangkauan dan kualitas pelayanan
rujukan. Sebanyak 30% bidan memberikan pelayanan praktek perorangan (IBI, 2002),
dengan berbagai jenis pelayanan yang diberikan yaitu pelayanan kontrasepsi suntik
58%, kontrasepsi pil, IUD dan implant 25%, dan pelayanan pada ibu hamil dan bersalin
masing-masing 93% dan 66%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bidan
mempunyai peran besar dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak di
masyarakat.
Mengingat peran besar dalam pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi
tersebut maka berbagai program telah dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan Bidan Praktek Swasta agar sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku.
Salah satu upaya IBI ialah bekerja sama dengan BKKBN dan Departemen Kesehatan
serta dukungan dan bantuan teknis dari USAID melalui program STARH (Sustaining
Technical Assistance in Reproductive Health) tahun 2000 – 2005 dan HSP (Health
Services Program) tahun 2005 – 2009 mengembangkan program Bidan Delima untuk
peningkatan kualitas pelayanan Bidan Praktek Swasta dan pemberian penghargaan bagi
mereka yang berprestasi dalam pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan
Reproduksi.
2. Kerangka Pikir Bidan Delima
Pelayanan bidan di Indonesia mempunyai akar yang kuat sejak zaman Belanda, dan
mengalami pasang surut sepanjang zaman kemerdekaan terutama ditinjau dari segi
penyelenggaraan pendidikan sebagai institusi yang mempersiapkan bidan sebelum
diterjunkan untuk memberikan pelayanan di masyarakat. Riwayat pendidikan bidan di
Indonesia sangat fluktuatif dan mengalami pasang surut, dengan sendirinya
menghasilkan kinerja pelayanan bidan yang bervariasi.
Kemajuan dunia global yang pesat baik di bidang teknologi informasi, pengetahuan dan
teknologi kesehatan termasuk kesehatan reproduksi berdampak pada adanya
4
persaingan yang ketat dalam bidang pelayanan kesehatan. Tuntutan masyarakat pada
saat ini adalah pelayanan yang berkualitas, aman, nyaman, dan terjangkau. Hal ini
mendorong bidan untuk siap, tanggap serta mampu merespon dan mengantisipasi
kemajuan zaman dan kebutuhan masyarakat.
Disisi lain IBI sebagai organisasi profesi yang dalam tujuan filosofisnya melakukan
pembinaan dan pengayoman bagi anggotanya juga terus berupaya untuk mencari
terobosan guna tercapainya peningkatan profesionalisme para anggotanya.
3. Pengertian Bidan Delima
Bidan Delima adalah suatu program terobosan strategis yang mencakup :
a. Pembinaan peningkatan kualitas pelayanan bidan dalam lingkup Keluarga Berencana
(KB) dan Kesehatan Reproduksi.
b. Merk Dagang/Brand.
c. Mempunyai standar kualitas, unggul, khusus, bernilai tambah, lengkap, dan memiliki
hak paten.
d. Rekrutmen Bidan Delima ditetapkan dengan kriteria, system, dan proses baku yang
harus dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan.
e. Menganut prinsip pengembangan diri atau self development, dan semangat tumbuh
bersama melalui dorongan dari diri sendiri, mempertahankan dan meningkatkan
kualitas, dapat memuaskan klien beserta keluarganya.
f. Jaringan yang mencakup seluruh Bidan Praktek Swasta dalam pelayanan Keluarga
Berencana dan Kesehatan Reproduksi.
4. Tujuan
a. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
b. Meningkatkan profesionalitas Bidan.
c. Mengembangkan kepemimpinan Bidan di masyarakat.
d. Meningkatkan cakupan pelayanan Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana.
e. Mempercepat penurunan angka kesakitan dan kematian Ibu, Bayi dan Anak.
5. Logo Bidan Delima
Referensi :
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of
Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan
Desa Siaga. Depkes. Jakarta.
Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Pusat Promosi Kesehatan.
Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
7
(PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat,
Jakarta.
Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter Bidan.
Yogyakarta.
Markum. A.H. dkk. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan
9
A. PENGERTIAN
Register kohort adalah sumber data pelayanan ibu hamil, ibu nifas, neonatal, bayi dan
balita.
B. TUJUAN
Untuk mengidentifikasi masalah kesehatan ibu dan neonatal yang terdeteksi di rumah
tangga yang teridentinfikasi dari data bidan.
Bersama-sama dengan Bidan desa, pendataan ibu hamil, ibu bersalin, neonatal, bayi
dan balita dapat diIakukan. Dengan mendata seluruh ibu hamil yang ada di suatu
komunitas tanpa terIewatkan yang dilakukan oleh kader dan dukun bayi kemudian
bidan desa memasukan seluruh data ibu hamil ke dalam kohort yang telah disediakan di
Pusesmas, sehingga data yang ada di desa pun dimiliki puskesmas.
Dengan Puskesmas juga memiliki data dasar, bidan desa dan Puskesmas dalam hal ini
bidan puskesmas dan timnya dapat memonitor dan mengikuti setiap individu yang ada
10
didaerah tersebut.
Dengan puskesmas memiliki seluruh data ibu hamil dan bidan desa memberikan
pemeriksaan seluruh ibu hamil tanpa melihat apakah ibu hamil lersebut mempunyai
faktor resiko atau tidak, sehingga dapat menyelamatkan jiwa ibu dan anak yang
dikandung.
Akses :Kontak pertama kali dengan tenaga kesehatan tidak memandang usia kehamilan
dengan rambu-rambuΟ
35. Penolong Persalinan, diisi tanggal penolong persalinan tenaga kesehatan
36. Diisi tanggal bila yang menolong bukan nakes.
37. Hasil akhir Kehamilan : Abortus diisi tanggal kejadian abortus
38. Diisi lahir mati
39. Diisi BB bila BBL < 2500 gram
40. Diisi BB bila BBL > 2500 gram
41. Keadaan ibu bersalin,di beri tanda v bila sehat
42. Dijelaskan sakitnya
43. Diisi sebab kematiaannya
44. Diisi v (rumput)
45. Diisi apabila pindah, atau yang perlu diterangkan
1. Diisi nomor urut. Sebaiknya nomor urut bayi disesuaikan dengan nornor urut ibu
pada register kohort ibu.
2. Disi nomor indeks dari Family Folder
3. sd 7 jelas
8. Diisi angka berat bayi lahir dalam gram sd 10 diisi tanggal pemeriksaan neonatal oleh
tenaga kesehatan
12
11. Diisi tanggal pemeriksaan post neonatal oleh petugas kesehatan
12. sd 23 Diisi hasil penimbangan bayi dalam kg dan rambu gizi yaitu : N = naik, T =
turun, R = Bawah garis titik¬ – titik (BGT), BGM = Bawah garis merah
24. sd 35 Diisi tanggal bayi tersebut mendapat immunisasi
36. Diisi tanggal bayi ditemukan meninggal.
37. Diisi penyebab kematian bayi tersebut
38. Diisi bila bayi pindah atau ada kolom yang perlu keterangan.
Referensi :
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of
Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan
Desa Siaga. Depkes. Jakarta.
Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Pusat Promosi Kesehatan.
Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat,
Jakarta.
Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter Bidan.
Yogyakarta.
Markum. A.H. dkk. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan
Referensi :
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of
18
Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan
Desa Siaga. Depkes. Jakarta.
Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Pusat Promosi Kesehatan.
Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat,
Jakarta.
Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter Bidan.
Yogyakarta.
Markum. A.H. dkk. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan
21
kesehatan sehingga persalinan tersebut berjalan dengan aman dan selamat.
Kebutuhan akan darah dari tahun ke tahun semakin meningkat yaitu mencapai 3 juta
kantong per tahun. Sementara PMI setiap tahunnya hanya dapat mengumpulkan
sekitar 1.2 juta kantong. Masih kurangnya jumlah kantong darah yang harus
dikumpulkan disebabkan masih minimnya geliat masyarakat untuk mendonorkan darah
mereka. Oleh karena itu perlu dilakukan penggalangan Donor Darah Sukarela (DDS).
Dari sudut medis tindakan menyumbang darah merupakan kebiasaan baik bagi
kesehatan pendonor. Salah satunya, dengan berdonor darah secara teratur secara tidak
langsung pendonor telah melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur pula.
Karena sebelum mendonorkan darah terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan kesehatan
secara lengkap.
Darah yang disumbangkan dapat expired (kedaluwarsa) bila tidak terpakai. Sel-sel
darah merah harus digunakan dalam 42 hari. Platelet harus digunakan dalam 5 hari,
dan plasma dapat dibekukan dan digunakan dalam jangka waktu 1 tahun. Selain itu,
donor darah akan membantu menurunkan risiko terkena serangan jantung dan masalah
jantung lainnya. Penelitian menunjukkan, mendonorkan darah akan mengurangi
kelebihan zat besi dalam tubuh. Walau masih perlu penelitian lagi untuk
memastikannya, kelebihan zat besi diduga berperan menimbulkan kelainan pada
jantung. Kelebihan itu akan membuat kolesterol jahat (LDL) membentuk ateros/derosis
(plak lemak yang akan menyumbat pembuluh darah).
Jika donor darah dilakukan 2-3 kali setahun, atau setiap 4 bulan sekali, diharapkan
kekentalan darah berkurang sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya
penyumbatan pembuluh darah. Sistem produksi sel - sel darah juga akan terus terpicu
untuk memproduksi sel-sel darah baru yang akan membawa oksigen keseluruh jaringan
tubuh. Sirkulasi darah yang baik akan meningkatkan metabolisme dan merevitalisasi
tubuh.
Siklus pembentukan sel-sel darah baru yang lancar dan metabolisme tubuh yang
berjalan baik, membuat berbagai penyakit dapat dihindarkan. Selama 24 jam setelah
berdonor maka volume darah akan kembali normal. Sel-sel darah akan dibentuk
kembali dalam waktu 4-8 minggu.
Adapun donor darah dapat dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu :
1. Fasilitasi warga untuk menyepakati pentingnya mengetahui golongan darah.
22
2. Jika warga belum mengetahui golongan darahnya, maka perlu dilakukan
pemeriksaan golongan darah bagi seluruh warga yang memenuhi syarat untuk menjadi
donor darah.
3. Hubungi pihak Puskesmas untuk menyelenggarakan pemeriksaan darah. Jika
Puskesmas tidak mempunyai layanan pemeriksaan darah, maka mintalah Puskesmas
melakukan rujukan. Jika diperlukan hubungi unit tranfusi darah PMI terdekat.
4. Buatlah daftar golongan darah ibu hamil dan perkiraan waktu lahir, kumpulkan nama
warga yang mempunyai golongan darah yang sama dengan ibu hamil. Catat nama dan
alamat mereka ataupun cara menghubungi yang tercepat dari semua warga yang
bergolongan darah sama dengan ibu hamil.
5. Usahakan semua ibu hamil memiliki daftar calon donor darah yang sesuai dengan
golongan darahnya.
6. Buatlah kesepakatan dengan para calon donor darah untuk selalu siap 24 jam,
sewaktu-waktu ibu hamil memerlukan tranfusi.
7. Buat kesepakatan dengan Unit Tranfusi darah, agar para warga yang telah bersedia
menjadi pendonor darah diprioritaskan untuk diambil darahnya, terutama tranfusi bagi
ibu bersalin yang membutuhkannya.
8. Kader berperan memotivasi serta mencari sukarelawan apabila ada salah seorang
warganya yang membutuhkan darah.
Referensi :
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of
Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan
Desa Siaga. Depkes. Jakarta.
Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Pusat Promosi Kesehatan.
Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
23
Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat,
Jakarta.
24
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Tehnis
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter Bidan.
Yogyakarta.
Markum. A.H. dkk. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan
25
Minggu, 07 Februari 2010
PENGEMBANGAN WAHANA/FORUM PSM BERPERAN DALAM
BERBAGAI KEGIATAN
AMBULAN DESA
By Eny Retna Ambarwati
1. Pengertian.
a. Ambulan desa adalah salah satu bentuk semangat gotong royong dan saling peduli
sesama warga desa dalam sistem rujukan dari desa ke unit rujukan kesehatan yang
berbentuk alat transportasi.
b. Ambulan desa adalah suatu alat transportasi yang dapat digunakan untuk
mengantarkan warga yang membutuhkan pertolongan dan perawatan di tempat
pelayanan kesehatan.
2. Tujuan
a. Tujuan umum.
Mempercepat penurunan AKI karena hamil, nifas dan melahirkan.
b. Tujuan khusus.
Mempercepat pelayanan kegawat daruratan masa1ah kesehatan, bencana serta
kesiapsiagaan mengatasi masalah kesehatan yang terjadi atau mungkin terjadi.
3. Sasaran
Pihak-pihak yang berpengaruh terhadap perubahan prilaku individu dan keluarga yang
dapat menciptakan iklim yang kondusif terhadap perubahan prilaku tersebut. Semua
26
individu dan keluarga yang tanggap dan peduli terhadap permasalahan kesehatan
dalam hal ini kesiapsiagaan memenuhi sarana transportasi sebagai ambulan desa.
4. Kriteria
a. Kendaraan yang bermesin yang sesuai standart (mobil sehat)
b. Mobil pribadi, perusahaan, pemerintah pengusaha .
c. ONLINE (siap pakai)
5. Indikator Proses Pembentukan Ambulan Desa.
a. Ada forum kesehatan desa yang aktf
b. Gerakan bersama atau gotong royong oleh masyarakat dalam upaya mencegah dan
mengatasi masalah kesehatan. bencana serta kegawat daruratan kesehatan dengan
pengendalian faktor resikonya.
c. UKBM berkualitas
d. Pengamatan dan pemantauan masalah kesehatan.
e. Penurunan kasus masalah kesehatan, bencana atau kegawat daruratan kesehatan.
Referensi :
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of
Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan
Desa Siaga. Depkes. Jakarta.
Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Pusat Promosi Kesehatan.
Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat,
Jakarta.
27
Depkes RI. (2006). Manajemen BBLR untuk Bidan. Depkes. Jakarta.
29
Minggu, 07 Februari 2010
PENGEMBANGAN WAHANA/FORUM PSM BERPERAN DALAM
BERBAGAI KEGIATAN
TABULIN
By Eny Retna Ambarwati
1. Definisi
Tabulin adalah tabungan sosial yang dilakukan oleh calon pengantin, ibu hamil dan ibu
yang akan hamil maupun oleh masyarakat untuk biaya pemeriksaan kehamilan dan
persalinan serta pemeliharaan kesehatan selama nifas. penyetoran tabulin dilakukan
sekali untuk satu masa kehamilan dan persalinan ke dalam rekening tabulin.
2. Tujuan
a. Meningkatkan pemahaman, pengetahuan, pengelola dan masyarakat tentang tabulin.
b. Meningkatkan kemampuan para pengelola dan masyarakat dalam mengenali masalah
potensi yang ada dan menemukan alternative pemecahan masalah yang berkaitan
dengan ibu hamil dan nifas.
c. Meningkatkan kesadaran, kepedulian pengelola dan masyarakat dalam penggerakan
ibu hamil untuk ANC, persalinan dengan tenaga kesehatan, PNC, serta penghimpunan
dana masyarakat untuk ibu hamil, bersalin dan ambulan desa
Referensi :
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of
Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan
Desa Siaga. Depkes. Jakarta.
Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
30
Pusat Promosi Kesehatan.
Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat,
Jakarta.
Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter Bidan.
Yogyakarta.
Markum. A.H. dkk. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan
32
Minggu, 07 Februari 2010
PENGEMBANGAN WAHANA/FORUM PSM BERPERAN DALAM
BERBAGAI KEGIATAN
KB – KIA
By Eny Retna Ambarwati
1. Definisi
KB – KIA adalah kegiatan kelompok belajar kesehatan ibu dan anak yang anggotanya
meliputi ibu hamil dan menyusui.
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Agar ibu hamil dan menyusui tahu cara yang baik untuk menjaga kesehatan sendiri dan
anaknya, tahu pentingnya pemeriksaan ke puskesmas dan posyandu atau tenaga
kesehatan lain pada masa hamil dan menyusui serta adanya keinginan untuk ikut
menggunakan kontrasepsi yang efektif dan tepat.
b. Tujuan Khusus
Memberi pengetahuan kepada ibu tentang hygiene perorangan pentingnya menjaga
kesehatan, kesehatan ibu untuk kepentingan janin, jalannya proses persalinan,
persiapan menyusui dan KB.
3. Kebijakan
a. Kegiatan harus disesuaikan dengan kesehatan ibu dan masalah yang ada.
b. Pelaksanaannya dilakukan setiap minggu dengan materi dasar yang harus di review
terus.
c. Metode yang digunakan adalah demonstrasi dengan materi dan pembicara berganti -
ganti.
d. Tenaga pelatih atau pengajar adalah orang yang ahli di bidangnya.
e. Tempat pertemuan adalah di ruang tunggu puskesmas, kelurahan atau tempat lain
yang dikenal masyarakat.
f. Lamanya pelatihan tiap hari tidak lebih dari 1 jam.
33
g. Beri teori 20 menit, selebihnya adalah demontrasi
4. Materi Kegiatan
a. Pemeliharaan diri waktu hamil
b. Makanan ibu dan bayi
c. Pencegahan infeksi dengan imunisasi
d. Keluarga Berencana
e. Perawatan payudara dan hygiene perorangan.
f. Rencana persalinan
g. Tanda-tanda persalinan
5. Kegiatan yang dilakukan
a. Pakaian dan perawatan bayi
b. Contoh makanan sehat untuk ibu hamil dan menyusui
c. Makanan bayi
d. Perawatan payudara sebelum dan setelah persalinan
e. Peralatan yang diperlukan ibu hamil dan menyusui
f. Cara memandikan bayi
g. Demontrasi tentang alat kontrsepsi dan cara penggunaanya
6. Pelaksana
a. Pelaksana utama meliputi dokter puskesmas, pengelola KIA, Kader, Bidan.
b. Pelaksana pendukung meliputi camat, kades, pengurus LKMD, tokoh masyarakat.
c. Pelaksana pembina meliputi sub din KIA Propinsi, tim pengelola KIA kabupaten.
7. Faktor Penentu Keberhasilan
a. Faktor manusia
b. Faktor sarana (tempat)
c. Faktor prasarana (fasilitas).
Referensi :
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of
Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan
Desa Siaga. Depkes. Jakarta.
34
Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Pusat Promosi Kesehatan.
Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat,
Jakarta.
35
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi Dan
Praktik Bidan;
Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter Bidan.
Yogyakarta.
Markum. A.H. dkk. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan
36
PENGEMBANGAN WAHANA/FORUM PSM BERPERAN DALAM
BERBAGAI KEGIATAN
DASA WISMA
By Eny Retna Ambarwati
Dasa wisma adalah kelompok ibu berasal dari 10 rumah yang bertetangga. Kegiatannya
diarahkan pada peningkatan kesehatan keluarga. Bentuk kegiatannya seperti arisan,
pembuatan jamban, sumur, kembangkan dana sehat (PMT, pengobatan ringan,
membangun sarana sampah dan kotoran)
Referensi :
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of
Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan
Desa Siaga. Depkes. Jakarta.
Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Pusat Promosi Kesehatan.
Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat,
Jakarta.
37
Depkes RI. (2002). Pelatihan Konseling Pasca Keguguran. Depkes. Jakarta.
Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter Bidan.
Yogyakarta.
Markum. A.H. dkk. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
38
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan
39
POSYANDU
By Eny Retna Ambarwati
Posyandu merupakan salah satu UKBM yang sudah sangat luas dikenal di masyarakat
dan telah masuk dalam bagian keseharian kehidupan sosial di pedesaan maupun
perkotaan.
1. Pengertian
a. Suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat oleh
dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis dalam mengembangkan sumber
daya manusia sejak dini.
b. Pusat kegiatan masyarakat dalam upaya kesehatan dan keluarga berencana (Nasrul
Effendi : 1998).
c. Kegiatan posyandu merupakan kegiatan nyata yang melibatkan partisipasi
masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dari masyarakat, yang dilaksanakan oleh
kader-kader kesehatan yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari
puskesmas mengenai pelayanan kesehatan dasar (Nasrul Effendi : 1998).
d. Posyandu adalah pusat pelayanan keluarga berencana dan kesehatan yang dikelola
dan diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas
kesehatan dalam rangka pencapaian NKBBS (Nasrul Effendi : 1998).
2. Tujuan posyandu
a. Mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak.
b. Peningkatan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR (Infant Mortality
Rate/Angka Kematian Bayi).
c. Mempercepat penerimaan NKKBS.
d. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan
dan kegiatan- kegiatan lain yang menunjang peningkatan kemampuan hidup sehat.
e. Pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam usaha
meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada penduduk berdasarkan letak
geografi.
f. Peningkatan dan pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka alih teknologi
untuk swakelola usaha-usaha kesehatan masyarakat.
40
3. Sasaran posyandu
a. Bayi berusia kurang dari 1 tahun.
b. Anak balita usia 1 – 5 tahun.
c. Ibu hamil.
d. Ibu menyusui.
e. Ibu nifas.
f. Wanita usia subur.
4. Kegiatan posyandu
a. Lima (5) kegiatan posyandu (panca krida posyandu)
1) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
2) Keluarga Berencana (KB)
3) Imunisasi
4) Peningkatan Gizi
5) Penanggulangan Diare.
b. Tujuh (7) kegiatan posyandu (sapta krida posyandu)
1) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
2) Keluarga Berencana (KB)
3) Imunisasi
4) Peningkatan Gizi
5) Penanggulangan Diare
6) Sanitasi Dasar
7) Penyediaan Obat Essensial
8) Pembentukan Posyandu
5. Pembentukan Posyandu
a. Posyandu dibentuk dari pos-pos yang telah ada seperti pos penimbangan balita, pos
immunisasi, pos keluarga berencana, pos kesehatan, pos lainnya yang bentuk baru.
b. Persyaratan posyandu
1) Penduduk RW tersebut paling sedikit terdapat 100 orang balita.
2) Terdiri dari 120 kepala keluarga.
3) Disesuaikan dengan kemampuan petugas (bidan desa).
4) Jarak antara kelompok rumah, jumlah KK dalam 1 tempat atau kelompok tidak
terlalu jauh.
41
c. Alasan pendirian posyandu
1) Posyandu dapat memberikan pelayanan kesehatan khususnya dalam upaya
pencegahan penyakit dan pertolongan pertama pada kecelakaan sekaligus dengan
pelayanan KB.
2) Posyandu dari masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat sehingga
menimbulkan rasa memiliki masyarakat terhadap upaya dalam bidang kesehatan dan
keluarga berencana.
6. Penyelenggara posyandu
a. Pelaksana kegiatan adalah anggota masyarakat yang telah dilatih menjadi kader
kesehatan setempat di bawah bimbingan puskesmas.
b. Pengelola posyandu adalah pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang berasal dari
kader PKK, tokoh masyarakat formal dan informal serta kader kesehatan yang ada di
wilayah tersebut.
7. Lokasi/letak posyandu
a. Berada di tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat.
b. Ditentukan oleh masyarakat itu sendiri.
c. Dapat merupakan lokal tersendiri.
d. Bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan di rumah penduduk, balai rakyat, pos
RT/RW atau pos lainnya.
8. Pelayanan Posyandu
a. Pelayanan kesehatan yang dijalankan
1) Pemeliharaan kesehatan bayi dan balita
2) Penimbangan bulanan
3) PMT yang berta badannya kurang
4) Immunisasi bayi 3-14 bulan
5) Pemberian oralit yang menanggulangi diare
6) Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama
b. Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui, dan pasangan usia subur
1) pemeriksaan kesehatan umum
2) Pemeriksaan kehamilan dan nifas
3) Pelayanan peningkatan gizi melalui pemberian vitamin dan pil penambah darah
4) Immnunisasi TT untuk ibu hamil
42
5) Peyuluhan kesehatan dan KB
6) Pemberian alat kontrasepsi KB
7) Pemberian oralit pada ibu yang terkena diare
8) Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama
9) Pertolongan petama pada kecelakaan
9. Sistem informasi di posyandu (sistem lima meja)
a. Meja I
Layanan meja I merupakan layanan pendaftaran, kader melakukan pendaftaran pada
ibu dan balita yang datang ke Posyandu. Alur pelayanan posyandu menjadi terarah dan
jelas dengan adanya petunjuk di meja pelayanan. Petunjuk ini memudahkan ibu dan
balita saat datang, sehingga antrian tidak terlalu panjang atau menumpuk di satu meja.
b. Meja II
Layanan meja II merupakan layanan penimbangan.
c. Meja III
Kader melakukan pencatatan pada buku KIA setelah ibu dan balita mendaftar dan di
timbang. Pencatatan dengan mengisikan berat badan balita ke dalam skala yang di
sesuaikan dengan umur balita. Di atas meja terdapat tulisan yang menunjukan
pelayanan yang di berikan.
d. Meja IV
Diketahuinya berat badan anak yang naik atau yang tidak naik, ibu hamil dengan resiko
tinggi, pasangan usia subur yang belum mengikuti KB, penyuluhan kesehatan,
pelayanan PMT, oralit, vitamin A, tablet zat besi, pil ulangan, kondom.
e. Meja V
Pemberian makanan tambahan pada bayi dan balita yang datang ke posyandu dilayani
di meja V. Kader menyiapkan nasi, lauk, sayur dan buah-buahan yang akan dibagikan
sebelum pelaksanaan Posyandu. Pemberian makanan tambahan bertujuan
mengingatkan ibu untuk selalu memberikan makanan bergizi kepada bayi dan
balitanya.
Indikator pelayanan di Posyandu atau di Pos Penimbangan Balita menggunakan
indiktor-indikator SKDN dimana :
1) S adalah jumlah seluruh balita yang ada dalam wilayah kerja posyandu
2) K adalah jumlah Balita yang ada di wilayah kerja posyandu yang mempunyai KMS
43
( Kartu Menujuh Sehat)
3) D adalah Jumlah Balita yang datang di posyandu dan menimbang berat badannya
4) N adalah jumlah balita yang ditimbang bebrat badannya mengalami peningkatan
bebrat badan dibanding bulannya sebelumnya.
10. Prinsip dasar posyandu
a. Posyandu merupakan usaha masyarakat dimana terdapat perpaduan antara
pelayanan profesional dan non prosfesional.
b. Adanya kerjasama lintas program yang baik (KIA, KB, Gizi, Imunisasi,
penanggulangan diare) maupun lintas sektoral (Departemen Kesehatan RI, Departemen
dalam negeri, BKKBN).
c. Kelembagaan masyarakat (pos desa, kelompok timbang/pos timbang, pos imunisasi,
pos kesehatan, dll).
d. Mempunyai sasaran penduduk yang sama (Bayi 0-1 tahun, anak balita 1-5 tahun, ibu
hamil, PUS).
e. Pendekatan yang digunakan adalah pengembangan dan PKMD/PHC.
11. Kategori posyandu
a. Posyandu Pratama (warna merah) dengan kriteria posyandu yang belum mantap,
kegiatannya belum rutin tiap bulan, kader aktifnya terbatas.
b. Posyandu Madya (warna kuning) dengan kriteria kegiatannya >8x/tahun, kader >5
orang, cakupan program utama (KB, KIA, Gizi, Imunisasi) rendah yaitu 50%,
kelestarian posyandu baik.
c. Posyandu Purnama (warna hijau).
d. Posyandu Mandiri (warna biru).
12. Indikator posyandu
a. Frekwensi penimbangan pertahun
Seharusnya kegiatan ini dilakukan tiap bulan (12x/tahun). Tapi kenyataannya tidak
semua posyandu berfungsi setiap bulan, maka diambil batasan 8x/tahun. Rawan
apabila frekuensi penimbangan <8x/tahun, sedangkan cukup mapan apabila frekuensi
penimbangan 8x/tahun.
b. Rata-rata jumlah kader tugas pada hari “H” posyandu.
Baik, bila jumlah kader ≥5 orang sedangkan kurang, bila jumlah kader <5 orang.
c. Cakupan D/S.
44
Baik jika D/S mencapai ≥ 50% sedangkan kurang jika D/S mencapai < 50 % (belum
mantap).
Referensi :
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of
Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan
Desa Siaga. Depkes. Jakarta.
Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Pusat Promosi Kesehatan.
Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat,
Jakarta.
Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter Bidan.
Yogyakarta.
Markum. A.H. dkk. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan
1. Latar belakang
Pengembangan pelayanan kesehatan di posyandu meliputi : KIA, KB, imunisasi,
perbaikan gizi dan penanggulangan diare mempunyai kontribusi terhadap penurunan
AKB dan anak balita. Adanya keterbatasan dalam pelayanan posyandu yaitu pelayanan
47
kesehatan bagi ibu tidak dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga perlu diupayakan
peningkatan pelayanan kesehatan ibu melalui polindes. Adanya kebijakan dari
Departemen Kesehatan untuk menempatkan tenaga bidan di desa di bawah pembinaan
dokter puskesmas.
2. Pengertian polindes
Merupakan salah satu bentuk UKBM (Usaha Kesehatan Bagi Masyarakat) yang didirikan
masyarakat oleh masyarakat atas dasar musyawarah, sebagai kelengkapan dari
pembangunan masyarakat desa, untuk memberikan pelayanan KIA-KB serta pelayanan
kesehatan lainnya sesuai dengan kemampuan Bidan.
3. Kajian makna polindes
a. Polindes merupakan salah satu bentuk PSM dalam menyediakan tempat pertolongan
persalinan dan pelayanan KIA, termasuk KB di desa.
b. Polindes dirintis di desa yang telah mempunyai bidan yang tinggal di desa tersebut.
c. PSM dalam pengembangan polindes dapat berupa penyediaan tempat untuk
pelayanan KIA (khususnya pertolongan persalinan), pengelolaan polindes, penggerakan
sasaran dan dukungan terhadap pelaksanaan tugas bidan di desa.
d. Peran bidan desa yang sudah dilengkapi oleh pemerintah dengan alat-alat yang
diperlukan adalah memberikan pelayanan kebidanan kepada masyarakat di desa
tersebut.
e. Polindes sebagai bentuk PSM secara organisatoris berada di bawah seksi 7 LKMD,
namun secara teknis berada di bawah pembinaan dan pengawasan puskesmas.
f. Tempat yang disediakan oleh masyarakat untuk polindes dapat berupa ruang/kamar
untuk pelayanan KIA, termasuk tempat pertolongan persalinan yang dilengkapi dengan
sarana air bersih.
g. Tanggung jawab penyediaan dan pengelolaan tempat serta dukungan opersional
berasal dari masyarakat, maka perlu diadakan kesepakatan antara wakil masyarakat
melalui wadah LKMD dengan bidan desa tentang pengaturan biaya operasional dan tarif
pertolongan persalinan di polindes.
h. Dukun bayi dan kader posyandu adalah kader masyarakat yang paling terkait.
4. Persyaratan polindes
a. Tersedianya bidan di desa yang bekerja penuh untuk mengelola polindes.
b. Tersedianya sarana untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi Bidan, antara lain
48
bidan kit, IUD kit, sarana imunisasi dasar dan imunisasi ibu hamil, timbangan, pengukur
Tinggi Badan, Infus set dan cairan D 5 %, NaCl 0,9 %, obat - obatan sederhana dan
uterotonika, buku-buku pedoman KIA, KB dan pedoman kesehatan lainnya, inkubator
sederhana.
c. Memenuhi persyaratan rumah sehat, antara lain penyediaan air bersih, ventilasi
cukup, penerangan cukup, tersedianya sarana pembuangan air limbah, lingkungan
pekarangan bersih, ukuran minimal 3 x 4 m2.
d. Lokasi mudah dicapai dengan mudah oleh penduduk sekitarnya dan mudah
dijangkau oleh kendaraan roda 4.
e. Ada tempat untuk melakukan pertolongan persalinan dan perawatan postpartum
minimal 1 tempat tidur.
5. Tujuan polindes
a. Meningkatnya jangkauan dan mutu pelayanan KIA-KB termasuk pertolongan dan
penanganan pada kasus gagal.
b. Meningkatnya pembinaan dukun bayi dan kader kesehatan.
c. Meningkatnya kesempatan untuk memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan
bagi ibu dan keluarganya.
d. Meningkatnya pelayanan kesehatan lainnya sesuai dengan kewenangan bidan.
6. Fungsi polindes
a. Sebagai tempat pelayanan KIA-KB dan pelayanan kesehatan lainnya.
b. Sebagai tempat untuk melakukan kegiatan pembinaan, penyuluhan dan konseling
KIA.
c. Pusat kegiatan pemberdayaan masyarakat.
7. Kegiatan-kegiatan polindes
a. Memeriksa kehamilan, termasuk memberikan imunisasi TT pada bumil dan
mendeteksi dini resiko tinggi kehamilan.
b. Menolong persalinan normal dan persalinan dengan resiko sedang.
c. Memberikan pelayanan kesehatan ibu nifas dan ibu menyusui.
d. Memberikan pelayanan kesehatan neonatal, bayi, anak balita dan anak pra sekolah,
serta imunisasi dasar pada bayi.
e. Memberikan pelayanan KB.
f. Mendeteksi dan memberikan pertolongan pertama pada kehamilan dan persalinan
49
yang beresiko tinggi baik ibu maupun bayinya.
g. Menampung rujukan dari dukun bayi dan dari kader (posyandu, dasa wisma).
h. Merujuk kelainan ke fasilitas kesehatan yang lebih mampu.
i. Melatih dan membina dukun bayi maupun kader (posyandu, dasa wisma).
j. Memberikan penyuluhan kesehatan tentang gizi ibu hamil dan anak serta peningkatan
penggunaan ASI dan KB.
k. Mencatat serta melaporkan kegiatan yang dilaksanakan kepada puskesmas setempat.
8. Indikator polindes
a. Fisik
Bangunan polindes tampak bersih, tidak ada sampah berserakan, lingkungan yang
sehat, polindes jauh dari kandang ternak, mempunyai ruangan yang cukup untuk
pemeriksaan kehamilan dan pelayanan KIA, mempunyai ruangan untuk pertolongan
persalinan, tempat yang bersih dengan aliran udara/ventilasi yang baik dan terjamin,
mempunyai perabotan dan alat-alat yang memadai untuk pelaksanaan pelayanan.
b. Tempat tinggal bidan di desa
Keberadaan bidan secara terus menerus/menetap menentukan efektivitas pelayanan,
termasuk efektifitas polindes, jarak tempat tinggal bidan yang menetap di desa dengan
polindes akan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan di polindes, bidan yang tidak
tinggal di desa dianggap tidak mungkin melaksanakan pelayanan pertolongan
persalinan di desa.
c. Pengelolaan polindes
Pengelolaan polindes yang baik akan menentukan kualitas pelayanan sekaligus
pemanfaatan pelayanan oleh masyarakat. Kriteria pengelolaan polindes yang baik
adalah keterlibatan masyarakat melalui wadah kemudian dalam menentukan tarif
pelayanan maka tarif yang ditetapkan secara bersama, diharapkan memberikan
kemudahan kepada masyarakat untuk memanfaatkan polindes, sehingga dapat
meningkatkan cakupan dan sekaligus dapat memuaskan semua pihak.
d. Cakupan persalinan
Pemanfaatan pertolongan persalinan merupakan salah satu mata rantai upaya
peningkatan keamanan persalinan, tinggi rendahnya cakupan persalinan dipengaruhi
banyak faktor, diantaranya ketersediaan sumber dana kesehatan, termasuk di
dalamnya keberadaan polindes beserta tenaga profesionalnya yaitu bidan di desa,
50
dihitung secara komulatif selama setahun, meningkatnya cakupan persalinan yang
ditolong di polindes selain berpengaruh terhadap kualitas pelayanan ibu hamil sekaligus
mencerminkan kemampuan bidan itu sendiri, baik di dalam kemampuan teknis medis
maupun di dalam menjalin hubungan dengan masyarakat.
e. Sarana air bersih
Polindes dianggap baik apabila telah tersedia air bersih yang dilengkapi dengan MCK,
tersedia sumber air (sumur, pompa, PDAM) dan dilengkapi pula dengan SPAL.
f. Kemitraan bidan dan dukun bayi.
Merupakan hal yang dianjurkan dalam pelayanan pertolongan persalinan di polindes,
dihitung secara komulatif selama setahun.
g. Dana sehat
Sebagai wahana memandirikan masyarakat untuk hidup sehat yang pada gilirannya
diharapkan akan mampu melestarikan berbagai jenis upaya kesehatan bersumber daya
masyarakat setempat untuk itu perlu dikembangkan ke seluruh wilayah/kelompok
sehingga semua penduduk terliput dana sehat.
h. Kegiatan KIE untuk kelompok sasaran
KIE merupakan salah satu teknologi peningkatan PSM yang bertujuan untuk mendorong
masyarakat agar mau dan mampu memelihara serta melaksanakan hidup sehat sesuai
dengan kemampuan yang dimilikinya, melalui jalinan komunikasi, informasi dan edukasi
yang bersifat praktis dengan keberadaan polindes beserta bidan di tengah-tengah
masyarakat diharapkan akan terjalin interaksi antara bidan dan masyarakat. Interaksi
dengan intensitas dan frekwensi yang cukup tinggi akan dapat mengatasi kesenjangan
informasi kesehatan. Semakin sering bidan menjalankan KIE akan semakin mendorong
masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup sehatnya termasuk di dalam
meningkatkan kemampuan dukun bayi sebagai mitra kerja di dalam memberikan
pelayanan kesehatan ibu hamil. KIE untuk kelompok sasaran seharusnya dilakukan
minimal sekali setiap bulannya dihitung secara komulatif selama setahun.
9. Kategori tingkat perkembangan polindes
a. Pratama.
1) Fisik : belum ada bangunan tetap, belum memenuhi syarat.
2) Tempat tinggal bidan : tidak tinggal di desa yang bersangkutan.
3) Pengelolaan polindes : tidak ada kesepakatan.
51
4) Cakupan persalinan di polindes : <10 %.
5) Sarana air bersih : tersedia air bersih, tapi belum dilengkapi sumber air dan MCK.
6) Cakupan kemitraan bidan dan dukun bayi : <25 %.
7) Kegiatan KIE untuk kelompok sasaran : <6 kali.
8) Dana sehat/JPKM : <50 %.
b. Madya.
1) Fisik : belum ada bangunan tetap, memenuhi syarat.
2) Tempat tinggal bidan : > 3 km.
3) Pengelolaan polindes : ada, tidak tertulis.
4) Cakupan persalinan di polindes : 10 – 15 %.
5) Sarana air bersih : tersedia air bersih, belum ada sumber air, tapi ada MCK.
6) Cakupan kemitraan bidan dan dukun bayi : 25 – 49 %.
7) Kegiatan KIE untuk kelompok sasaran : 6 – 8 kali.
8) Dana sehat/JPKM : < 50 %.
c. Purnama.
1) Fisik : ada bangunan tetap, belum memenuhi syarat.
2) Tempat tinggal bidan : 1 – 3 km.
3) Pengelolaan polindes : ada dan tertulis.
4) Cakupan persalinan di polindes : 20 – 29 %.
5) Sarana air bersih : tersedia air bersih, sumber air dan MCK.
6) Cakupan kemitraan bidan dan dukun bayi : 50 – 74 %.
7) Kegiatan KIE untuk kelompok sasaran : 9 – 12 kali.
8) Dana sehat/JPKM : < 50 %.
d. Mandiri.
1) Fisik : ada bangunan tetap, memenuhi syarat.
2) Tempat tinggal bidan : < 1 km.
3) Pengelolaan polindes : ada dan tertulis.
4) Cakupan persalinan di polindes : > 30 %.
5) Sarana air bersih : tersedia air bersih, sumber air, MCK dilengkapi SPAL.
6) Cakupan kemitraan bidan dan dukun bayi : < 75 %.
7) Kegiatan KIE untuk kelompok sasaran : < 12 kali.
8) Dana sehat/JPKM : ≥ 50 %.
52
10. Prinsip-prinsip polindes
a. Merupakan bentuk UKBM di bidang KIA-KB.
b. Polindes dapat dirintis di desa yang telah mempunyai bidan yang tinggal di desa.
c. Memiliki tingkat peran serta masyarakat yang tinggi, berupa penyediaan tempat
untuk pelayanan KIA, khususnya pertolongan persalinan, pengelolaan polindes,
penggerakan sasaran dan dukungan terhadap pelaksanaan tugas bidan di desa.
d. Dalam pembangunan fisik polindes dapat berupa ruang/ kamar yang memenuhi
persyaratan sehat, dilengkapi sarana air bersih, maupun peralatan minimal yang
dibutuhkan.
e. Kesepakatan dengan masyarakat dalam hal tanggung jawab penyediaan dan
pengelolaan tempat, dukungan operasional dan tarif pelayanan kesehatan di polindes.
f. Menjalin kemitraan dengan dukun bayi.
g. Adanya polindes tidak berarti bidan hanya memberi pelayanan di dalam gedung.
11. Unsur-unsur polindes
a. Adanya bidan di desa.
b. Bangunan atau ruang untuk pelayanan KIA-KB dan pengobatan sederhana.
c. Adanya partisipasi masyarakat
12. Kebijakan penempatan bidan di desa
Membantu penurunan AKI/AKB akibat komplikasi obstetri, khususnya AKP/AKN, dengan
mengatasi berbagai kesenjangan :
Kesenjangan geografis (mendekatkan pelayanan KIA-KB, kesenjangan informasi,
kesenjangan sosial budaya, kesenjangan ekonomi.
13. Yang harus dilakukan oleh bidan
a. Membangun kemitraan dengan masyarakat, tokoh masyarakat, dukun bayi, dll.
b. Meningkatkan profesionalisme.
c. Memobilisasi pendanaan masyarakat dalam bentuk tabulin (tabungan ibu bersalin).
d. Mendorong kemandirian masyarakat dalam bidang kesehatan
14. Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya pemanfaatan polindes
a. Kurangnya promosi.
b. Kurangnya rasa memiliki.
c. Rendahnya partisipasi aparat desa.
d. Fungsi polindes tak memenuhi harapan masyarakat, disamping faktor teknis lain,
53
dimana pengalaman bidan yang masih minimal.
Referensi :
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of
Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan
Desa Siaga. Depkes. Jakarta.
Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Pusat Promosi Kesehatan.
Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat,
Jakarta.
Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter Bidan.
Yogyakarta.
Markum. A.H. dkk. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan
A. PENGERTIAN
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) adalah alat
manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA disuatu wilayah kerja secara
terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA
yang dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan
komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan
komplikasi, bayi, dan balita.
Dengan manajemen PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat menjangkau
seluruh sasaran di suatu wilayah kerja sehingga kasus dengan risiko/komplikasi
kebidanan dapat ditemukan sedini mungkin untuk dapat memperoleh penanganan yang
memadai.
Penyajian PWS KIA juga dapat dipakai sebagai alat motivasi, informasi dan komunikasi
kepada sektor terkait, khususnya aparat setempat yang berperan dalam pendataan dan
56
penggerakan sasaran maupun membantu dalam memecahkan masalah non teknis
misalnya: bumil KEK, rujukan kasus dengan risiko. Pelaksanaan PWS KIA baru berarti
bila dilengkapi dengan tindak lanjut berupa perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan
KIA. PWS KIA dikembangkan untuk intensifikasi manajemen program. Walaupun
demikian, hasil rekapitulasinya di tingkat puskesmas dan kabupaten dapat dipakai untuk
menentukan puskesmas dan desa/kelurahan yang rawan. Demikian pula rekapitulasi
PWS KIA di tingkat propinsi dapat dipakai untuk menentukan kabupaten yang rawan.
B. TUJUAN
1. Umum
Meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA di wilayah kerja puskesmas, melalui
pemantauan cakupan pelayanan KIA di tiap desa secara terus menerus.
2. Khusus
a. Memantau cakupan pelayanan KIA yang dipilih sebagai indikator secara teratur
(bulanan) dan terus menerus.
b. Menilai kesenjangan antara target dengan pencapaian.
c. Menentukan urutan daerah prioritas yang akan ditangani secara intensif.
d. Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang tersedia.
e. Membangkitkan peran pamong dalam menggerakkan sasaran dan mobilisasi sumber
daya.
b) Rumus :
c) Jumlah sasaran bayi dalam 1 tahun dihitung berdasarkan jumlah perkiraan (angka
proyeksi) bayi dalam suatu wilayah tertentu.
d) Contoh perhitungan :
Untuk menghitung jumlah perkiraan bayi di suatu desa Z di Kabupaten Dumai Propinsi
Riau yang mempunyai penduduk sebanyak 1500 jiwa, maka Jumlah bayi = 0,0248 (CBR
Kabupaten Dumai) x 1500 = 37,2. Jadi sasaran bayi di desa Z adalah 37 bayi.
7) Cakupan pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan
a) Dengan indikator ini dapat diketahui jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan ibu
nifas
b) Rumus :
8) Penanganan komplikasi obstetri
a) Indikator ini menunjukkan kemampuan sarana pelayanan kesehatan menangani
kasus – kasus kegawatdaruratan obstetri pada ibu bersalin, yang kemudian
ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya, atau dapat dirujuk ke tingkat pelayanan
yang lebih tinggi.
b) Rumus :
9) Penanganan komplikasi neonatal
a) Indikator ini menunjukkan kemampuan sarana pelayanan kesehatan menangani
kasus – kasus kegawatdaruratan neonatal, yang kemudian ditindaklanjuti sesuai
dengan kewenangannya, atau dapat dirujuk ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi.
b) Rumus :
Indikator pemantauan program KIA tersebut merupakan indikator yang digunakan para
program pengelola KIA dan disesuaikan dengan kebutuhan program. Oleh karena itu
indikator tersebut disebut dengan pemantauan tehnis.
72
b. Indikator pemantauan Non – Teknis
Dalam upaya melibatkan lintas sektor terkait, khususnya para aparat setempat,
dipergunakan indikator indikator yang terpilih yaitu
1) Cakupan K1, yang menggambarkan keterjangkauan pelayanan KIA.
2) CakupanK4, yang menggambarkan kualitas pelayanan KIA.
3) Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (PN/ pernakes), yang menggambarkan
tingkat keamanan persalinan
4) Cakupan penanganan komplikasi kebidanan.
5) Cakupan kunjungan nifas.
6) Cakupan pelayanan KB aktif.
7) Cakupan kunjungan neonatus.
8) Cakupan kunjungan bayi.
Penyajian indikator–indikator tersebut kepada lintas sektor ditujukan sebagai alat
motivasi, informasi dan komunikasi dalam menyampaikan kemajuan maupun
permasalahan operasional program KIA, sehingga para aparat dapat memahami
program KIA dan memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Indikator pemantauan ini dapat dipergunakan dalam berbagai pertemuan lintas sektor
di semua tingkat administrasi pemerintah secara berkala dan disajikan setiap bulan,
untuk melihat kemajuan suatu wilayah. Bagi wilayah yang cakupannya masih rendah
diharapkan lintas sektor dapat menindak lanjuti sesuai kebutuhan dengan
menggerakkan masyarakat dan menggali sumber daya setempat yang diperlukan.
75
+
+
+
+ Baik
Baik
Kurang
Cukup
Jelek
Dari matriks diatas dapat dismpulkan adanya 4 macam status cakupan desa/kelurahan,
yaitu :
a. Status baik.
Adalah desa/kelurahan dengan cakupan diatas target yang ditetapkan untuk bulan Juni
2008, dan mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat atau tetap jika
dibandingkan dengan cakupan bulan lalu. Desa/kelurahan-desa/kelurahan ini adalah
desa/kelurahan A dan desa/kelurahan B. Jika keadaan tersebut berlanjut, maka
desa/kelurahan-desa/kelurahan tersebut akan mencapai atau melebihi target tahunan
yang ditentukan.
b. Status kurang.
Adalah desa/kelurahan dengan cakupan diatas target bulan Juni 2008, namun
mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang menurun jika dibandingkan dengan
cakupan bulan lalu. Desa/kelurahan dalam kategori ini adalah desa/kelurahan C, yang
perlu mendapatkan perhatian karena cakupan bulan lalu ini hanya 5% (lebih kecil dari
cakupan bulan minimal 7,5%). Jika cakupan terus menurun, maka desa/kelurahan
tersebut tidak akan mencapai target tahunan yang ditentukan.
c. Status cukup.
Adalah desa/kelurahan dengan cakupan dibawah target bulan Juni 2008, namun
mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat jika dibandingkan
dengan cakupan bulan lalu. Desa/kelurahan dalam kategori ini adalah desa/kelurahan
D, yang perlu didorong agar cakupan bulanan selanjutnya tidak lebih daripada cakupan
bulanan minimal 7,5%. Jika keadaan tersebut dapat terlaksana , maka desa/kelurahan
ini kemungkinan besar akan mencapai target tahunan yang ditentukan.
76
d. Status jelek.
Adalah desa/kelurahan dengan cakupan dibawah target bulan Juni 2008,dan
mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang menurun dibandingkan dengan
bulan lalu. Desa/kelurahan dalam kategori ini adalah desa/kelurahan E, yang perlu
diprioritaskan untuk pembinaan agar cakupan bulanan selanjutnya dapat ditingkatkan
diatas cakupan bulanan minimal agar dapat mengejar kekurangan target sampai bulan
Juni, sehingga dapat pula mencapai target tahunan yang ditentukan.
2. Analisis Lanjut
Analisis ini dilakukan dengan cara membandingkan variable tertentu dengan variable
terkait lainnya untuk mengetahui hubungan sebab akibat antar variable yang dimaksud.
Contoh analisis lanjut .
Analisis grafik PWS KIA K1, K4, Pn
Desa/ kelurahan Cakupan K1 Cakupan K4 Cakupan Pn Keterangan
A
B
C
D
E 70 %
85 % 60 %
70 % 50 % DO K4
DO Pn
Apabila Drop Out (DO) K1 - K4 lebih dari 10 % berarti wilayah tersebut bermasalah dan
perlu penelusuran dan intervensi lebih lanjut.
Drop Out tersebut dapat disebabkan karena ibu yang kontak pertama (K1) dengan
tenaga kesehatan, kehamilannya sudah berumur lebih dari 3 bulan. Sehingga
diperlukan intervensi peningkatan pendataan ibu hamil yang lebih intensive.
3. Rencana tindak lanjut.
Bagi kepentingan program, analisis PWS KIA ditujukan untuk menghasilkan suatu
keptusan tindak lanjut teknis dan non-teknis bagi puskesmas. Keputusan tersebut harus
dijabarkan dalam bentuk rencana operasional jangka pendek untuk dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapi sesuai dengan spesifikasi daerah .
Rencana operasional tersebut perlu dibicarakan dengan semua pihak yang terkait :
77
a. Bagi desa/kelurahan yang berstatus baik atau cukup, pola penyelenggaraan
pelayanan KIA perlu dilanjutkan, dengan beberapa penyesuaian tertentu sesuai
kebutuhan antara lain perbaikan mutu pelayanan.
b. Bagi desa/kelurahan berstatus kurang dan terutama yang berstatus jelek, perlu
prioritas intervensi sesuai dengan permasalahan.
c. Intervensi yang bersifat teknis (termasuk segi penyediaan logistik) harus dibicarakan
dalam pertemuan mini lokakarya puskesmas dan/atau rapat dinas kesehatan
kabupaten/kota (untuk mendapat bantuan dari kabupaten/kota).
d. Intervensi yang bersifat non-teknis (untuk motivasi, penggerakan sasaran, dan
mobilisasi sumber daya di masyarakat) harus dibicarakan pada rapat koordinasi
kecamatan dan/atau rapat dinas kesehatan kabupaten/kota (untuk mendapat bantuan
dari kabupaten/kota).
Referensi :
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of
Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan
Desa Siaga. Depkes. Jakarta.
Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Pusat Promosi Kesehatan.
Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat,
Jakarta.
79
Depkes RI. (2002). Kompetensi Bidan Indonesia. Jakarta
Depkes RI. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga . Depkes RI. Jakarta.
Depkes RI. (1999). Buku Pedoman Pengenalan Tanda Bahaya pada Kehamilan,
Persalinan dan Nifas, Departemen kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Tim
Penggerak PKK dan WHO. Jakarta.
Effendy Nasrul. (1998). Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. EGC.
Jakarta.
International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan diadopsi oleh seluruh
organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of International
Gynecologist Obstetrition (FIGO).
Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter Bidan.
Yogyakarta.
Markum. A.H. dkk. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan
A. ASUHAN ANTENATAL
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu
selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal
yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK).
Pelayanan antenatal yang berkualitas adalah yang sesuai dengan standar pelayanan
antenatal seperti yang ditetapkan dalam buku Standar Pelayanan Kebidanan (SPK).
Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan
kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi umum dan
khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri
atas timbang berat badan dan ukur tinggi badan, ukur tekanan darah, ukur tinggi
fundus uteri, skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid
(TT) bila diperlukan, pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan, test
laboratorium (rutin dan khusus), tata laksana kasus, temu wicara (konseling).
Dalam pelayanan antenatal terdapat 6 standar asuhan, meliputi
1. Identifikasi ibu hamil
Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan pasien secara berkala
untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami dan anggota keluarga agar
mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini dan teratur.
2. Pemeriksaan dan pemantauan antenatal
Dalam memberikan asuhan antenatal, bidan harus mampu memberikan pelayanan dan
pemantauan antenatal yang terfokus dan berkualitas. Bidan memberikan sedikitnya 4
kali pelayanan antenatal selama periode kehamilan yaitu satu kali kunjungan selama
trimester pertama (sebelum 14 minggu), satu kali kunjungan selama trimester kedua
82
(antara minggu ke-14 sampai minggu ke 28), dua kali kunjungan selama trimester
ketiga (antara minggu ke-28 sampai 36 dan sesudah minggu ke-36).
Salah satu tujuan utama dari kunjungan pertama antenatal adalah untuk mendiagnosis
dan menghitung umur kehamilan, bidan juga harus mengkaji status kesehatan untuk
mengetahui masalah medis, masalah psikososial atau masalah potensial yang mungkin
saja terjadi pada ibu hamil. Sehingga bidan dapat berkolaborasi dengan ibu hamil untuk
membuat rencana asuhan yang dapat memenuhi kebutuhan ibu, janinnya dan
keluarganya.
Pada pemeriksaan dan pemantauan antenatal, bidan harus dapat membina hubungan
atas dasar kepercayaan dengan ibu, mempersiapkan ibu dalam persiapan persalinan
dan kesiagaan menghadapi komplikasi melahirkan, melakukan skrining dan
pendeteksian penyakit yang ada, serta pendeteksian secara dini dan penatalaksanaan
komplikasi yang mungkin akan terjadi.
3. Pemeriksaan Abdomen
Melakukan pemeriksaan mengukur tinggi fundus uteri dengan teknik Mc. Donald
bertujuan untuk menentukan umur kehamilan berdasarkan minggu dibandingkan
dengan hasil anamnesis HPHT dan kapan gerakan janin mulai dirasakan. Tinggi fundus
uteri dalam sentimeter (cm), yang normal harus sama dengan umur kehamilan dalam
minggu yang ditentukan berdasarkan HPHT.
Pemeriksaan palpasi dengan teknik Leopold, bertujuan untuk menentukan umur
kehamilan dan mengetahui presentasi janin.
a. Leopld I bertujuan untuk mengetahui umur kehamilan berdasarkan tingginya fundus
uteri, menentukan bagian-bagian janin yang berada pada fundus uteri
b. Leopold II untuk mengetahui bagian-bagian janin yang berada pada bagian samping
kanan dan kiri uterus.
c. Leopold III untuk menentukan bagian tubuh janin yang berada pada bagian bawah
uterus, untuk mengetahui apakah bagian tubuh janin yang berada pada bagian bawah
uterus sudah masuk atau belum masuk ke pintu atas panggul ibu.
d. Leopold IV untuk memastikan apakah bagian terendah janin benar-benar sudah
masuk ke pintu atas panggul atau belum, untuk menentukan seberapa banyak bagian
terendah janin sudah masuk ke pintu atas panggul ibu.
Periksa dengar menggunakan stetoskop monoral atau dopler, untuk mendengarkan
83
denyut jantung janin, mendengarkan irama dan menghitung frekwensi bunyi jantung
janin serta menentukan area terdengarnya DJJ yang paling keras (punctum
maksimum).
Denyut jantung janin dapat di dengar pada usia 10-12 minggu dengan menggunakan
dopler (rata- rata 120-160 denyut/menit), dan dapat di dengar pada minggu ke 17-20
dengan menggunakan monoral.
4. Pengelolaan anemia dalam kehamilan
Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan serta rujukan semua
kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5. Pengelolan dini hipertensi dalam kehamilan
Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan
mengenai tanda serta gejala pre eklamsi lainnya serta mengambil tindakan yang tepat
serta merujuknya.
6. Persiapan persalinan
Bidan memberikan saran yang tepat pada ibu hamil, suami serta keluarganya pada
trimester ketiga, untuk memastikan bahwa persiapan persalinannya bersih dan aman
serta suasana yang menyenangkan akan direncakanan dengan baik, disamping
persiapan transportasi dan biaya untuk merujuk, apabila terjadi terjadi
kegawatdaruratan.
B. ASUHAN INTRANATAL
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan yang aman
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan kompeten, yaitu dokter spesialis kebidanan,
dokter umum dan bidan.
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pertolongan persalinan kepada masyarakat
adalah: dokter spesialis kebidanan, dokter umum dan bidan.
Pada kenyataan dilapangan, masih terdapat penolong persalinan yang bukan tenaga
kesehatan, dan dilakukan di luar fasilitas pelayanan kesehatan. Secara bertahap seluruh
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
1. Dalam pelayanan kebidanan terdapat empat standar pertolongan persalinan.
a. Asuhan saat persalinan
Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah dimulai, kemudian memberikan
84
asuhan dan pemantauan yang memadai, dengan memperhatikan kebutuhan ibu selama
proses persalinan berlangsung.
b. Persalinan yang aman
Bidan melakukan pertolongan persalinan yang aman dengan sikap sopan dan
penghargaan terhadap klien serta memperhatikan tradisi setempat.
c. Pengeluaran plasenta dengan penegangan tali pusat
Bidan melakukan penegangan tali pusat dengan benar untuk membantu pengeluaran
plasenta dan selaput ketuban secara lengkap.
d. Penanganan kala II dengan gawat janin melalui episiotomi
Bidan mengenali secara tepat tanda-tanda gawat janin pada kala II yang lama, dan
segera melakukan episiotomi dengan aman untuk memperlancar persalinan, diikuti
dengan penjahitan perineum.
2. Persiapan bidan dalam memberikan asuhan persalinan meliputi :
a. Persiapan Bidan
1) Menilai secara tepat bahwa persalinan sudah dimulai, kemudian memberikan asuhan
dan pemantauan yang memadai dengan memperhatikan kebutuhan ibu selama proses
persalinan .
2) Mempersiapkan ruangan yang hangat dan bersih serta nyaman untuk persalinan dan
kelahiran bayi.
3) Persiapan perlengkapan, bahan-bahan dan obat-obatan yang diperlukan dan
pastikan kelengkapan jenis dan jumlah bahan-bahan yang diperrlukan serta dalam
keadaan siap pakai pada setiap persalinan dan kelahiran bayi.
4) Mempersiapkan persiapan rujukan bersama ibu dan keluarganya. Karena jika terjadi
keterlambatan untuk merujuk ke fasilitas yang lebih memadai dapat memahayakan
keselamatan ibu dan bayinya.apabila iu dirujuk, siapkan dan sertakan dokumentasi
asuhan yang telah diberikan.
5) Memberikan asuhan sayang ibu, seperti memberi dukungan emosional, membantu
pengaturan posisi ibu, memberikan cairan dan nutrisi, memberikan keleluasaan untuk
menggunakan kamar mandi secara teratur, serta melakukan pertolongan persalinan
yang bersih dan aman dengan teknik pencegahan infeksi.
b. Persiapan Rumah dan Lingkungan
Ruangan atau lingkungan dimana proses persalinan akan berlangsung harus memiliki
85
pencahayaan penerangan yang cukup, ranjang sebaiknya diletakkan ditengah-tengah
ruangan agar mudah didekati dari kiri maupun kanan, dan cahaya sedapat mungkin
tertuju pada tempat persalinan.
Persiapan untuk mencegah terjadinya kehilangan panas tubuh yang berlebihan, perlu
disiapkan juga lingkungan yang sesuai bagi bayi baru lahir dengan memastikan bahwa
ruangan bersih, hangat, pencahayaan yang cukup dan bebas dari tiupan angin. Apabila
lokasi tempat tinggal ibu di daerah pegunungan atau yang beriklim dingin, sebaiknya
sediakan minimal 2 selimut, kain atau handuk yang kering dan bersih untuk
mengeringkan dan menjaga kehangatan tubuh bayi.
c. Persiapan Alat
1) Pada setiap persalinan dan kelahiran bayi, bidan harus memastikan semua peralatan
sebelum dan sesudah memberikan asuhan.
2) Periksa semua obat-obatan dan bahan-bahan sebelum menolong persalinan dan
melahirkan bayinya.
3) Pastikan bahwa perlengkapan dan bahan-bahan bersih dan siap pakai, partus set,
peralatan untuk melakukan penjahitan atau laserasi jalan lahir dan peralatan untuk
rersusitasi sudah dalam keadaan desinfeksi tingkat tinggi atau steril.
d. Persiapan Ibu dan Keluarga
Persalinan adalah saat yang menegangkan bahkan dapat menjadi saat yang
menyakitkan dan menakutkan bagi ibu. Upaya untuk mengatasi gangguan emosional
dan pengalaman yang menegangkan dapat dilakukan dengan asuhan sayang ibu
selama proses persalinan.
Asuhan post partum di rumah difokuskan pada pengkajian, penyuluhan dan konseling.
Dalam memberikan asuhan kebidanan di rumah, bidan dan keluarga diupayakan dapat
berinteraksi dalam suasana yang rileks dan kekeluargaan.
Tantangan yang dihadapi bidan dalam melakukan pengkajian dan peningkatan
perawatan pada ibu dan bayi di rumah, pada pelaksanaannya bisa cukup unik, sehingga
bidan akan memiliki banyak kesempatan untuk menggunakan keahlian berpikir secara
87
kritis untuk meningkatkan suatu pilihan kreatif perawatan bersama keluarga .
1. Perencanaan Kunjungan Rumah
Dalam memberikan asuhan kebidanan pada perawatan postpartum di rumah, sebaiknya
Bidan :
a. Merencanakan kunjungan rumah dalam waktu tidak lebih dari 24-48 jam setelah
kepulangan klien ke rumah.
b. Pastikan keluarga telah mengetahui rencana mengenai kunjungan rumah dan waktu
kunjungan bidan ke rumah telah direncanakan bersama anggota keluarga.
c. Menjelaskan maksud dan tujuan kunjungan.
d. Rencanakan tujuan yang ingin dicapai dan menyusun alat dan perlengkapan yang
akan digunakan.
e. Pikirkan cara yang dapat digunakan untuk menciptakan dan mengembangkan
hubungan yang baik dengan keluarga.
f. Melakukan tindakan yang sesuai dengan standar pelayanan kebidanan dalam
memberikan asuhan kepada klien.
g. Buatlah pendokumentasian mengenai hasil kunjungan.
h. Sediakan sarana telepon untuk tindak lanjut asuhan pada klien.
2 Keamanan merupakan hal yang harus dipikirkan oleh bidan pada saat melakukan
kunjungan rumah tanpa menghiraukan dimana bidan berinteraksi dengan klien.
Bagaimanapun bidan harus tetap waspada. Tindakan kewaspadaan ini, dapat meliputi :
a. Mengetahui dengan jelas alamat yang lengkap arah rumah klien.
b. Gambar rute alamat klien dengan peta sebelum berangkat, perhatikan keadaan di
sekitar lingkungan rumah klien sebelum kunjungan diadakan untuk mengidentifikasi
masalah potensial yang kemungkinan akan muncul.
c. Beritahu rekan kerja anda ketika anda pergi untuk kunjungan dan beri kabar kepada
rekan anda segera setelah kunjungan selesai.
d. Bawalah telepon selular dan yakinkan batere telepon selular anda telah diisi ulang.
e. Membawa cukup uang dan uang recehan untuk menelepon dari telepon umum jika
diperlukan.
f. Menyediakan senter khususnya untuk kunjungan malam hari.
g. Sebaiknya memakai tanda nama pengenal dan kenakan sepatu yang pantas dan
nyaman, serta hindari memakai perhiasan yang mencolok.
88
h. Waspada terhadap bahasa tubuh yang diisyaratkan dari siapa saja yang ada selama
kunjungan.
i. Tunjukkan perasaan menghargai di setiap kesempatan.
j. Saat perasaan tidak aman muncul, segeralah akhiri kunjungan.
F. SISTEM RUJUKAN
Sistem rujukan merupakan suatu upaya kesehatan yaitu suatu sistem jaringan fasilitas
pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab
secara timbal balik, baik secara vertikal maupun horizontal kepada fasilitas pelayanan
yang lebih kompeten, terjangkau dan rasional.
Merujuk memiliki arti meminta pertolongan secara timbal balik kepada fasilitas
pelayanan yang lebih kompeten untuk penanggulangan masalah yang sedang dihadapi.
Rangkaian jaringan fasilitas pelayanan kesehatan dalam sistem rujukan berjenjang dari
yang paling sederhana di tingkat keluarga sampai pada satuan fasilitas pelayanan
kesehatan nasional yang lebih kompeten, terjangkau dan rasional tanpa dibatasi oleh
wilayah administrasi.
Keselamatan dan kesejahteraan ibu secara menyeluruh merupakan perhatian yang
utama bagi seorang bidan. Bidan bertanggung jawab memberikan pengawasan,
nasehat serta asuhan bagi wanita selama masa hamil, bersalin dan nifas. Asuhan
kebidanan yang diberikan termasuk pengawasan pelayanan kesehatan masyarakat di
komunitas, baik di rumah, posyandu maupun polindes.
Sebagai seorang bidan yang nantinya yang akan ditempatkan di desa, dalam
menjalankan tugas merupakan komponen dan bagian dari masyarakat desa dimana
bertugas.
Selain dituntut dapat memberikan asuhan bermutu tinggi dan komprehensif, seorang
91
bidan harus dapat mengenal masyarakat sesuai budaya setempat dengan sebaik-
baiknya, mengadakan pendekatan dan bekerjasama dalam memberikan pelayanan,
sehingga masyarakat dapat menyadari masalah kesehatan yang dihadapi serta ikut
secara aktif dalam menaggulangi masalah kesehatan baik untuk individu mereka sendiri
maupun keluarga dan masyarakat sekitarnya.
1. Definisi sistem rujukan
Adalah suatu jaringan sistem pelayanan kesehatan yang mungkin terjadinya
penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas timbulnya suatu masalah dari
suatu kasus atau masalah kesehatan masyarakat, baik secara vertikal maupun
horisontal, kepada yang lebih kompeten, terjangkau dan dilakukan secara rasional.
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Dihasilkan pemerataan upaya kesehatan yang didukung mutu pelayanan yang optimal
dalam rangka memecahkan masalah kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna.
b. Tujuan Khusus
1) Dihasilkan upaya pelayanan kesehatan klinik yang bersifat kuratif dan rehabilitatif
secara berhasil guna dan berdaya guna.
2) Dihasilkan upaya kesehatan masyarakat yang bersifat preventif dan promotif secara
berhasil guna dan berdaya guna.
3. Jenis Rujukan
a. Rujukan Medik, meliputi :
1) Konsultasi penderita untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan operatif dan
lain-lain, disebut Transfer of Patient.
2) Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap,
disebut Transfer of Specimen.
3) Mendatangkan atau mengirim tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk
meningkatkan mutu pelayanan pengobatan setempat, disebut Transfer of
Knowledge/Personel.
b. Rujukan Kesehatan, adalah rujukan yang menyangkut masalah kesehatan
masyarakat yang bersifat preventif dan promotif yang antara lain meliputi bantuan :
1) Survei epidemiologi dan pemberantasan penyakit atas kejadian luar biasa atau
terjangkitnya penyakit menular.
92
2) Pemberian pangan atas terjadinya kelaparan disuatu wilayah
3) Penyidikan sebab keracunan, bantuan teknologi penanggulangan keracunan dan
bantuan obat-obatan atas terjadinya keracunan massal.
4) Pemberian makanan, tempat tinggal dan obat-obatan untuk pengungsi atas
terjadinya bencana alam.
5) Sarana dan teknologi penyediaan air bersih untuk mengatasi masalah kekurangan air
bersih bagi masyarakat umum.
6) Pemeriksaan spesimen air di laboratorium kesehatan.
4. Jalur Rujukan
a. Intern antara petugas puskesmas
b. antara puskesmas pembantu dengan puskesmas pembina
c. antara masyarakat dengan puskesmas
d. antara satu puskesmas dengan puskesmas lain
e. antara puskesmas dengan rumah sakit lain, laboratorium atau fasilitas kesehatan
lain.
5. Langkah-langkah dalam Meningkatkan Rujukan
a. Meningkatkan mutu pelayanan di puskesmas dalam menampung rujukan dari
puskesmas pembantu dan pos kesehatan, posyandu dari masyarakat
b. Mengadakan pusat rujukan dengan mengadakan ruang tambahan untuk tempat tidur
penderita gawat darurat pada lokasi yang strategis.
c. Meningkatkan sarana komunikasi antara unit-unit pelayanan kesehatan dengan
media telephone datau radio komunikasi pada setiap unit pelayanan kesehatan
d. Menyediakan sarana pencatatan dan pelaporan yang memadai bagi sistem rujukan,
baik rujukan medik maupun rujukan kesehatan.
e. Meningkatkan upaya dana sehat masyarakat untuk menunjang pelayanan rujukan.
Sangatlah sulit untuk menduga kapan penyulit akan terjadi, sehingga kesiapan untuk
merujuk ibu dan/atau bayinya ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat
waktu jika penyulit terjadi. Setiap tenaga penolong/fasilitas pelayanan harus
mengetahui lokasi fasilitas rujukan terdekat yang mampu untuk melayani
kegawatdaruratan obstetri dan BBL seperti :
a. Pembedahan termasuk bedah sesar
b. Transfusi darah
93
c. Persalinan menggunakan EV atau cunam
d. AB IV
e. Resusitasi BBL dan asuhan lanjutan bayi BBL.
6. Masukkan persiapan dan informasi berikut ke dalam rencana rujukan
a. Siapa yang akan menemani ibu atau BBL
b. Tempat-tempat rujukan mana yang lebih disukai ibu dan keluarga
c. Sarana transportasi yang akan digunakan dan siapa yang akan mengendarainya.
Transportasi harus segera tersedia, baik siang maupun malam
d. Orang yang dirujuk menjadi donor darah, jika transfusi dibutuhkan
e. Uang yang disisihkan untuk asuhan medis, transportasi, obat-obatan dan bahan-
bahan.
f. Siapa yang akan tinggal dan menemani anak-anak lain pada saat ibu tidak dirumah.
Referensi :
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of
Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan
Desa Siaga. Depkes. Jakarta.
Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Pusat Promosi Kesehatan.
Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat,
Jakarta.
94
Depkes RI. (2003). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.
Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter Bidan.
95
Yogyakarta.
Markum. A.H. dkk. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan
96
Minggu, 07 Februari 2010
PENGEMBANGAN WAHANA/FORUM PSM BERPERAN DALAM
BERBAGAI KEGIATAN
POSYANDU
By Eny Retna Ambarwati
Posyandu merupakan salah satu UKBM yang sudah sangat luas dikenal di masyarakat
dan telah masuk dalam bagian keseharian kehidupan sosial di pedesaan maupun
perkotaan.
1. Pengertian
a. Suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat oleh
dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis dalam mengembangkan sumber
daya manusia sejak dini.
b. Pusat kegiatan masyarakat dalam upaya kesehatan dan keluarga berencana (Nasrul
Effendi : 1998).
c. Kegiatan posyandu merupakan kegiatan nyata yang melibatkan partisipasi
masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dari masyarakat, yang dilaksanakan oleh
kader-kader kesehatan yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari
puskesmas mengenai pelayanan kesehatan dasar (Nasrul Effendi : 1998).
d. Posyandu adalah pusat pelayanan keluarga berencana dan kesehatan yang dikelola
dan diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas
kesehatan dalam rangka pencapaian NKBBS (Nasrul Effendi : 1998).
2. Tujuan posyandu
a. Mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak.
b. Peningkatan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR (Infant Mortality
Rate/Angka Kematian Bayi).
c. Mempercepat penerimaan NKKBS.
97
d. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan
dan kegiatan- kegiatan lain yang menunjang peningkatan kemampuan hidup sehat.
e. Pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam usaha
meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada penduduk berdasarkan letak
geografi.
f. Peningkatan dan pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka alih teknologi
untuk swakelola usaha-usaha kesehatan masyarakat.
3. Sasaran posyandu
a. Bayi berusia kurang dari 1 tahun.
b. Anak balita usia 1 – 5 tahun.
c. Ibu hamil.
d. Ibu menyusui.
e. Ibu nifas.
f. Wanita usia subur.
4. Kegiatan posyandu
a. Lima (5) kegiatan posyandu (panca krida posyandu)
1) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
2) Keluarga Berencana (KB)
3) Imunisasi
4) Peningkatan Gizi
5) Penanggulangan Diare.
b. Tujuh (7) kegiatan posyandu (sapta krida posyandu)
1) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
2) Keluarga Berencana (KB)
3) Imunisasi
4) Peningkatan Gizi
5) Penanggulangan Diare
6) Sanitasi Dasar
7) Penyediaan Obat Essensial
8) Pembentukan Posyandu
5. Pembentukan Posyandu
a. Posyandu dibentuk dari pos-pos yang telah ada seperti pos penimbangan balita, pos
98
immunisasi, pos keluarga berencana, pos kesehatan, pos lainnya yang bentuk baru.
b. Persyaratan posyandu
1) Penduduk RW tersebut paling sedikit terdapat 100 orang balita.
2) Terdiri dari 120 kepala keluarga.
3) Disesuaikan dengan kemampuan petugas (bidan desa).
4) Jarak antara kelompok rumah, jumlah KK dalam 1 tempat atau kelompok tidak
terlalu jauh.
c. Alasan pendirian posyandu
1) Posyandu dapat memberikan pelayanan kesehatan khususnya dalam upaya
pencegahan penyakit dan pertolongan pertama pada kecelakaan sekaligus dengan
pelayanan KB.
2) Posyandu dari masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat sehingga
menimbulkan rasa memiliki masyarakat terhadap upaya dalam bidang kesehatan dan
keluarga berencana.
6. Penyelenggara posyandu
a. Pelaksana kegiatan adalah anggota masyarakat yang telah dilatih menjadi kader
kesehatan setempat di bawah bimbingan puskesmas.
b. Pengelola posyandu adalah pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang berasal dari
kader PKK, tokoh masyarakat formal dan informal serta kader kesehatan yang ada di
wilayah tersebut.
7. Lokasi/letak posyandu
a. Berada di tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat.
b. Ditentukan oleh masyarakat itu sendiri.
c. Dapat merupakan lokal tersendiri.
d. Bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan di rumah penduduk, balai rakyat, pos
RT/RW atau pos lainnya.
8. Pelayanan Posyandu
a. Pelayanan kesehatan yang dijalankan
1) Pemeliharaan kesehatan bayi dan balita
2) Penimbangan bulanan
3) PMT yang berta badannya kurang
4) Immunisasi bayi 3-14 bulan
99
5) Pemberian oralit yang menanggulangi diare
6) Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama
b. Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui, dan pasangan usia subur
1) pemeriksaan kesehatan umum
2) Pemeriksaan kehamilan dan nifas
3) Pelayanan peningkatan gizi melalui pemberian vitamin dan pil penambah darah
4) Immnunisasi TT untuk ibu hamil
5) Peyuluhan kesehatan dan KB
6) Pemberian alat kontrasepsi KB
7) Pemberian oralit pada ibu yang terkena diare
8) Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama
9) Pertolongan petama pada kecelakaan
9. Sistem informasi di posyandu (sistem lima meja)
a. Meja I
Layanan meja I merupakan layanan pendaftaran, kader melakukan pendaftaran pada
ibu dan balita yang datang ke Posyandu. Alur pelayanan posyandu menjadi terarah dan
jelas dengan adanya petunjuk di meja pelayanan. Petunjuk ini memudahkan ibu dan
balita saat datang, sehingga antrian tidak terlalu panjang atau menumpuk di satu meja.
b. Meja II
Layanan meja II merupakan layanan penimbangan.
c. Meja III
Kader melakukan pencatatan pada buku KIA setelah ibu dan balita mendaftar dan di
timbang. Pencatatan dengan mengisikan berat badan balita ke dalam skala yang di
sesuaikan dengan umur balita. Di atas meja terdapat tulisan yang menunjukan
pelayanan yang di berikan.
d. Meja IV
Diketahuinya berat badan anak yang naik atau yang tidak naik, ibu hamil dengan resiko
tinggi, pasangan usia subur yang belum mengikuti KB, penyuluhan kesehatan,
pelayanan PMT, oralit, vitamin A, tablet zat besi, pil ulangan, kondom.
e. Meja V
Pemberian makanan tambahan pada bayi dan balita yang datang ke posyandu dilayani
di meja V. Kader menyiapkan nasi, lauk, sayur dan buah-buahan yang akan dibagikan
100
sebelum pelaksanaan Posyandu. Pemberian makanan tambahan bertujuan
mengingatkan ibu untuk selalu memberikan makanan bergizi kepada bayi dan
balitanya.
Indikator pelayanan di Posyandu atau di Pos Penimbangan Balita menggunakan
indiktor-indikator SKDN dimana :
1) S adalah jumlah seluruh balita yang ada dalam wilayah kerja posyandu
2) K adalah jumlah Balita yang ada di wilayah kerja posyandu yang mempunyai KMS
( Kartu Menujuh Sehat)
3) D adalah Jumlah Balita yang datang di posyandu dan menimbang berat badannya
4) N adalah jumlah balita yang ditimbang bebrat badannya mengalami peningkatan
bebrat badan dibanding bulannya sebelumnya.
10. Prinsip dasar posyandu
a. Posyandu merupakan usaha masyarakat dimana terdapat perpaduan antara
pelayanan profesional dan non prosfesional.
b. Adanya kerjasama lintas program yang baik (KIA, KB, Gizi, Imunisasi,
penanggulangan diare) maupun lintas sektoral (Departemen Kesehatan RI, Departemen
dalam negeri, BKKBN).
c. Kelembagaan masyarakat (pos desa, kelompok timbang/pos timbang, pos imunisasi,
pos kesehatan, dll).
d. Mempunyai sasaran penduduk yang sama (Bayi 0-1 tahun, anak balita 1-5 tahun, ibu
hamil, PUS).
e. Pendekatan yang digunakan adalah pengembangan dan PKMD/PHC.
11. Kategori posyandu
a. Posyandu Pratama (warna merah) dengan kriteria posyandu yang belum mantap,
kegiatannya belum rutin tiap bulan, kader aktifnya terbatas.
b. Posyandu Madya (warna kuning) dengan kriteria kegiatannya >8x/tahun, kader >5
orang, cakupan program utama (KB, KIA, Gizi, Imunisasi) rendah yaitu 50%,
kelestarian posyandu baik.
c. Posyandu Purnama (warna hijau).
d. Posyandu Mandiri (warna biru).
12. Indikator posyandu
a. Frekwensi penimbangan pertahun
101
Seharusnya kegiatan ini dilakukan tiap bulan (12x/tahun). Tapi kenyataannya tidak
semua posyandu berfungsi setiap bulan, maka diambil batasan 8x/tahun. Rawan
apabila frekuensi penimbangan <8x/tahun, sedangkan cukup mapan apabila frekuensi
penimbangan 8x/tahun.
b. Rata-rata jumlah kader tugas pada hari “H” posyandu.
Baik, bila jumlah kader ≥5 orang sedangkan kurang, bila jumlah kader <5 orang.
c. Cakupan D/S.
Baik jika D/S mencapai ≥ 50% sedangkan kurang jika D/S mencapai < 50 % (belum
mantap).
Referensi :
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of
Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan
Desa Siaga. Depkes. Jakarta.
Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Pusat Promosi Kesehatan.
Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat,
Jakarta.
Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter Bidan.
Yogyakarta.
Markum. A.H. dkk. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan
103
Pelayanan Obtetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) Asuhan Neonatal
Essensial. 2008.
104
MENGGERAKKAN DAN MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT
By Eny Retna Ambarwati
Pembinaan peran serta masyarakat adalah salah satu upaya pengembangan yang
berkesinambungan dengan tetap memperhatikan penggerakan dan pemberdayaan
masyarakat melalui model persuasif dan tidak memerintah, untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap, perilaku, dan mengoptimalkan kemampuan masyarakat dalam
menemukan, merencanakan, dan memecahkan masalah. Pembinaan lokal merupakan
serangkaian langkah yang diterapkan guna menggali, meningkatkan dan mengarahkan
105
peran serta masyarakat setempat. menggunakan sumber daya/potensi yang mereka
miliki termasuk partisipasi dan dukungan tokoh-tokoh masyarakat serta LSM yang ada
dan hidup di masyarakat.
107
C. KEMAMPUAN KEKUATAN YANG DIMILIKI OLEH MASYARAKAT
1. Tokoh-tokoh masyarakat
Yang tergolong sebagai tokoh masyarakat adalah semua orang yang memiliki pengaruh
di masyarakat setempat baik Kampung, Kepala Dusun, Kepala Desa) maupun tokoh non
formal (tokoh agama, adat, tokoh pemuda, kepala suku). Tokoh-tokoh masyarakat ini
merupakan kekuatan yang sangat besar yang mampu menggerakkan masyarakat di
dalam setiap upaya pembangunan.
2. Organisasi kemasyarakatan
Organisasi yang ada di masyarakat seperti TPKK, Lembaga Persatuan Pemuda (LPP),
pengajian, dan lain sebagainya merupakan wadah berkumpulnya para angggota dari
masing-masing organisasi tersebut, sehingga upaya penggerakan dan pemberdayaan
masyarakat akan lebih berhasil guna apabila pemerintah/tenaga kesehatan
memanfaatkannya dalam upaya pembangunan kesehatan.
3. Dana masyarakat
Pada golongan masyarakat tertentu, penggalangan dana masyarakat merupakan upaya
yang tidak kalah pentingnya. Tetapi pada golongan masyarakat yang tidak ekonominya
pra-sejahtera, penggalangan dana masyarakat hendaknya dilakukan sekedar agar
mereka merasa ikut memiliki dan bertanggung jawab terhadap upaya pemeliharaan dan
peningkatan derajat kesehatannya. Cara lain yang dapat ditempuh adalah dengan
model tabungan-tabungan atflu sistem asuransi yang bersifat subsidi silang.
4. Sarana dan material yang dimiliki masyarakat
Pendayagunaan sarana dan material yang dimiliki oleh masyarakat seperti peralatan,
batu kali, bambu, kayu dan lain sebagainya untuk pembangunan kesehatan akan
menumbuhkan rasa tanggung jawab dan ikut memillki masyarakat. Kampung, Kepala
Dusun, Kepala Desa) maupun tokoh non formal (tokoh agama, adat, tokoh pemuda,
kepala suku). Tokoh-tokoh masyarakat ini merupakan kekuatan yang sangat besar yang
mampu menggerakkan masyarakat di dalam setiap upaya pembangunan.
5. Pengetahuan masyarakat
Masyarakat memiliki pengetahuan yang bermanfaat bagi pembangunan kesehatan
masyarakat, seperti pengetahuan tentang obat tradisional (asli Indonesia),
pengetahuan mengenai penerapan teknologi tepat guna untuk pembangunan fasilitas
108
kesehatan di wilayahnya misalnya penyaluran air menggunakan bambu, dll.
Pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat tersebut akan meningkatkan keberhasilan
upaya pembangunan kesehatan.
6. Teknologi yang dimiliki masyarakat
Masyarakat juga telah memiliki teknologi tersendiri dalam memecahkan masalah yang
dialaminya, teknologi ini biasanya bersifat sederhana tapi tepat guna. Untuk itu
pemerintah sebaiknya memanfaatkan tekonologi yang dimiliki oleh masyarakat tersebut
dan apabila memungkinkan dapat memberikan saran teknis guna meningkatkan hasil
gunanya.
7. Pengambilan keputusan
Apabila tahapan penemuan masalah dan perencanaan kegiatan pemecahan masalah
kesehatan telah dapat dilakukan oleh masyarakat, maka pengambilan keputusan
terhadap upaya pemecahan masalahnya akan lebih baik apabila dilakukan oleh
masyarakat sendiri. Dengan demikian kegiatan pemecahan masalah kesehatan tersebut
akan berkesinambungan karena masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab
terhadap kegiatan yang mereka rencanakan sendiri.
Dalam memfasilitasi penggerakan dan memberdayaan masyarakat yang perlu diketahui
adalah bagaimana mengidentifikasi potensi sumber daya, mencari peluang yang ada di
Kampung, Kepala dusun, Kepala desa) maupun tokoh non formal (tokoh agama, adat,
tokoh pemuda, kepala suku). Tokoh-tokoh masyarakat ini merupakan kekuatan yang
sangat besar yang mampu menggerakkan masyarakat di dalam setiap upaya
pembangunan.
Referensi :
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of
Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan
Desa Siaga. Depkes. Jakarta.
Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Pusat Promosi Kesehatan.
Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan
Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat,
Jakarta.
111
Depkes RI. (2002). Pelatihan Konseling Pasca Keguguran. Depkes. Jakarta.
Konggres Obtetri dan Gynecologi Indonesia XII. (2003). Forum Dokter Bidan.
Yogyakarta.
Markum. A.H. dkk. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
112
UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan
113