Anda di halaman 1dari 3

Nama : edi laksono

Kelas : 1b

Mata kuliah : penulisan populer

Serba serbi ramadhan


Tradisi Jawa yang Dilakukan Jelang Bulan Puasa

Bagi kami, orang Jawa, terutama umat muslim, bulan puasa menjadi bulan yang sangat dinantikan,
tidak hanya karena berkesempatan istimewa untuk menjalani ibadah puasa, tetapi juga mengikuti
rangkaian tradisi Jawa yang melekat sampai sekarang.

Sebelum memasuki bulan puasa, kami masyarakat Jawa biasanya sudah sibuk, repot menyiapkan
segala sesuatu untuk menyambut bulan ramadhan. Dan sampai sekarang, meskipun jaman sudah
berubah, tehnologi semakin maju, tetapi kami, orang Jawa masih kental dengan berbagai tradisi .

Beberapa tradisi orang jawa yang mengiringi pelaksanaan ibadah di bulan ramadhan adalah sebagai
berikut

Tradisi yang satu ini butuh persiapan yang tidak cukup lama karena ada beberapa kegiatan yang
dilakukan. Nyadran terdiri dari serangkaian kegiatan seperti besik kuburan (membersihkan kuburan),
ziarah kubur dan kondangan atau kenduri atau kenduren.

Biasanya dilakukan di hari kesepuluh bulan Rajab atau saat datangnya bulan Sya’ban. Meskipun tidak
harus tepat harinya, tetapi orang Jawa biasanya mengambil hari tersebut.

Ritual nyadran dimulai dengan datang ke kuburan untuk besik-besik atau membersihkan kuburan
baik dari rumput liar, kotoran daun kering atau ranting kering. Jaman dahulu, di desa, kami biasa
datang bersamaan, biasanya orangtua dan anak-anaknya diajak untuk ikut membersihkan kuburan.
Bisa kuburan nenek/kakek, saudara atau leluhur lainnya. Kami biasa membawa gathul (sejenis
cangkul tapi hanya seukuran sabit) untuk mencabuti rumput, dan sapu lidi. Saat membersihkan
kuburan, kami tidak sendirian, karena hampir semua warga desa yang mempunyai leluhur di
kuburan akan datang dan ikutbesik-besik.
Kemudian kami akan nyekar/ziarah kubur , menaburkan bunga dan mendoakan arwah nenek
moyang yang telah tiada.

Nah, biasaanya 2 atau 3 hari kemudian(tergantung kesepakatan tetua dusun ), setelah bersih-bersih
kuburan, kami warga sedesa akan melakukan ritual selanjutnya yaitu kenduri atau kenduren di areal
kuburan tersebut. Saat kecil, akan dipilih tempat diantara kuburan yang cukup lapang untuk di tata
alas tikar yang bisa menampung warga dusun . Karena hampir semua warga dusun, tua muda, besar
kecil akan datang dan ikut kenduren. Tetapi saat kecil dulu, saya juga mengalami tidak lagi kenduren
di areal kuburan tetapi pernah di areal sumur agung (di desa biasanya ada sumber air yang airnya
menjadi andalan warga saat kemarau). Tetapi saya juga pernah mengalami ikut kenduren di rumah
salah satu warga desa . Intinya pilihan tempat untuk kenduren terserah warga desa tersebut.

Menu yang dibawa untuk kenduren biasanya nasi gurih (nasi yang dimasak dengan santan kental)
yang ditaburi kacang kedelai goreng, dengan lauk ayam, tempe, sayur Lombok ijo (jangan Lombok
ijo), perkedel, kering tempe, mie goreng, telur rebus, dilengkapi dengan rempeyek kedelai. Tak lupa
ada makanan kecil yang menjadi makanan khas kami yaitu apem(kue dari campuran tepung beras,
santan yang dimasak dengan di sangan).

Semua makanan di letakkan di atas tampah kecil, atau di tenongan (tempat nasi terbuat dari
bambu) nasinya di buat kerucut atau tumpeng kemudian diatas nasi di tancapi cabe dan bawang
putih yang ditusuk sodho atau ditusuk lidi

Setiap rumah akan membawa satu buah nasi kenduren lengkap dengan lauk-pauknya. Kemudian
semua makanan tersebut akan diletakkan di tengah-tengah warga yang duduk bersila. Selepas pak
Kyai atau mbah Modin mengucapkan doa yang diamini oleh warga, kami semau langsung menyerbu
makanan yang tersedia. Biasanya kami tidak mengambil makanan yang dibawa sendiri, tetapi
memilih mengambil makanan yang di bawa tetangga. Dan begitulah, semua yang hadir makan
bersama menikmati berkah yang ada sambil tak luap mensyukuri karunia Tuhan Yang Maha Esa.

Dudgeran sendiri ada yang melaksanakan tetapi ada juga yang tidak. Dugderan sendiri seperti pasar
malam, jadi ada pedagang yang menjual beberap jenis barang dagangan yang dibutuhkan warga.
Kalau di desa kami dulu (klaten) jarang ada dugderan menjelan puasa, biasanya malah sesudah
puasa atau saat harai raya Idul fitri selama beberapa hari. Kalau di Semarang, tradisi
Dugderan dilakukan seminggu sebelum ibadah puasa dimulai.
Tradisi tersebut, menurut kabar, sudah dilakyukan sejak tahun 1881, sangat lama, Dan sampai
sekarang sebagian tempat masih melakukan tradisi tersebut.

Biasanya diujung hari terakhir dugderan masjid agung akan menambuh bedug dengan kencang
‘du..dug…dug..” sebagai tanda bulan puasa telah tiba.

Kalau tradisi yang satu ini memang jarang dilewatkan .Rasanya tidak ada yang menolak untuk ikut
padusan menjelang bulan puasa. Padusan dalam bahasa jawa berarti adus atau mandi. Sebenarnya
makna dibalik padusan tersebut untuk membersihkan diri sebelum menjalankan ibadah puasa.
Membersihakn diri dari hal-hal, perbuatan yang tidak baik sehingga saat menjalai puasa dalam jiwa
yang suci, bersih dan murni. Tetapi dalam perkembangannya orang-orang melihat padusan itu
dilakukan dengan cara adus/mandi sehingga bdan menjadi bersih kembali. Makanya tidak heran jika
sehari menjelang bulan puasa, hampit tidak ada kolam renang, sungai, danau, embung, tempat
arena permainan air yang sepi dari pengunjung.

Saat saat kecil, tradisi padusan sangat dinanti, dan kami biasanya sudah menyiapakn diri jauh
sebelumnya , merencanakan mau padusan ke umbul/kolam tertentu.

Itulah tiga tradisi orang Jawa menjelang bulan puasa yang sampai sekarang masih dilakukan. Itulah
cara sederhana kami untuk nguri-nguri/melestarikan budaya jawa

Anda mungkin juga menyukai