Anda di halaman 1dari 5

ADAB-ADAB SAFAR (BEPERGIAN)

A. Adab-Adab Sebelum Safar

1. Melakukan shalat Istikharah sebelum bepergian, yaitu shalat sunnah dua raka'at kemudian
berdo'a dengan do'a Istikharah.

2. Hendaknya bertaubat kepada Allah dari segala macam kemaksiatan yang telah diperbuatnya dan
beristighfar dari setiap dosa yang dilakukannya, karena dia tidak mengetahui apa yang akan terjadi
setelah ia melakukan safar dan tidak mengetahui pula takdir yang menimpanya.

Bagi seorang yang hendak safar hendaknya mengembalikan barang-barang yang pernah
dirampasnya kepada pemiliknya, membayar hutang-hutang, menyiapkan nafkah (uang belanja)
kepada yang wajib diberikan nafkah, segera menyelesaikan perjanjian-perjanjian yang diulur-ulur
dan menulis wasiat kepada ahli warisnya dengan dihadiri para saksi, dan meninggalkan uang
belanja kepada keluarganya (isteri, anak, dan orang tua) dan meninggalkan kebutuhan pokok yang
dapat mencukupinya.

Hendaknya seorang yang hendak safar tidak membawa perbekalan kecuali dari sumber yang halal
lagi baik.

3. Hendaknya melakukan safar (perjalanan) bersama dengan dua orang atau lebih. Sebagaimana
hadits,

"Satu pengendara (musafir) adalah syaitan, dua pengendara (musafir) adalah dua syaitan, dan tiga
pengendara (musafir) ialah rombongan musafir."

4. Seorang musafir hendaknya memilih teman perjalanan yang shalih, yaitu orang yang dapat
membantu menjaga agamanya, menegurnya apabila lupa, membantunya jika dibutuhkan, dan
mengajarinya apabila ia tidak tahu.

5. Mengangkat pemimpin, yaitu hendaknya menunjuk seorang ketua rombongan dalam safar
sebagaimana hadits,

"Jika tiga orang (keluar) untuk bepergian, maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang dari
mereka sebagai ketua rombongan."

Dan yang dipilih sebagai ketua rombongan adalah orang yang mempunyai akhlak yang paling baik,
paling dekat dengan teman-temannya, paling dapat mengutamakan kepentingan orang lain (tidak
egois), dan senantiasa mencari kesepakatan rombongan (ketika ada perbedaan pendapat).

6. Disunnahkan untuk melakukan safar (perjalanan) pada hari Kamis dan berangkat pagi-pagi ketika
akan melakukan perjalanan. Hal ini berdasarkan hadits shahih dari Ka'ab bin Malik radhiyallahu
'anhu,

"Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam keluar menuju perang Tabuk pada hari Kamis dan
telah menjadi kebiasaan beliau untuk keluar (bepergian) pada hari Kamis."

Di dalam riwayat yang lain,

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila bepergian senantiasa melakukannya pada hari
Kamis."

Sedangkan dalil tentang disunnahkannya untuk berangkat pagi-pagi ketika hendak melakukan
perjalanan adalah hadits,

"Ya Allah, berkahilah ummatku pada pagi harinya."

Dan sangat disukai untuk memulai bepergian pada waktu ad-Dulajah, yaitu awal malam atau
sepanjang malam, sebagaimana hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda,

"Hendaklah kalian bepergian pada waktu malam, karena seolah-olah bumi itu terlipat pada waktu
malam."

7. Berpamitan kepada keluarga dan teman-teman yang ditinggalkan.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam senantiasa berpamitan kepada para Sahabatnya ketika akan
safar (bepergian), beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan do'a kepada salah seorang di
antara mereka dengan do'a,

ُ‫ع َملِكَُ َوخ ََواتِي َُْم َوأ َ َمانَت َكَُ ِد ْينَكَُ للاَُ أ َ ْست َْودِع‬
َ

"Aku menitipkan agamamu, amanahmu, dan perbuatanmu yang terakhir kepada Allah."

Makna "Aku titipkan agamamu", yaitu aku memohon kepada Allah agar berkenan menjaga
agamamu (agar istiqamah dalam ketaatan kepada Allah).

Sedangkan yang dimaksud dengan amanah adalah keluarga dan orang-orang yang selainnya serta
harta yang dititipkan, dijaga, dan dikuasakan kepada orang kepercayaan atau wakilnya atau yang
semakna dengan itu.

Makna "Perbuatanmu yang terakhir", yaitu do'a untuknya agar akhir perbuatannya baik (husnul
khatimah). Hal ini karena, amalan terakhir merupakan amalan yang paling menentukan baginya di
akhirat kelak dan sebagai penghapus perbuatan-perbuatan buruk yang dilakukan.

B. Adab-Adab Ketika Safar

1. Menaiki kendaraan dan mengucapkan do'a safar (bepergian).

Apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menaiki kendaraannya, beliau mengucapkan takbir
(Allahu Akbar) sebanyak tiga kali kemudian berdo'a,
"Mahasuci Rabb yang menundukkan kendaraan ini untuk kami, sedangkan sebelumnya kami tidak
mampu. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami (di hari Kiamat). Ya Allah,
sesungguhnya kami memohon kebaikan dan taqwa dalam perjalanan ini, kami memohon perbuatan
yang membuat-Mu ridha. Ya Allah, mudahkanlah perjalanan kami ini, dan dekatkanlah jaraknya bagi
kami. Ya Allah, Engkaulah teman dalam perjalanan dan yang mengurus keluargaku. Ya Allah,
sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kelelahan dalam bepergian, pemandangan yang
menyedihkan dan perubahan yang jelek dalam harta dan keluarga."

2. Bertakbir (mengucapkan: Allahu Akbar) ketika sedang jalan mendaki dan bertasbih
(mengucapakan: Subhanallaah) ketika jalan menurun.

"Kami apabila berjalan menanjak mengucapkan takbir (Allahu Akbar) dan apabila jalan menurun
membaca tasbih (Subhanallaah)."

3. Memperbanyak mengucapkan do'a berdasarkan hadits,

"Tiga do'a yang pasti dikabulkan (mustajab) dan tidak ada keraguan lagi tentangnya, do'anya
seorang yang dizhalimi, do'anya musafir (orang yang melakukan perjalanan), do'a buruk orang tua
terhadap anaknya."

4. Melantunkan sya'ir dan puisi sebagaimana hadits Salamah bin al-Akwa' radhiyallahu 'anhu, beliau
berkata,

"Kami bepergian bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menuju Khaibar, kemudian kami
terus bergerak ketika malam, lalu berkatalah seseorang kepada Amir bin Akwa: 'Tidakkah engkau
perdengarkan kepada kami sya'ir-sya'ir kegembiraanmu?'. Hal ini dikarenakan Amir adalah seorang
penyair, kemudian beliau (Amir) turun dari tunggangannya dan memberikan semangat kepada
orang-orang, seraya berkata: 'Ya Allah, jika tidak karena Engkau pasti kami tidak akan pernah
mendapatkan petunjuk, tidak pula kami bershadaqah dan tidak pula kami shalat (hingga akhir doa)'.

Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya: 'Siapakah yang bersenandung itu?'.
Mereka menjawab: 'Amir bin al-Akwa'. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata:
'Semoga Allah memberikan rahmat kepadanya'."

5. Beristirahat ketika sedang melakukan perjalanan.

Hal tersebut merupakan belas kasih kita kepada hewan tunggangan, di samping memanfaatkannya
untuk tidur dan beristirahat. Namun demikian, perlu memperhatikan keadaan tempat pemberhentian
dan sebaiknya menjauhkan diri dari jalanan, terutama pada waktu malam hari, karena banyak
serangga-serangga dan hewan melata yang berbisa, juga binatang buas berkeliaran pada malam
hari di jalan-jalan untuk memudahkan gerak mereka, di samping mereka memunguti makanan yang
berjatuhan (dari para musafir) atau yang lainnya di jalanan tersebut boleh jadi akan didatangi oleh
mereka dan terganggu. Apabila seseorang membuat tenda, maka sudah seharusnya ia menjauhkan
diri dari jalanan (saat malam hari).
C. Adab-Adab Setelah Safar (Bepergian)

1. Mengucapkan do'a Safar (bepergian).

Dan sangat disukai (dianjurkan) untuk mengulang-ulang do'a,

َُ‫عابِد ْونَُ ت َائِب ْونَُ آيِب ْون‬


َ ‫َحامِ د ْونَُ ل َِربِِّنَا‬

"Kami kembali dengan bertaubat, tetap beribadah, dan selalu memuji kepada Rabb kami."

Hal ini berdasarkan perkataan Anas radhiyallahu anhu bahwa beliau shallallahu 'alaihi wa sallam
terus mengucapkan hal tersebut hingga kami tiba di Madinah.

2. Memberitahukan terlebih dahulu kedatangannya kepada keluarganya dan tidak disukai untuk
datang kembali dari bepergian pada malam hari tanpa memberitahukan terlebih dahulu kepada
keluarganya. Rasulullah dhallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang seseorang mengetuk pintu
rumah keluarganya di waktu malam. Hal ini berdasarkan hadits berikut,

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang seseorang untuk mengetuk (pintu rumah)
keluarganya pada waktu malam hari."

Dan di dalam hadits lainnya disebutkan,

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah mengetuk pintu (rumah keluarganya), tidak
pula masuk (ke rumah, setelah pulang dari bepergian) kecuali pada pagi hari atau sore hari."

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menerangkan hikmah di balik dari pelarangan tersebut,

"Agar keluarganya mempunyai waktu terlebih dahulu untuk merapikan diri, berhias, menyisir rambut
yang kusut dan dapat bersolek setelah ditinggal pergi."

3. Shalat dua raka'at di masjid ketika tiba dari safar (perjalanan) sebagaimana hadits berikut,

"Sesungguhnya apabila Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah tiba dari bepergian pada saat
Dhuha, beliau masuk ke dalam masjid dan kemudian shalat dua raka'at sebelum duduk."

[Diringkas dari artikel berikut : https://almanhaj.or.id/4007-adab-adab-safar.html]

>> Poin Tambahan

1. Menyiapkan bekal safar.

Ibnu Qudamah Al-Maqdisi berkata: "Seorang musafir tidaklah pantas berkata: 'Aku akan safar tanpa
bekal. Cukup dengan bertawakal'. Ini adalah ucapan bodoh, karena membawa bekal dalam safar
tidaklah mengurangi maupun bertentangan dengan tawakal." (Mukhtashar Minhajil Qashidin, hal.
121)
2. Dilarang membawa anjing dan lonceng dalam safar.

"Malaikat tidak akan menyertai rombongan yang di dalamnya ada anjing dan lonceng." (HR.
Bukhari)

3. Tidak ada shalat sunnah kecuali shalat sunnah fajar, witir, dan shalat sunnah mutlak.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

"Kegigihan dan kesungguhan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam memelihara shalat
sunnah sebelum Subuh lebih besar daripada shalat sunnah yang lainnya sehingga beliau tidak
pernah meninggalkannya. Begitu pula shalat witir, sama ada ketika dalam perjalanan maupun ketika
sedang di rumah.. Tidak pernah dinukil bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengerjakan
shalat sunnah rawatib selain shalat sunnah sebelum subuh dan shalat witir dalam perjalanannya."
(Lihat Zaadul Ma'ad fii Hadyi Khairil 'Ibad, 1/315)

4. Apabila telah sampai di rumah, maka disunnahkan berjima' dengan istri.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Jangan tergesa-gesa hingga engkau dapat datang pada waktu malam -yaitu isya- agar ia (isterimu)
sempat menyisir rambut yang kusut dan mencukur bulu kemaluannya. Selanjutnya, hendaklah
engkau menggaulinya." (HR. Bukhari dan Muslim)

© Ringkasan Adab-Adab Safar (Bepergian) | AL MUKHTASHAR


Source: https://eshaardhie.blogspot.com/2016/06/ringkasan-adab-adab-safar-bepergian.html

Anda mungkin juga menyukai