Anda di halaman 1dari 4

PEMERINTAH KABUPATEN LEBAK

DINAS KESEHATAN
PUSKESMAS RAWAT INAP CIPANAS
Jl. Raya Gajrug Muncang KM 1 Kec.Cipanas Kab.Lebak 42372

EVALUASI DAN REKOMENDASI

PELAKSANAAN INFORMED CONSENT

I. Pendahuluan
Persetujuan Tindak Medik/ Informed Consent adalah pernyataan tertulis yang diberikan oleh
pasien/ suami/ istri/ keluarga bahwa setuju terhadap tindakan medik atau terapi yang diberikan oleh
dokter dan telah pula mengerti semua prosedur tindakan dan komplikasi yang mungkin terjadi
akibat dari tindakan medis/ terapi tersebut. Informed consent berasal dari kata Informed yang berarti
telah mandapat informasi. Consent berarti persetujuan (izin) yang dimaksud dengan Informed
Consent dalam profesi kedokteran adalah pernyataan setuju (consent) atau izin dari seseorang
(pasien) yang diberikan dengan bebas, rasional tanpa paksaan.
Masalah kesehatan seseorang (pasien) adalah tanggung jawab pasien itu sendiri. Dengan
demikian sepanjang keadaan kesehatan tersebut tidak sampai mengganggu orang lain maka
keputusan untuk mengobati atau tidaknya masalah kesehatan yang dimaksud sepenuhnya terpulang
dan menjadi tanggung jawab yang bersangkutan. Tindakan kedokteran yang dilakukan oleh dokter
untuk memulihkan kesehatan seseorang (pasien) hanya merupakan suatu upaya yang tidak wajib
diterima oleh seseorang (pasien) yang bersangkutan karena sesungguhnya dalam pelayananan
kedokteran tidak seorangpun yang dapat memastikan hasil akhir daripada pelayanan kedokteran
tersebut.
Hasil akhir dari tindakan kedokteran akan lebih berdaya guna dan berhasil guna apabila
terjalin kerjasama yang baik antara dokter dengan pasien karena dokter dan pasien akan dapat saling
mengisi dan melengkapi. Untuk mengatur keserasian, keharmonisan dan ketertiban hubungan dokter
dan pasien melalui pemberian Informed Consent harus ada pedoman sebagai acuan pelaksanaan.
Dalam pelaksanaan Informed Consent terhadap pasien-pasien yang berkunjung ke Unit Gawat
Darurat puskesmas rawat inap cipanas telah dilakukan evaluasi untuk perbaikan pelaksanaan
Informed Consent pada khususnya dan untuk perbaikan pelayanan di Unit Gawat Darurat pada
umumnya..
Evaluasi Pelaksanaan Informed Consent di UGD puskesmas rawat inap cipanas
Berdasarkan telah dilaksanakan Informed Consent yang mengacu pada: Permenkes RI
Nomor: 585/ MENKES/ PER/ X/ 1989 tentag Persetujuan Tindakan Medik serta Keputusan
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Nomor: HK. 00. 06. 3. 5. 1866, tanggal 21 April 1999 tentang
Pedoman Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent). Berdasarkan pedoman tersebut maka
tata cara pelaksanaan persetujuan medik adalah sebagai berikut:
1. Dokter memberikan penjelasan/informasi kepada pasien/keluarga pasien.
2. Pasien/ keluarga diberi kesempatan bertanya.
3. Pasien/ keluarga menandatangani Surat Persetujuan TindakKedokteran/Informed Consent.
4. Dokter yang akan melakukan tindakan kedokteran menandatangani formulir Informed
Consent.
5. Diketahui dan ditandatangani oleh 2 orang saksi. Perawat bertindak sebagai salah satu saksi
dan keluarga pasien menjadi saksi lainnya.
6. Perawat tidak boleh memberikan informasi medik yang melampaui wewenangnya.
7. Bila dalam keadaan gawat darurat dan pasien tidak sadar, serta tidak ada keluarga yang
mendampingi maka Informed Consent ditandatangani oleh 2 orang dokter dan diketahui
serta ditandatangani oleh Kepala puskesmas rawat inap cipanas
8. Perluasan tindakan operasi (extended operation) harus diminta persetujuan baru berupa
catatan atau adendum dari keluarga terdekat (stretching consent) setelah diinformasikan
secara jelas oleh operator di ruang konsultasi, kecuali pada waktu dilakukan operasi
ditemukan sesuatu yang tidak terduga sebelumnya dan membahayakan jiwanya jika segera
diambil tindakan medis, dan informasi tetap harus diberikan sesudahnya.

Departemen Kesehatan telah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Persetujuan


Tindakan Medik pada tahun 1989, kemudian pada tahun 2004 diundangkan Undang-Undang Nomor
29 tahun 2004 tentang praktik Kedokteran yang juga memuat ketentuan tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi. Lebih jauh.Undang-undang tersebut memadatkan agar
diterbitkan Permenkes untuk mengaturnya lebih lanjut. Sejalan dengan itu, Konsil Kedokteran
Indonesia menerbitkan buku Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran sebagai petunjuk ringkas
pelaksanaan Persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi, yang untuk selanjutnya dalam
buku tersebut disebu sebagai ”Persetujuan Tindakan Kedokteran”.
Sebagaimana diuraikan diatas, persetujuan tindakan kedokteran adalah penyataan sepihak
pasien atau yang sah mewakilinya yang isinya berupa persetujuan atas rencana tindakan kedokteran
atau kedokteran gigi yang iajukan oleh dokter atau dokter gigi, setelah meneriman informasi yang
cukup untuk membuat persetujuan atau penolakan. Suatu persetujuan dianggap sah apabila:
a. Pasien telah diberi informasi
b. Pasien atau yang sah mewakilinya dalam keadaan cakap (kompeten) untuk
memberikan keputusan/ persetujuan.
c. Persetujuan harus diberikan secara sukarela.
Kadang-kadang orang menekannkan pentingnya penandatanganan formulir persetujuan
tindakan kedokteran. Meskipun formulir tersebut penting dan sangat menolong (dan kadang-kadang
diperlukan secara hukum), tetapi penandatanganan formulir itu sendiri tidak mencukupi. Yang lebih
penting adalah mengadakan diskusi yang rinci dengan pasien, dan didokumentasikan di dalam
rekam medis pasien.
Ketika dokter mendapat persetujuan tndakan kedokteran, maka harus diartkan bahwa
persetujuan tersebu terbatas pada hal-hal yang telah disetujui. Dokter tidak boleh bertindak melebihi
lingkup persetujuan tersebut, kecuali dalam keadaan gawat darurat, yaitu dalam rangka
menyelamatkan nyawa pasien atau mencegah kecacatan (gangguan kesehatan yang bermakna). Oleh
karena itu sangat penting diupayakan agar persetujuan juga mencakup apa yang harus dilakukan jika
terjadi peristiwa yang tidak diharapkan dalam pelaksanaan tindakan kedokteran tersebut.
Upaya memperoleh pertujuan dapat memerlukan waktu yang lama. Persetujuan pada
berbagai keadaan akan berbeda, karena setiap pasien memiliki perhatian dan kebutuhan yang
individual. Dan meskipun waktu yang tersedia sedikit, tetap saja tidak ada alasan untuk tidak
memperoleh persetujuan. Adalah tanggung jawab dokter pemberi perawatan atau pelaku
pemeriksaan/ tindakan untuk memastikan bahwa persetujuan tersebut dieroleh secara benar dan
layak.

Dokter dapat mendelegasikan proses pemberian informasi dan penerimaan persetujuan,


namum tanggung jawab tetap berada pada dokter pemberi delegasi untuk memastikan bahwa
persetujuan diperoleh secara benar dan layak. Jika seorang dokter akan memerikan informasi dan
menerima persetujuan pasien atas nama dokter lain, maka dokter tersebut harus yakin bahwa dirinya
mampu menjawab secara penuh pertanyaan apapun yang diajukan pasien berkenaan dengan tinakan
yang akan dilakukan terhadapnya-untuk memastikan bahwa persetujuan tersebut dibuat secara layak
dan benar.

Menurut pasal 45 UU Praktik Kedokteran memberikan batasan minimal informasi yang


selayaknya diberikan kepada pasien, yaitu:

a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis.


b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan.
c. Alternatif tindakan lain dan risikonya.
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
Mengacu kepada kepustakaan, KKI melalui buku manual Persetujuan Tindakan Medik
memberikan 12 kunci informasi yang sebaiknya diberikan kepada pasien:

a. Diagnosis dan prognosis secara rinci dan juga prognosis apabila tidak diobati.
b. Ketidakpastian tentang diagnsis (diagnosis kerja dan diagnosis banding) termasuk
pilihan pemeriksaan lanjutan sebelum dilakukan pengobatan.
c. Pilihan pengobatan atau penatalaksanaan terhadap kondisi kesehatannya, termasuk
pilihan untuk tidak diobati.
d. Tujuan dari recana pemeriksaan atau pengobatan; rincian dari prosedur atau pengobatan
yang dilaksanakan, termasuk tindakan subsider seperti penanganan nyeri, bagaimana
pasien seharusnya mempersiapkan diri, rincian apa yang akan dialami pasien seama dan
sesudah tindakan, termasuk efek samping yang biasa terjadi dan yang serius.
e. Untuk setiap pilihan tindakan, diperlukan keterangan tentang kelebihan/ keuntungan dan
tingkat kemungkinan keberhasilannya, dan diskusi tentang kemungkinan risiko yang
serius atau sering terjadi, dan perubahan gaya hidup sebagai akibat dari tindakan
tersebut.
f. Nyatakan bila rencana pengobatan tersebut adalah upaya yang masih eksperimental.
g. Bagaimana dan kapan kondisi pasien dan akibat sampingannya akan dimonitor atau
dinilai kembali.
h. Nama dokter yang bertanggungjawab secara keseluruhan untuk pengobatan tersebut,
serta bila mungkin nama-nama anggota tim lainnya.
i. Bila melibatkan dokter yang sedang mengikuti pelatihan atau pendidikan, maka
sebaiknya dijelaskan peranannya di dalam rangkaian tindakan yang akan dilakukan.
j. Mengingatkan kembali bahwa pasien dapat mengubah pendapatnya setiap waktu. Bila
hal itu dilakukan maka pasien bertanggungjawab penuh atas konsekuensi pembatalan
tersebut.
k. Mengingatkan bahwa pasien berhak memperoleh pendapat kedua dari dokter lain.
l. Bila memungkinkan, juga diberitahu tentang rincian biaya.
Dalam buku Manual Persetujuan Tindakan Medik sudah tersedia contoh format persetujuan dan
penolakan tindakan medis (lampiran 2 lampiran 3)

II. Rekomendasi
Untuk informed consent selanjutnya mengusulkan agar dapat bekerjasama dengan Unit
Rekam medik dalam pelaksanaan Informed Consent menggunakan blangko seperti yang terdapat
dalam buku Manual Persetujuan Tindakan Medik oleh Konsil Kedokteran Indonesia (terlampir).

Ditetapkan di : Cipanas
pada tanggal : 1 April 2014
KEPALA PUSKESMAS RAWAT INAP
CIPANAS,

H.Supriatna

LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS


NOMOR …….
TENTANG : EVALUASI DAN REKOMENDASI
PELAKSANAAN INFORMED CONSENT

Anda mungkin juga menyukai