Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PENDIDIKAN ORANG DEWASA


“ PENERAPAN POD DALAM KEGIATAN PENGAJIAN RUTIN AHAD
PAGI DI MASJID AL-HIDAYAH, CELEBAN, UMBULHARJO, KOTA
YOGYAKARTA”

Oleh:
ROMZI
03.01.18.0030

PENYULUH PERTANIAN BERKELANJUTAN

KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN
POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN YOMA
2019
BAB I
PENGERTIAN DAN TUJUAN POD

1.1. Pengertian
John D Ingals (1973), memberikan batasan bahwa pendidikan orang
dewasa adalah suatu cara pendekatan dalam proses belajar orang dewasa,
rumusan ini lebih menekankan kepada tehnik belajar bagi orang dewasa
sehingga orang dewasa sanggup dan mau belajar sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai. Mustofa Kamil (2007) menyatakan bahwa definisi pendidikan
orang dewasa merujuk pada kondisi peserta didik dewasa baik dilihat dari
dimensi fisik (biologis), psikologis, dan sosial. Seseorang dikatakan dewasa
secara biologis apabila ia telah mampu melakukan reproduksi. Adapun
dewasa secara psikologis, berarti seseorang telah memiliki tanggung jawab
terhadap kehidupan dan keputusan yang diambil. Kemudian dewasa secara
sosiologis, berarti seseorang telah mampu melakukan peran-peran sosial
yang biasa berlaku di masyarakat.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, pendidikan orang dewasa
telah diterapakan dalam kegiatan pengajian rutin ahad pagi yang saya hadiri,
sebab tidak ada paksaan kepada siapapun untuk menghadiri kegiatan
tersebut. Artinya kegiatan tersebut sesuai dengan pendapat Mustofa Kamil
(2007), yaitu kondisi orang dewasa berdasarkan psikologisnya. Dimana
orang dewasa telah mampu dalam mengambil keputusan apa yang menjadi
kebutuhannya, baik kebutuhan dunia maupun kebutuhan akhiratnya. Selain
itu kondisi peserta didik baik dari segi biologis dan sosiologis juga sesuai
dengan pendapat mustofa kamil (2007), dimana peserta yang menghadiri
rata-rata sudah berkeluarga dan sangat berperan dalam masyarakat.
Proses pembelajaran dalam kegiatan ini menggunakan sistem
ceramah dan tanya jawab sesuai dengan permasalahan yang dihadapi peserta
didik. Berdasarkan pendapat John D Ingals (1973), suatu cara pendekatan
dalam proses belajar yang lebih menekankan kepada tehnik belajar bagi
orang dewasa sehingga orang dewasa sanggup dan mau belajar sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai. Dengan teknik ceramah dan tanya jawab,
peserta didik mendapat nasihat rohaniah dari narasumber sesuai dengan
materi yang disampaikan. Kemudian di akhir sesi peserta didik dapat
menyampaikan pertanyaan yang menyangkut masalah sesuai materi maupun
masalah yang dihadapi baik masalah dunia maupun akhirat. Dengan tujuan
agar bertambahnya keimanan dan ketakwaan peserta didik dan dapat
mengatasi masalah yang dihadapi oleh peserta didik.

1.2. Tujuan
M. Alfarabi (2015) menyimpulkan beberapa pendapat para ahli
dalam bukunya yang berjudul “ Pendidikan Orang Dewasa Dalam Al-
qur’an”, bahwa pendidikan orang dewasa sekurang-kurangnya mengarah
pada 7 tujuan utama, yaitu:
1. Membantu pembelajar dewasa memiliki pengetahuan, pengalaman dan
keterampilan guna meningkatkan kesejahteraan dalam kehidupannya;
2. Untuk membantu pembelajar dewasa memahami dirinya sendiri,
bakatnya, keterbatasannya, dan hubungan interpersonalnya;
3. Mengembangkan jiwa dan sikap kepemimpinan yang terdapat pada
setiap pembelajar dewasa;
4. Membantu pembelajar dewasa mengenali dan memahami urgensi
kebutuhan pendidikan seumur hidup (life long education).
5. Membantu pembelajar dewasa mencapai kemajuan proses pematangan
secara intelektual, emosional, dan spiritual.
6. Melengkapi keterampilan yang diperlukan untuk menemukan dan
memecahkan masalah.
7. Memberi bantuan agar orang dewasa menjadi individu yang mandiri,
bebas, dan otonom.
Tujuan utama dari kegiatan pengajian rutin ahad pagi adalah sebagai
pengetahuan tentang ilmu agama, pematangan spiritual, dan pemecahan
masalah bagi peserta didik dalam hal duniawi maupun akhirat. Hal ini
sesuai dengan tujuan pendidikan orang dewasa yang tercantum diatas.
BAB II
FALSAFAH DAN AZAS POD

2.1. Falsafah Pendidikan Orang Dewasa


Indonesia merupakan negara yang merdeka dan berdaulat dengan
menjalankan sistem kenegaraan berdasarkan pancasila sebagai falsafah
bangsa. Pancasila menjadi dasar dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa
dan bernegara salah satunya aspek pendidikan, khususnya pendidikan orang
dewasa. Dalam pembukaan Undang-Undang 1945, alenia ke-empat terdapat
tujuan bangsa Indonesia salah satunya yaitu mencerdaskan kehidupan
bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan
formal maupun pendidikan non formal.
Sejalan dengan pembukaan UUD 1945, filosofi pendidikan menurut
UU No. 2 Tahun 1989 tentang pendidikan nasional yaitu Idealisme,
Programatis dan Realisme, dimaksudkan untuk memperkokoh nilai-nilai
kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan falsafah pendidikan itu
diharapkan bangsa Indonesia maju dan sejajar dengan bangsa-bangsa
lainnya di dunia. Untuk itu sewajarnya nilai-nilai dari sila-sila Pancasila
merupakan landasan sekaligus tujuan dalam mewujudkan harapan yang
hendak dicapai.
Dari falsafah diatas, kegiatan pengajian ahad pagi sebagai sarana
pendidikan non-formal untuk menambah ilmu pengetahuan, sebagai sarana
yang mampu mempererat hubungan sesama peserta didik, dan
memperkokoh keimanan dan ketakwaan kepada ‫ﷲ‬. Hal ini sesuai dengan
tujuan yang termaksud dalam undang – undang no. 2 Tahun 1989, yaitu
memperkokoh nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara.

2.2. Azas Pendidikan Orang Dewasa


Asas pendidikan orang dewasa telah diatur dalam Garis Besar
Haluan Negara tahun 1978 tentang pendidikan nasional, yaitu :
1. Asas Manfaat ialah bahwa segala usaha dan kegiatan harus bermanfaat
dan dimanfaatkan bagi tujuan kemanusiaan, bagi peningkatan
kesejahteraan dan pengembangan pribadi masyarakat Indonesia.
2. Asas Usaha Bersama dan Kekeluargaan.
3. Asas Demokrasi ialah Pancasila yang meliputi semua bidang kehidupan
manusia Indonesia dalam upaya mencapai tujuan dengan musyawarah
dan mufakat dalam setiap adanya pengambilan suatu keputusan
4. Asas Adil dan Merata ialah hasil-hasil material dan spiritual yang dicapai
dalam pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh bangsa
5. Asas Perikehidupan dan keseimbangan
6. Asas Kesadaran Hukum
7. Asas Kepercayaan Pada Diri Sendiri
Disamping ke tujuh asas di atas, dalam pelaksanaan kegiatan
pendidikan orang dewasa, masih dikenal beberapa asas diantaranya adalah :
1. Asas Kesatuan: kesatuan dalam usaha pencapaian tujuan yang hendak
dicapai.
2. Asas Swadaya : kemampuan atas dasar kesadaran dan inisiatif sendiri
mengadakan ikhtiar ke arah pemenuhan kebutuhan yang dirasakan
3. Asas Inovasi : setiap pemecahan masalah hendaknya dianggap sebagai
suatu perubahan untuk perbaikan dan kemajuan
4. Asas Dinamisasi: segala gerak usaha pendidikan yang tercermin dalam
asas-asas di atas, menunjukan adanya dinamisasi yang hidup.
Pada dasarnya kegiatan pengajian rutin ini sangat memberikan
manfaat yang sangat besar bagi peserta didik. Kegiatan ini dilaksanakan atas
dasar keinginan dari peserta didik sendiri. Sejalan dengan asas diatas,
kegiatan ini merupakan asas kebersamaan dan kekeluargaan dari masyarakat
bersama dengan pengurus masjid. Segala penentuan kegiatan berdasarkan
masukan-masukan yang disampaikan oleh masyakat sekitar mulai dari
penentuan materi hingga pemilihan narasumber yang dirumuskan secara
bersama.
BAB III
PRINSIP, ASUMSI, DAN IMPLIKASI POD

3.1. Prinsip POD


Dalam pendidikan orang dewasa terdapat beberapa prinsip yang
menjadi pendoman agar pendidikan dapat di terima dan diterapkan oleh
peserta didik. Berikut adalah prinsip yang dikemukakan oleh Sunhaji (2013)
1. Recency (kebaruan).
2. Appropriatenes (kesesuaian).
3. Motivation (dorongan).
4. Primacy (menarik perhatian di awal sesi).
5. Two Way Communication (komunikasi dua arah).
6. Feedback (umpan balik).
7. Active Learning (belajar aktif).
8. Muliple –Sense Learning.
9. Exercise (latihan).
Berdasarkan prinsip diatas, kegiatan pengajian ini sangat
memberikan dampak yang positif bagi masyarakat yang mana kegiatan ini
memotivasi peserta didik dalam meningkatkan keimanan dan ketakwaan,
sebagaimana prinsip diatas. Selain itu, kegiatan ini sangat dibutuhkan
masyarakat sebab menyangkut ilmu tentang hubungan sesama manusia dan
hubungan manusia dengan sang pencipta.
Penyampaian materi oleh narasumber yang berdasarkan
pengalamannya dapat menarik perhatian sehingga peserta didik focus dalam
mendengarkan. Pada akhir penjelasan materi, terdapat sesi tanya jawab.
Pada sesi itu peserta didik menyampaikan masalah-masalah yang dihadapi
untuk menerima solusi dalam menyelesaikan masalah yang menimpa.
3.2. Asumsi POD
Menurut Danim (2010), pendidikan orang dewasa dapat diasumsikan
dengan beberapa aspek sebagai berikut :

No Aspek Asumsi andragogi


1. Konsep diri Peningkatan arah diri atau kemandirian
Pengalaman Pelajar merupakan sumber daya yang kaya
2.
untuk belajar
Kesiapan Tugas perkembangan berorientasi peran
3.
sosial
4. Perspektif waktu belajar Kecepatan aplikasi
5. Orientasi untuk belajar Berpusat pada masalah
Iklim belajar Mutualitas/pemberian pertolongan, rasa
6.
hormat, kolaborasi, dan informal
Perencanaan Reksa (mutual) diagnosis diri
7.
pembelajaran
8. Perumusan tujuan Reksa (mutual) negosiasi
Desain pembelajaran Diurutkan dalam hal kesiapan unit
9.
masalah
10. Kegiatan pembelajaran Teknik pengalaman (penyelidikan)
Evaluasi pembelajaran Reksa diagnosis kebutuhan dan reksa
11.
program pengukuran

3.3. Implikasi POD


Sunhaji (2013) berpendapat bahwa implikasi pendidikan orang
dewasa adalah sebagai berikut:
1. Menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif.
2. Diagnosis kebutuhan belajar melibatkan stakeholder yang terkena
langsung dampak pelaksanaan pendidikanya, membangun model yang
diharapkan, menyediakan pengalaman yang dibutuhkan
3. Proses Perencanaan,melibatkan peserta didik dalam menyusun rencana
pelatihan,
4. Memformulasikan tujuan secara bersama untuk memenuhi kebutuhan
peserta didik
5. Mengembangkan model umum, pendidikan orang dewasa lebih banyak
melalui diskusi, baik kelompok kecil maupun kelompok besar
6. Menetapkan materi dan teknik pembelajaranya, materi lebih ditekankan
pada pengalaman nyata, disesuaikan dengan kebutuhan dan berorientasi
pada aplikasi praktis, metode dan teknik yang dipilih harus menghindari
teknik yang bersifat pemindahan pengetahuan dari fasilitator kepada
peserta didik,lebih bersifat partisipatif (Lunandi, 1987 ).
Pada dasarnya kegiatan pengajian rutin ini dapat mengarahkan
peserta didik dalam mengatasi masalah yang mereka hadapi di lingkungan
masyarakat. Dalam hal ini, asumsi dan implikasi diatas telah diterapkan
pada kegiatan ini sebab peserta didik sendiri yang menentukan jalannya
kegiatan, mulai dari menentukan materi yang diangkat disesuaikan dengan
permasalahan hingga evaluasi yang dilakukan oleh peserta didik itu sendiri.
Kegiatan ini dapat dikatakan sesuai dengan apa yang disampaikan oleh
beberapa para ahli diatas.
BAB IV
PERBEDAAN ANDRAGOGI DAN PEDAGOGI

Menurut Marzuki (2010), secara umum perbedaan yang kontras antara


orang dewasa dengan anak-anak dapat diperhatikan melalui tabel berikut:

No Orang dewasa Anak-anak


Orang dewasa memiliki Anak-anak mempunyai sedikit
1 pengalaman praktis dan pragmatis pengalaman pragmatis.
yang luas.
Belajar berpusat pada pendalaman Belajar berpusat pada pembentukan
dan perluasan dari pengalaman dasar-dasar pengertian, nilai-nilai,
2
yang lalu, baik pengetahuan, sikap keterampilan, dan sikap.
maupun keterampilan.
Hambatan-hambatan untuk Hambatan untuk berubah datang dari
mengubah tingkah laku bersumber faktor-faktor yang ada hubungannya
dari faktor-faktor yang ada dengan pertumbuhan fisik, tuntutan
3 hubungannya dengan lingkungan sosialisasi, persiapanpersiapan untuk
sosialnya, pekerjaannya dan kehidupan sosial, dan pekerjaan yang
kebutuhan-kebutuhan dirinya akan datang.
untuk kelanjutan hidupnya.
Kebutuhan belajar dihubungkan Kebutuhan belajarnya berhubungan
4 dengan situasi kehidupan yang dengan pengembangan pola-pola
akan datang. pengertian untuk yang akan datang.
Orang dewasa tampak lebih Anak-anak lebih menggunakan pikiran
5 menggunakan pikiran generalisasi konkret.
dan abstrak.
Orang dewasa dapat Anak-anak tidak dapat mengemukakan
mengemukakan kebutuhan kebutuhan belajarnya, karena
6 belajarnya, sehingga dapat kemampuan untuk itu cenderung
bernegosiasi dengan programmer ditentukan oleh experts (tenaga ahli).
dalam perencanaan.
Orang dewasa telah memiliki Konsep diri masih belum
konsep diri yang mantap terorganisasikan yang menyebabkan
7 (organized and consistent) yang anak memandang diri masih
memungkinkan untuk bergantung.
berpartisipasi dan mandiri.
Orang dewasa ditugasi dan Belum dibebani tanggung jawab, dan
8 dibebani status dan tanggung sedang diharapkan untuk bertanggung
jawab oleh masyarakat. jawab.

Pada kegiatan pengajian rutin ini, pemilihan materi telah disesuaikan


dengan kebutuhan masyarakat, yang mana materi ditentukan oleh masyarakat itu
sendiri. Dengan materi yang sesuai kebutuhan tersebut, pengetahuan peserta didik
semakin mendalam sehingga masalah yang menjadi persoalan dalam kehidupan
sosial dapat teratasi.
BAB V
PROSES PEMBELAJARAN ORANG DEWASA

Menurut Alfarabi (2015), langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam


proses pembelajaran orang dewasa adalah sebagai berikut:
1. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
2. Adanya interaksi dan komunikasi dua arah.
3. Adanya kerjasama antar sesama peserta didik.
4. Evaluasi pembelajaran.
Dari pernyataan diatas, kita dapat menguraikan satu per satu langkah-
langkah diatas berdasarkan fakta di lapangan sebagai berikut :
1. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Dalam kegiatan pengajian rutin ahad pagi, segala perlengkapan telah
disediakan dan dikondisikan sebaik mungkin agar kegiatan tidak terganggu.
Kondisi masjid yang luas dan dingin sangat mendukung kegiatan tersebut agar
bejalan dengan lancar. Sound system yang digunakan oleh narasumber
berfungsi dengan baik sehingga peserta didik dapat mendengar suara dengan
jelas. Dengan kondisi belajar yang kondusif, peserta didik dapat menerima
ilmu pengetahuan dengan baik dan khusuk tanpa terputus-putus atau bahkan
terhenti sehingga dapat mengganggu konsenterasi belajar.
2. Adanya interaksi dan komunikasi dua arah.
Pada poin ini dapat kita artikan bahwa dalam suatu kegiatan harus terjalinnya
hubungan antara narasumber dan peserta didik. Pada kegiatan pengajian rutin
ini, tidak jarang narasumber memberikan pertanyaan kepada peserta didik agar
suasana tidak tegang. Pada akhir sesi, narasumber memberikan kesempatan
kepada pesarta didik untuk bertanya seputar tema maupun permasalahan sosial
yang dialami oleh peserta didik di dalam masyarakat. Dengan seperti ini,
interaksi dan komunikasi dua arah dapat berjalan dengan baik.
3. Adanya kerjasama atau saling membantu
Dalam kegiatan ini, tidak ada pihak yang merasa paling tahu. Semua pihak
harus saling membantu satu sama lain, termasuk narasumber. Tidak jarang
narasumber meminta pendapat kepada peserta didik jika pertanyaan tidak bisa
di jawab oleh narasumber. Sebab narasumber bukan orang yang mengetahui
segalanya. Narasumber juga belajar dengan peserta didik, begitu juga
sebaliknya. Dengan proses belajar seperti ini tidak akan terjadi kesenjangan
antara peserta didik dengan narasumber. Selain itu, sesama peserta didik tidak
saling menyombongkan diri sebab setiap peserta didik memiliki kekurangan
dan kelebihan masing-masing, apalagi dalam kegiatan keagamaan seperti
pengaian rutin ini.
4. Evaluasi.
Pada proses ini biasanya narasumber dan peserta didik saling tanya jawab.
Dengan tanya jawab tersebut, peserta didik yang merasa belum paham dengan
pembahasan dari pengajian dapat bertanya agar lebih paham dan dapat
menerapkannya dilingkungan masyarakat.
BAB VI
PERENCANAAN PROGRAM POD

6.1. Komponen Perencanaan Pendidikan


Di dalam melakukan perencanaan pendidikan, ada beberapa
komponen yang harus ada didalamnya (Rahman,1989), yaitu:
1. Peserta didik. Dalam pendidikan harus mempertimbangkan kondisi
peserta didik seperti perbedaan usia, kelamin, sosial, ekonomi, latar
belakang pendidikan, pengalaman dan sebagainya.
2. Tujuan belajar. Pendekatannya lebih berat pada peningkatan kemampuan
dan keterampilan praktis dalam waktu yang singkat untuk mencukupi
keperluan pribadinya.
3. Sumber belajar (pembimbing). Diupayakan sumber belajar ini diambil
dari warga masyarakat setempat sendiri. Hal ini karena mereka telah
mengenal masyarakatnya sendiri.
4. Kurikulum. Kurikulum pendidikan luar sekolah biasanya sederhana dan
sesuai dengan kebijakan pemerintah setempat. Mengandung pengetahuan
dasar dan praktis
5. Organisasi pelaksana. Yang perlu diperhatikan adalah siapa pelaksana,
apa kegiatannya, gimana susunan personalianya, perlengkapan, sumber
dana, dan siapa penanggung jawabnya.
6. Kondisi masyarakat setempat. Perlu mempertimbangkan kondisi
masyarakat setempat, tidak bermuluk-muluk karena untuk menghindari
ketidaksesuain dengan masyarakat setempat.
7. Kemanfaatan langsung. Program harus berhubungan atau sesuai dengan
kebutuhan peserta didik
8. Struktur organisasi. Struktur organisasi harus diupayakan sesederhana
mungkin, tidak berbelit-belit.
Menurut Rahman (1998), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
di dalam melakukan perencanaan, antara lain:
1. Penemuan yang telah ada sebelumnya. Penemuan yang ada sebelumnya
dapat bermanfaat dalam menyusun perencanan pendidikan
2. Perlunya penelitian keadaan lokasi. Hal ini dilakukan untuk memastikan
keadaan lokasi yang sebenarnya
3. Perkiraan kebutuhan. Perkiraan kebutuhan masyarakat sangat penting
untuk menyusun kerangka kerja yang jelas.
4. Penyusunan skala prioritas. Dasar dalam menyusun prioritas adalah
kebijakan pemerintah, harapan dan dukungan, baik dari dalam (seperti
penyelenggara, warga pelajar, fasilitataor, sponsor) maupun dari luar
(bukan partisipan)
5. Penyusunan tujuan dan strategi. Termasuk perumusan tujuan umum,
khusus, dan strateginya.
6. Rancangan implementasi. Rancangan pelaksanan kegiatan dan
pengenalan dampak yang akan ditimbulkannya, dan siapa penanggung
jawab di setiap kegiatan.
7. Penetapan waktu pelaksanaan. Karena semua kegiatan memerlukan
waktu dan waktu perlu ditetapkan
8. Penilaian. Penilaian harus direncanakan bersamaan dengan penentuan
tujuan, siapa yang menangani penilaian, siapa penanggung jawab, kapan
waktu penilaian dan bagaimana data dikumpulkan

6.2. Perencanaan Partisipatif


Disini pihak yang terkait dalam pendidikan dilibatkan dalam proses
pendidikan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya.
1. Prinsip dalam perencanaan partisipatif adalah sebagai berikut ( Pidarta,
1988):
a. Hubungan dengan masyarakat. Antara lembaga dan masyarakat harus
ada hubungan yang harmonis, saling kerja sama, saling memberi, dan
saling menerima.
b. Partisipan. Pihak yang layak diikutsertakan dalam perencanan
pendidikan adalah harus memenuhi syarat sebagai berikut.
- Tertarik akan masalah-masalah pendidikan
- mau belajar dari orang ahli,
- memiliki kemampuan intelektual sebagai perencana,
- paham masalah pendidikan dan dapat bekerja efektif
c. Menggunakan teknik kerja kelompok. Tiga teknik kerja kelompok
yang dianjurkan : pertemuan kelompok, proses kelompok nominal,
teknik delphi
d. Membuat ramalan dan program. Ramalan terbagi menjadi dua yaitu
ramalan yang terbatas, yakni perkiraan yang akan terjadi di organisasi
atau dalam lingkungan masysarakat lembaga pendidikan dan ramalan
yang lebih luas, yakni perkiraan kegiatan atau program organisasinya
yang sesuai dengan ramalan terhadap lingkungannya
e. Mengambil keputusan yang diambil bersama. Yang berhak
mengambil keputusan adalah manejer tertinggi, tim manejer, atau
pejabat lain yang ditunjuk. Dasar kekuatan pengambilan keputusan
ada lima (1) paksaan. (2) hadiah (3) referensi. (4) peraturan /hukum.
Dan (5) keahlian.
2. Prosedur perencanaan partisipatif menurut kesimpulan yang diambil oleh
Pidarta (1988) setelah mencermati pendapat Morphet (1972),
Cunningham (1982), Robbins (1982), dan McAshan (1983), adalah
sebagai berikut:
 Menentukan kebutuhan atas dasar antisipasi tehadap perubahan
lingkungan
 Melakukan ramalan, menentukan program tujuan, misi perencanaan
dan prioritas
 Menspesifikasi tujuan
 Menentukan standar performansi
 Menentukan alat / metode /alternative pemecahan
 Melakukan implementasi dan menilai serta mengadakan review
6.3. Pembahasan
Dalam kegiatan pengajian rutin ahad pagi, perencanaan kegiatan
dibuat berdasarkan pendapat dari peserta didik sendiri dengan persetujuan
dari takmir masjid. Dalam penetapan perencanaan kegiatan, akan
disesuaikan dengan kondisi dari peserta didik agar apa yang direncanakan
dapat berjalan sesuai rencana yang disetujui. Penaggung jawab dari hasil
penetapan perencanaan kegiatan diserahkan kepada takmir masjid selaku
penyelenggara kegiatan dengan dukungan dari peserta didik.
BAB VII
METODE, TEKNIK, DAN PENGORGANISASIAN DALAM PROGRAM
POD

7.1 Metode dan Teknik Dalam Program POD


Menurut Knowles (1977), metode pembelajaran adalah cara
pengorganisasian peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Metode
mencakup pembelajaran individual (individual learning method),
pembelajaran kelompok (group learning method), dan pembelajaran
komunitas (community learning method atau community development
method). Teknik pembelajaran adalah cara membelajarkan yang dipilih
sesuai dengan metode pembelajaran yang digunakan. Dengan kata lain,
teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka
mengimplementasikan suatu metode (Alfarabi, 2015).
Pada dasarnya, metode dan teknik adalah satu kesatuan yang saling
berkaitan erat. Untuk melihat hubungan tersebut, secara umum dapat kita
perhatikan dari ketiga jenis metode di atas, yakni metode pembelajaran
individual, kelompok, dan komunitas. Menurut Alfarabi (2015), dalam
penerapan metode pembelajaran perorangan (individual learning method),
maka teknik pembelajaran yang tepat untuk orang dewasa adalah tutorial,
bimbingan, magang, dan sebagainya. Kemudian dalam penerapan metode
pembelajaran kelompok (group learning method), teknik pembelajaran yang
dipandang tepat untuk orang dewasa adalah diskusi, curah pendapat,
simulasi, bermain peran, pecahan bujur sangkar, demonstrasi, dan
sebagainya. Sedangkan dalam metode pembelajaran komunitas (community
development/learning method), teknik pembelajaran yang sesuai untuk
orang dewasa adalah kontak sosial, paksaan sosial, komunikasi sosial, aksi
partisipatif, dan sebagainya.
Keadaan real di lapangan, kegiatan pengajian rutin cendrung
fleksible, artinya dalam kegiatan pengajian rutin semua metode dapat
digunakan tergantung dari tujuan yang ingin dicapai dalam proses
pendidikan. Namun, metode yang paling sering digunakan adalah metode
pembelajaran kelompok (group learning method). Dengan metode ini
peserta didik lebih mudah menerima ilmu pengetahuan dari narasumber dan
lebih mudah bagi peserta didik dalam menyampaikan pendapat atau sebuah
masalah yang dihadapi.

7.2 Pengorganisasian Dalam Program POD


Pengorganisasian adalah suatu proses pengaturan atau
pengelompokan pola hubungan dari orang-orang untuk mencapai sebuah
tujuan bersama. Pengorganisasian dalam program POD adalah cara kita
dalam mengatur atau mengelompokan peserta didik untuk mencapai
tujuannya yaitu memenuhi kebutuhan akan ilmu pengetahuan, keterampilan,
dan sikap. Dalam pendidikan orang dewasa, pengorganisasian dapat
melibatkan secara langsung peserta didik dalam merencanakan tujuan dan
materi pembelajaran, menentukan sistematika kegiatan belajar dengan cara
menawarkan program dan kegiatan belajar, memanfaatkan pengalaman
praktis pembelajar dewasa dalam kegiatan belajar, dan membuka
kesempatan untuk mengganti materi pembelajaran pada saat tertentu sesuai
kesepakatan dengan pembelajar dewasa. Hal itu dilakukan agar kegiatan
yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, kemampuan,dan kecakapan
orang dewasa sehingga dapat segera diterapkan dalam kehiduoan sehari-
hari.
Kaitannya dengan kegiatan pengajian rutin, pengorganisasian sangat
penting dalam keberlangsungan kegiatan. Dengan adanya pengorganisasian
ini, peserta didik dapat menentukan materi yang sesuai dengan keadaan
mereka sendiri. Pengorganisasian juga memberikan batasan kepada
narasumber agar materi yg disampaikan tidak melenceng dari apa yang
ingin dituju. Kegiatan pengajian rutin ini telah menerapkan
pengorganisasian didalam sistem pendidikan orang dewasa.
BAB VIII
BENTUK DAN MODEL PENDEKATAN DALAM POD

Menurut M. Akrim Mariyat (2005), dalam menghadapi kecenderungan


sifat orang dewasa yang beragai macam, diperlukan adanya pendekatan –
pendekatan yang penting untuk kelancaran dalam proses pendidikan. Pendekatan
– pendekatan tersebut berupa :
1. Problem Centered Approach ( Pendekatan pemusatan masalah ).
Guru atau tutor mengarahkan pengalaman belajar pada kehidupan para peserta
sehari–hari. Namun motivasi mereka tetap lemah apabila mereka tidak
dilibatkan sehingga mereka memiliki rasa kurang percaya diri. Mereka harus
dirangsang dengan diskusi agar belajar berpikir, sehingga berperan aktif yang
akhirnya terjalin kounikasi antar para peserta.
2. Pendekatan Proyektif ( Projective Approach ) dengan cara :
a. Diberi foto–foto suatu peristiwa (tergantung masalah yang dihadapi).
Beberapa ahli pendidikan berpendapat bahwa cara yang paling efektif untuk
membangkitkan minat seseorang pada suatu hal yang baru adalah dengan
menggunakan minat-minat yang telah ada. Misalnya seorang peserta didik
menaruh minat pada olahraga balap mobil. Sebelum pendidik memberikan
materi, pendidik dapat menarik perhatian peserta didik dengan menceritakan
sedikit mengenai balap mobil yang baru saja berlangsung, kemudian sedikit
demi sedikit diarahkan ke materi pelajaran yang sesungguhnya (Bagian
Kurikulum KMI, 2002).
b. Diskusi tentang tokoh – tokoh, cerita pendek dalam radio, TV dll.
c. Dengan cerita mereka ingin memahami dan menafsirkan.
Sangat menguntungkan bila dalam cerita itu ada masalah yang tidak dapat
dipecahkan, sehingga mereka berlatih untuk menganalisa. Di antara tanda
mereka mulai berlatih menganalisa dan memecahkan masalah bila telah
terdengar dari mereka kata – kata; Kalau saya…, menurut saya….. dst.
3. Pendekatan Perwujudan Diri ( Self Actualization Approach ) dikenalkan oleh
Abraham Maslow. Untuk memberikan gambaran manusia secara utuh ada ciri–
ciri utama, yaitu :
a. Proses terpusat pada peserta didik didasari pada pembangkitan percaya pada
kemampuan diri sendiri untuk mengatur kehidupan setiap harinya. Pendidik
sebagai fasilitator harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan diri. Maka pendidik hendaknya tidak memonopoli proses
pendidikan. Pendidik harus banyak memberi kebebasan pada peserta didik
untuk dapat menyelidiki sendiri, mengamati sendiri, dan mencari masalah
sendiri. Hal ini akan menumbuhkan kepercayaan pada diri sendiri sehingga
peserta didik tidak selalu menggantungkan diri pada orang lain (Bagian
Kurikulum KMI, 2002)
b. Peer learning yaitu belajar bersama kawan dalam kelompok. Dimulai dari
penumbuhan hubungan yang dilandasi saling percaya. Fasilitator
memperlakukan anak didik sebagai kawan yang sederajat, saling menerima
pendapat yang lain. Hubungan yang baik antara pendidik dan peserta didik
menyebabkan peserta didik menyukai pendidiknya, menyukai materi yang
dipelajari, yang akhirnya ia akan berusaha mempelajarinya dengan sebaik-
baiknya.
c. Membantu timbulnya Self Concept, untuk diketahui sejauh mana seorang
peserta memandang dirinya memiliki andil dalam perubahan. Peserta didik
dirangsang untuk berani mengemukakan pendapat dan prakarsa yang
konsruktif dan bukan sekedar tanggapan.
d. Imaginasi kreatif, yaitu mencari pemecahan masalah dengan khayalan yang
bebas melampaui batas analisa rasional. Masyarakat desa pada umumnya
lebih suka menyesuaikan diri dengan keadaan dari pada mengadakan
inovasi.

Berdasarkan ulasan para ahli diatas, kita dapat menarik kesimpulan dari
keadaan real dilapangan bahwa dalam kegiatan rutin pengajian ahad pagi telah
menerapkan bentuk dan model pendekatan dalam POD menurut para ahli diatas.
Kegiatan pengajian biasanya lebih sering menggunakan pendekatan pemusatan
masalah karena pendekatan ini langsung berpusat pada pokok permasalahan yang
sedang dihadapi oleh masyarakat. Pada materi-meteri, narasumber juga
menggunakan pendekatan proyektif untuk memotivasi dan menarik para peserta
didik dengan menceritakan kisah para shahabat Rasulullah atau menampilkan
tayangan baik berupa gambar maupun video. Dengan menggunakan pendekatan-
pendekatan diatas, diharapkan peserta didik menjadi termotivasi dan dapat
menerapkan materi yang disampaikn oleh narasumber.
BAB IX
EVALUASI PROGRAM POD DALAM RANGKA PELAKSANAAN
PENYULUHAN PERTANIAN

Beragam pengertian tentang evaluasi program diberikan sesuai dengan


latar belakang pakar dan sasaran yang dinilai. Oleh karena itu perlu dikemukakan
beberapa pendapat pakar sebagai berikut. Paulson, dalam Grotelueschen (1976)
mengemukakan bahwa evaluasi program adalah proses pengujian berbagai objek
atau peristiwa tertentu dengan menggunakan ukuran-ukuran nilai khusus dengan
tujuan untuk menentukan keputusan-keputusan yang sesuai. Berdasarkan
pengertian ini, maka evaluasi program adalah kegiatan pengujian terhadap sesuatu
fakta atau kenyataan sebagai bahan untuk pengambilan keputusan. Menurut Alkin
(1981), evaluasi program merupakan proses yang berkaitan dengan penyiapan
berbagai wilayah keputusan melalui pemilihan informasi yang tepat, pengumpulan
dan analisis data, serta pelaporan yang berguna bagi para pengambil keputusan
dalam menentukan berbagai alternatif pilihan untuk menetapkan keputusan.
Sejalan dengan pendapat di atas, Mugiadi (1980) menjelaskan bahwa
evaluasi program adalah upaya pengumpulan informasi mengenai sesuatu
program, kegiatan, proyek. Informasi tersebut berguna bagi pengambilan
keputusan, antara lain untuk memperbaiki program, menyempurnakan kegiatan
program lanjutan, menghentikan suatu kegiatan, atau menyebarluaskan gagasan
yang mendasari suatu program atau kegiatan. Informasi yang dikumpulkan harus
memenuhi persyaratan ilmiah, praktis, tepat guna, dan sesuai dengan nilai yang
mendasari dalam setiap pengambilan keputusan. Syamsu Mappa (1984)
mendefiniskan bahwa evaluasi program pendidikan luar sekolah sebagai kegiatan
yang dilakukan untuk menetapkan keberhasilan dan kegagalan suatu program
pendidikan. Sedangkan Stake (1975) menggambarkan bahwa evaluasi program
adalah kegiatan untuk merespon suatu program yang telah, sedang, dan akan
dilaksanakan. Stake mengemukakan bahwa evaluasi program pendidikan
berorientasi langsung pada kegiatan dalam pelaksanaan program dan evaluasi
dilakukan untuk merespon pihak-pihak yang membutuhkan informasi mengenai
program tersebut.
Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan di atas dapat
disimpulkan bahwa evaluasi program adalah kegiatan sistematis untuk
mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan menyajikan data sebagai masukan
untuk pengambilan keputusan. Data adalah fakta, keterangan, atau informasi yang
dapat ditarik generalisasinya. Kaitannya dengan kegiatan pengajian ini, evaluasi
digunakan takmir masjid dalam mengambil keputusan untuk menentukan
narasumber yang mengisi dalam kegiatan pengajian tersebut. Dalam pengambilan
keputusan tersebut dilakukan musyawarah dan curah pendapat antar pengurus
masjid serta meminta pendapat dari jamaah. Selain menentukan narasumber,
evaluasi ini juga digunakan untuk menentukan jumlah pengeluaran belanja
konsumsi dalam kegiatan tersebut. Evaluasi ini juga berfungsi sebagai penilaian
terhadap jumlah jamaah yang hadir, tema yang akan dibawakan, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

Alfarabi, Mohammad. 2015. Pendidikan orang dewasa dalam Alqur'an. Disertasi


Doktor. Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.

Akrim Mariyat, Muhammad. 2005. Andragogy. Dipl. A. ed.

Bagian Kurikulum KMI. 2002. Psikologi Pendidikan. Cet. Ke-1. Pondok Modern
Darussalam Gontor, Ponorogo. 1424 H.

Danim, Sudarwan. 2010. Pedagogi, Andragogi, dan Heutagogi. Bandung:


Alfabeta.

Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1978 Tentang Pendidikan Nasional.

Ingals, John D. 1973. A Y'rainer Guide to Andragogi. Washington DC: US


Depertement of Health, Education and Walture.

Kamil, Mustofa. 2007. “Teori Andragogi,” dalam Ibrahim, R. Ilmu dan Aplikasi
Pendidikan. Bandung: Imperial Bhakti Utama. vol. 1

Knowles, Malcolm. 1977. The Modern Practice of Adult Education: Andragogy


Versus Pedagogy. New York: Association Press.

Lunandi, A, G. 1987. Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: Gramedia.

Marzuki, Saleh. 2010. Pendidikan Nonformal: Dimensi dalam Keaksaraan


Fungsional, Pelatihan, dan Andragogi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Pidarta, Made. 1988. Perencanaan Partisipatori Dengan Pendekatan Sistem.


Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan.

Rahman, Nurdin. 1989. Intruksional Material Perencanaan Pendidikan Luar


Sekolah. Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan.

Sunhaji. 2013. “Konsep pendidikan orang dewasa”. Jurnal Kependidikan.


Surakarta. Vol. 1.

Suprijanto. 2007. Pendidikan Orang dewasa. Jakarta: Bumi Aksara.

Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 Tentang Pendidikan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai