Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk Provinsi Papua 2017
Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk Provinsi Papua 2017
alog:3201031.
94
.id
o
.g
ps
.b
ua
ap
//p
s:
tp
ht
BADANPUSATSTATISTI
K
PROVINSIPAPUA
St
ati
sti
csofPapuaPr
ovi
nce
PENGELUARAN UNTUK KONSUMSI
PENDUDUK PAPUA TAHUN 2017
.id
go
s.
bp
u a.
ap
//p
s:
tp
ht
id
Jumlah Halaman – Total Pages: xiv + 84 halaman
.
go
Naskah – Manuscript
Bidang Statistik Sosial s.
bp
Badan Pusat Statistik Provinsi Papua
u a.
atau seluruh isi buku ini untuk tujuan komersil tanpa izin tertulis dari Badan Pusat Statistik.
Koordinator,
Simon Sapary
Editor,
Bagas Susilo
. id
Fransiska Engeline Moko
go
Diah Wahyuni
s.
bp
Layout dan Desain Cover,
a.
Ikfina Chairani
u
Irna Wijayati
ap
//p
s:
tp
ht
dan capaian hasil pembangunan sebagai bahan umpan balik bagi para ahli dan pengambil kebijakan
pembangunan. Data tentang berbagai aspek pemenuhan kebutuhan hidup seperti sandang, pangan,
papan, pendidikan, kesehatan, keamanan, dan kesempatan kerja diperlukan untuk mengetahui
seberapa jauh program pembangunan yang diimplementasikan telah dinikmati oleh berbagai lapisan
id
masyarakat.
.
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) bertujuan untuk mengumpulkan data sosial
go
ekonomi penduduk antara lain, data pendidikan, kesehatan, gizi, lingkungan perumahan, sosial
s.
bp
budaya, dan konsumsi/pengeluaran rumah tangga, yang pengumpulan datanya melalui pendekatan
rumah tangga.
u a.
Buku ini memuat data keadaan ekonomi penduduk dari hasil Susenas tahun 2017. Publikasi
ap
ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai tingkat konsumsi dari berbagai lapisan
//p
masyarakat di provinsi Papua, termasuk sajian data dalam satuan kalori dan protein. Data distribusi
s:
Diharapkan dengan terbitnya buku ini kebutuhan data kesejahteraan rakyat dapat dipenuhi.
ht
Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam mewujudkan publikasi ini, baik langsung maupun
tidak langsung, disampaikan terima kasih.
Halaman
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR TABEL LAMPIRAN xiii
id
PENDAHULUAN
.
Penjelasan Umum 3
go
Ruang Lingkup 5
Metode Pengumpulan Data s. 5
bp
Konsep dan Definisi 6
a.
Sistematika Penulisan 7
//p
s:
DAFTAR PUSTAKA 33
TABEL-TABEL LAMPIRAN 37
Halaman
Tabel 2.1 Rata-rata Pengeluaran dan Persentase Rata-rata Pengeluaran per 12
Kapita Sebulan Menurut Kelompok Barang Tahun 2016 dan 2017
Tabel 2.2 Rata-rata Konsumsi per Kapita Sebulan dan Persentase Rata-rata 15
Pengeluaran Konsumsi Terhadap Beberapa Macam Bahan Makanan
Penting, 2017
. id
Tabel 2.3 Persentase Rata-rata Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut Daerah 17
go
Tempat Tinggal dan Jenis Komoditi Strategis, 2017
s.
bp
Tabel 2.4 Persentase Rata-rata Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut 18
a.
Tabel 3.1 Rata-rata Konsumsi Kalori (kkal) dan Protein (gram) per Kapita per Hari 28
//p
Penduduk, 2017
s:
tp
ht
Halaman
Gambar 2.1 Perkembangan Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk, 2008 - 13
2017
. id
Gambar 2.3 Persentase Rata-rata Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut 20
go
Kelompok Pendapatan Rumah Tangga, 2017
s.
bp
Gambar 2.4 Persentase Rata-rata Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut 21
a.
Gambar 3.2 Rata-rata Konsumsi Kalori (kkal) dan Protein (gram) per Kapita 31
per Hari Menurut Kabupaten/Kota, 2017
Halaman
Tabel 1 Rata-rata Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut Kabupaten/Kota, 37
2017
id
Tabel 3 Persentase Penduduk Menurut Golongan Pengeluaran per Kapita 39
.
go
Sebulan dan Daerah Tempat Tinggal, 2017
s.
bp
Tabel 4 Pengeluaran Rata-Rata per Kapita Sebulan Menurut Golongan 40
Pengeluaran per Kapita dan Kelompok Komoditi, 2017
u a.
ap
Tabel 5 Rata-Rata Konsumsi per Kapita Sebulan (dalam Rp) Menurut Kelompok 41
Komoditi Makanan dan Bukan Makanan, 2017
//p
s:
Tabel 6A Rata-rata Konsumsi Makanan per Kapita Sebulan Menurut Jenis Komoditi 42
tp
Tabel 6B Rata-rata Konsumsi Makanan per Kapita Sebulan Dirinci Menurut Jenis 51
Komoditi di Daerah Perdesaan, 2017
Tabel 7 Rata-rata Konsumsi Makanan per Kapita Sebulan Dirinci Menurut Jenis 60
Komoditi, 2017
Tabel 8 Rata-rata Konsumsi Bukan Makanan per Kapita Sebulan (dalam Rp) 69
Menurut Jenis Komoditi dan Daerah Tempat Tinggal, 2017
Tabel 9 Rata-rata Konsumsi Kalori (kkal) dan Protein (gram) per Kapita per Hari 74
Menurut Kelompok Komoditi di Daerah Perkotaan, 2017
Tabel 11 Rata-rata Konsumsi Kalori (kkal) dan Protein (gram) per Kapita per Hari 76
Menurut Kelompok Komoditi, 2017
. id
go
s.
bp
u a.
ap
//p
s:
tp
ht
Penjelasan Umum
id
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) adalah survei rumah tangga yang mengumpulkan
.
go
berbagai karakteristik sosial ekonomi penduduk, terutama yang erat kaitannya dengan pengukuran
s.
tingkat kesejahteraan masyarakat. Data dan indikator dari Susenas telah dipergunakan secara luas
bp
dan dipandang sebagai salah satu bukti penting yang berguna untuk perencanaan, monitoring, dan
a.
Susenas dilaksanakan pertama kali pada tahun 1963 dengan fokus pada pengumpulan data
//p
konsumsi/pengeluaran rumah tangga. Seiring dengan semakin pentingnya Susenas sebagai sumber
s:
data bidang sosial ekonomi dan kesejahteraan rakyat, BPS mulai melakukan pengembangan cakupan
tp
materi Susenas dan waktu (periode) pengumpulan data. Sejak dikembangkan pada tahun 1992
ht
sampai dengan tahun 2010, Susenas dilaksanakan dengan pola relatif sama, kecuali peningkatan
frekuensi untuk pengumpulan data modul konsumsi menjadi setiap tahun. Namun dari sisi cakupan
materi, terdapat cukup banyak perubahan/penggantian karena mengikuti tren permintaan atau
kebutuhan data. Memenuhi kebutuhan pemerintah, khususnya untuk penyediaan data tingkat
kemiskinan dalam interval waktu yang lebih pendek (dari sebelumnya sekali setahun menjadi dua kali
setahun atau lebih), maka mulai tahun 2011 BPS melakukan perubahan dalam penyelenggaraan
Susenas.
Pengembangan (evaluasi) kembali dilakukan mulai tahun 2013 mengingat banyaknya data
yang ingin dikumpulkan dalam satu periode pencacahan, ditambah pada salah satu triwulan tertentu
Susenas juga mengumpulkan Modul Sosial Budaya dan Pendidikan (MSBP) atau Modul Kesehatan
dan Perumahan (MKP). Kuesioner yang dikembangkan mencakup kuesioner kor, MSBP, dan MKP,
terhadap Susenas, beberapa perubahan mulai dilakukan pada tahun 2015, yang mencakup:
1. Pencacahan Susenas dilaksanakan dua kali setahun yaitu bulan Maret dan September;
2. Pencacahan bulan Maret dengan jumlah sampel besar untuk menghasilkan data yang
sampel kecil untuk menghasilkan data yang representatif hanya untuk estimasi provinsi dan
nasional;
menggunakan kuesioner Kor dan Konsumsi Pengeluaran, sementara pada bulan September
Sosial Budaya), atau Kesehatan dan Perumahan, atau Ketahanan Sosial) sesuai siklus tahun
id
pendataannya;
.
go
4. Sejumlah variabel pokok dari kuesioner Kor yang harus selalu dikumpulkan datanya pada
s.
setiap periode pencacahan akan menjadi bagian dari materi kuesioner Modul.
bp
Susenas Maret 2017 juga menerapkan mekanisme yang sama seperti yang dilakukan pada Susenas
a.
Maret 2015, yaitu menggunakan kuesioner Kor serta kuesioner Konsumsi dan Pengeluaran.
u
ap
Salah satu informasi yang dikumpulkan melalui survei ini adalah konsumsi rumah tangga yang
//p
menjadi sumber untuk penghitungan tingkat kemiskinan di Indonesia. Selain itu, ada beberapa hal
s:
yang menyebabkan pentingnya mengetahui pola konsumsi masyarakat. Pertama, data konsumsi
tp
merupakan komponen penting dalam pendapatan daerah sehingga sedikit saja pergerakan dalam
ht
tinggi, perusahaan akan tertarik untuk melakukan investasi dan memanfaatkan sumber daya manusia
yang tersedia, harga barang turun oleh karena meningkatnya ketersediaan barang dan jasa dan pada
gilirannya akan turut mempengaruhi indikator ekonomi dan sosial lainnya. Kedua, kebutuhan konsumsi
baik makanan maupun bukan makanan sangat beragam antar kelompok masyarakat tertentu,
sehingga mengetahui pola konsumsi masyarakat berdasarkan kebutuhan mereka menjadi sangat
penting.
Publikasi ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai pola konsumsi masyarakat di
Provinsi Papua berdasarkan beberapa karakteristik demografi seperti daerah tempat tinggal,
kelompok umur kepala rumah tangga (KRT), kelompok pendidikan KRT, dan kelompok pengeluaran
penduduk. Selain itu, publikasi ini memberikan gambaran pola konsumsi masyarakat menurut komoditi
sehingga dapat memberikan gambaran mengenai komoditi strategis di Papua. Publikasi ini diharapkan
pangan.
Ruang Lingkup
Pelaksanaan Susenas Maret 2017 mencakup 300.000 rumah tangga (ruta) sampel yang
tersebar di 34 provinsi dan 511 kabupaten/kota di Indonesia. Untuk Provinsi Papua, jumlah sampel
sebanyak 11.040 ruta yang tersebar di 29 kabupaten/kota di Papua. Setiap rumah tangga dicacah
dengan menggunakan dua jenis daftar yaitu kuesioner Kor (VSEN17.K) dan kuesioner Konsumsi dan
Pengeluaran (VSEN17.KP). Kuesioner Kor dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik individu dan
rumah tangga terkait masalah pendidikan, kesehatan, perumahan, dan indikator kependudukan
lainnya sedangkan kuesioner Konsumsi dan Pengeluaran digunakan untuk mencatat seluruh
id
pengeluaran individu dan rumah tangga sampel.
.
go
Data konsumsi dan pengeluaran yang dikumpulkan Susenas dibagi menjadi dua kelompok,
s.
yaitu konsumsi makanan dan minuman mencakup 222 komoditi yang terbagi dalam 14 kelompok dan
bp
konsumsi bukan makanan yang terbagi dalam enam kelompok. Untuk masing-masing komoditas
a.
makanan dikumpulkan data kuantitas dan nilainya, sementara konsumsi barang bukan makanan pada
u
umumnya dikumpulkan hanya data nilainya, kecuali untuk beberapa jenis pengeluaran tertentu seperti
ap
Petugas lapangan Susenas 2017 adalah Koordinator Statistik Kecamatan (KSK) atau mitra
ht
statistik yang telah berpengalaman pada pelaksanaan Susenas atau survei-survei lainnya dan telah
mengikuti pelatihan sebelumnya. Pelatihan dimaksudkan untuk menyamakan persepsi mengenai cara
pengisian daftar serta pemahaman terhadap konsep dan definisi yang digunakan dalam pelaksanaan
Susenas, sehingga faktor non sampling error dapat dikurangi. Untuk keperluan pengumpulan data,
Pelaksanaan pencacahan dilakukan dengan mendatangi langsung setiap blok sensus yang
menjadi wilayah tugas pencacah lapangan (PCL). Petugas pencacah mewawancarai rumah tangga
terpilih untuk mendapatkan data sesuai kuesioner. Wawancara dilakukan langsung terhadap kepala
rumah tangga atau anggota rumah tangga yang dianggap mengetahui keadaan rumah tangga
bersangkutan (eligible). Referensi waktu survei yang digunakan adalah selama seminggu yang lalu
untuk konsumsi makanan dan sebulan atau setahun yang lalu untuk konsumsi bukan makanan.
Daerah tempat tinggal adalah pengelompokkan suatu wilayah menjadi daerah perkotaan dan
perdesaan. BPS mengelompokkan daerah tempat tinggal menggunakan metode skoring pada tiga
indikator utama yaitu kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian, dan akses terhadap
fasilitas umum. Indikator akses terhadap fasilitas umum disusun oleh 10 variabel yaitu keberadaan
sekolah, fasilitas kesehatan, keberadaan pasar, pertokoan, tempat hiburan (bioskop), fasilitas
Pengeluaran rata-rata per kapita adalah biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi semua anggota
rumah tangga selama sebulan dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga. Konsumsi rumah
tangga dibedakan atas konsumsi makanan dan bukan makanan. Komoditi yang dikonsumsi rumah
id
tangga tidak memperhatikan asal barang tersebut (produksi sendiri, pembelian, maupun pemberian
.
orang lain) dan terbatas pada pengeluaran untuk kebutuhan rumah tangga saja, tidak termasuk
go
konsumsi/pengeluaran untuk keperluan usaha atau yang diberikan kepada pihak lain.
s.
bp
Pengeluaran untuk konsumsi makanan dihitung selama seminggu terakhir sedangkan konsumsi
a.
bukan makanan sebulan dan setahun terakhir. Baik konsumsi makanan maupun bukan makanan
u
konsumsi/pengeluaran rata-rata per kapita yang disajikan dalam publikasi ini diperoleh dari hasil bagi
//p
jumlah konsumsi seluruh rumah tangga (baik mengkonsumsi makanan maupun tidak) terhadap jumlah
s:
penduduk. Pengeluaran rata-rata per bulan diperoleh dari total pengeluaran rata-rata per kapita per
tp
Sebelum tahun 1996, untuk menghitung besarnya konsumsi gizi berdasarkan hasil Susenas
digunakan Daftar Konversi Zat Gizi yang berpedoman pada daftar komposisi bahan makanan yang
dikeluarkan oleh Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI tahun 1972 dan 1981. Berdasarkan hasil
penelitian yang terbaru, daftar konversi zat gizi tersebut perlu diperbaharui sehingga sejak Susenas
1996 daftar konversi zat gizi yang digunakan untuk menghitung besarnya konsumsi gizi berpedoman
3. Daftar Kandungan Gizi Bahan Makanan (dalam bentuk hasil print out), Puslitbang Gizi-Bogor,
1996.
Data konsumsi yang dihasilkan Susenas dapat memberikan informasi gizi yang dikandung
berbagai jenis makanan seperti kalori, protein, karbohidrat, dan lemak. Publikasi ini hanya membahas
dua gizi penting yaitu kalori dan protein. Selanjutnya, publikasi ini tidak menyajikan konsumsi
tembakau dan sirih meskipun dicakup dalam data konsumsi Susenas. Hal tersebut dikarenakan dua
komoditi tersebut tidak mengandung kalori dan protein (konversi gizi kalori maupun proteinnya bernilai
nol).
Sistematika Penulisan
Publikasi ini terdiri dari empat bab, bab pertama berisi penjelasan umum, metode survei,
konsep dan definisi, serta sistematika penulisan. Bab dua merupakan ulasan singkat mengenai pola
id
konsumsi penduduk menurut jenis komoditi dan kelompok pengeluaran, serta beberapa karakteristik
.
go
demografi seperti daerah tempat tinggal, kelompok pendapatan, kelompok umur KRT, tingkat
pendidikan KRT, dan status kemiskinan rumah tangga. Bab selanjutnya merupakan pembahasan
s.
bp
mengenai kecukupan rata-rata konsumsi kalori dan protein. Bab terakhir merupakan daftar lampiran
. id
Bab ini memberikan gambaran mengenai pola konsumsi penduduk yang disajikan ke dalam
go
beberapa subbab. Subbab pertama dan kedua membahas pola konsumsi penduduk menurut komoditi,
s.
bp
baik menurut jenis komoditi maupun kelompok komoditi. Pada subbab berikutnya, disajikan gambaran
mengenai pola konsumsi penduduk menurut beberapa karakteristik demografi seperti daerah tempat
u a.
tinggal dan karakteristik Kepala Rumah Tangga (KRT) seperti umur dan tingkat pendidikan.
ap
Konsumsi penduduk dapat dibedakan ke dalam dua kelompok yaitu kelompok makanan dan
s:
bukan makanan. Tabel 2.1 menunjukkan rata-rata pengeluaran penduduk per kapita per bulan
tp
ht
menurut kelompok barang pada tahun 2017. Rata-rata pengeluaran penduduk Papua untuk konsumsi
makanan dan bukan makanan pada tahun 2017 sebesar 1.079.861 rupiah. Pengeluaran penduduk
untuk konsumsi makanan lebih besar daripada konsumsi bukan makanan yaitu masing-masing
sebesar 638.354 rupiah dan 441.507 rupiah. Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terjadi
peningkatan pengeluaran konsumsi sebesar 15,32 persen di mana peningkatan tersebut disebabkan
adanya peningkatan pengeluaran untuk konsumsi makanan sebesar 21,69 persen dan peningkatan
pada tahun 2017 adalah untuk konsumsi makanan dan minuman jadi yaitu sebesar 15,59 persen;
kelompok umbi-umbian jadi sebesar 13,65 persen; dan kelompok sayur-sayuran yaitu sebesar 12,72
persen. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terjadi perubahan pada pola pengeluaran konsumsi
penduduk menurut kelompok barang makanan, di mana pada tahun 2016 pengeluaran konsumsi
sayur-sayuran.
Tabel 2.1
Rata-rata Pengeluaran dan Persentase Rata-rata Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut
Kelompok Barang Tahun 2016 dan 2017
Pengeluaran Persentase
Kelompok Barang
2016 2017 2016 2017
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Padi-padian 50 035 64 402 9,54 10,09
2 Umbi-umbian 96 019 87 130 18,30 13,65
3 Ikan/udang/cumi/kerang 46 105 61 698 8,79 9,67
id
4 Daging 29 736 40 346 5,67 6,32
.
go
5 Telur dan susu 22 084 26 738 4,21 4,19
6 Sayur-sayuran 60 611 81 173 11,55 12,72
7 Kacang-kacangan
s. 7 903 9 272 1,51 1,45
bp
8 Buah-buahan 16 192 22 335 3,09 3,50
a.
Sementara itu, sebagian besar pengeluaran penduduk untuk konsumsi bukan makanan
dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan perumahan dan fasilitas rumah tangga. Persentase
pengeluaran konsumsi penduduk untuk kelompok ini mencapai 62,80 persen. Selanjutnya adalah
pengeluaran untuk konsumsi aneka barang dan jasa yaitu sebesar 21,28 persen; dan di urutan ketiga
g Penduduk Papua Tahun 2011
Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Papua 2017| 12
adalah untuk konsumsi barang tahan lama yaitu sebesar 5,65 persen. Dibandingkan tahun
sebelumnya, terlihat adanya pergeseran pola pengeluaran untuk konsumsi bukan makanan, yaitu
pada kelompok pengularan bukan makanan barang tahan lama dimana pada tahun 2016 posisi ketiga
Gambar 2.1
Perkembangan Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk, 2008-2017
id
44,03 43,98
.
42,95
go
42,29 41,55 40,89
39,8 38,9 39,49 39,77
s.
bp
a.
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
u
Pengeluaran konsumsi penduduk dapat dijadikan sebagai salah satu indikator untuk
tp
mengukur tingkat kesejahteraan di suatu daerah, sementara pergeseran komposisi pengeluaran dapat
ht
menjadi indikator perubahan tingkat kesejahteraan penduduk, makin rendah persentase pengeluaran
untuk makanan maka semakin baik tingkat perekonomian penduduk. Hal ini didasari Hukum Engel
(1857) yaitu bila selera tidak berubah maka persentase pengeluaran untuk makanan menurun dengan
meningkatnya pendapatan. Menurutnya, jika proporsi pengeluaran konsumsi makanan terhadap total
pengeluaran lebih dari 80 persen maka tingkat kesejahteraan dikategorikan sangat rendah.
dan bukan makanan kurun waktu sembilan tahun terakhir. Dari gambar tersebut terlihat bahwa dalam
periode tersebut, pola konsumsi penduduk Papua tidak banyak mengalami perubahan di mana
pengeluaran penduduk untuk konsumsi makanan selalu lebih besar daripada konsumsi bukan
makanan. Pada tahun 2017, pengeluaran konsumsi makanan sebesar 59,11 persen sedangkan untuk
konsumsi bukan makanan sebesar 40,89 persen. Pola tersebut terlihat hampir di seluruh
kabupaten/kota di Papua, kecuali di Kota Jayapura. Di Kota jayapura, pengeluaran untuk konsumsi
lampiran.
tingkat kesejahteraan penduduk. Gambar tersebut menunjukkan bahwa di tahun 2017 terjadi
pergeseran persentase pengeluaran konsumsi makanan yaitu mengalami peningkatan. Padahal tiga
tahun sebelumnya pola konsumsi makanan masyaralat Papua mengalami penurunan secara
bertahap. Sebaliknya, di tahun 2017 pengeluaran untuk konsumsi bukan makanan mengalami
penurunan dimana tiga tahun sebelumnya mengalami peningkatan. Jika mengacu pada Hukum Engel,
dapat dikatakan bahwa peningkatan tingkat kesejahteraan penduduk di Papua pada tahun 2017 belum
mengalami perbaikan.
id
Pola Konsumsi Menurut Jenis Komoditi
.
go
Jenis komoditi yang dikonsumsi masyarakat bervariasi menurut wilayah. Komoditi yang
s.
dikonsumsi oleh masyarakat di Papua dapat berbeda dengan masyarakat yang tinggal di wilayah
bp
Jawa, Sumatera, atau wilayah lainnya di Indonesia yang disebabkan oleh perbedaan wilayah
a.
geografis, budaya, maupun tingkat kesejahteraan. Di wilayah barat, sebagian besar masyarakat
u
mengkonsumsi beras sebagai bahan makanan pokoknya karena produksi yang melimpah atau mudah
ap
diperoleh di pasar. Sementara di wilayah timur seperti Papua, umbi-umbian menjadi bahan makanan
//p
yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena jenis komoditi inilah yang paling mudah
s:
diperoleh masyarakat.
tp
ht
Pada akhirnya, jenis komoditi yang paling banyak dikonsumsi adalah komoditi yang
mengambil proporsi paling besar dari total pengeluaran konsumsi masyarakat. Selanjutnya, besarnya
proporsi pengeluaran masyarakat terhadap suatu jenis komoditi tertentu menentukan jenis komoditi
apa saja yang menjadi komoditi strategis di suatu wilayah. Selain itu, pola konsumsi makanan dapat
dikaitkan dengan kondisi kesehatan dan gizi masyarakat. Meskipun untuk melihat kondisi kesehatan
dan gizi diperlukan beberapa pertanyaan lain yang lebih rinci (misalnya frekuensi mengkonsumsi
makanan), data Susenas cukup untuk memberikan gambaran kondisi kesehatan dan gizi. Adapun
indikator yang digunakan adalah kuantitas dari masing-masing jenis makanan yang dikonsumsi.
Tabel 2.2 menunjukkan beberapa jenis komoditi yang paling banyak dikonsumsi masyarakat
di Papua atau komoditi-komoditi yang mengambil proporsi terbesar dari total pengeluaran konsumsi
id
Minyak goreng Liter 0.81 3.16
.
go
Daging ayam ras Kg 0.41 3.11
Nasi campur/rames s.
Porsi 0.90 2.87
bp
Gula pasir Ons 5.93 2.28
a.
Ketela rambat/ubi jalar adalah komoditi paling strategis di Papua yang ditunjukkan oleh
besarnya proporsi pengeluaran konsumsi masyarakat untuk komoditi ini. Pada tahun 2017 sebesar
11,36 persen dari total pengeluaran masyarakat dialokasikan untuk konsumsi komoditi ini, di mana
rata-rata konsumsi per kapita sebulan sebesar 8,49 kg dalam sebulan. Selain ketela rambat/ubi jalar,
komoditi beras juga merupakan komoditi yang strategis karena sebesar 10,81 persen pengeluaran
konsumsi masyarakat dialokasikan untuk komoditi ini dengan rata-rata konsumsi per kapita sebulan
sebesar 4,92 kg. Rokok ternyata menjadi komoditi yang cukup strategis di Papua. Sebagaimana yang
ditunjukkan oleh tabel di atas, sebesar 8,97 persen pengeluaran masyarakat dialokasikan untuk
konsumsi rokok kretek filter. Selain itu komoditi minyak goreng dan daging ayam ras juga memiliki
proporsi yang cukup besar dalam konsumsi per kapita di Papua, yaitu masing-masing sebesar 3,16
. id
persen (0,81 liter sebulan) dan 3,11 persen (0,41 kg sebulan).
go
Pola Konsumsi Menurut Daerah Tempat Tinggal
s.
bp
Salah satu karakteristik demografi yang mempengaruhi pola konsumsi masyarakat pada
a.
umumnya adalah daerah tempat tinggal, yang diklasifikasikan menjadi daerah perkotaan dan
u
perdesaan. Hasil Susenas menunjukkan adanya perbedaan pola konsumsi antara masyarakat yang
ap
Gambar 2.2
s:
Persentase Rata-rata Pengeluaran Konsumsi Makanan dan Bukan Makanan per Kapita Sebulan
tp
65,25
34,75 40,89
Perkotaan
Perdesaan
PAPUA
sedangkan untuk konsumsi makanan hanya sebesar 49,88 persen. Sementara itu, sebagian besar
kebutuhan masyarakat di daerah perdesaan masih untuk konsumsi makanan yang ditunjukkan oleh
makanan dibandingkan bukan makanan. Data Susenas menunjukkan sebesar 65,25 persen
pengeluaran masyarakat perdesaan untuk konsumsi makanan sedangkan untuk konsumsi bukan
Perbedaan pola konsumsi yang terlihat antara masyarakat perkotaan dan perdesaan tersebut
dipengaruhi oleh tingkat kesejahteraan masyarakat perkotaan yang relatif lebih tinggi daripada
masyarakat yang tinggal di daerah perdesaan. Sebagaimana Hukum Engel yang menyatakan bahwa
. id
pada masyarakat yang lebih sejahtera, pengeluaran konsumsi untuk makanan akan menurun,
go
sebaliknya pengeluaran untuk konsumsi bukan makanan akan mengalami peningkatan.
s.
Tabel 2.3
bp
Persentase Rata-rata Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut Daerah Tempat Tinggal dan Jenis
a.
Tipe Daerah
//p
1. Beras (beras lokal, kualitas unggul, impor) 8.85 Ketela rambat/ ubi jalar 15.12
2. Rokok kretek filter 7.57 Beras 10.16
3. Nasi campur/rames 4.98 Rokok kretek filter 8.31
4. Mie bakso/rebus/goreng 2.78 Minyak goreng 3.62
5. Daging ayam ras 2.75 Daging Ayam Ras 2,82
Sumber: Susenas 2017
Perbedaan pola konsumsi antara masyarakat perkotaan dan perdesaan juga terlihat pada
jenis komoditi yang banyak dikonsumsi. Tabel 2.3 menunjukkan persentase rata-rata pengeluaran per
kapita sebulan menurut jenis komoditi strategis di masing-masing daerah. Tabel tersebut menunjukkan
bahwa beras adalah komoditi yang paling banyak dikonsumsi masyarakat di perkotaan sedangkan di
daerah perdesaan adalah ketela rambat/ubi jalar. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya proporsi
pengeluaran masyarakat terhadap kedua komoditi tersebut. Sebesar 8,85 persen pengeluaran
konsumsi makanan masyarakat perkotaan dialokasikan untuk membeli beras (beras lokal,kualitas
pengeluarannya cukup besar yaitu 15,12 persen. Meskipun demikian, beras juga merupakan komoditi
yang strategis di daerah perdesaan dengan proporsi pengeluaran sebesar 10,16 persen dari total
Rokok (rokok kretek filter/tanpa filter) dan daging ayam ras merupakan dua dari lima komoditi
yang paling banyak dikonsumsi masyarakat baik di perkotaan dan perdesaan. Komoditi nasi
campur/rames dan mie bakso/rebus/goreng adalah dua komoditi lain yang strategis di daerah
perkotaan namun tidak strategis di daerah perdesaan, sedangkan komoditi minyak goreng adalah
komoditi yang strategis di perdesaan namun tidak strategis bagi masyarakat perkotaan.
Hal yang cukup menarik adalah munculnya jenis makanan jadi seperti nasi campur/rames
id
dan mie bakso/rebus/goreng sebagai komoditi strategis di daerah perkotaan namun tidak cukup
.
go
strategis bagi masyarakat yang tinggal di daerah perdesaan. Hal ini menjadi indikasi bahwa akhir-akhir
s.
ini masyarakat perkotaan lebih banyak mengkonsumsi makanan jadi daripada makanan yang
bp
disiapkan di rumah. Pola hidup penduduk perkotaan yang cenderung memiliki kegiatan lebih padat
a.
diduga turut mempengaruhi pilihan penduduk kota terhadap makanan siap saji. Selain itu, beberapa
u
hal yang dapat mempengaruhi perbedaan pola konsumsi penduduk perkotaan dan perdesaan adalah
ap
tingkat kesejahteraan penduduk, variasi komoditi yang tersedia di pasar, budaya atau kebiasaan
//p
setempat, dsb.
s:
Tabel 2.4
tp
Persentase Rata-rata Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut Kelompok Komoditi Bukan Makanan
ht
perkotaan dan perdesaan. Secara umum, pada kelompok barang bukan makanan, proporsi terbesar
pengeluaran penduduk Papua adalah untuk perumahan dan fasilitas rumah tangga. Data Susenas
2017 menunjukkan bahwa persentase pengeluaran masyarakat untuk konsumsi komoditi tersebut
sebesar 62,80 persen, di mana proporsi pengeluaran untuk jenis komoditi yang sama di daerah
pengeluaran terbesar masyarakat adalah untuk konsumsi aneka barang dan jasa yaitu sebesar 21,28
persen; pakaian, alas kaki, dan tutup kepala sebesar 4,94 persen; barang tahan lama 5,65 persen;
pajak, pungutan, dan asuransi sebesar 3,08 persen; sisanya sebesar 2,26 persen untuk keperluan
Menurut daerah tempat tinggal, perbedaan pola konsumsi bukan makanan antara penduduk
. id
perkotaan dan perdesaan hanya terjadi pada konsumsi barang tahan lama, dan konsumsi pakaian,
go
alas kaki, dan tutup kepala, di mana pengeluaran untuk konsumsi barang tahan lama di perkotaan
s.
lebih tinggi dibandingkan konsumsi pakaian, alas kaki, dan tutup kepala. Sebaliknya di perdesaan
bp
konsumsi pakaian, alas kaki, dan tutup kepala lebih tinggi dibandingkan konsumsi barang tahan lama.
u a.
Konsumsi perumahan dan fasilitas rumah tangga merupakan pengeluaran yang paling besar dari total
ap
pengeluaran bukan makanan rumah tangga, hanya saja di perdesaan proporsi pengeluarannya lebih
//p
tinggi (66,23 persen) daripada rumah tangga di perkotaan (59,21 persen). Sementara itu, konsumsi
s:
paling sedikit adalah untuk keperluan pesta dan upacara/kenduri. Pola yang sama terlihat pada jenis
tp
komoditi lainnya di mana pengeluaran konsumsi bukan makanan masyarakat perdesanaan lebih tinggi
ht
Selain dipengaruhi oleh daerah tempat tinggal, karakteristik rumah tangga diduga juga turut
mempengaruhi pola konsumsi masyarakat. Beberapa karakteristik rumah tangga yang diduga turut
mempengaruhi pola konsumsi adalah kelompok pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan,
kelompok umur kepala rumah tangga (KRT), dan status kemiskinan rumah tangga.
kelompok penduduk, yaitu kelompok 20 persen penduduk berpengeluaran terendah hingga kelompok
20 persen penduduk berpengeluaran tertinggi yang disimbolkan dengan Q1, Q2, …, Q5, sehingga Q1
Pada subbab sebelumnya telah dijelaskan bahwa sebagian besar anggaran rumah tangga
dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi makanan yaitu sebesar 59,11 persen dan sisanya
sebesar 40,98 persen digunakan untuk memenuhi konsumsi bukan makanan. Apabila dilihat menurut
kelompok pendapatan, maka pola konsumsi penduduk Papua pada tahun 2017 sesuai dengan hasil
studi Engel, yaitu: 1) kategori/proporsi terbesar dari anggaran rumah tangga (ruta) adalah untuk
makanan; (2) proporsi pengeluaran total untuk makanan menurun seiring meningkatnya pendapatan;
Gambar 2.3
Persentase Rata-rata Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut
id
Kelompok Pendapatan Rumah Tangga, 2017
.
go
67,7
65,4 s.
bp
62,6 61,7
a.
52,7
u
ap
//p
47,3
s:
37,4 38,3
34,6
32,3
tp
ht
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5
Pada kelompok pendapatan terendah (Q1) sebesar 67,7 persen pendapatan rumah tangga
digunakan untuk konsumsi makanan dan hanya sekitar 32,3 persen yang digunakan untuk konsumsi
bukan makanan. Selanjutnya, pada kelompok pendapatan yang lebih tinggi, proporsi pengeluaran
rumah tangga untuk konsumsi makanan semakin berkurang, sebaliknya untuk konsumsi bukan
makanan. Bahkan pada kelompok pendapatan teratas (Q5) pengeluaran untuk konsumsi bukan
makanan mencapai 47,3 persen melebihi rata-rata provinsi. Dapat disimpulkan, semakin tinggi
kelompok pendapatan maka semakin besar pendapatan yang dialokasikan rumah tangga untuk
pendapatannya lebih besar untuk kebutuhan dasar baik yang terdiri dari kebutuhan konsumsi individu
seperti makanan, pakaian, dan perumahan, maupun kebutuhan pelayanan sosial seperti air minum,
Untuk melihat pola konsumsi masyarakat menurut tingkat pendidikan, maka tingkat
pendidikan KRT yang dilihat dari ijazah tertinggi yang dimiliki KRT digolongkan ke dalam lima kategori
yaitu tidak/belum pernah sekolah/tidak memiliki ijazah; tamat SD/sederajat; tamat SMP/sederajat;
tamat SMA/sederajat; dan tamat Perguruan Tinggi. Gambar di bawah menunjukkan persentase rata-
id
rata pengeluaran per kapita sebulan menurut tingkat pendidikan KRT.
.
go
Gambar 2.4
Persentase Rata-rata Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut
s.
bp
Tingkat Pendidikan KRT, 2017
u a.
ap
52,15 49,32
Dari Gambar 2.4 terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan pola konsumsi yang cukup nyata
di antara kelompok atau kategori tingkat pendidikan KRT, di mana pada setiap jenjang pendidikan
yang ditamatkan, pengeluaran untuk konsumsi makanan lebih besar daripada untuk konsumsi bukan
makanan. Meskipun demikian, dapat dlihat bahwa terdapat kecenderungan semakin tinggi tingkat
pendidikan KRT, semakin tinggi proporsi pengeluaran untuk konsumsi bukan makanan dibandingkan
konsumsi makanan. Sebagai contoh, pada kelompok rumah tangga yang dikepalai oleh KRT dengan
persen dari total pengeluaran. Sebaliknya pada kelompok masyarakat yang dikepalai oleh KRT
dengan pendidikan Diploma 3 konsumsi bukan makanannya meningkat menjadi 50,68 persen,dan
proporsi pengeluaran untuk konsumsi makanan semakin kecil yaitu sebesar 49,32 persen dari total
pengeluaran.
konsumsi. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhinya, antara lain tingkat pendidikan KRT yang
sejalan dengan tingkat pendapatan rumah tangga, semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan
id
Pola Konsumsi Menurut Kelompok Umur KRT
.
go
Karakteristik demografi lainnya adalah kelompok umur KRT. Dalam publikasi ini umur KRT
s.
dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu: 1) di bawah 25 tahun; 2) 26-45 tahun; 3) 46-65 tahun;
bp
dan 4) di atas 65 tahun. Gambar di bawah menunjukkan pola konsumsi makanan dan bukan makanan
a.
Gambar 2.5
ap
Rata-rata Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut Kelompok Umur KRT, 2017
//p
s:
tp
Gambar 2.5 menunjukkan, secara umum pengeluaran konsumsi makanan lebih besar
daripada konsumsi bukan makanan pada semua kelompok umur KRT. Pola yang terlihat adalah
semakin dewasa umur KRT maka semakin kecil pendapatan yang dialokasikan untuk konsumsi
g Penduduk Papua Tahun 2011
Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Papua 2017| 22
makanan sebaliknya untuk konsumsi bukan makanan. Selain itu, dari gambar tersebut juga terlihat
bahwa konsumsi makanan paling besar ada pada rumah tangga dengan kelompok umur 26 – 45
tahun, yang ditunjukkan oleh besarnya proporsi pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi makanan
pada kelompok umur tersebut. Besarnya jumlah anggota rumah tangga diduga turut mempengaruhi
hal tersebut, di mana pada kelompok umur 26 – 45 tahun adalah umur produktif. secara reproduksi.
Karakteristik social ekonomi lainnya yang sangat mempengaruhi pola konsumsi rumah
tangga adalah kondisi ekonomi rumah tangga tersebut. Status rumah tangga miskin dan tidak miskin
memiliki pola konsumsi yang berbeda. Menurut Hukum Engel, semakin tinggi tingkat kesejahteraan
rumah tangga maka proporsi konsumsi makanan akan semakin rendah dan proporsi konsumsi bukan
id
makanan semakin meningkat.
.
go
Gambar 2.6
Rata-rata Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut Status Kemiskinan Rumah Tangga, 2017
s.
bp
u a.
Dari Gambar 2.6. terlihat bahwa kondisi rumah tangga di Papua baik untuk rumah tangga dengan
status tidak miskin maupun yang masih masuk dalam status rumah tangga miskin, keduanya masih
memiliki pola konsumsi yang sama, yakni proporsi konsumsi makanan lebih tinggi dibandingkan
dengan proporsi konsumsi bukan makanan. Namun terlihat jelas di ruamh tangga dengan status tidak
miskin proporsi konsumsi bukan makanan lebih tinggi daripada proporsi konsumsi makanan di rumah
tangga dengan status miskin, yaitu masing-masing 41,65 persen dan 32,40 persen. Hal ini
menunjukan bahwa seiring dengan semakin sejahteranya sebuah rumah tangga maka perlahan-lahan
. id
go
s.
bp
u a.
ap
//p
s:
tp
ht
. id
Selain dapat memberikan informasi pengeluaran penduduk untuk konsumsi makanan dan
go
bukan makanan, data Susenas yang dikumpulkan juga merekam kuantitas atau jumlah makanan yang
s.
bp
dikonsumsi oleh setiap individu. Data tersebut dapat memberikan informasi mengenai jumlah
kandungan kalori dan protein yang dikonsumsi oleh penduduk. Bab berikut akan memberikan
u a.
gambaran mengenai pola konsumsi kalori dan protein penduduk Papua pada tahun 2017.
ap
Tujuan kedua dari Sustainable Development Goals (SDGs) adalah mengakhiri kelaparan,
s:
mencapai ketahanan pangan dan gizi yang baik, serta meningkatkan pertanian berkelanjutan. Dua
tp
ht
indikator dalam tujuan SDGs yang berkaitan langsung dengan status gizi adalah prevalensi
pangan sedang atau berat, yang mengacu pada Skala Pengalaman Kerawanan Pangan. Sejalan
dengan tujuan tersebut, keseriusan pemerintah dalam isu gizi tercermin dalam salah satu agenda
prioritas pembangunan pemerintah yang dituangkan dalam Nawacita, yaitu peningkatan status
kesehatan dan gizi masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.
Kualitas hidup manusia erat kaitannya dengan asupan pangan yang dikonsumsi. Untuk
mencapai status gizi yang baik maka asupan pangan yang dikonsumsi harus dalam jumlah yang
cukup, bermutu, dan beragam untuk memenuhi berbagai zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Zat gizi
tersebut di antaranya adalah kalori, protein, karbohidrat, dan lemak. Dalam publikasi ini, hanya zat gizi
kalori dan protein yang disajikan karena keduanya adalah zat gizi yang memiliki peranan penting
kalori untuk menghasilkan energi. Dalam ilmu gizi, kalori adalah energi yang diperoleh dari makanan
dan minuman serta penggunaan energi dalam aktivitas fisik. Kalori dapat dianalogikan sebagai bahan
bakar bagi tubuh sehingga kekurangan kalori akan menjadikan tubuh lemah dan daya tahan tubuh
menurun. Sementara itu, zat gizi protein merupakan kunci nutrisi penting yang berguna untuk
pembentukan sel-sel baru dalam tubuh, mempengaruhi kerja enzim, hormon, dan kekebalan tubuh.
Protein juga merupakan zat gizi yang penting bagi tubuh, terutama untuk mengembangkan dan
memperbaiki jaringan tubuh. Dampak terburuk dari kekurangan protein adalah penyakit busung lapar
dan marasmus yang dapat berujung pada kematian. Konsumsi protein yang berlebihan juga
Tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein dapat digunakan sebagai indikator gizi
. id
masyarakat dan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan pangan, pertanian, kesehatan, dan
go
sosial ekonomi secara terintegrasi (Ariani, 2010)1. Penduduk dikatakan tercukupi konsumsi gizinya
s.
apabila memenuhi suatu standar tertentu. Standar yang digunakan untuk menentukan tingkat
bp
kecukupan konsumsi kalori dan protein penduduk di Indonesia adalah berdasarkan Peraturan Menteri
u a.
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan
ap
bagi Bangsa Indonesia, yaitu 2.150 kkal dan 57 gram protein per kapita per hari.
//p
Tabel 3.1
s:
Rata-rata Konsumsi Kalori (kkal) dan Protein (gram) per Kapita per Hari Penduduk, 2017
tp
ht
Hasil Susenas menunjukkan bahwa pada tahun 2017 konsumsi kalori dan protein masyarakat
di Papua masing-masing sebesar 1.924,39 kkal dan 46,03 gram per kapita per hari. Apabila
dibandingkan dengan standar kecukupan gizi yang dianjurkan pemerintah, maka dapat disimpulkan
bahwa konsumsi kalori dan protein masyarakat di Papua pada tahun 2017 masih di bawah standar
1
Mewa Ariani, Analisis Konsumsi Pangan Tingkat Masyarakat Mendukung Pencapaian Diversifikasi Pangan, Gizi
Indo 2010 dalam Konsumsi Kalori Protein Penduduk Indonesia, BPS 2017
g Penduduk Papua Tahun 2011
Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Papua 2017| 28
kecukupan atau dengan kata lain konsumsi kalori dan protein masyarakat Papua belum dapat
Menurut daerah tempat tinggal, konsumsi kalori dan protein masyarakat yang tinggal di
daerah perkotaan masih jauh lebih baik dibandingkan konsumsi masyarakat di perdesaan. Tabel 3.1
menunjukkan bahwa konsumsi kalori di perkotaan telah mencapai 2.020,85 kkal sementara konsumsi
protein bahkan telah mencapai 60,91 gram per kapita per hari atau telah mencapai standar konsumsi
protein yang dianjurkan sehari-hari. Sementara itu, di perdesaan, konsumsi kalori per kapita sehari
masyarakat masih di bawah angka provinsi yaitu sebesar 1.886,66 dan konsumsi protein sebesar
40,52 gram per kapita sehari. Ada banyak hal yang menyebabkan ketimpangan tersebut, di antaranya
adalah pola konsumsi masyarakat perkotaan yang lebih bervariasi dibanding pola konsumsi
. id
go
Tabel 3.1 juga menyajikan konsumsi kalori dan protein menurut cara memperoleh makanan
s.
yaitu makanan yang disiapkan di rumah dan makanan jadi. Informasi tersebut berguna untuk melihat
bp
pergeseran pola konsumsi penduduk yang semakin modern. Secara umum, konsumsi kalori dan
a.
protein masyarakat sebagian besar berasal dari makanan yang dimasak atau disiapkan di rumah yaitu
u
masing-masing sebesar 1.756,11 kkal dan 41,56 gram per kapita per hari, sementara konsumsi kalori
ap
dan protein yang berasal dari makanan dan minuman jadi masing-masing sebesar 168,29 kkal dan
//p
Pegeseran pola konsumsi masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup masyarakat yang
ht
semakin modern terlihat pada masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Dari tabel tersebut terlihat
bahwa konsumsi kalori dan protein masyarakat perkotaan yang diperoleh dari makanan dan minuman
jadi lebih tinggi daripada masyarakat di perdesaan. Hasil Susenas menunjukkan asupan kalori dan
protein yang dikonsumsi masyarakat perkotaan pada tahun 2017 masing-masing sebesar 346,64 kkal
dan 9,85 gram per kapita per hari jauh lebih tinggi daripada konsumsi masyarakat di perdesaan yaitu
masing-masing sebesar 103,30 kkal dan 2,49 gram per kapita per hari. Hal ini dapat disebabkan oleh
aktivitas penduduk perkotaan yang cenderung lebih tinggi daripada penduduk perdesaan sehingga
Gambar di bawah menunjukkan perubahan konsumsi kalori dan protein masyarakat di Papua
kurun waktu empat tahun terakhir. Secara umum, konsumsi kalori dan protein masyarakat mengalami
peningkatan meskipun capaian pada tahun 2017 belum memenuhi standar kecukupan gizi yang
dianjurkan. Pada tahun 2014 konsumsi kalori per kapita sebesar 1.683,78 kkal sementara konsumsi
protein hanya sebesar 39,32 gram per kapita per hari. Angka tersebut terus meningkat hingga pada
tahun 2017, konsumsi masyarakat untuk kalori dan protein mencapai masing-masing sebesar
Gambar 3.1
Perkembangan Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk, 2014-2017
id
1,807,66 1,924,39
1,764,80
.
1,683,78
go
s.
bp
u a.
ap
//p
Kalori Protein
Gambar 3.1 menunjukkan rata-rata konsumsi kalori dan protein per kapita per hari penduduk
Papua menurut kabupaten/kota pada tahun 2017. Dari gambar tersebut terlihat bahwa ada delapan
kabupaten dan enam kabupaten/kota dengan konsumsi kalori dan protein telah mencapai minimal
id
Boven Digoel 2,027,61 Kep. Yapen 50,93
.
Asmat Keerom
go
1,990,87 48,30
Kota Jayapura 1,968,15 Biak Numfor 47,88
Yalimo
Papua
1,950,97
s. Papua
Paniai
46,03
bp
1,924,39 45,38
Mamberamo Tengah 1,894,98 Supiori 43,99
a.
1,878,56 42,86
ap
Apabila dibandingkan dengan AKG menurut PMK No. 75 Tahun 2013 maka konsumsi kalori
masyarakat di delapan kabupaten yaitu Mimika, Pegunungan Bintang, Nduga, Lanny Jaya, Jayapura,
Waropen, Sarmi, dan Puncak Jaya telah sesuai anjuran kesehatan, sementara untuk konsumsi
protein, enam kabupaten tersebut adalah Kabupaten Mimika, Merauke, Boven Digoel, Waropen, Kota
Jayapura, dan Sarmi. Dengan demikian, ada tiga kabupaten di Papua yang baik konsumsi kalori
Secara umum konsumsi protein penduduk yang tinggal di wilayah pesisir lebih tinggi daripada
penduduk yang tinggal di wilayah pegunungan atau pesisir sulit. Wilayah geografis diduga sebagai
salah satu penyebab timpangnya angka konsumsi protein antar kabupaten di Papua. Kabupaten yang
terletak di wilayah pesisir lebih cenderung untuk mengkonsumsi protein lebih tinggi daripada
kabupaten yang berada di wilayah pegunungan. Hal ini dapat disebabkan oleh sumber protein hewani
(misalnya ikan dan hewan ternak) yang lebih mudah didapatkan di daerah pesisir dibandingkan daerah
pegunungan. Apabila konsumsi kalori dan protein tersebut dijadikan sebagai indikator untuk mengukur
tingkat kesejahteraan penduduk, dapat disimpulkan bahwa penduduk yang tinggal di daerah pesisir
. id
go
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa secara kolektif, konsumsi kalori dan protein
s.
penduduk Papua pada tahun 2017 masih cukup jauh di bawah standar kecukupan konsumsi kalori
bp
dan protein per kapita per hari secara nasional. Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi
a.
konsumsi kalori dan protein rumah tangga, di antaranya ketersediaan dan distribusi pangan, harga
u
pangan, serta karakteristik demografi rumah tangga seperti pendapatan rumah tangga, jumlah
ap
anggota rumah tangga, tingkat pendidikan KRT, dan sebagainya. Konsumsi kalori dan protein rumah
//p
tangga sangat mempengaruhi produktivitas seseorang dan daerah pada umumnya. Namun, masih
s:
diperlukan kajian yang lebih dalam untuk melihat faktor apa saja yang paling mempengaruhi
tp
kekurangan konsumsi kalori dan protein di Provinsi Papua. Dengan demikian, pemerintah dapat
ht
mengambil kebijakan paling tepat untuk meningkatkan konsumsi kalori dan protein rumah tangga.
Anwar, Khairil. 2008. Analisis Determinan Pengeluaran Konsumsi Rumah tangga Masyarakat Miskin
Badan Pusat Statistik (BPS). 2010. Konsumsi Kalori dan Protein Penduduk Indonesia dan Provinsi
Badan Pusat Statistik (BPS). 2010. Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia Menurut
id
BPS Provinsi Papua. 2015. Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Papua 2016. BPS Provinsi
.
go
Papua: Jayapura.
s.
bp
u a.
ap
//p
s:
tp
ht
id
14 Mappi 405 302 212 758 618 060
.
go
15 Asmat 346 998 163 017 510 015
16 Yahukimo 319 712
s. 163 940 483 652
bp
17 Pegunungan Bintang 713 418 327 184 1 040 602
18 Tolikara 410 307 161 076 571 383
a.
id
12 Mimika 56,06 43,94 100.00
.
go
13 Boven Digoel 60,79 39,21 100.00
14 Mappi
s.
65,58 34,42 100.00
bp
15 Asmat 68,04 31,96 100.00
a.
id
6 500.000-749.999 11,27 15,00 13.99
.
go
7 750.000-999.999 14,33 10,69 11.67
Golongan
Bukan
No. Pengeluaran Makanan Total
Makanan
per Kapita
(1) (2) (3) (4) (5)
id
6 750.000-999.999 553 755 320 136 873 891
.
go
7 1.000.000 dan lebih 1 012 240 767 445 1 779 685
id
7 Kacang-kacangan 9 272 1,45
.
go
8 Buah-buahan 22 335 3,50
Perkotaan
No. Jenis Komoditi Satuan Rata-rata Rata-rata
Kuantitas Nilai (Rp)
(1) (2) (3) (4) (5)
1 A. PADI-PADIAN [R.2-R.9] 73 635
id
7 Tepung jagung (maizena) Kg 0,00 67
.
go
8 Tepung terigu Kg 0,18 1 936
9 Padi-padian lainnya
s. 0,01 95
bp
10 B. UMBI-UMBIAN [R.11-R.19] 18 537
a.
16 Gaplek Kg 0,00 11
34 Patin Kg 0,00 0
id
36 Gurame Kg 0,02 516
.
go
37 Ikan segar/basah lainnya Kg 0,14 4 425
id
66 Dendeng Kg 0,01 615
.
go
67 Abon (sapi, ayam, rusa, dsb) Ons 0,01 76
75 Lainnya Kg 0,00 17
id
95 Sawi hijau Kg 0,32 3 909
.
go
96 Buncis Kg 0,06 1 039
id
125 Kacang mede Ons 0,00 33
.
go
126 Kacang lainnya Kg 0,00 65
id
155 MINYAK DAN LEMAK [R.156-R.161] 21 963
.
go
156 Minyak kelapa Liter 0,11 2 197
Perkotaan
No. Jenis Komoditi Satuan Rata-rata Rata-rata Nilai
Kuantitas (Rp)
(1) (2) (3) (4) (5)
. id
182 Sambal jadi 100 ml 0,11 740
go
183 Saus tomat 100 ml 0,16 1 101
(±80 gr)
188 Mie basah Kg 0,01 97
s:
tp
id
209 Sayur matang Porsi 0,61 5 187
.
go
210 Sate/tongseng Porsi/ 0,21 3 433
s. 5 tusuk
bp
211 Mie bakso/rebus/goreng Porsi 1,53 22 003
a.
226 Minuman lainnya (kopi, kopi susu, teh, susu Gelas 1,64 8 820
coklat, dsb)
227 Es krim Mangkok 0,36 2 737
kecil
id
Sumber : Susenas 2017
.
go
s.
bp
a.
u
ap
//p
s:
tp
ht
Perdesaan
No. Jenis Komoditi Satuan Rata-rata Rata-rata
Kuantitas Nilai (Rp)
(1) (2) (3) (4) (5)
1 A. PADI-PADIAN [R.2-R.9] 60 980
id
7 Tepung jagung (maizena) Kg 0,00 25
.
go
8 Tepung terigu Kg 0,06 619
9 Padi-padian lainnya
s. 0,00 3
bp
10 B. UMBI-UMBIAN [R.11-R.19] 112 550
a.
16 Gaplek Kg 0,00 4
34 Patin Kg 0,00 9
35 Bawal Kg 0,00 71
id
36 Gurame Kg 0,01 453
.
go
37 Ikan segar/basah lainnya Kg 0,20 3 614
id
66 Dendeng Kg 0,00 48
.
go
67 Abon (sapi, ayam, rusa, dsb) Ons 0,00 37
73 Tetelan Kg 0,00 0
tp
75 Lainnya Kg 0,00 0
id
95 Sawi hijau Kg 0,25 3 465
.
go
96 Buncis Kg 0,15 2 864
id
125 Kacang mede Ons 0,00 2
.
go
126 Kacang lainnya Kg 0,00 6
id
155 MINYAK DAN LEMAK [R.156-R.161] 20 822
.
go
156 Minyak kelapa Liter 0,11 1 931
Perdesaan
No. Jenis Komoditi Satuan Rata-rata Rata-rata Nilai
Kuantitas (Rp)
(1) (2) (3) (4) (5)
. id
182 Sambal jadi 100 ml 0,02 156
go
183 Saus tomat 100 ml 0,02 164
(±80 gr)
188 Mie basah Kg 0,00 19
s:
tp
id
209 Sayur matang Porsi 0,06 487
.
go
210 Sate/tongseng Porsi/ 0,02 410
s. 5 tusuk
bp
211 Mie bakso/rebus/goreng Porsi 0,36 4 898
a.
226 Minuman lainnya (kopi, kopi susu, teh, susu Gelas 0,38 1 959
coklat, dsb)
227 Es krim Mangkok 0,06 252
kecil
id
Sumber : Susenas 2017
.
go
s.
bp
a.
u
ap
//p
s:
tp
ht
Perkotaan+Perdesaan
No. Jenis Komoditi Satuan Rata-rata Rata-rata
Kuantitas Nilai (Rp)
(1) (2) (3) (4) (5)
1 A. PADI-PADIAN [R.2-R.9] 64 402
id
8 Tepung terigu Kg 0,09 975
.
go
9 Padi-padian lainnya 0,00 28
16 Gaplek Kg 0,00 6
ht
34 Patin Kg 0,00 6
id
36 Gurame Kg 0,02 470
.
go
37 Ikan segar/basah lainnya Kg 0,19 3 833
id
66 Dendeng Kg 0,00 202
.
go
67 Abon (sapi, ayam, rusa, dsb) Ons 0,01 48
73 Tetelan Kg 0,00 31
tp
75 Lainnya Kg 0,00 5
id
95 Sawi hijau Kg 0,27 3 585
.
go
96 Buncis Kg 0,13 2 370
id
125 Kacang mede Ons 0,00 10
.
go
126 Kacang lainnya Kg 0,00 22
id
155 MINYAK DAN LEMAK [R.156-R.161] 21 131
.
go
156 Minyak kelapa Liter 0,11 2 003
Perkotaan+Perdesaan
No. Jenis Komoditi Satuan Rata-rata Rata-rata Nilai
Kuantitas (Rp)
(1) (2) (3) (4) (5)
. id
182 Sambal jadi 100 ml 0,04 314
go
183 Saus tomat 100 ml 0,06 417
(±80 gr)
188 Mie basah Kg 0,00 40
s:
tp
id
209 Sayur matang Porsi 0,21 1 757
.
go
210 Sate/tongseng Porsi/ 0,07 1 227
s. 5 tusuk
bp
211 Mie bakso/rebus/goreng Porsi 0,67 9 523
a.
226 Minuman lainnya (kopi, kopi susu, teh, susu Gelas 0,72 3 814
coklat, dsb)
227 Es krim Mangkok 0,14 924
kecil
id
Sumber : Susenas 2017
.
go
s.
bp
a.
u
ap
//p
s:
tp
ht
1 A. PERUMAHAN DAN FASILITAS RUMAH TANGGA 473 015 204 710 277 256
id
8 Nilai air 8 017 561 2 577
.
go
9 Nilai bahan bakar generator 373 1 437 1 149
bermotor
17 Nilai LPG 1 124 23 320
27 Lainnya (nomor perdana, warnet, kirim paket, dsb) 247 188 204
id
36 Rumah Sakit Pemerintah
.
6 636 845 2 411
go
37 Rumah Sakit Swasta 2 630 304 933
38 Puskesmas/Pustu/Polindes/Posyandu s. 781 653 688
bp
39 Praktek dokter/poliklinik 2 834 116 851
a.
119 83 93
ap
id
61 Lainnya (uang parkir, karcis tol, dsb.) 789 34 238
.
go
62 Hotel/motel/penginapan 2 097 112 649
63 Hiburan
s. 5 965 893 2 264
bp
64 Gaji/upah pembantu rumah tangga, satpam, tukang
8 467 1 616 3 468
a.
id
386 60 148
optik lainnya dan perbaikannya
.
go
86 Pembelian arloji, jam, payung, tas, koper dan
860 243 410
perlengkapannya
s.
bp
87 Perhiasan mahal terbuat dari logam dan batu mulia
1 184 1 039 1 078
dan perbaikannya
a.
murah imitasi
89 Pembelian televisi, radio, video, DVD, kaset, radio
//p
perbaikannya
ht
. id
go
s.
bp
u a.
ap
//p
s:
tp
ht
Perkotaan
No. Kelompok Komoditi Kalori Protein
(kkal) (gram)
(1) (2) (3) (4)
. id
7 Kacang-kacangan 50,16 5,06
go
8 Buah-buahan 40,76 0,44
Perdesaan
No. Kelompok Komoditi Kalori Protein
(kkal) (gram)
(1) (2) (3) (4)
. id
7 Kacang-kacangan 32,82 2,53
go
8 Buah-buahan 32,18 0,33
Perkotaan + Perdesaan
No. Kelompok Komoditi Kalori Protein
(kkal) (gram)
(1) (2) (3) (4)
. id
7 Kacang-kacangan 37,51 3,21
go
8 Buah-buahan 34,50 0,36
Perkotaan + Perdesaan
No. Jenis Komoditi Satuan Kalori Protein
(1) (2) (3) (4) (5)
1 A. PADI-PADIAN [R.2-R.9]
. id
9 Padi lainnya Kg 3 520,00 73,00
go
10 B. UMBI-UMBIAN [R.11-R.19]
20 C. IKAN/UDANG/CUMI/KERANG [R.21-R.52]
id
38 Kerang/siput Kg 1 010,00 144,00
.
go
39 Ikan air tawar Lainnya Kg 552,20 108,60
40 Kembung/peda
s. ons 140,40 25,20
bp
41 Tenggiri ons 135,10 29,40
a.
52 Udang dan hewan air lainnya yang diawetkan ons 357,00 41,10
Lainnya
53 D. DAGING [R.54-R.70]
id
67 Jeroan (selain hati) Kg 1 213,30 149,83
.
go
68 Tetelan Kg 1 280,00 155,30
69 Tulang
s. Kg 1 280,00 155,30
bp
70 Lainnya (daging) Kg 905,00 178,50
a.
85 F. SAYUR-SAYURAN [R.86-R.114]
id
97 Terong Kg 373,10 15,32
.
go
98 Tauge Kg 340,00 37,00
99 Labu
s. Kg 191,70 6,08
bp
100 Jagung muda kecil Ons 33,00 2,20
a.
id
127 H. BUAH-BUAHAN [R.128-R.150]
.
go
128 Jeruk Kg 311,30 5,29
129 Mangga
s. Kg 365,30 3,64
bp
130 Apel Kg 484,50 4,25
a.
id
157 Minyak dan lemak lainnya ..... 7 362,00 13,50
.
go
158 J. BAHAN MINUMAN [R.159-R.166]
id
187 Emping Ons 460,00 11,02
.
go
188 Bahan agar-agar Bungkus 7 gr) 1,47 0,01
R.222]
ap
208 Ikan (goreng, bakar, presto, pindang, pepes, Potong 624,00 70,35
dsb.)
id
213 Air teh kemasan 250ml*) 61,00 0,00
.
go
214 Sari buah kemasan 250ml**) 57,60 0,00
217 Minuman lainnya (kopi, kopi susu, teh, susu Gelas 61,00 3,20
u
coklat dll.)
ap
kacil
s:
200ml
ht
BADANPUSATSTATISTI
K
I
SBN978-
602-
0963-
19-
8
PROVINSIPAPUA
St
ati
sti
csofPapuaPr
ovi
nce
Jl
.DR.Samratul
angiDokIIJayapur
a991 12
Tel
p.(
0967)533028,534519Fax.(0967)536490 9 786020 963198
E-mai
l
:bps9400@bps.go.i
dHomepage:ht t
p:/
/papua.
bps.
go.
id