Askep Gangguan Tidur
Askep Gangguan Tidur
PENDAHULUAN
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua orang. Untuk dapat
berfungsi secara normal, maka setiap orang memerlukan istirahat dan tidur yang cukup. Pada kondisi
istirahat dan tidur, tubuh melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh hingga
berada dalam kondisi yang optimal.
Setiap individu mempunyai kebutuhan istirahat dan tidur yang berbeda. Pola istirahat dan tidur yang
baik dan teratur memberikan efek yang bagus terhadap kesehatan. Namun dalam keadaan sakit, pola
tidur seseorang biasnya terganggu, sehingga perawat perlu berupaya untuk membantu pemenuhan
kebutuhan istirahat dan tidur klien. Kebutuhan istirahat dan tidur pada individu yang sakit sangat
diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan. Oleh karena itu, perawat harus mempunyai
kompetensi yang baik terkait dengan kebutuhan istirahat dan tidur.
1. Istirahat
Kata ‘istirahat’ mempunyai arti yang sangat luas meliputi bersantai menyegarkan diri, diam menganggur
setelah melakukan aktivitas, serta melepaskan diri dari apa pun yang membosankan, menyulitkan, atau
menjengkelkan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa istirahat merupakan keadaan yang tenang,
rileks, tanpa tekanan emosional dan bebas dari kecemasan (ansietas).
Catatan:
Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, berkaitan dengan perasaan tak berdaya
dan tidak pasti, tidak memiliki objek yang spesifik, dialami secara subyektif dan dikomunikasikan secara
interpersonal.
Seseorang dapat benar-benar istirahat bila:
b. Merasa diterima eksistensinya baik di tempat tinggal, kantor, atau di mana pun
2. Tidur
Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar di mana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan
menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan kembali dengan indera atau rangsangan yang cukup.
Tujuan seseorang tidur tidak jelas diketahui, namun diyakini tidur diperlukan untuk menjaga
keseimbangan mental emosional, fisiologi, dan kesehatan.
Jenis-jenis Tidur
Pada hakekatnya tidur dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu tidur dengan gerakan bola mata
cepat (Rapid Eye Movement ¬¬- REM) dan tidur dengan gerakan bola mata lambat (Non-Rapid Eye
Movement - NREM)
a. Tidur REM
Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur paradoksial. Hal tersebut berarti tidur REM ini
sifatnya nyenyak sekali, namun fisiknya yaitu gerakan kedua bola matanya bersifat sangat aktif. Tidur
REM ditandai dengan mimpi, otot-otot kendor, tekanan darah bertambah, gerakan mata cepat (mata
cenderung bergerak bolak-balik), gerakan otot tidak teratur, kecepatan jantung, dan pernafasan tidak
teratur sering lebih cepat, serta suhu dan metabolisme meningkat.
Apabila seseorang mengalami kehilangan tidur REM, maka akan menunjukkan gejala-gejala sebagi
berikut:
- Cenderung hiperaktif
Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam. Pada tidur NREM gelombang otak lebih lambat
dibandingkan pada orang yang sadar atau tidak tidur. Tanda-tanda tidur NREM antara lain: mimpi
berkurang, keadaan istirahat, tekanan darah turun, kecepatan pernafasan turun, metabolisme turun, dan
gerakan bola mata lambat.
Tidur NREM memiliki empat tahap yang masing-masing tahap ditandai dengan pola perubahan aktivitas
gelombang otak yang terlihat pada EEG (Electroenchepalogram).
Catatan:
EEG atau electroenchephalogram adalah instrumen untuk menangkap aktifitas listrik di otak.
- Tahap I
Tahap I merupakan transisi di mana seseorang beralih dari sadar menjadi tidur. Pada tahap I ini ditandai
dengan seseorang merasa kabur dan rileks, seluruh otot menjadi lemas, kelopak mata menutup mata,
kedua bola mata bergerak ke kiri dan ke kanan, kecepatan jantung dan pernafasan menurun secara jelas.
Seseorang yang tidur pada tahap I dapat dibangunkan dengan mudah.
- Tahap II
Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun. Tahap II ini ditandai dengan kedua bola
mata berhenti bergerak, suhu tubuh menurun, tonus otot perlahan-lahan berkurang, serta kecepatan
jantung dan pernafasan turun dengan jelas. Tahap II ini berlangsung sekitar 10-15 menit.
- Tahap III
Pada tahap ini, keadaan fisik lemah lunglai karena tonus otot lenyap secara menyeluruh. Kecepatan
jantung, pernafasan, dan proses tubuh berlanjut mengalami penurunan akibat dominasi sistem saraf
parasimpatis. Seseorang yang tidur pada tahap ini sulit untuk dibangunkan.
- Tahap IV
Tahap IV merupakan tahap tidur di mana seseorang berada dalam keadaan rileks, jarang bergerak karena
keadaan fisik yang sudah lemah, lunglai, dan sulit dibangunkan. Denyut jantung dan pernafasan
menurun sekitar 20-30%. Pada tahap ini. Dapat terjadi mimpi. Selain itu, tahap IV ini dapat memulihkan
kedaan tubuh.
Selain keempat tahap tersebut, sebenarnya ada satu tahap lagi yakni tahap V. Tahap kelima ini
merupakan tidur REM dimana setelah tahap IV seseorang masuk ke tahap V. hal tersebut ditandai
dengan kembali bergeraknya kedua bola mata yang berkecepatan lebih tinggi dari tahap-tahap
sebelumnya. Tahap V ini berlangsung sekitar 10 menit, dapat pula terjadi mimpi.
Usia merupakan salah satu faktor penentu lamanya tidur yang dibutuhkan seseorang. Semakin tua usia,
maka semakin sedikit pula lama tidur yang dibutuhkan.
Tidur 14-18 jam sehari, pernafasan teratur, gerak tubuh sedikit, 50% tidur NREM, banyak waktu tidurnya
dilewatkan pada tahap III dan IV tidur NREM. Setiap siklus sekitar 45-60 menit.
Bayi
Tidur 12-14 jam sehari, 20-30% tidur REM, tidur lebih lama pada malam hari dan punya pola terbangun
sebentar
Toddler
Tidur sekitar 10-12 jam sehari, 25% tidur REM, banyak tidur pada malam hari, terbangun dini hari
berkurang, siklus bangun tidur normal sudah menetap pada umur 2-3 tahun
Pra sekolah
Tidur sekitar 11 jam sehari, 20% tidur REM, periode terbangun kedua hilang pada umur 3 tahun. Pada
umur 5 tahun, tidur siang tidak ada kecuali kebiasaan tidur sore hari.
Usia sekolah
Tidur sekitar 10 jam sehari, 18,5% tidur REM. Sisa waktu tidur relatif konstan.
Remaja
Tidur sekitar 8,5 jam sehari, dan 20% tidur tahap III-IV.
Dewasa muda
Tidur sekitar 7-9 jam sehari, 20-25% tidur REM, 5-10% tidur tahap I, 59% tidur tahap II, dan 10-20% tidur
tahap III-IV.
Dewasa pertengahan
Tidur sekitar 7 jam sehari, 20% tidur REM, mungkin mengalami insomnia dan sulit untuk dapat tidur.
Dewasa tua
Tidur sekitar 6 jam sehari, 20-25% tidur REM, tidur tahap IV nyata berkurang kadang-kadang tidak ada.
Mungkin mengalami insomnia dan sering terbangun sewaktu tidur malam hari.
Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur setiap orang berbeda-beda. Ada yang kebutuhannya
terpenuhi dengan baik. Ada pula yang mengalami gangguan. Seseorang bisa tidur ataupun tidak
dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya sebagai berikut:
a. Status kesehatan
Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan ia dapat tidur dengan nyenyak. Tetapi pada
orang yang sakit dan rasa nyeri, maka kebutuhan istirahat dan tidurnya tidak dapat dipenuhi dengan baik
sehingga ia tidak dapat tidur dengan nyenyak.
b. Lingkungan
Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang untuk tidur. Pada lingkungan yang tenang
memungkinkan seseorang dapat tidur dengan nyenyak. Sebaliknya lingkungan yang ribut, bising, dan
gaduh akan menghambat seseorang untuk tidur.
c. Stres psikologis
Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada frekuensi tidur. Hal ini disebabkan karena pada
kondisi cemas akan meningkatkan norepinefrin darah melalui sistem saraf simpatis. Zat ini akan
mengurangi tahap IV NREM dan REM.
d. Diet
Makanan yang banyak mengandung L-Triptofan seperti keju, susu, daging, dan ikan tuna dapat
menyebabkan seseorang mudah tidur. Sebaliknya, minuman yang mengandung kafein maupun alkohol
akan mengganggu tidur.
e. Gaya hidup
Kelelahan dapat memengaruhi pola tidur seseorang. Kelelahan tingkat menengah orang dapat tidur
dengan nyenyak. Sedangkan pada kelelahan yang berlebihan akan menyebabkan periode tidur REM lebih
pendek.
f. Obat-obatan
Obat-obatan yang dikonsumsi seseorang ada yang berefek menyebabkan tidur, ada pula yang sebaliknya
mengganggu tidur. Misalnya, obat golongan amfetamin akan menurunkan tidur REM.
1. Insomnia
Insomnia merupakan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur baik secara kualitas maupun
kuantitas. Seseorang yang terbangun dari tidur, tetapi merasa belum cukup tidur dapat disebut
mengalami insomnia (Japardi, 2002).
- Insomnia terminal: bangun secara dini dan tidak dapat tidur lagi
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang mengalami insomnia diantaranya adalah rasa
nyeri, kecemasan, ketakutan, tekanan jiwa, dan kondisi yang tidak menunjang untuk tidur.
Perawat dapat membantu klien mengatasi insomnia melalui pendidikan kesehatan, menciptakan
lingkungan yang nyaman, melatih klien relaksasi, dan tindakan lainnya. Ada beberapa tindakan atau
upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia yaitu:
a. Memakan makanan berprotein tinggi sebelum tidur, seperti keju atau susu
d. Berusaha untuk tidur hanya apabila merasa benar-benar kantuk dan tidak pada waktu kesadaran
penuh
f. Lakukan latihan-latihan gerak badan setiap hari, tetapi tidak menjelang tidur
g. Gunakan teknik-teknik pelepasan otot-otot serta meditasi sebelum berusaha untuk tidur
2. Somnambulisme
Somnambulisme merupakan gangguan tingkah laku yang sangat kompleks mencakup adanya otomatis
dan semipurposeful aksi motorik, seperti membuka pintu, menutup pintu, duduk di tempat tidur,
emnabrak kursi, berjalan kaki, dan berbicara. Somnambulisme ini lebih banyak terjadi pada anak-anak
dibandingkan orang dewasa. Seseorang yang mengalami somnabulisme mempunyai risiko terjadinya
cedera.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi somnabulisme yaitu dengan membimbing anak.
Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi somnabulisme adalah dengan membuat lingkungan
yang nyaman dan aman, serta dapat pula dengan menggunakan obat seperti Diazepam dan Valium.
3. Enuresis
Enuresis adalah kencing yang tidak disengaja (mengompol). Terjadi pada anak-anak dan remaja, paling
banyak terjadi pada laki-laki. Penyebab secara pasti belum jelas, tetapi ada beberapa faktor yang dapat
menyebabkan enuresis seperti gangguan pada bladder, stres, dan toilet training yang kaku. Upaya yang
dapat dilakukan untuk mencegah enuresis anatara lain: hindari stres, hindari minum yang banyak
sebelum tidur, dan kosongkan kandung kemih (berkemih dulu) sebelum tidur.
4. Narkolepsi
Narkolepsi merupakan suatu kondisi yang dicirikan oleh keinginan yang tak terkendali untuk tidur. Dapat
dikatakan pula narkolepsi adalah serangan mengantuk yang mendadak sehingga ia dapat tertidur pada
setiap saat di mana serangan tidur (kantuk) tersebut datang.
Penyebab narkolepsi secara pasti belum jelas, tetapi diduga terjadi akibat kerusakan genetika sistem
saraf pusat dimana periode REM tidak dapat dikendalikan. Serangan narkolepsi ini dapat menimbulkan
bahaya apabila terjadi pada waktu mengendarai kendaraan, pekerja yang bekerja pada alat-alat yang
berputar-putar, atau berada di tepi jurang.
Obat-obat agripnotik dapat digunakan untuk mengendalikan narkolepsi yaitu sejenis obat yang membuat
orang tidak dapat tidur. Obat tersebut diantarnya jenis ampetamin.
5. Night terrors
Night terrors adalah mimpi buruk. Umumnya terjadi pada anak usia 6 tahun atau lebih. Setelah tidur
beberapa jam, anak tersebut langsung terjaga dan berteriak, pucat dan ketakutan.
6. Mendengkur
Mendengkur disebabkan oleh rintangan terhadap pengaliran udara di hidung dan mulut. Amandel yang
membengkak dan adenoid dapat menjadi faktor yang turut menyebabkan mendengkur. Pangkal lidah
yang menyumbat saluran napas pada lansia. Otot-otot di bagian belakang mulut mengendur lalu
bergetar jika dilewati udara pernapasan.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN
TIDUR
Aspek yang perlu dikaji pada klien untuk mengidentifikasi mengenai gangguan kebutuhan istirahat dan
tidur meliputi pengkajian mengenai:
a. Pola tidur, seperti jam berapa klien masuk kamar untuk tidur, jam berapa biasa bangun tidur, dan
keteraturan pola tidur klien.
b. Kebiasaan yang dilakukan klien menjelang tidur, seperti membaca buku, buang air kecil, dan lain-
lain.
e. Lingkungan tidur klien. Bagaimana kondisi lingkungan tidur klien?, apakah kondisinya bising,
gelap, atau suhu dingin?
f. Peristiwa yang baru dialami klien dalam hidup. Perawat mempelajari apakah peristiwa yang
dialami klien, yang menyebabkan klien mengalami gangguan tidur?
g. Status emosi dan mental klien. Status emosional dan mental memengaruhi terhadap kemampuan
klien untuk istirahat dan tidur. Perawat perlu mengkaji mengenai status emosional dan mental klien,
misalnya apakah klien mengalami stress emosional atau ansietas? Juga dikaji sumber stres yang dialami
klien.
h. Perilaku deprivasi tidur yaitu manifestasi fisik dan perilaku yang timbul sebagai akibat gangguan
istirahat tidur, seperti:
- Penampilan wajah, misalnya adalah adakah area gelap di sekitar mata, bengkak di kelopak mata,
konjungtiva kemerahan, atau mata yang terlihat cekung.
- Perilaku yang terkait dengan gangguan istirahat tidur, misalnya apakah klien mudah tersinggung,
selalu menguap, kurang konsentrasi, atau terlihat bingung.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang mungkin ditemukan pada klien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan
istirahat tidur, antara lain:
Gangguan harga diri terutama dialami pada klien yang mengalami enuresis
d. Risiko cedera
Risiko cedera terutama pada klien yang menderita somnambulisme. Pada somnambulisme ini, klien
melakukan aktivitas tanpa disadari sehingga berisiko terjadinya kecelakaan, bisa berupa jatuh dari
tempat tidur, turun tangga, atau membentur tembok, dan lain-lain.
Pada klien yang dirawat di rumah sakit dapat mengalami masalah istirahat dan tidur. Masalah tersebut
sering berhubungan dengan lingkungan rumah sakit, rutinitas ruangan, atau penyakit yang dideritanya.
Walaupun begitu, perawat mesti membantu klien untuk dapat istirahat dan tidur.
Berikut ini merupakan beberapa intervensi yang dapat diterapkan untuk membantu pemenuhan
kebutuhan istirahat dan tidur pada klien yang dirawat.
b. Membantu kebiasaan klien sebelum tidur, misalnya dengan mendengarkan musik, membaca, dan
berdoa. Pada klien anak-anak, dapat dilakukan dengan membacakan dongeng, memegang boneka atau
benda yang disukainya.
c. Diet
- Anjurkan klien untuk memakan makanan yang mengandung tinggi protein, seperti susu dan keju
Referensi
1. Asmadi.2008. Tehnik prosedural keperawatan: konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta:
Salemba Medika.
2. Kozier,B.,G.Erb. 2004. Fundamentals of Nursing: Concepts, process, and practice. Seventh edition.
New Jersey: Pearson Prentice Hall.
3. Mubarak & Chayatin. 2008. Buku ajar kebutuhan dasar manusia, Teori dan aplikasi dalam praktik.
Jakarta : EGC
Posting Komentar
Beranda