Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh :
2019
HIPOKALEMI
Hipokalemia adalah suatu keadaan gangguan elektrolit dimana serum kalium <3,5 mmol/L.
keadaan ini umum terjadi pada pasien rawat inap, kebanyakan kasusnya ringan. Namun
jika parah dapat mengancam jiwa.
2. Penyebab
- Kehilangan K (penyebab utama)
a. Pengeluaran ginjal K > 20 mmol/L akibat diuretic, mineralokortikoid berlebihan,
terapi glukokortikoid, kehilangan Mg, penyakit ginjal tubular, juga terjadi akibat
kehilangan volume cairan GI.
b. Pengeluaran ekstra ginjal K< 20 mmol/L akibat kehilangan cairan gastrointestinal,
kulit.
- Pergantian ion intraseluler (Redistribusi kalium) karena insulin atau bikarbonat, teofilin,
agonis beta 2, kelumpuhan periodic, keracunan klorokuin, proliferasi sel darah yang
cepat.
- Berkurangnya asupan: anoreksia nervosa
3. Investigasi
- Segera: jika K=3, periksa EKG dan MG.
- Ulangi pemantauan K pada serum plasma
- Jika penyebab tidak teratasi, gunakan indikasi klinik (serum HCO3, Cl-, Mg2+, PO4, Ca
dan urin (sampel spot berhubungan dengan serum) K, Cl, Ph (renal tubular acidosis), Ca
(Barter’s syndrome), plasma aldosteron dan renin.
- HCO3, jka
a. Normal: anoreksia nervosa, laksatif
b. Metabolic asidosis tanpa diare: menunnjukkan pengurangan secara kronis
c. Konsentrasi kalium dalam urin: penyebabnya tidak jelas.
d. Banyak pasien hingga 40% juga mengalami defisiensi Mg. hipomagnesemia dapat
menyebabkan pengurangan K pada ginjal. Gabungan defisiensi dapat menyebabkan
risiko aritmia jantung. Pemberian simultan Mg akan memfasilitasi koreksi yang lebih
cepat dari hypokalemia dan direkomendasikan pada kasus hypokalemia berat.
4. Pengobatan
a. Level K 3-4 mmol/L (hipokalemi ringan)
1) Kehilangan cairan GI: muntah atau metabolic alkalosis berikan KCL 1-2 tab atau (36-72
mmol/hari) dengan cairan alternatif ekstra 25 ml atau (25-75 mmol/hari).
2) Kehilangan di ginjal. Misalnya akibat diuretic hemat kalium, amilodaron. Pantau serum
K setiap hari untuk memastikan respon untuk menghindari hiperkalemi.
Lanjutkan treatment sampai 3 hari, sampai nilai K normal.
Koreksi iv cepat pada digoksin (kecenderungan peningkatan K juga peningkatan
aritmia).
Difisit elektrolit yang tepat, terutama hipomagnesemia.
Asidosis metabolik, obati hipokalemi sebelum mengatasi asidosis.
Cegah pengulangan dengan mengetahui pencetus dan pastikan asupan makanan
memadai.
b. Level K 2,5-2,9 mmol/L (hipokalemi sedang)
1) Tindakan perawatan yang disebutkan diatas + koreksi cepat kalium per oral
2) EKG tidak sesuai, minta lab untuk menambahkan konsentrasi Mg.
3) Ganti dengan kalium oral, dosis tertinggi 36-72 mmol tiap 6 jam.
4) Gunakan rute IV bila rute oral atau enteral tidak memungkinkan, misalnya karena
dyspepsia atau diare.
5) Monitoring serum kalium setiap hari.
c. Level <2,5 mmol/L (hipokalemi berat)
1) Pemantauan EKG secara berkelanjutan
2) Berikan iv yang tepat seperti pembuluh darah besar atau saluran pembuluh darah sentral,
menggunakan pompa infus untuk mencegah pemberian kalium yang terlalu cepat.
3) Berikan 1 liter NS 0,9% / 40 mmol KCl iv, lebih dari 4 jam. jangan gunakan dekstrose
5% (gunakan 1 L 0,45% salin / 40 mmol KCl dalam diabetik ketoasidosis atau
hyperosmolar hiperglikemik.
4) Tidak direkomendasikan untuk melebihi 2-3 mmol / kgBB / 24 jam.
5) Pantau level Kalium setelah setisp 40=80 mmol K, dan setiap hari untuk memastikan
keberhasilan terapi, hindari volume berlebih.
6) Hentikan pemantauan sampai tanda dan gejala tidak muncul, lalu beralih ke oral sesuai
dengan treatment hipokalemi ringan/sedang diatas.
Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa darah <70 mg/dl. Hipoglikemia
adalah penurunan konsentrasi glukosa serum dengan atau tanpa adanya gejala-gejala
system otonom, seperti adanya whipple’s triad:
Penurunan kesadaran yang terjadi pada penyandang diabetes harus selalu dipikirkan
kemungkinan disebabkan oleh hipoglikemia. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh
penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung
lama, sehingga harus diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obat telah
habis. Pengawasan glukosa darah pasien harus dilakukan selama Konsensus Pengelolaan
dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 terutama pada pasien dengan gagal ginjal kronik
atau yang mendapatkan terapi dengan OHO kerja panjang. Hipoglikemia pada usia lanjut
merupakan suatu hal yang harus dihindari, mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya
kemunduran mental bermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut
sering lebih lambat dan memerlukan pengawasan yang lebih lama.
a. Hipoglikemia Ringan:
1) Pemberian konsumsi makanan tinggi glukosa (karbohidrat sederhana)
2) Glukosa murni merupakan pilihan utama, namun bentuk karbohidrat lain yang berisi
glukosa juga efektif untuk menaikkan glukosa darah.
3) Makanan yang mengandung lemak dapat memperlambat respon kenaikkan glukosa darah.
4) Glukosa 15–20 g (2-3 sendok makan) yang dilarutkan dalam air adalah terapi pilihan pada
pasien dengan hipoglikemia yang masih sadar
5) Pemeriksaan glukosa darah dengan glukometer harus dilakukan setelah 15 menit
pemberian upaya terapi. Jika pada monitoring glukosa darah 15 menit setelah pengobatan
hipoglikemia masih tetap ada, pengobatan dapat diulang kembali.
6) Jika hasil pemeriksaan glukosa darah kadarnya sudah mencapai normal, pasien diminta
untuk makan atau mengkonsumsi snack untuk mencegah berulangnya hipoglikemia.
b. Hipoglikemi Berat:
1) Jika didapat gejala neuroglikopenia, terapi parenteral diperlukan berupa pemberian
dekstrose 20% sebanyak 50 cc (bila terpaksa bisa diberikan dextore 40% sebanyak 25 cc),
diikuti dengan infus D5% atau D10%.
2) Periksa glukosa darah 15 menit setelah pemberian i.v tersebut. Bila kadar glukosa darah
belum mencapai target, dapat diberikan ulang pemberian dextrose 20%.
3) Selanjutnya lakukan monitoring glukosa darah setiap 1- 2 jam kalau masih terjadi
hipoglikemia berulang pemberian Dekstrose 20% dapat diulang 4. Lakukan evaluasi
terhadap pemicu hipoglikemia
Pencegahan hipoglikemia:
1. Lakukan edukasi tentang tanda dan gejala hipoglikemi, penanganan sementara, dan hal
lain harus dilakukan
3. Lakukan edukasi tentang obat-obatan atau insulin yang dikonsumsi, tentang: dosis,
waktu megkonsumsi, efek samping
Sumber: Perkeni, 2015, Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
Di Indonesia.