Neuropati Deabetikum
Neuropati Deabetikum
NEUROPATI DIABETIKUM
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Dan Melengkapi Salah
Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit
Saraf Di RSUD H. Soewondo Kendal
Disusun Oleh :
Daffa Joko Nur Wahid
30101507415
Pembimbing :
Dr. Rahayu Andiyani, Sp. S
2
polineuropati distal simetri,
biasanya kaki lebih berat dari pada tangan. Insiden komplikasi
meningkat
sejalan dengan lamanya penyakit dan tingginya hiperglikemia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
merupakan tipe 1 (yang tergantung insulin) dan 90 % - 95 % merupakan tipe 2
(tidak tergantung insulin).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia pada tahun 2003
prevalensi diabetes pada penduduk di atas 20 tahun sebanyak 13,7 juta. Menurut
hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diabetes di
Indonesia menempati urutan keenam penyakit penyebab kematian (5,8%)
setelah stroke, tuberkulosis, hipertensi, cedera dan perinatal. Diabetes
sebagai penyebab kematian pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah
perkotaan menduduki peringkat ke-dua yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan,
diabetes menduduki peringkat ke-enam yaitu 5,8%.
Klasifikasi DM dibagi berdasarkan etiologinya. Klasifikasi yang di
pakai di Indonesia sesuai dengan klasifikasi menurut American Diabetes
Association ( ADA ) 2003 terbagi dalam empat kategori.
4
Neuropati diabetika adalah adanya gejala dan / atau tanda dari
disfungsi saraf perifer dari penderita diabetes tanpa ada penyebab lain
selain diabetes. Bentuk neuropati diabetik tersering adalah polineuropati
distal simetri, biasanya kaki lebih berat dari pada tangan. Insiden
komplikasi meningkat sejalan dengan lamanya penyakit dan tingginya
hiperglikemia.
b. Epidemiologi
Neuropati diabetik dijumpai pada 50 % pasien diabetes melitus, dan
pada DM tipe 1 dijumpai lebih cepat sedangkan pada tipe 2 dijumpai lebih
lambat. Neuropati sensorimotor kronik merupakan bentuk yang paling
sering dari polineuropati diabetik dan paling sering didiagnosa pada
diabetes tipe 2 sampai 10 %. Laporan dari hasil penelitian di berbagai
daerah di Indonesia yang dilakukan pada dekade 1980 – an menujukkan
sebaran prevalensi DM 0.8 %-6.1 %. Sedangkan pada rentang tahun 1980
– 2000, menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam yaitu dari
1.7 % menjadi 5.7 % dan meroket lagi menjadi 12.8 % pada tahun 2001.
Berdasarkan data penelitian juga ditemukan neuropati diabetika dijumpai
pada 50 % pasien DM. Diperkirakan dari studi epidemiologi prevalensi
neuropati pada pasien DM kira – kira 30 % pada pasien rumah sakit dan
20 % pada pasien di masyarakat. Di Inggris pada United Kingdom
Prospective Diabetes Study (UKPDS), insiden setiap tahun kira – kira 2 %
dan pada Diabetes Control and Complication Trial (DCCT), mendapatkan
7 % paien yang didiagnosis dengan DM mengalami neuropati, dan insiden
mendekati 50 % pada pasien yang menderita DM + 25 tahun.
c. Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya neuropati diabetikum adalah:
Hiperglikemia
Lamanya menderita DM
Umur
Merokok
Konsumsi alkohol
5
Hipertensi
Hiperkolesterolemia
d. Klasifikasi dan Stadium
Ada beberapa klasifikasi dan stadium dari neuroapti diabetika yaitu
yang berasal dari Joint Conference American Diabetes Association (ADA)
dan American Academy of Neurology (AAN). Ada juga yang menurut
international Experts In Diabetic Neuropathy. Pada literatur juga
disebutkan stadium beratnya neuropati diabetika dibuat berdasarkan
kecepatan hantaran saraf, quantitative sensory testing (QST), atau
abnormalitas tes otonom. Selain daripada stadium, klinis dari neuropati
diabetika juga dibedakan berdasarkan skala neurologis.
6
Gambar 2.2 Stadium Neuropati Diabetik
7
yang merusak struktur dan fungsi sel tersebut, pengurangan
myionositol dan penurunan aktifitas Na+-K+-ATP-ase.
Gangguan metabolisme asam lemak essensial n – 6 dan
prostaglandin yang mengakibatkan perubahan struktur membran
saraf, mikrovaskular dan abnormal hematologi.
Defisit mikrovaskular endoneural mengakibatkan iskemik dan
hipoksia sehingga terjadi oksidatif stress yang disebut dengan
hyperglycemic pseudohypoxia.
Peningkatan aktivitas protein kinase C β ( PKC β ).
Penurunan neurotropin yang didahului oleh penurunan ekspresi
dan deplesi Nerve Growth Factor ( NGF ).
Penumpukan AGEs pada saraf dan vassa.
Proses imunologi yang menyebabkan proses inflamasi.
Proses terjadinya neuropati diabetika berawal dari hiperglikemia
berkepanjangan yang mengakibatkan terjadinya peningkatan aktivitas
jalur poliol, sintesis advance glycosilation end products (AGEs),
pembentukan radikal bebas dan aktivitas protein kinase. Aktivitas
berbagai jalur tersebut berujung pada kurangnya vasodilatasi, sehingga
aliran darah ke saraf menurun dan bersama rendahnya mioinositol
dalam sel sehingga terjadilah neuropati diabetika.
8
f. Gejala Klinis
Perubahan fungsi awal pada saraf diabetik adalah hambatan
kecepatan konduksi saraf, perubahan histologinya adalah demielinisasi
segmental menyebabkan kerusakan sel Schwann. Gejala klinis
tergantung pada tipe neuropati dan saraf mana yang terlibat. Pada
beberapa orang bisa tidak ditemui gejala. Kesemutan, tingling atau
nyeri pada kaki, seringkali merupakan gejala yang utama, bisa juga
nyeri dan kesemutan dengan distribusi glove and stocking. Gejala bisa
melibatkan sistem saraf sensoris atau motorik maupun sistem saraf
otonom.
9
Oleh karena neuropati kronik tergantung pada proses yang
panjang, gejala sensoris paling menonjol adalah pada ektremitas
bawah, walaupun pada kasus yang sangat berat tangan juga bisa
terlibat. Unsteadiness meningkat sebagai manifestasi neuropati
kronik akibat gangguan proprioseptik dan kemungkinan abnormal
fungsi sensoris otot.
10
Gambar 2.7 Gejala Klinis Neuropati Diabetikum
g. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
Anamnesis:
o Sensorik : rasa terbakar, ditusuk, ditikam, kesetrum, disobek,
tegang, diikat, alodinia, hiperalgesia, disestasia dapat
disertai rasa baal seperti pakai sarung tangan, hilang
keseimbangan, kurang tangkas, asterogenesis, maupun
borok tanpa nyeri. Dan keluhan akan memberat malam hari.
o Motorik : Gangguan koordinasi serta paresis distal atau
proksimal antara lain sulit naik tangga, sulit bangkit dari
kursi/lantai, terjatuh, sulit bekerja atau mengangkat lengan
ke atas, ibu jari tertekuk, tersandung, kedua kaki
bertabrakan.
11
Pemeriksaan Penunjang
o Elektroneuromiografi
o Test sensoris kuantitatif
Laboratorium
o Kadar gula darah atau tes toleransi glukosa, HBA1c.
h. Penatalaksanaan
Langkah penatalaksanaan terhadap pasien ND adalah menghentikan
dan memperlambat progresivitas rusaknya serabut saraf dengan kontrol
kadar gula secara baik. Mempertahankan kontrol glukosa darah ketat
mendekati normoglikemi dan kadar HbA1c dibawah 7 %. Langkah
penatalaksanaan terhadap pasien ND adalah menghentikan
dan memperlambat progresivitas rusaknya serabut saraf dengan kontrol
kadar gula secara baik. Mempertahankan kontrol glukosa darah ketat
mendekati normoglikemi dan kadar HbA1c dibawah 7 %.
Farmakologik
o Obat topikal: kapsaisin 0,075% 4x/hari, fluphenazine
1mg 3x/hari.
o NSAID: ibuprofen 600 mg 4x/hari, sulindac 200 mg
2x/hari.
o Anti konvulsan: gabapentin 900 mg 3x/hari,
karbamazepin 200 mg 4x/hari.
o Antidepresan antara lain: amitriptilin 50-150 mg
malam hari, imipramin 100 ng/hari, nortriptilin 50-
150 mg malam hari, paroxetine 40 mg/hari
o Antiarritmia: mexilletin 150-450 mg/hari.
Non farmakologik
o Sepatu: jangan sempit, diperiksa adanya tonjolan di
dalam sepatu.
o Infeksi lokal di terapi dan berat badan diturunkan.
o Nyeri kaki: rendam kaki dalam air panas-dingin
bergantian selama 10 menit (cek suhu air panas
12
o Terapi alternatif seperti: akupunktur, infrared, laser
terapi, TENS, frequencymodulated electromagnetic
neural stimulation (FREMS) therapy, high frequency
external muscle stimulation, electrical spinal cord
stimulator inplantasi masih belum konklusif.
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Umur : 68 tahun
Agama : Islam
13
g. Gejala penyerta: lengan kiri juga terasa berat saat diangkat atau
memegang sesuatu, telapak kaki terasa tebal dan kebas.
h. Kronologi : sejak 1 tahun yang lalu muncul keluhan nyeri pada lengan
kiri yang secara perlahan bertambah berat. keluhan mengganggu
aktivitas pasien sebagai ibu rumah tangga dan sebagian aktivitasnya
dibantu orang lain, nyeri terasa cekot-cekot, menjalar dari tangan ke atas
ke lengan atas. nyeri sedang, keluhan muncul hilang timbul tanpa
didahului gejala lain dengan waktu tidak sama. Bertambah berat saat
melakukan aktivitas, berkurang dengan istirahat dan minum obat anti
nyeri. Pasien juga merasakan lengan kiri terasa berat saat diangkat atau
memegang sesuatu, telapak kaki terasa tebal dan kebas. Keluhan
tersebut muncul beberapa waktu setelah keluhan utama.
3. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien mempunyai riwayat DM tipe II dan
operasi mata, hipertensi (-), dislipidemia (-), stroke (-).
4. Riwayat Penyakit Keluarga : Adik pasien juga mempunyai riwayat DM tipe
II dan lemah anggota gerak kanan
5. Riwayat Sosial Eonomi : Pasien sebagai ibu rumah tangga, berobat
dengan BPJS non-PBI
14
11. Abdomen : normal
12. Alat Kelamin : tidak dilakukan pemeriksaan
2. Status Neuorlogis
a. Nervus Cranialis Ka Ki
i. N I (Olfaktorius) Sensoris
1. Subjektif (N) (N)
2. Dengan Bahan (N) (N)
ii. N II (Optikus) Sensoris
1. Tajam Penglihatan (↓) (↓)
2. Lapang Pandang (-) (-)
3. Melihat Warna (-) (-)
4. Fundus Oculi (TD) (TD)
iii. N III (Occulomotoris) Motorik dan sensorik (N) (N)
iv. N IV (Trochlearis) Sensoris (N) (N)
v. N V (Trigeminal) Motorik dan Sensorik (N) (N)
vi. N VI (Abducent) Motorik (N) (N)
vii. N VII (Facialis) (N) (N)
viii. N VIII (Vestibulo Cochlearis) Sensoris (N) (N)
ix. N IX (Glossopharyngeus) (N) (N)
x. N X (Vagus) (N) (N)
xi. N XI (Accesorius) (N) (N)
xii. N XII (Hypoglossus) (N) (N)
b. Badan dan Anggota Gerak
i. Badan
1. Motorik (N)
2. Sensibilitas (N)
3. Reflek (N)
ii. Anggota Gerak Atas
1. Motorik
a. Pergerakan (B) (BT)
b. Kekuatan (5) (4)
15
c. Tonus (N) (N)
d. Trofi (N) (N)
2. Sensibilitas
a. Taktil (N) (N)
b. Nyeri (N) (N)
c. Diskriminasi (N) (N)
d. Lokasi (N) (N)
3. Reflek
a. Bisep (N) (N)
b. Trisep (N) (N)
c. Radius (N) (N)
d. Ulna (N) (N)
e. Hofman (-) (-)
f. Tromner (-) (-)
iii. Anggota Gerak Bawah
1. Motorik
a. Pergerakan (B) (B)
b. Kekuatan (5) (4)
c. Tonus (N) (N)
d. Trofi (N) (N)
2. Sensibilitas
a. Taktil (↓) (↓)
b. Nyeri (↓) (↓)
c. Diskriminasi (↓) (↓)
d. Lokasi (↓) (↓)
3. Reflek
a. Patella (N) (N)
b. Achiles (N) (N)
c. Gordon (-) (-)
d. Babinski (-) (-)
e. Chadock (-) (-)
16
f. Rosolimo (-) (-)
g. Gonda (-) (-)
h. Scaefer (-) (-)
i. Openheim (-) (-)
17
a. Ad sanam : dubia ad bonam
b. Ad vitam : dubia ad bonam
c. Ad fungsionam : dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA
1. Subekti, Imam. 2016. Neuropati Diabetik, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid I, Edisi IV. Interna Publishing: Jakarta.
2. Widyadharma, I Putu E. Pain Education. Pustaka Bangsa Press
3. Andreoli, T.E. 2010. Andreoli adn Carpenter’s Essentials of Medicine.
Saunders Elsevier: Philadelphia
4. Jones, H. R. 2012. Netter’s Neurology 2nd Edition. Saunders Elsevier:
Philadelphia.
5. Baehr. M., Fros]tscher, M. 2005. Duus’ Topical Diagnosis in Neurology.
Thieme: New York
18